Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iskandar Wahidiyat
"ABSTRAK
Istilah thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu Talassa yang berarti taut. Mula-mula istilah ini dipakai oleh WHIPPLE dan BRADFORD pada tahun 1936. Yang dimaksud dengan Taut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini mula-mula banyak dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Sebenarnya gejala-gejala penyakitnya telah dikenal sejak tahun 1925 oleh COOLEY dan LEE sehingga penyakit itu disebut pula penyakit COOLEY. Penyakit thalassemia diturunkan secara resesif, menurut hukum MENDEL dari orang tua kepada anak-anaknya (VALENTINE dan NEEL, 1944).
Istilah penyakit tersebut meliputi suatu keadaan penyakit dengan variasi yang luas, yaitu dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) hingga yang paling berat (bentuk homozigot). Bentuk heterozigot ini disebut thalassemia minor, sedangkan yang homozigot disebut thalassemia major. Di antara kedua keadaan itu terdapat berbagai tingkat keadaan penyakit. Dikenai pula suatu keadaan penyakit yang disebut thalassemia intermedia. Pada keadaan ini gejala klinisnya tidak seberat pada thalassemia major dan sifat genetiknya diduga berbentuk heterozigot ganda (double heterozygote).
Meskipun telah banyak dilakukan penyelidikan dalam berbagai bidang mengenai penyakit ini tetapi hingga sekarang masih banyak sekali persoalan mengenai thalassemia yang belum diketahui. Persoalan yang masih merupakan teka-teki ini bukan saja bagi para sarjana kedokteran, tetapi juga bagi para ahli biokimia, genelika, epidemiologi dan mungkin juga bagi para ahli sejarah, ahli bangsa-bangsa dan ilmu bumi. Hingga sekarang belum diketahui dengan pasti mengapa sel darah merah penderita thalassemia itu umurnya pendek, mengapa pada seorang anak gejalanya lebih ringan daripada yang lain, mengapa pada suatu keluarga semua anak-anaknya terkena thalassemia major sedangkan pada keluarga lain hanya seorang saja anaknya yang terkena di antara sekian banyak saudara-saudaranya. Padahal menurut hukum Mendel dari perkawinan 2 pembawa sifat ini secara teoritis akan menimbulkan 25% daripada anak-anaknya menderita thalassemia major, 50% sebagai pembawa sifat dan 25% lagi ialah anak yang genotip maupun fenotipnya sehat. Di samping hal-hal yang disebut tadi masih banyak sekali persoalan yang belum dapat dipecahkan. Suatu hal yang lebih berat lagi ialah bagi penderita thalassemia itu sendiri, bahwa hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang dapat menyembuhkannya atau yang dapat mencegah timbulnya penyakit Thalassemia major hampir selalu diakhiri dengan kematian menjelang umur dewasa, bahkan kebanyakan sudah meninggal pada umur kurang dari 10 tahun."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1979
D419
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pleyte, W. Edith Humris
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh sehingga pada pasien yang menderita penyakit Talasemia Mayor sering terjadi gangguan psikopatologis. Juga ingin diketahui secara khusus adalah bagaimana peranan orangtua dalam menimbulkan gangguan jiwa pada anaknya yang menderita talasemia. langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada anaknya. Ibu memainkan peranan yang. lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa anaknya. Disamping itu orang juga sangat tertekan oleh pendapatan keluarga yang tidak memadai serta keadaan anak yang dengan bertambahnya umur semakin buruk prognosisnya.
Subjek penelitian meliputi 192 kasus yang terdiri dari 110 anak laki-laki dan 82 anak perempuan yang berumur antara 1-17 tahun dan datang berobat jalan pada Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Disamping itu penelitian juga dilakukan terhadap 192 pasang orangtuanya.
Tempat Penelitian adalah Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan psikiatrik dengan berpedoman pada wawancara standar "Pedoman pembuatan laporan psikiatrik" dan kuesioner-kuesioner. Kuesioner itu adalah kuesioner yang secara khusus dirancang untuk orangtua pasien untuk mendapat data demografis dan memeriksa persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia serta kesepakatan antara orangtua. Disamping itu, juga dipakai kuesioner SCL 90 untuk memeriksa terdapatnya kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua.
Hasil utama
1. Jumlah kasus talasemia yang menderita gangguan jiwa adalah 62 orang (32.3%), ibu yang mempuyai kecenderungan gangguan jiwa adalah 73 orang (38.0%) sedangkan ayah adalah 95 orang (49.5%). Pemeriksaan klinis psikiatrik yang dilakukan pada 108 ibu menunjukkan bahwa 39 (36.1%) orang menderita gangguan jiwa sedangkan pada pemeriksaan 104 orang ayah sebanyak 35 orang (32.7%) menderita gangguan jiwa.
2. Tidak terdapat hubungan antara kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua dengan gangguan jiwa pada anaknya. Terdapat hubungan antara gangguan jiwa pada ibu dengan gangguan jiwa pada anaknya.
3. Persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia cukup realistik. Persepsi ibu mengenai
kemampuan anak berhubungan secara negatif dengan gangguan jiwa pada anaknya
4. Persepsi orangtua mengenai talasemia sangat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan
umur anak
Kesimpulan
Penyakit Talasemia Mayor merupakan stresor psikososial yang berat baik bagi anak maupun orangtuanya sehingga merupakan faktor yang menentukan timbulnya psikopatologi pada anak dan orangtuanya. Temyata bahwa orangtua tidak berperan secara;Purpose the aim is to study the influence of factors on patients suffering from Thalassemia Mayor and their parents which often causes the emergence of psychopathology. Special attention is placed upon the role of parents in developing mental disorders in their children who are thalassemics.

ABSTRACT
Study subjects
Study subjects were taken from the population of patients who regularly visit the Thalassemia Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. The number of cases included in the study is 192 patients , consisting of 110 boys and 82 girls, aged between I - 17 years. Their parents were also included in the study
Measurements
Measurements were performed by interviews and observation. All the cases and their parents were examined using general psychiatric examination technique based on Manual for Constructing a Psychiatric Report. In addition to this examination a special questionnaire was constructed to obtain demographic data and perception of parents about their children's illness. The parents were also asked to complete a form of SCL-90 which is a self-rating questionnaire to evaluate their mental status.
Main Results
1. The number of cases who besides Thalassemia Mayor also suffer from mental disorder is 62 (32.3%). The number of fathers who have a tendency for mental disorders is 73 (38.0%), the number of mothers is 95 (49.5%), Psychiatric examination of 108 mothers showed that 39 (36.1%) suffer from mental disorder and examination of 104 fathers showed that 35 (32.7%) suffer from mental disorder
2. There was no relationship found between tendency for mental disorder of the parents and mental disorders of their children. On the contrary there was relationship found between mental disorder of the cases and mental disorder of their mothers.
3. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was quite realistic. Perception of the
mothers about the child's ability was negatively related towards mental disorder of the children.
4. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was influenced by income of the family and
age of the child
Conclusion
It has been proven that Thalassemia Mayor is a severe psycho-social stress causing psychopathology in thalassemics and their parents, The parents do not directly influence the emergence of mental disorder in their children. Mothers play a greater role in precipitating mental disorder in their children.;Purpose the aim is to study the influence of factors on patients suffering from Thalassemia Mayor and their parents which often causes the emergence of psychopathology. Special attention is placed upon the role of parents in developing mental disorders in their children who are thalassemics.
"
2001
D2
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pleyte, W. Edith Humris
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh sehingga pada pasien yang menderita penyakit Talasemia Mayor sering terjadi gangguan psikopatologis. Juga ingin diketahui secara khusus adalah bagaimana peranan orangtua dalam menimbulkan gangguan jiwa pada anaknya yang menderita talasemia. Langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada anaknya. Ibu memainkan peranan yang. lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa anaknya. Disamping itu orang juga sangat tertekan oleh pendapatan keluarga yang tidak memadai serta keadaan anak yang dengan bertambahnya umur semakin buruk prognosisnya.
Subjek penelitian meliputi 192 kasus yang terdiri dari 110 anak laki-laki dan 82 anak perempuan yang berumur antara 1-17 tahun dan datang berobat jalan pada Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo. Disamping itu penelitian juga dilakukan terhadap 192 pasang orangtuanya.
Tempat Penelitian adalah Unit Talasemia, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo.
Pemeriksaan dilakukan dengan pemeriksaan psikiatrik dengan berpedoman pada wawancara standar "Pedoman pembuatan laporan psikiatrik" dan kuesioner-kuesioner. Kuesioner itu adalah kuesioner yang secara khusus dirancang untuk orangtua pasien untuk mendapat data demografis dan memeriksa persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia serta kesepakatan antara orangtua. Disamping itu, juga dipakai kuesioner SCL 90 untuk memeriksa terdapatnya kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua.
Hasil utama
1. Jumlah kasus talasemia yang menderita gangguan jiwa adalah 62 orang (32.3%), ibu yang mempuyai kecenderungan gangguan jiwa adalah 73 orang (38.0%) sedangkan ayah adalah 95 orang (49.5%). Pemeriksaan klinis psikiatrik yang dilakukan pada 108 ibu menunjukkan bahwa 39 (36.1%) orang menderita gangguan jiwa sedangkan pada pemeriksaan 104 orang ayah sebanyak 35 orang (32.7%) menderita gangguan jiwa.
2. Tidak terdapat hubungan antara kecenderungan gangguan jiwa pada orangtua dengan gangguan jiwa pada anaknya. Terdapat hubungan antara gangguan jiwa pada ibu dengan gangguan jiwa pada anaknya.
3. Persepsi orangtua mengenai penyakit talasemia cukup realistik. Persepsi ibu mengenai
kemampuan anak berhubungan secara negatif dengan gangguan jiwa pada anaknya
4. Persepsi orangtua mengenai talasemia sangat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan
umur anak
Kesimpulan
Penyakit Talasemia Mayor merupakan stresor psikososial yang berat baik bagi anak maupun orangtuanya sehingga merupakan faktor yang menentukan timbulnya psikopatologi pada anak dan orangtuanya. Temyata bahwa orangtua tidak berperan secara langsung terhadap timbulnya gangguan jiwa pada anaknya. Ibu memainkan peranan yang lebih besar dalam menimbulkan gangguan jiwa anaknya. Disamping itu orang juga sangat tertekan oleh pendapatan keluarga yang tidak memadai serta keadaan anak yang dengan bertambahnya umur semakin buruk prognosisnya.

ABSTRACT
Purpose the aim is to study the influence of factors on patients suffering from Thalassemia Mayor and their parents which often causes the emergence of psychopathology. Special attention is placed upon the role of parents in developing mental disorders in their children who are thalassemics.
Study subjects
Study subjects were taken from the population of patients who regularly visit the Thalassemia Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. The number of cases included in the study is 192 patients , consisting of 110 boys and 82 girls, aged between I - 17 years. Their parents were also included in the study
Measurements
Measurements were performed by interviews and observation. All the cases and their parents were examined using general psychiatric examination technique based on Manual for Constructing a Psychiatric Report. In addition to this examination a special questionnaire was constructed to obtain demographic data and perception of parents about their children's illness. The parents were also asked to complete a form of SCL-90 which is a self-rating questionnaire to evaluate their mental status.
Main Results
1. The number of cases who besides Thalassemia Mayor also suffer from mental disorder is 62 (32.3%). The number of fathers who have a tendency for mental disorders is 73 (38.0%), the number of mothers is 95 (49.5%), Psychiatric examination of 108 mothers showed that 39 (36.1%) suffer from mental disorder and examination of 104 fathers showed that 35 (32.7%) suffer from mental disorder
2. There was no relationship found between tendency for mental disorder of the parents and mental disorders of their children. On the contrary there was relationship found between mental disorder of the cases and mental disorder of their mothers.
3. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was quite realistic. Perception of the
mothers about the child's ability was negatively related towards mental disorder of the children.
4. Perception of the parents about Thalassemia Mayor was influenced by income of the family and
age of the child
Conclusion
It has been proven that Thalassemia Mayor is a severe psycho-social stress causing psychopathology in thalassemics and their parents, The parents do not directly influence the emergence of mental disorder in their children. Mothers play a greater role in precipitating mental disorder in their children"
2001
D12
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laelatul Munifah
"Thalasemia bergantung transfusi merupakan penyakit keturunan yang disebabkan karena gangguan sintesis rantai globin. Pasien dengan thalsemia bergantung transfusi membutuhkan trnsfusi rutin dan terapi kelasi besi. Thalasemia bergantung transfusi dapat menyebabkan komplikasi fisik ataupun emosional salah satunya stres. Stres dapat membuat kualitas hidup anak menurun, Sehingga peneliti melakukan penelitian untuk menguji efektivitas konsultasi keperawatan terhadap penurunan stres pada anak dengan talasemia bergantung transfusi. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah Randomized Clinical Trial (RCT). Sampel dari penelitian ini sebanyak 36 anak dengan thalasemia bergantung transfusi berusia 10-18 tahun di Rumah Sakit Primaya Bekasi Barat. Hasil penelitian menunjukan perbedaan rata-rata 2.47±1.87 dengan nilai p = 0.000. Konsultasi keperawatan efektif dalam menurunkan nilai stres pada anak dengan thalasemia bergantung transfusi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk rumah sakit agar memberikan konsultasi keperawatan sebagai salah satu intervensi pada anak dengan thalasemia bergantung transfusi.

Transfusion-dependent thalassemia is a hereditary disease caused by impaired globin chain synthesis. Patients with transfusion-dependent thalassemia require routine transfusion and iron chelation therapy. Transfusion-dependent thalassemia can cause physical or emotional complications, one of which is stress. Stress can make a child's quality of life decrease, so researchers conducted a study to test the effectiveness of nursing consultation on reducing stress in children with transfusion-dependent thalassemia. The method used in writing this article is Randomized Clinical Trial (RCT). The sample from this study was 36 children with transfusion-dependent thalassemia aged 10-18 years at Primaya Hospital, West Bekasi. The results showed an average difference of 2.47±1.87 with a value of p = 0.000. Nursing consultation is effective in reducing stress values in children with transfusion-dependent thalassemia. The results of this study can be used as a reference for hospitals to provide nursing consultation as one of the interventions in children with transfusion-dependent thalassemia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganis Indriati
"Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Penderitanya harus transfusi darah secara rutin dan teratur serta mendapat terapi kelasi besi. Ibu merupakan caregiver utama bagi anak dengan thalasemia. Penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi deskriptif ini, bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman ibu dalam merawat anak dengan thalasemia. Penelitian ini menemukan 6 tema yaitu 1)tidak menerima kenyataan, 2)usaha mengobati anak, 3)menjadi caregiver untuk anak, 4)tantangan yang dihadapi dalam merawat anak, 5)keberhasilan sebagai caregiver, dan 6)dukungan yang diterima ibu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pengetahuan, dan masukan kepada praktisi kesehatan terutama perawat anak, sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak dengan penyakit kronik dan keluarganya dapat meningkat.

Thalassemia is an herited blood disorder disease. Patients with thalassemia should have regular blood transfusions and regular iron chelation therapy. Mother is a main caregiver for children with thalassemia. This qualitative study used a descriptive phenomenology method, which aims to explore the experiences of mothers in caring the children with thalassemia. This research found six themes: 1)do not accept reality, 2)attempt to caring the children, 3)be a caregiver for children, 4)the challenges faced in caring, 5)success as a caregiver, and 6)support received from others. The result of this study expected to provide information, knowledge, and inputs to pediatric nurse practitioners, thus increasing the nursing services for children with chronic illness and their families."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simorangkir, Dewi Sharon
"Latar belakang: Transfusi rutin merupakan terapi utama bagi pasien thalassemia mayor, namun transfusi berulang diikuti masalah baru yaitu beban kelebihan besi yang terakumulasi dalam jaringan. Pemberian terapi kelasi besi adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuka mengetahui hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif observasional dengan desain potong lintang, untuk menganalisis hubungan efektivitas terapi, efek samping obat dan biaya antara kelasi besi regimen kombinasi (DFO+DFP dan DFP+DFX) dengan monoterapi DFP dosis ≥ 90 mg/kgbb/hari. Luaran efektivitas dinilai dengan penurunan serum feritin ≥ 500 ng/mL.
Hasil: Setelah 6 atau 12 bulan terjadi penurunan serum feritin pada 16 (34,7%) subyek kelompok kombinasi, dan 22 (27,5%) subyek kelompok monoterapi (p = 0,391). Sembilan (19,5%) subyek kombinasi mengalami efek samping obat, dan 17 (21,2%) subjek pada kelompok monoterapi (p = 0,822). Analisis minimalisisasi biaya menunjukkan bahwa rerata biaya per pasien thalassemia-β mayor anak yang menggunakan rejimen monoterapi selama 6 dan 12 bulan lebih murah Rp 13.556.592,64 (30,46%) dan Rp 20.162.836,10 (25,56%) dari rejimen kombinasi.
Kesimpulan: Rejimen kombinasi sama efektifnya dengan rejimen monoterapi dalam menurunkan serum feritin. Tidak ada perbedaan efek samping obat yang bermakna diantara keduanya.

Background: Blood transfusion is the main therapy for thalassemia major patients, but repeated transfusions are followed by new problems namely the excess iron load accumulated in the body tissue. Iron chelation therapy is the only way to maintain iron balance in the body.
Aim: This study aimed to determine the efficacy, safety , and cost analysis of of combination iron chelation regimen with mono-therapy.
Method:This study was designed as a retrospective observational study with a cross-sectional design, to analyze the relationship between therapeutic effectiveness, drug side effects and the cost of combination iron chelation regimen (DFO+DFP and DFP+DFX) and DFP mono-therapy dose ≥ 90 mg/kg/day. Outcome effectiveness was assessed by decreasing serum ferritin ≥ 500 ng/mL.
Result: After 6 or 12 months there was serum ferritin decreased in 16 (34,7%) subjects in combination group and 22 (27,5%) subjects in mono-therapy group (p = 0,391). Nine (19,5%) subjects in combination group experienced adverse effect, and 17 (21,2%) subjects in the mono-therapy group (p = 0,822). Analysis cost of minimization shows that the average cost per major thalassemia-β patient for children using a mono-therapy regimen for 6 and 12 months is cheaper Rp 13.556.592,64 (30,46%) and Rp 20.162.836,10 (25,56%) compared to combination regimen.
Conclusion: Combination regimens are as effective as a mono therapy regimens in decreasing serum ferritin. There were no significant differences in adverse effect between the two.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadhi Purwana
"Household Particulate Matter as Risk Factor of Respiratory Health Effect in Children Age Less than Five Years (A Study in the Pekojan Village, Jakarta)Recent concerns on ambient air particulate pollution in Jakarta had made substantial issues of respiratory health effects due to the increase of the suspended particulate matter concentrations in several localities of the city. Although outdoor air pollution had been recognized as a health hazard, the potentially high concentration of indoor air had recently received similar attention.
This dissertation is based on a study done in homes at the Pekojan Village, Jakarta from March to May 1998. Results were presented from a cross-sectional assessment of the association of 204 household level of particulate matter 10 microns and less (PMIo) with respiratory symptoms in 263 children age less than five years participating in the study.
Data gathered during the study period provided further evidence that rates of respiratory symptom were elevated among children living in homes with high particulate concentrations.
Reported rates of cough with runny nose, respiratory symptoms with fever, and respiratory symptoms without fever were positively associated with measures of PM14 in family rooms, kitchens and bedrooms. Household factors such as house dampness and/or flooded, smoking, respiratory illness among members of the family, and nutritional status of the children were also associated with the rates of respiratory symptom. The study also found that variation of PMIQ concentrations were determined by smoking."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
D267
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I. G. N. Wila Wirya
"ABSTRAK
1. Gejala Kinis dan kelainan patologi anatomis penderita sindrom nefrotik dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab dan disebut idiopatik atau primer apabila penyebabnya belum diketahui.
Istilah 'lipoid nephrosis' mulai digunakan oleh Munk pada tahun 1913 untuk menjelaskan keadaan sejumlah penderita dengan edema proteinuria berat, hipoproteinemia dan hiperlipidemia. Pemeriksaan mikroskop cahaya pada jaringan ginjal penderita menghasilkan glomerulus tanpa kelainan, namun terlihat kelainan pada tubulus proksimal dengan titik-titik lemak di dalam selnya yang dianggap bersifat 'degeneratif'.
Pada observasi selanjutnya ternyata bahwa gejala-gejala yang sama dapat juga terjadi pada penderita dengan berbagai penyakit sistemik termasuk lupus eritematosus sistemik, diabetes mellitus dan amiloidosis. Gejala-gejala klinis ini timbul sebagai akibat adanya proteinuria yang berat apapun penyebabnya, oleh karena itu sebagai pengganti istilah ?liphoid nephrosis' disepakati untuk memakai istilah sindrom nefrotik (Epstein, 1917).
Umumnya sindrom nefrotik dibagi atas 2 golongan besar, yaitu yang primer atau idiopatik dan sekunder. Sindrom nefrotik primer penyebabnya belum diketahui dengan pasti, sedangkan yang sekunder ditimbulkan oleh berbagai penyakit utamanya, misalnya diabetes mellitus, malaria lain-lain.
Menurut Schlesinger dkk. (1966) frekuensi sindrom nefrotik di negara Barat adalah 2 per tahun per 100.000 orang anak di bawah umur 16 tahun. Sindrom nefrotik Kelainan Minimal (KM) merupakan kelainan terbanyak pada anak, yaitu 76,4% menurut ISKDC (international Study of Kidney Disease in Children, 1978), 52,2% pada sari Habib dan Kleinknecht (1971), dan 64,3% pada seri yang dilaporkan oleh White dkk. (1970).
Kasus yang dikumpulkan penulis pada penelitian ini merupakan penderita yang tidak selektif, datang sendiri, belum pernah diobati diterima dari berbagai rumah sakit maupun sejawat di Jakarta. Penderita yang telah diobati sebelumnya tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.
Selanjutnya penulis akan membandingkan hasil penelitian sendiri dengan ISKDC oleh karena hasil penelitian badan ini juga mencerminkan penelitian penderita sindrom nefrotik yang prospektif, tidak selektif, belum diobati dan diterima dari berbagai pusat penelitian di dunia (10 negara di Eropa. Amerika Utara, Israel, dan Jepang).
Sebelum tahun 1970 di Indonesia belum ada laporan mengenai penderita sindrom nefrotik anak di dalam kepustakaan. Demikian juga mengenai pengobatan terhadap penderita-penderita ini belum mengikuti saran yang dianjurkan oleh ISKDC (1967), sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan atau dinilai dengan hasil laporan dari luar negeri.
Selama 10 tahun (1970-1979) pengamatan penulis pada para penderita sindrom nefrotik primer pada anak yang berobat ke Bagian IKA FKUI/RSCM di Jakarta, banyak yang menunjukkan kelainan tidak khas. Banyak di antara mereka disertai gejala hematuria, hipertensi serta kadar ureum darah atau kreatinin serum yang meninggi. Pada sindrom nefrotik murni kelainan-kelainan tersebut umumnya tidak ditemukan. Berdasarkan observasi tersebut di atas penulis beranggapan bahwa kasus-kasus yang ditemukan itu merupakan kasus sindrom nefrotik yang termasuk golongan bukan kelainan minimal (BKM)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
D423
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Setiorini
"ABSTRAK
Latar belakang: Talasemia merupakan penyakit kronis yang dapat menganggu kualitas hidup anak, baik karena keparahan penyakitnya maupun pengobatannya yang bersifat jangka panjang. Transfusi darah dan terapi kelasi besi yang diberikan seumur hidup pada anak dengan talasemia memberikan harapan hidup yang sama dengan anak sehat. Kualitas hidup menjadi hal yang penting dengan bertambahnya angka harapan hidup pasien talasemia. Tujuan: Mengetahui kualitas hidup anak dengan talasemia di Pusat Thalassemia departemen ilmu kesehatan anak FKUI-RSCM, Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang, dan Rumah Sakit Ibu dan Anak Harapan Kita serta faktor-faktor yang berhubungan. Metode: Penelitian menggunakan rancangan deskriptif dengan analisis potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada bulan Januari ndash; Maret 2017. Subyek penelitian adalah anak berusia 2-18 tahun yang datang selama periode penelitian. Penilaian kualitas hidup menggunakan kuesioner baku PedsQL trade; modul generik yang diisi oleh orangtua pasien. Analisis data dengan metode univariat dengan tingkat kemaknaan ?=0,05. Hasil: Terdapat 387 subyek yang mengikuti penelitian, sebaran subyek merata. Nilai rerata total kualitas hidup anak dengan talasemia adalah 76,88 12,92 dengan nilai total pada masing-masing rumah sakit berturut-turut adalah 77,54 RSCM, 81,3 RS Harapan Kita, dan 75,18 RSUD Tangerang. Faktor sosiodemografis dan faktor medis tidak memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup. Tetapi, seiring bertambahnya usia, kualitas hidup anak semakin menurun, terutama pada domain fungsi sekolah. Simpulan: Lebih dari separuh anak dengan talasemia 72,8 memiliki kualitas hidup yang baik, namun pada domain fungsi sekolah masih memiliki nilai yang rendah.

ABSTRACT
Background Thalassemia is a chronic condition and affect patient's health related quality of life HRQoL , because of the disease and the effect of treatment. Blood transfusion and chelating agent given for thalassemia children in a lifetime could give a good quality of life compared to healthy children. Assesment is needed to determine and to improve the quality of life in thalassemic patient. Aim To assess the life quality of children with thalassemia in Cipto Mangunkusumo Hospital, Harapan Kita Hospital, and Tangerang Public Hospital as well as affecting factors contributing on it. Method We performed a cross sectional study from January ndash March 2017 in Cipto Mangunkusumo Hospital, Harapan Kita Hospital, and Tangerang Public Hospital. Thalassemia children aged 2 18 years were involved, parents were asked to fill out the PedsQL trade generic score scale version 4.0 questionnaire parent proxy report to assess their quality of life. Result Of the 387 thallasemia patients approached, the distribution of the subject was evenly distributed. The overall mean total score for quality of life in children with thalassemia were 76,88 12,92 each hospital was 77,54 Cipto Mangunkusumo Hospital, 81,3 Harapan Kita Hospital, and 76,88 Tangerang Public Hospital. While The sosiodemographic and medical factors were not significantly affect the HRQoL of the patients. The study reveal that thalassaemia has different impact at different ages especially in school function. Conclusion Thalassemic children have a good quality of life in general 72,8 but the school function still have a low score.Key words thalassemia, children, quality of life, PedsQL."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>