Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120874 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ramli
"Pemerintah melalui Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik untuk Rumah Tinggal, telah memberikan angin segar khususnya bagi warga masyarakat pemilik tanah di DKI Jakarta, yang selama ini sangat sulit untuk mendapatkan status Hak Milik atas tanah yang mereka kuasai. Dilain pihak, keputusan tersebut akan menimbulkan persoalan hukum, bilamana HGB/HP yang akan dirubah menjadi Hak Milik sedang dibebani dengan Hak Tanggungan. Kemudian terbitlah PMNA/KBPN No.5 tahun 1998. yang mengatur tentang perubahan HGBIHP untuk rumah tinggal yang dibebani dengan Hak Tanggungan. Aspek hukum apa yang timbul dengan perubahan hak tersebut dan bagaimanakah pelaksanaan kedua peraturan di atas pada Kantor Pertanahan Jakarta Timur?
Dari hasil penelitian secara analitis eksploratif, diperoleh kesimpulan bahwa perubahan HGB untuk rumah tinggal yang dibebani dengan Hak Tanggungan menjadi Hak Milik disamping memberikan kepastian hukum kepada pemegang haknya, juga menguntungkan pemegang Hak Tanggungan. Sedangkan Pelaksanaannya pada Kantor Pertanahan Jakarta Timur telah berjalan dengan baik dan efektif, walaupun dengan kuantitas permohonan yang relatif kecil."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Permata Kurniasari
"Dengan segala keterbatasan ekonomi maupun lahan hunian, masyarakat berpenghasilan rendah melakukan strateginya masing-masing untuk dapat berkehidupan di kampung kota. Untuk merespon terhadap keterbatasan ekonomi dan hunian yang sedikit, banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang akhirnya memilih untuk bertinggal bersama. Namun hal ini dapat memicu ketidakcocokan terhadap kondisi hunian dengan kebutuhan penghuninya, sehingga terjadilah ekstensi hunian. Ekstensi hunian yang dimaksud merupakan ekstensi secara fungsi ruang, bukan secara fisik bangunan. Ekstensi yang dapat terjadi di kampung kota misalnya memanfaatkan teras hunian maupun ranah umum seperti gang atau MCK umum untuk melakukan aktivitas seperti memasak, mencuci, dan sebagainya. Berdasarkan hasil tinjauan teori dan analisis studi kasus, berbagi termasuk bertinggal bersama dan ekstensi yang dilakukan sangat dipengaruhi oleh kondisi hunian serta neighborhood-nya. Neighborhood yang dimaksud diantaranya adalah hubungan dengan tetangga serta lingkungan fisiknya. Semakin dekat hubungan penghuni dengan tetangganya, jika didukung oleh lingkungan fisik, dapat memberi rasa kepemilikan yang kuat sehingga ekstensi ke ranah umum yang dilakukan dapat lebih leluasa.

With all the economic and residential constraints, low income people are doing their own strategy to be able to live in kampung kota. In respond to that, many low income people choose to live as a co residence. However, this may trigger mismatch between dwelling conditions and the inhabitant rsquo s needs. This mismatch can eventually leads to an extension in functional way. Extensions that can occur in kampung kota, for example, is to make use of the terrace or public areas such as alleys or MCK public toilets to perform activities such as cooking, washing clothes, and so forth. This paper will examine the case study in a qualitative method. The case study is taken in Gang Kingkit, Central Jakarta, as a dense kampung kota and the dwelling extension can be seen in every corner of the alleys. Based on the results of the theory review and case study analysis, sharing co residence included and extension is greatly influenced by the dwelling condition and its neighbourhood. Neighbourhood in this context is the relationship between neighbours and the physical environment. The closer the inhabitants rsquo relationship to their neighbours, if supported by the physical environment, can give a strong sense of belonging so that the extensions to public areas can be performed more freely."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Suriadi
"Terlepas dari berhasil tidaknya upaya-upaya pembangunan yang telah berlangsung hingga saat ini, terlihat adanya indikasi peningkatan populasi penduduk lanjut usia di Indonesia. Peningkatan penduduk lansia pada suatu saat akan patensial melahirkan permasalahan-permasalahan baru. Kekhawatiran terhadap munculnya permasalahan tersebut dilatar belakangi adanya perubahan struktur dan fungsi keluarga. Perubahan keluarga dari mended family ke rut clear family dikhawatirkan akan membuat keluarga tidak mampu lagi berfungsi sebagaimana sebelumnya, termasuk fungsi untuk merawat lansia. Untuk menetralisir adanya disfungsi keluarga diperlukan lembaga ham yang dapat mensubstitusi fungsi keluarga sebelumnya, misalnya melalui sarana pelayanan dan perawatan yang dapat dijadikan tempat tinggal pada masa lansia nanti, baik yang berbasiskan keluarga, berbasiskan masyarakat maupun yang berbasiskan lembaga. Sedangkan model pelayanan dan perawatan yang ingin dikembangkan, apakah itu yang berbasiskan lemhaga (panti) ataupun lembaga pendamping yang membantu para lansia yang tinggal di rumah sendiri atau atak sangat tergantung pada kondisi sosial budaya dan ekonomi penduduk. Oleh karena itu data mengenai preferensi tempat tinggal (pola pelayanan dan perawatan) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya penting diketahui.
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan memfokuskan pada preferensi tempat tinggal pada masa lanjut usia masyarakat di Kotamadya Medan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan populasi penelitian adalah para lanjut usia yang ada di Kotamadya Medan dengan menetapkan batasan usia lansia antara 55 - 64 tahun (the young old). Pemilihan sampel dilakukan dengan cara bertahap, yaitu pengambilan area sampel dengan teknik cluster random sampling, dan terpilih 3 kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kotamadya Medan. Sedangkan tahap berikutnya menentukan respanden sebagai unit analisis dengan teknik purposive sampling. Besar sampel yang ditetapkan adalah 10 % dari jumlah lanjut usia yang ada dimasing-masing area penelitian yang terpilih, dan didapat jumlah sampel sebanyak 155 sebagai unit analisisnya. Pengumpulan data dilakukan dengan alat bantu kuesioner dan dipadukan dengan hasil wawancara. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah analisis tabel tunggal dan tabel silang serta penggunaan tes statistik Lambda untuk mengetahui faktor-faktor preferensi tempat tinggal (pelayanan dan perawatan) pada masa lanjut usia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum responden lebih senang hidup secara mandiri atau hidup di rumah sendiri. Hal ini didasarkan atas keinginan mereka untuk tidak merepotkan orang lain. Terhadap bentuk pelayanan dan perawatan yang berbasiskan keluarga (family-based), model yang diinginkan responden adalah Santunan Keluarga dan Paket Bantuan Usaha Produktif. Untuk pola pelayanan dan perawatan yang berbasiskan masyarakat (community-based), bentuk atau model yang diinginkan adalah Pusat Pelayanan Lansia. Sedangkan bentuk pelayanan dan perawatan yang berbasiskan lembaga (institutional-based), responden lebih senang terhadap Rumah Sakit Lansia. Dari hasil tes statistik yang dilakukan dengan menggunakan Lambda diketahui bahwa secara umum preferensi tempat tinggal Pola pelayanan dan perawatan pada masa lansia tidak dipengaruhi oleh faktor status perkawinan, jenis kelamin, dan status pekerjaan responden. Hanya variabel agama yang dianut responden yang menunjukkan pengaruhnya, walaupun pengaruhnya sangat lemah. Dalam konteks penelitian ini, tidak adanya hubungan antara berbagai faktor di satu sisi dan memmjukkan hubungan yang sangat lemah di sisi lain terhadap preferensi tempat tinggal pada masa lanjut usia mungkin disebabkan informasi mengenai pola pelayanan dan perawatan yang dapat dijadikan tempat tinggal, lembaga-lembaga lanjut usia maupun faktor-faktor yang berkaitan dengan persoalan lanjut usia jarang dibicarakan. Sehingga pengetahuan mengenai persoalan lanjut usia terasa masih sangat kurang dan benar kemungkinannya informasi mengenai poly pelayanan dan perawatan yang dapat dijadikan tempat tinggal pada masa lanjut usia belum diketahui secara pasti dan benar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tracy Salsabila
"Kampung merupakan wilayah pemukiman yang padat penduduk, berada berdampingan dengan kota, dimana mereka memiliki tempat tinggal yang hidupnya tradisional, susunannya tidak terencana, serta pekerjaan penghuninya cenderung informal (Sihombing, 2023). Perbedaan tersebut tentunya mempengaruhi cara hidup masyarakat kampung, terutama kebiasaan masyarakat kampung dalam berkumpul di ruang publik yang ada di luar tempat tinggal dan di luar tempat bekerja/sekolah, yaitu third place. Saat ini, menurut Badan Pusat Statistik 2020, generasi Z merupakan generasi dengan jumlah terbanyak di Indonesia, yaitu dengan jumlah 27.94%. Generasi Z merupakan generasi yang communitarian, yaitu generasi yang gemar berkumpul dan membentuk komunitas. Terlebih lagi, kondisi ekonomi masyarakat kampung kota lemah, sehingga kebiasaan generasi Z di kampung kota dalam berkumpul dan membentuk komunitas berbeda dengan generasi Z lainnya yang tinggal di luar kampung. Maka dari itu, generasi Z yang tinggal di kampung kota dengan karakter yang communitarian dan hidup dalam kemiskinan tentu memiliki pertimbangan/preferensi sendiri dalam mencari ruang yang mampu membentuk komunitas diantara mereka, baik dilakukan secara sadar ataupun tidak. Oleh karena itu, skripsi ini membahas tentang faktor pembentuk third place yang mempengaruhi pilihan third place generasi Z di kampung dan pengaruhnya terhadap terbentuknya komunitas.

The urban village (kampung) is a residential area that is densely populated, located side by side with the city, where they have traditional living habits, unplanned building pattern, and the occupants' work tends to be informal (Sihombing, 2023). These differences certainly affect the living habits of the kampung’s residents, especially the habit of gathering in public spaces outside their homes and outside their workplaces/schools, namely the third place. Currently, according to the 2020 Population Census, generation Z is the generation with the largest number in Indonesia (27.94%). Generation Z is a communitarian generation, the generation that likes to gather and form communities. Furthermore, living under awful economic conditions impacts their habit of gathering and shaping communities, thus showing differences from other Z generations outside kampung. Therefore, generation Z who live in kampung with communitarian characteristics that lives under poverty certainly have their own considerations in finding spaces that are able to form community among them, whether done consciously or not. Therefore, this thesis discusses third place shaping factors that affect generation z in kampung’s third place selection and its impact towards community formation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Elmiyah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Desyanti
"Guna meningkatkan daya dan hasil guna tanah bagi pembangunan pemukiman serta kualitas lingkungan di kawasan berpenduduk padat dengan tanah terbatas, pembangunan rumah susun merupakan jalan keluar yang baik Disamping itu perangkat peraturan rumah susun sudah dicanangkan pemertintah dengan adanya Undang-Undang No.16/1985 tentang rumah susun dan peraturan pelaksananya yang ditetapkan tiga tahun kemudian. Undang-undang ini tidak hanya mengatur rumah susun saja tetapi juga perkantoran dan pertokoan. Sebagian besar satuan rumah susun digunakan dengan sistem sewa, tetapi beberapa tahun terakhir ini sebagian besar satuan rumah susun dimiliki dengan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS). Pemilikan satuan rumah susun banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena pemilikan suatu benda jauh lebih baik dibandingkan dengan menyewanya. Tetapi pemilikan satuan rumah susun pada prinsipnya harus melewati berbagai prosedur yang dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari bagi pemiliknya. Satuan rumah susun yang akan dijual terlebih dahulu melewati proses pemasaran dimana pihak developer menawarkan rumah susun dengan iklan yang sangat menarik baik dimedia cetak maupun televisi sehingga banyak orang tertarik dan berebut untuk memilikinya tanpa memikirkan resiko yang mungkin akan ditemui di kemudian hari. Masyarakat seringkali tidak perduli dengan resiko apabila developer cidera janji. Selain itu persoalan dalam rumah susun yang sering terjadi adalah tersendatnya penerbitan sertifikat HMSRS. Sedangkan sertifikat HMSRS adalah jaminan kepastian hukum bagi pemilik satuan rumah susun. Pada prinsipnya satuan rumah susun untuk perkantoran juga mempunyai masalah-masalah yang sama dengan satuan rumah susun hunian. Bahkan permasalahan di perkantoran jauh lebih kompleks. Hal ini dapat dilihat dari pemeliharaan bagi satuan ruang perkantorannya Satuan mah susun hunian dikelola dan dipelihara oleh seluruh penghuni yang tergabung dalam perhimpunan Penghuni. Sedangkan untuk perkantoran, pemilik satuan ruang perkantoran tidak menghuninya oleh sebab itu menjadi pertanyaan siapa yang bertanggungjawab untuk mengelola dan memelihara tanah bersama, benda bersama dan bagian bersama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Firman
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihani Septianingrum
"Skripsi ini akan menyelidiki bagaimana strategi spasial yang dilakukan oleh penghuni rumah fungsi ganda di kawasan padat penduduk berperan dalam kehidupan di kawasan. Di rumah yang memiliki usaha rumahan, penghuni harus menjalankan kegiatan bertinggal sekaligus kegiatan usaha secara bersamaan. Rumah dengan usaha rumahan memiliki peran untuk penghuninya (internal) dan peran untuk kawasan (eksternal). Dalam menelusuri peran internal, digunakan pendekatan workhome yang berorientasi pada penghuni dan latar belakangnya (subjektif) dan pendekatan fleksibilitas yang beriorientasi pada kondisi rumahnya (objektif). Workhome membagi rumah fungsi ganda dalam 3 variabel; fungsi dominan bangunan, strategi desain spasial, dan pola penggunaan ruang. Secara eksternal, rumah dengan usaha rumahan membuat jalan lebih hidup karena memiliki active frontage yang memantik adanya interaksi di jalan. Metode yang digunakan pada skripsi ini adalah kajian literatur mengenai rumah fungsi ganda, usaha rumahan, fleksibilitas, dan active frontage. Skripsi ini akan menganalisis dinamika kegiatan yang terjadi di rumah dengan usaha rumahan di Gang K, Kalibata, yang merupakan kawasan padat penduduk dengan usaha rumahan yang beragam. Peran internal (strategi spasial) dan eksternal (active frontage) rumah fungsi ganda saling berkaitan. Active frontage dapat merupakan hasil dari strategi spasial yang tumpah ke muka bangunan dan tercerminkan di jalanan.

This study will investigate the spatial strategies by occupants of dual-use house in densely populated areas contribute to life in the neighborhood. In houses with home-based businesses, occupants must simultaneously manage domestic and business activities. Such house plays dual roles: an internal role for the occupants and an external role for the community. In exploring internal role, this study employs a workhome approach that oriented towards the occupants and their backgrounds (subjective), and a flexibility approach oriented towards the condition of the house (objective). The workhome approach categorizes dual-use houses into three variables: dominant function, spatial design strategy, and pattern of use. Externally, homes with home-based businesses contribute to a more vibrant street life because it has active frontage which stimulates street-level interactions. The methodology used in this study includes a literature review on dual-use houses, home-based businesses, flexibility, and active frontage. This study will analyze the dynamics of activities that occur at home with home-based businesses in Gang K, Kalibata, a densely populated area with diverse home-based businesses. The internal (spatial strategy) and external (active frontage) roles of dual-use houses are interrelated. Active frontage can be the result of a spatial strategy that spills over to the building’s façade and is reflected on the street."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Masturah
"Indekos merupakan salah satu alternatif hunian bagi mahasiswa yang ingin menyewa kamar dekat dengan kampus. Beragam fasilitas disediakan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam beraktivitas ataupun kebutuhan yang menunjang studi.  Kukusan Teknik merupakan salah satu kawasan di Depok yang mengakomodasi kebutuhan hunian mahasiswa Universitas Indonesia. Namun, terbatasnya jenis indekos di area Kukusan Teknik menyebabkan mahasiswa harus memilih hunian yang kurang sesuai dengan preferensinya. Ketidaksesuaian standar/norma mahasiswa terhadap kondisi indekos yang mempengaruhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial individu  mengakibatkan housing deficit.
Skripsi ini mecoba membahas housing adjustment seperti apa yang dilakukan pada indekos yang menurut individu defisit. Berdasarkan studi kasus, terdapat 3 respon yang dilakukan individu untuk meminimalisir housing deficit, yaitu residential adaptation, resident adaptation dan residential mobility. Respon ini dilakukan individu untuk mempertahankan kondisi hunian sesuai dengan standar/norma yang dimiliki.

Indekos is one of the housing alternative for college students who want to rent a room around campus proximity. Various facilities are provided to meet students needs and learning activities. Kukusan Teknik is one of the areas in Depok that accommodates the needs of housing. However, limited amount of student accomodation types in Kukusan Teknik caused them to choose indekos that do not suit their preferences. The discrepancy between students norms and actual housing condition which also affecting physical, psychological and social needs of the individuals led to housing deficit.
This thesis tries to identify what kind of housing adjustment that these individuals do to the student housing based on individual deficit. According to the case studied, there are 3 responses to minimize housing deficit, residential adaptation, resident adaptation and residential mobility. These responses are based on the needs of individuals on maintaining housing condition accordingly to their own standards/norms.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Harrys Argaditya
"Kelas menengah adalah kelompok mayoritas dari masyarakat di dunia yang banyak berkontribusi terhadap perputaran ekonomi di dunia. Meskipun mayoritas penduduk di dunia maupun di Indonesia adalah kalangan menengah, namun kebijakan yang berlaku masih banyak yang belum mewadahi kalangan menengah ini, termasuk dalam aspek perumahan. Hunian adalah suatu kebutuhan primer, namun nyatanya meskipun begitu masih banyak orang yang kesulitan untuk bisa memiliki rumah pribadi. Dalam mendefinisikan kelas menengah dengan konteks Jakarta perlu dilihat dari beberapa perspektif salah satunya adalah dari pendapatan dan juga pengeluaran seseorang serta aset yang dimiliki. Tentunya hal-hal tersebut tidak dapat mendefinisikan secara jelas posisi seseorang dalam sebuah spektrum kelas menengah, namun dapat menjadi acuan dalam menentukan housing attributes yang tepat baginya. Housing attributes adalah aspek-aspek yang melekat dengan suatu hunian dan dapat berupa atribut internal dan eksternal, dan hal-hal inilah yang akan memengaruhi preferensi seseorang ketika ingin memilih suatu hunian, selain menjadi preferensi juga bisa menjadi restriksi. Sehingga dengan konteks yang ada dan restriksi yang berlaku, muncul pertanyaan apakah ada hunian yang layak bagi kalangan menengah di Jakarta? Untuk kalangan bawah sudah ada rumah subsidi dari pemerintah, kalangan atas tentu tidak memiliki permasalahan dalam membeli hunian. Dari analasis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kalangan menengah paling menengah di Jakarta belum bisa memiliki hunian dengan status kepemilikan pribadi karena adanya ketimpangan yang terlalu jauh antara pendapatan bulanan dengan harga hunian di Jakarta.

Middle class is a group of people that contributes the most to the world’s economy. Despite that, they’re often overlooked and the policy rarely accomodate them, including in the context of housing. Housing is a primary need, but in reality there’s a lot of people that struggle to have their own private residence. In defining the middle class with the context of Jakarta, it needs to be seen from multiple perspectives such as income, outcome, and also assets. Those things wouldn’t be able to define a person’s position in a spectrum of middle class, but can be a reference in determining the right housing attributes for them. Housing attributes are aspects that stick close to a housing and be in an internal or external form, these kinds of things that’ll affect someone's preference when they’re looking for a new house, other than preference it also can be a restriction. With the existing context and restrictions, it generates a question of is there any proper housing that fits the middle class in Jakarta? For the lower class there’s already subsidized housing from the government, the upper class surely doesn’t have the same struggle. From the theoretical and contextual analysis, it’s been found that the ultimate middle class in Jakarta won’t be able to have a private owned housing because of the imbalance of the monthly income compared to the housing prices in Jakarta."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>