Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105978 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sony Devano
Jakarta: Kencana Prenada Media , 2006
336.2 SON p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sudhira Wangsa
"ABSTRAK
Karya akhir ini menggambarkan bagaimana dampak dari moral dan etika terhadap kepatuhan pajak. Metode yang digunakan adalah studi pustaka yang berusaha memberikan gambaran sejauh mana moral dan etikan memberikan damapak terhadap kepatuhan pajak. Aspek lain yang tidak dapat dipisahkan dri kepatuhan pajak adalah administrasi pajak, sehingga hal tersebut akan ikut dibahas dalam karya akhir ini. Moral dan etika adalah nilai yang ada di dalam setiap individu akan tetapi bukan berarti hanya merupakan masalah individu karena individu juga memiliki peran di dalam masyarakat. Moral pajak berfokus kepada tiga hal yaitu peraturan dan sentimen moral, keadilan dan hubumgam amtara wajib pajak dengan pemerintah. Ketiga hal yang menjadi fokus tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya, oleh karena itu harus diphami agara kepatuan pajak dapat tercapai. Tiga prinsip dasar yang mendasari etika adalah rasa tanggung jawab, keadilan universal dan rasa hormat untuk orang lain yang relevan dengan standar beretika, etika professional dan etika organisasi. Reformasi dan modernisasi administrasi pajak yang dilakukan otoritas pajak ditujukan untuk memberikan manfaat positif bagi wajib pajak, dengan adanya manfaat yang positif ini maka memberikan manfaat yang positif ini maka diharapkan wajib pajak akan menjadi lebih patuh terhadap pajak. Wajib pajak pada dasarnya adalah seorang individu sehingga moral dan etika adalah nilai yang ada di dalam tingkah laku wajib pajak, mempertimbangkan nilai-nilai ini akan memberikan efek positfi bagi otoritas pajak untuk mencapat kepatuhan ppajak selain dari aspek reformasi dan modernisasi administrasi pajak."
2009
T 25570
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gunadi
Jakarta : Salemba Empat, 2001
336.207 GUN r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mingke Manovia
"Usaha terencana untuk meningkatkan Penerimaan Negara sebagai salah satu upaya menanggulangi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yakni melalui peningkatan penerimaan dari sektor Pajak. Peningkatan penerimaan dari sektor pajak dapat dicapai melalui perluasan(tax base) secara ekstensifikasi yakni dapat ditempuh dengan memperluas obyek barang kena cukai antara lain Cukai Ban Mobil.
Rencana kebijakan pemungutan Cukai Ban Mobil telah menimbulkan perdebatan dan resistensi dari pelaku bisnis maupun pejabat fiskus dan masyarakat. Namun ada pula pihak-pihak yang mendukung rencana kebijakan cukai ban mobil tersebut. Oleh karena itu, agar dapat memberikan jawaban analisis akademis, penulis mencoba mengaplikasikan teori kebijakan Pemungutan Pajak khususnya atas Cukai yang bersifat selektip, dengan hasil sebagai berikut :
Model Regresi berganda sebagai model analisa pengaruh hubugan antara variasi perubahan variabel bebas (harga ban mobil, pendapatan perkapita dan indeks harga ban) terhadap variabel terikat yakni penjualan ban mobil. Besarnya perubahan dari setiap variabel bebas tergantung pada elasitasnya terhadap permintaan ban mobil.
Hasil perhitungan elasitas rata rata permintaan ban terhadap harga Pendapatan perkapita : Indeks harga ban adalah : -0,2510 : 0,8272 : 0,86 artinya apabila harga ban rata-rata naik 10% maka jumlah rata-rata permintaan ban akan naik sebesar 8,272%, bila indeks harga ban naik 1% maka permintaan ban akan naik 0,86% yang berarti dapat berdampak terhadap inflasi walaupun relatif kecil karena indeks harga ban hanya 4,47% dari komponen indeks harga transportasi.
Selain dukungan hasil analisis tersebut tinjauan dari segi industri ban yang mendukung prinsip-prinsip pemajakan antara lain : principle of equality and social justice, principle of economic, ability to pay, principle of flexibility, simplicity. Dengan kata lain dapat disimpulkan produk ban layak dipilih menjadi barang kena cukai dengan tarif cukai diusulkan sebesar 20% akan berdampak penurunan penjualan ban sebesar 5,02% dan menghasilkan Penerimaan Negara sebesar Rp. 707.338.055.000.
Usul dan saran penulis agar Penerimaan Negara dari hasil cukai ban dipergunakan sebagai earmarking misalnya menyediakan public service dalam bentuk pengadaan transportasi umum yang bersih-aman-murah sehingga tercapailah fungsi pajak sebagai reguleren yang mengatur kebijakan dalam hal melakukan redistribusi of income agar requirement for equality and social justice terpenuhi. Selain itu perlu diadakan perubahan/reformasi Undang-undang karena Undang-undang yang ada saat ini membatasi barang yang dikenakan cukai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Subchan
"Di dalam pelaksanaan otonomi daerah salah satu tugas pemerintah daerah adalah penyediaan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan yang diberikan bukan sekadarnya memberikan dengan proses birokrasi yang berbelit-belit tetapi harus menghasilkan bentuk pelayanan yang terbaik dengan tingkat profesionalisme yang tinggi.
Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Propinsi DKI Jakarta telah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas pelayanan Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah di 5 (lima) wilayah Propinsi DKI Jakarta dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan tersebut, namun secara keseluruhan dimensi pelayanan jasa Tangible, Responbility, Responsiveness, Assurance dan Empathy dapat diandalkan sebagai alat untuk menganalisa pelayanan jasa.
Sumber data primer ini adalah masyarakat yang melakukan pembayaran pajak daerah atau retribusi daerah di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah di 5 (lima) wilayah Propinsi DKI Jakarta, dan sampel responden sebanyak 200 responden dengan menggunakan tehnik quota.
Bahwa masyarakat belum dapat terpenuhi apa yang diharapkan dari pelayanan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah di 5 (lima) wilayah Propinsi DKI Jakarta, hal ini dapat dilihat dari skor kesenjangan dimana nilai dari skor tersebut tidak. ada yang bernilai positip. Dan di setiap wilayah terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan dari dimensi tangibel dan dimensi reliability. Serta dalam analisa faktor untuk menganalisa faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam menilai kualitas pelayanan setelah direduksi terdapat 5 faktor. Faktor kesederhanaan prosedur, kecepatan pelayanan dan keamanan dalam pembayaran merupakan faktor yang dominan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah di 5 (lima) wilayah Propinsi DKI Jakarta. Dengan terdapatnya faktor-faktor yang dominan terhadap kualitas pelayanan tersebut Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Propinsi DKI.
Bahwa masyarakat belum dapat terpenuhi apa yang diharapkan dari pelayanan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah di 5 (lima) wilayah Propinsi DKI Jakarta, hal ini dapat dilihat dari skor kesenjangan dimana nilai dari skor tersebut tidak ada yang bernilai positip. Dan di beberapa wilayah terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup signifikan dari dimensi tangibel dan dimensi reliability. Berta dalam analisa faktor untuk menganalisa faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam persepsi kualitas pelayanan setelah direduksi terdapat 5 faktor. Faktor kesederhanaan prosedur, kecepatan pelayanan dan keamanan dalam pembayaran merupakan faktor yang dominan di Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah di 5 (lima) wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Dengan terdapatnya faktor-faktor yang dominan terhadap kualitas pelayanan tersebut Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Propinsi DKI Jakarta diharapkan untuk terus meningkatkan pelayanan secara berkesinambungan agar mampu memenuhi kebutuhan masyarakat agar terpuaskan keinginannya. Dan adanya komitmen dari seluruh karyawan dil lingkungan KPKD Propinsi DKI Jakarta, karena kebutuhan masyarakat pada saat ini tidak akan sama dengan kebutuhan masyarakat di masa datang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Purnomo Djati
"Penerimaan pajak sampai saat ini telah dan akan terus menjadi sumber utama penerimaan negara dalam APBN, seiring dengan berkurangnya porsi pinjaman dari luar negeri dan tidak abadinya penerimaan migas sebagai konsekuensi tidak dapatnya sumber daya alam tersebut diperbaharui. Penerimaan pajak dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, harga minyak internasional, dan tingkat suku bunga serta dipengaruhi pula oleh faktor internal yaitu dasar pengenaan pajak (fax base) dan tarif pajak Dengan makin meningkatnya ketergantungan terhadap penerimaan pajak tersebut, mengharuskan pembuat kebijakan membuat strategi-strategi pengamanan target penerimaan pajak tanpa mengganggu sektor usaha dengan memberikan beban tambahan seperti obyek pajak baru atau kenaikan tarif pajak. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka fokus untuk meningkatkan penerimaan pajak sebaiknya adalah dengan mengelola peningkatan basis pajak (fax base) melalui penjaringan WP yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dan mendorong WP yang telah terdaftar dan baru terdaftar untuk menjadi WP patuh.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh pertambahan jumlah WP PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21, dan PPN serta kepatuhan WP, yang ditunjukkan dengan jumlah SPT Tahunan/Masa PPh Badan, PPh Orang Pribadi, PPh Pasal 21, dan PPN yang dilaporkan, terhadap penerimaan pajak. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori terutama mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak dan kontribusi praktis kepada pembuat kebijakan yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Tahun data adalah 2003 dan meliputi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) seluruh Indonesia yang seluruhnya berjumlah 175 KPP. Data tersebut diperoleh dari Direktorat Informasi Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan, melalui Intranet DJP dan data Sistem Informasi Perpajakan (SIP). Data penelitian diolah dengan menggunakan regresi linier berganda dan dibagi menjadi 6 model.
Penelitian ini berhasil memperoleh beberapa temuan yaitu pertambahan jumlah WP yang berpengaruh secara signifikan meningkatkan penerimaan pajak adalah tambahan jumlah WP PPh Badan, PPh Pasal 21, dan PPN. Jumlah SPT yang dilaporkan sebagai indikator kepatuhan WP, yang berpengaruh secara signifikan meningkatkan penerimaan pajak adalah SPT PPh Pasal 21 dan SPT PPN, sedangkan SPT PPh Badan berpengaruh secara signifikan menurunkan penerimaan pajak. Jenis pajak PPh Orang Pribadi baik untuk variabel tambahan jumlah WP maupun jumlah SPT yang dilaporkan, tidak ada yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak. Khusus untuk tambahan jumlah WP PPh Pasal 21 dan PPN dalam salah satu model, dapat berpengaruh secara signifikan menurunkan penerimaan pajak karena pada awal mula WP tersebut terdaftar, SPT-nya menunjukkan kondisi lebih bayar dan berakibat restitusi/pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Demikian pula unit SPT PPh Badan yang dilaporkan, menunjukkan pengaruh signifikan menurunkan penerimaan pajak karena cukup besamya nilai SPT Iebih bayar yang dilaporkan WP. Temuan lain yang diperoleh adalah, kebijakan pertambahan jumlah WP dan meningkatkan kepatuhan WP menjadi sangat penting dan menjadi pioritas untuk kawasan luar Jawa dibandingkan dengan kawasan Jawa. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kebijakan pertambahan jumlah dan kepatuhan WP memberikan pengaruh signifikan untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Penelitian ini akan menjadi lebih baik apabila tersedia data yang lebih lengkap untuk beberapa bulan atau beberapa tahun, sehingga akan dapat dilakukan analisa regresi linier berganda dengan data time series atau kombinasi dari data time series dan cross section. Dengan demikian, maka kesimpulan yang diambil dapat menunjukkan konsistensi dari pengaruh variabel bebas yang ada terhadap penerimaan pajak dari waktu ke waktu.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Raharja
"Kebijakan pemerintah dalam mengenakan PPn BM untuk kendaraan bermotor mendapatkan keluhan dari para pengusaha karena hal tersebut menghambat industri otomotif untuk dapat berkembang lebih pesat. Hal ini dapat pula menghambat perkembangan industri-industri yang terkait dengan industri otomotif. Lebih jauh lagi hal ini dapat juga menghambat perkembangan ekonomi secara keseluruhan.
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisai kondisi pasar mobil di Indonesia serta untuk menganalisa pengenaan PPn BM mobil di Indonesia dalam pengaruhnya terhadap kesejahteraan konsumen, produsen, dan penerimaan pemerintah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data penjualan mobil, produksi mobil serta harga yang berasal dari Gaikindo serta ditambah dengan data kondisi makro ekonomi yang berasal dari BPS, BI, Pertamina, Departemen Keuangan serta data lainnya yang berhubungan. Data dijadikan dasar untuk membuat fungsi permintaan dan fungsi penawaran mobil di Indonesia. Dengan menggunakan bantuan software Eviews untuk mengestimasi fungsi-fungsi permintaan dan penawaran secara singgle equation.
Selanjutnya dari fungsi-fungsi yang didapat digunakan sebagai data untuk menggambarkan kondisi pasar mobil serta dijadikan dasara perhitungan kesejahteraan produsen, kesejahteraan konsumen serta penerimaan pemerintah. Dibuat pula skenario perubahan-perubahan harga yang disebabkan perubahan tarif PPn BM dengan menggunakan elastisitas yang didapat. Penelitian ini menganalisa permintaan dan penawaran mobil di Indonesia dengan skenario jika tidak dikenakan PPn BM serta jika dinaikkan sebesar 1%, 5%, 10% dan 15% dari tarif yang berlaku sekarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sisi kesejahteraan ekonomi untuk beberapa jenis mobil, pengenaan PPn BM ini tidak tepat sasaran serta tidak sesuai dengan syarat ekonomis dari suatu pengenaan pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa jenis mobil yang layak dinaikkan tarif PPn BM nya dan ada pula yang tidak layak untuk dinaikkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidra Simon
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara reformasi administrasi perpajakan dengan motivasi kerja dan antara reformasi administrasi perpajakan dengan kepuasan kerja Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah menerapkan administrasi modern. Terdapat tiga macam Kantor Pelayanan Pajak yang sudah menerapkan sistim administrasi modern yaitu Kantor Pelayanan Pajak LTO, Kantor Pelayanan Pajak Madya dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Sebanyak 269 AR dilibatkan dalam penelitian ini.
Dua hipotesis diuji: (1) Terdapat hubungan antara yang signifikan antara reformasi administrasi perpajakan dengan motivasi kerja AR pada tingkat LTO, Madya, dan Pratama, dan (2) Terdapat hubungan yang signifikan antara reformasi administrasi perpajakan dengan kepuasan kerja SR pada tingkat LTO, Madya, dan Pratama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara reformasi administrasi perpajakan dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja pada tingkat LTO, Madya, dan pratama.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa keseluruhan hipotesis diterima. Hipotesis pertama teruji dengan nilai Rank Spearman sebesar 0,540 (t hitung=7,62>t tabel=1,665). Sementara hipotesis kedua teruji dengan nilai Rank Spearman sebesar 0,430 (t hitung=9,56>t tabel=1,665).
Karena studi ini menunjukkan bahwa reformasi administrasi perpajakan berhubungan dengan motivasi kerja dan kepuasan kerja, maka pelaksanaannya di lapangan perlu diperbaiki secara berkelanjutan agar motivasi kerja dan kepuasan kerja AR menjadi semakin optimal.

The research intends to put to the test the correlation between the reformation taxation administration and work motivation and also between the reformation of taxation administration and the work satisfaction of Account Representative (AR) at The Tax Service Office which have applied modern administration system. There are three kinds of the Tax Service Office which have applied modern administration system. They are; the LTO Tax Service Office, Intermediate Tax Service Office and Elementary Tax Service Office. The research has involved 269 AR.
Two hypotheses put to a test: (1) There is a significant correlation between the reformation of taxation administration and the work motivation of AR on the LTO, Intermediate and Elementary level, and (2) these is a significant correlation between the reformation of taxation administration and the work satisfactions of SR on the LTO, Intermediate and Elementary level. Therefore, it could be concluded that there is a significant correlation between the reformation of taxation administration and the work motivation and the work satisfaction on the LTO, Intermediate and Elementary level.
The result of the test shows that the hypotheses are accepted on the whole. The first hypothesis given a value of Rank Spearman 0,540 (t count = 7.62>t table = 1,665) in a test. Meanwhile the second hypothesis given a value of Rank Spearman 0,430 (t count = 9,56)t table = 1,665).
Since the study shows that the reformation of taxation administration has a correlation to the work motivation and satisfaction then it is necessary to improve continually its implementation in the sphere so that it can increase the AR work motivation and satisfaction more optimally.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Susanto
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan institusi yang diberi tugas mengelola penerimaan negara dari sektor pajak, Penerimaan negara perlu dikelola secara bijak dan adil. Hal itu berarti, pajak seyogyanya tidak terlalu membebani Pembayar Pajak, Di lain pihak, pengeluaran negara yang tercermin dalam APBN semakin lama semakin besar. Oleh karena itu perlu adanya program yang dapat meningkatkan tax revenue namun tidak terlalu membebani masyarakat (misalnya, peningkatan tax rate, perluasan obyek pajak, dll). Penerapan program tax amnesty merupakan program yang diharapkan dapat sesuai dengan haparan dimaksud. Indonesia pemah menerapkan program pengampunan pajak tahun 1984, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 tahun l984. Namun pelaksanaan program tersebut tidak berhasiI. Oleh karena itu, perlu kiranya pemerintah belajar dari kegagalan masa lalu dan belajar pada negara-negara lain yang sukses menjalankan program ini (rnisalnya, .beberapa negara bagian Amerika Serikat dan negara Afrika SeIatan. Program tax amnesty muncul karena adanya tax evasion (penyelundup pajak) yang berkaitan pula dengan kegiatan underground economy/shadow economy. Underground economy merupakan kegiatan ekonomi yang tidak merupakan bagian dari Produk Domestik Bruto. Program ini diharapkan dapat menarik masyarakat yang melakukan tax evasion dan pelaku underground economy untuk masuk dalam sistem perpajakan dan memulai dengan perilaku yang sesuai dengan peraturan perpajakan. Tujuan program tax amnesty dalam jangka pendek adalah mempunyai dampak pada peningkatan tax revenue dari pemasukkan uang tebusan yang berasal dari permohonan pengampunan pajak yang disetujui oleh otoritaslunit pengampunan pajak. Unit pelaksanaan program ini harus dipisah dari DJP dan unit ini bersifat ad hoc dan professional serta dilakukan pengawasan. Dampak positif lain adalah repatriasi modal dari luar negeri (capital flight in flow), mengingat banyak dana-dana milik pengusaha/ pejabat/ mantan pejabat Indonesia yang diparkir di luar negeri. Capital flight in flow dapat dipergunakan untuk investasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan menambah produksi barang dan jasa yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun demikian, hal yang harus diantisipasi adalah dampak negatif yaitu menurunnya tingkat kepatuhan Pembayar Pajak. Untuk mengantisipasi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif maka diperlukan langkah-langkah antisipasi. Antisipasi yang perlu dilakukan adalah antisipasi jangka pendek dan jangka panjang. Antisipasi jangka pendek adalah penyusunan landasan hukum berupa undang-undang dan dilakukan sosialisasi, penyederhanaan peraturan perpajakan, syarat penyelesaian kewajiban dan ooritas peiaksana, reformasi administrasi dan sistern informasi perpajakan, penentuan jenis pajak yang diampuni hanya untuk PPh Orang Pribadi dan PPh Badan, penetapan obyek pajak yang diampuni hanya untuk sanksi perpajakan, denda, dan bunga. Tindak pidana lainnya (korupsi, illegal logging, dll) tidak dapat diampuni. Pengalaman release and discharge perlu menjadi pelajaran. Sedangkan antisipasi dalam jangka panjang adalah pegawasan dan penerapan good governance dan peningkatan law enforcement terhadap Pembayar Pajak tidak patuh.

Directorate General for Taxation (DGfT) is an institution assigned to manage state's tax revenues. Wise and fair management in state's revenues is mandatory. It means, taxes should not excess tax payers' liability. In the other hand, state's expenditures reflected in the state's budget (APED are getting greater every year. Consequently, it is necessary to set a program to increase tax revenues without excess tax payers' liability (e.g. tax rate adjustments, tax extensions, etc.). Tax amnesty program implementation is expected to meet the presumption. Indonesia has implemented the tax amnesty program under Presidential Decree No. 26/1984, but the program was not succeeded. Hence, the government has to learn from the failure of the program and the succeed ones in the other countries (e.g. some state in US and South Africa). Tax amnesty program is triggered by tax evasions and underground/shadow economy activities. Underground economy is economic activities out of Gross Domestic Product. Tax amnesty program is expected to give an incentive for people employ tax evasion and underground economy to enroll the taxation system and comply with the taxation rules. The short-term objective should be gained by tax amnesty is creating an effect on addition of tax revenues. This addition is from the payment of tax amnesty applications approved by tax amnesty unit. Tax amnesty unit should be segregated from (DGfT). This unit should be ad hoc, professional and controlled properly. The other gain is capital flight-in flow owned by local entrepreneurs/ (ex-)officers. Capital flight-in flow can be invested in order to reduce unemployment and increase output of goods and services and the outcome is to increase the economic growth. However, the negative effect of the tax amnesty program is the downgrading of tax payers' compliance. To minimize the negative effect and to optimize the gain of the program, the government should take any step to anticipate. The steps to be taken are long-term and short-term anticipations. Short-term anticipation steps are constructing the law basis, introducing program to the tax payers, tax rules simplification, rules of authorization and authorization unit determination, administrative and tax information system reform, sanctions, charges and interests of individual and corporate income taxes as objects those could be given a tax amnesty. Unlawful actions such as corruptions and illegal logging could not be given a tax amnesty. Release and discharge programs implemented before should be learns as a worthy experience. Long term anticipation steps are controlling, good governance implementation, and law enforcement to disobeyed tax payers."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19672
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ukar Sukarno
"Pajak merupakan salah satu sumber utama dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional yang didasarkan pada ketentuan dalam UUD Pasal 23. Dalam pemenuhan penerimaan negara dari sektor pajak ini selain dari wajib pajak dalam negeri juga diperoleh dari wajib pajak luar negeri yaitu para pihak yang tidak didirikan di Indonesia namun mempunyai aktifitas ekonomi atau kegiatan usaha di Indonesia. Dalam hal ini salah satunya adalah bentuk usaha tetap, yang merupakan wajib pajak luar negeri dengan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan wajib pajak dalam negeri, dalam arti seluruh kewajiban perpajakan terhadap wajib pajak dalam negeri dikenakan pula terhadapnya, misalnya kewajiban PPh Pasal 25/29, PPh Pasal 21 serta PPN/PPn BM.
Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan wajib pajak yang diatur berdasarkan ketentuan perpajakan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty) antara Indonesia dengan negara darimana bentuk usaha tetap itu berasal atau negara dimana BUT didirikan (berbadan hukum), kecuali tidak terdapat P3B atau tidak diatur dalam P3B maka menggunakan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia. Pengenaan pajak atas BUT didasarkan yurisdiksi yang telah ditentukan dalam P3B tersebut. Namun demikian masih terdapat beberapa permasalahan hukum yang mungkin akan dapat menimbulkan perbedaan pandangan dari negaranegara yang merasa bahwa pengenaan pajak merupakan haknya, atau terdapat hutang pajak yang menjadi tunggakan BUT sementara BUT sudah berakhir atau kewajiban pajaknya berakhir, namun secara administrative belum berakhir.
Tesis ini mencoba menawarkan pemecahan masalah dan aturan hukum yang perlu ditinjau atau dipertegas dalam suatu perundang-undangan perpajakan dan bagaimana peranan hukum dimasa yang akan datang dalam penegakan hukum di Indonesia serta guna memenuhi penerimaan negara untuk kesejahteraan masyarakat tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>