Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suryani
"Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang rumah susun, telah mengatur bahwa satuan rumah susun hanya dapat dijual jika telah mendapatkan izin layak huni dari pemerintah, akan tetapi untuk memudahkan developer mendapatkan dana selain dari perbankan, diperbolehkan milakukan penjualan sebelum rumah susun selesai dibangun, dalam pelaksanaannya dilakukan dengan membuat perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun antara penjual (developer) dan pembeli dimana para pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan jual beli pada saat tertentu yang diperjanjikan.
Mengingat besarnya resiko penjualan seperti ini, maka pemerintah membuat suatu pedoman perikatan jual bell satuan rumah susun yang dimuat dalam bentuk lampiran suatu Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor l/Kpts11994, sejauh mana pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun ini dilaksanakan dalam praktek, dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang memerlukan pembahasan, yakni: 1. Apakah format akta perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun yang sering digunakan sekarang ini telah mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara penjual dan pembeli; 2. Apakah perjanjian tersebut telah dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi calon pembeli?
Dari penelitian yang dilakukan, dengan menggunakan metode penelitian normatif dan kepustakaan, hasil penelitian bersifat deskriptif, analitis dan evaluatif dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yang ditemukan dalam praktek sekarang ini tidak mengatur hak dan kewajiban yang seimbang antara penjual dan pembeli juga tidak menjamin kepastian hukum bagi pembeli.
Jadi disarankan agar pedoman yang selama ini hanya berbentuk lampiran Keputusan Mentezi ditingkatkan menjadi peraturan pemerintah atau Undang-Undang dengan menambah ketentuan mengenai sanksi, serta dituntut peran notaris memperhatikan klausul-klausul penting dalam perjanjian, dan agar dibuat dalam bentuk akta notaris atau minimal dilegalisasi dihadapan notaris serta di daftarkan di departemeniinstansi terkait untuk lebih meningkatkan jaminan kepastian hukum bagi para pihak dalam perjanjian."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Vitri Hapsari
"Pembangunan rumah susun merupakan salah satu solusi permasalahan akan sempitnya areal permukiman di perkotaan, tetapi memerlukan dana yang cukup besar. Di kalangan developer berkembang kebiasaan memasarkan rumah susun terlebih dahulu sebelum selesai dibangun, bahkan ketika dalam tahap perencanaan. Dengan demikian, konsumen yang berminat harus memberikan uang muka sebagai dana awal pembangunan rumah susun kepada developer. Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, yaitu bahwa rumah susun baru boleh dipasarkan apabila sudah memperoleh izin layak huni. Selain itu, praktik demikian berakibat pada implementasi hukum yang tidak jelas bagi konsumen dan banyaknya perbuatan curang lainnya yang dilakukan developer. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 11 tahun 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun yang melegalisasi perikatan jual beli pendahuluan dan memberikan perlindungan hukum bagi konsumen maupun developer. Akan tetapi, keputusan tersebut belum menjamin adannya perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen. Apa lagi adanya realitas bahwa perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun (PPJBSRS) tersebut berbentuk suatu klausula baku yang lebih mengutamakan kepentingan developer. Hal ini akibat ketidaktegasan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai larangan pencantuman klausula baku. Berdasarkan realitas tersebut, PPJB-SRS belum menjamin adanya perlindungan hukum bagi konsumen, sehingga perlu dipikirkan upaya tegas untuk melindungi konsumen. Upaya tersebut dilakukan antara lain dengan melakukan perbaikan atas peraturan yang mengatur kegiatan jual beli SRS, yang menitikberatkan pada segi perlindungan hukum bagi konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakri
"Dewasa ini dalam daerah perkotaan untuk mengatasi masalah penyediaan lahan untuk membangun perumahan, oleh perusahaan pengembang telah dibangun rumah susun (kondominiun). Tawaran akan rumah susun ini telah mendapat sambutan yang sangat bagus dari masyarakat perkotaan sebagai konsumen, sehingga para pengusaha pengembang telah dapat melakukan transaksi dengan konsumen meskipun satuan rumah susun tersebut belum dibangunnya, dan hal ini telah menimbulkan banyak permasalahan, karena di dalam Undangundang nomor 16 tahun 1985, tentang rumah susun, diatur bahwa satuan rumah susun hanya dapat dijual jika telah mendapat izin layak huni dari pemerintah.
Terhadap permasalahan ini, untuk dapat melakukan transaksi antara perusahaan pengembang dengan pembeli, maka dilakukanlah suatu terobosan hukum, yaitu dengan membuat perjanjian pengikatan jual beli, dimana para pihak mengikatkan diri untuk melakukan jual beli pada saat yang diperjanjikan.
Dalam praktek banyak terjadi permasalahan ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, dan biasanya yang dirugikan adalah calon pembeli sebagai konsumen pada pihak yang lemah. Sehingga timbul permasalahan yang memerlukan suatu pembahasan yaitu, apakah perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun tersebut bertentangan dengan Undang-undang Rumah Susun? dan juga sejauh manakah calon pembeli sebagai konsumen mendapat jaminan kepastian hukum dari perjanjian pengikatan jual beli tersebut? Dalam kenyataannya perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun, belum dapat memberikan jaminan yang cukup terhadap konsumen.
Peraturan yang ada terkesan tidak cukup memperhatikan asas-asas perlindungan konsumen yang termuat dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Jadi sangat disarankan agar peraturan tentang pedoman perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yaitu Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. I/KpS/1994/ diperbaharui kembali, sehingga aturan-aturannya lebih meningkatkan jaminan kepastian hukum bagi konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kiki Asrinikania
"Penulisan bertujuan memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah perjanjian baku sepihak, yaitu bagaimana pengaturannya menurut hukum perjanjian Indonesia dan pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun, serta bagaimana pelaksanaannya dalam praktik ditinjau dari segi hukum perlindungan hukum bagi konsumen. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik wawancara. Pembahasan skripsi tentang perjanjian baku sepihak yang merupakan perjanjian yang telah dipersiapkan oleh pihak pengusaha dengan syarat-syarat baku dan konsumen hanya menyetujui atau tidak. Perjanjian baku sepihak biasanya digunakan pada suatu transaksi bisnis, termasuk dalam perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun. Perjanjian baku sepihak tersebut berisi klausul eksonerasi yang berupa pembatasan tanggung jawab pengusaha pembangunan rumah susun. Setelah dilakukan analisa kasus ternyata klausul eksonerasi merugikan konsumen."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Mira Yonita Aryanti
Depok: Universitas Indonesia,
S20754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Santi Santosa
"Skripsi ini membahas tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli menurut UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun khususnya Pasal 43 ayat (2) huruf c, dimana dalam pasal ini lebih menekankan secara jelas dan tegas akibat hukum yang akan dihadapi oleh pihak pengembang atau developer bila dalam melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam pasal tersebut diatas maka dikenakan sanksi pidana dan admistratif bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut. Walaupun dalam PPJB tersebut pihak pengembang (developer) membuat suatu klausula atau pasal pengabaian untuk menghindarkan pasal 43 ayat (2) huruf c maka Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut melanggar UU Rumah Susun No. 20 Tahun 2011 karena UU ini bersifat Imperatif atau bersifat memaksa sehingga akibat hukum yang timbul adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam hal ini pihak developer dengan pembeli satuan rumah susun batal demi hukum yang memiliki akibat tidak adanya hak dan kewajiban yang timbul dari para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Sehingga secara otomatis para pihak yang merasa dirugikan tidak dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan. Selain itu dalam Pasal 18 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memberikan akibat hukum yang sama dengan UU No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun apabila klausula baku yang melanggar Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

This paper discusses about Conditional Sale and Purchase Agreement as defined by Law No. 20 of 2011 on Apartment specifically Article 43 paragraph (2) letter c, upon which it focuses clearly and strictly on the legal consequences to the developer which may arise from non-compliance with the provisions of the article which include criminal and administrative penalty against the defaulting party. Although Conditional Sale and Purchase Agreement allows the developer to make a clause or article on waiver of Article 43 paragraph (2) letter c, the Conditional Sale and Purchase Agreement is contrary to the Apartmen Law No. 20 of 2011 as it is imperative or coercive, thus, as a legal consequence, agreement entered into by the parties, the developer and purchaser of apartment unit, will be rendered null and void, thus depriving the rights and obligations of the parties to the agreement. The affected parties may consequently institute claims to the court. In addition, Article 18 paragraph (3) UU No. 8 of 1999 on Consumer Protection provides the same legal consequence as those imposed by Law No. 20 of 2011 on Apartmen Law if the standard clause which is in conflict with Article 18 paragraph (1) and paragraph (2) is rendered null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbelaka, Arkie V.Y.
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai bagaimanakah perspektif asas itikad baik terhadap kontrak baku khususnya pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun (PPJB SRS) serta bagaimanakah asas itikad baik dapat memberikan perlindungan bagi Calon Pembeli terkait dengan kontrak baku yang terdapat dalam PPJB SRS.
Itikad Baik seharusnya memegang peranan penting dalam pembentukkan klausula kontrak baku dalam bentuk PPJB SRS, karena dengan adanya Itikad Baik yang diimplementasikan kepada klausula-klausula yang terdapat dalam PPJB SRS, kedudukan antara penjual sebagai pihak yang membuat PPJB SRS dan calon pembeli sebagai pihak yang akhirnya menyepakati PPJB SRS menjadi lebih setara dan lebih seimbang. Dengan adanya itikad baik, penjual tidak sewenang-wenang dan tidak menyalahgunakan posisi tawar yang dimiliki penjual dalam menyusun klausula dalam PPJB SRS tersebut. Pihak penjual pun harusnya memiliki keyakinan bahwa klausula-klausula yang terdapat dalam PPJB SRS yang berbentuk kontrak baku tersebut nantinya akan berguna dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Daya berlaku itikad baik haruslah meliputi seluruh proses perjanjian atau diibaratkan dengan ?the rise and fall of contract?. Dengan demikian, itikad baik harus meliputi tiga fase proses perjanjian, yaitu pre contractuale fase (fase pra-kontrak), contractuale fase (fase kontrak); dan postcontractuale fase (fase post-kontrak). Akan tetapi dalam prakteknya seringkali klausula kontrak baku dalam bentuk PPJB SRS merugikan salah satu pihak yang dalam hal ini adalah pihak calon pembeli dan menguntungkan pihak yang lain yaitu pihak penjual.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan, penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya untuk memberikan gambaran mengenai urgensi dari perpektif asas itikad baik terhadap kontrak baku khususnya pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis, dengan pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute-approach) dan pendekatan analitis (analytical approach). Jenis data yang digunakan adalah Data Sekunder yang meliputi Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier. Penelitian yang akaTesis ini membahas mengenai bagaimanakah perspektif asas itikad baik terhadap kontrak baku khususnya pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun (PPJB SRS) serta bagaimanakah asas itikad baik dapat memberikan perlindungan bagi Calon Pembeli terkait dengan kontrak baku yang terdapat dalam PPJB SRS. Itikad Baik seharusnya memegang peranan penting dalam pembentukkan klausula kontrak baku dalam bentuk PPJB SRS, karena dengan adanya Itikad Baik yang diimplementasikan kepada klausula-klausula yang terdapat dalam PPJB SRS, kedudukan antara penjual sebagai pihak yang membuat PPJB SRS dan calon pembeli sebagai pihak yang akhirnya menyepakati PPJB SRS menjadi lebih setara dan lebih seimbang. Dengan adanya itikad baik, penjual tidak sewenang-wenang dan tidak menyalahgunakan posisi tawar yang dimiliki penjual dalam menyusun klausula dalam PPJB SRS tersebut. Pihak penjual pun harusnya memiliki keyakinan bahwa klausula-klausula yang terdapat dalam PPJB SRS yang berbentuk kontrak baku tersebut nantinya akan berguna dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Daya berlaku itikad baik haruslah meliputi seluruh proses perjanjian atau diibaratkan dengan ?the rise and fall of contract?. Dengan demikian, itikad baik harus meliputi tiga fase proses perjanjian, yaitu pre contractuale fase (fase pra-kontrak), contractuale fase (fase kontrak); dan postcontractuale fase (fase post-kontrak). Akan tetapi dalam prakteknya seringkali klausula kontrak baku dalam bentuk PPJB SRS merugikan salah satu pihak yang dalam hal ini adalah pihak calon pembeli dan menguntungkan pihak yang lain yaitu pihak penjual.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan, penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya untuk memberikan gambaran mengenai urgensi dari perpektif asas itikad baik terhadap kontrak baku khususnya pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.Tipe penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis, dengan pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute-approach) dan pendekatan analitis (analytical approach). Jenis data yang digunakan adalah Data Sekunder yang meliputi Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder, dan Bahan Hukum Tersier. Penelitian yang akan dilakukan ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Kontrak yang akan dijadikan bahan studi adalah PPJB SRS Permata Gandaria antara Nyonya X dengan P.T. Putra Surya Perkasa, yang berbentuk kontrak baku.n dilakukan ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Kontrak yang akan dijadikan bahan studi adalah PPJB SRS Permata Gandaria antara Nyonya X dengan P.T. Putra Surya Perkasa, yang berbentuk kontrak baku.

Abstract
The present thesis will discuss the perspective of the principle of good faith towards the standard form contracts in particular the Agreement Binding for Sale and Purchase of Condominium (unit of multi-story building) (Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun) ?PPJB SRS? along with the elaboration on how the said principle can provide the Potential Buyer protection when dealing with the standardized form of the PPJB SRS.
Good faith supposedly carries an important role in the process of formulating the standard-form clauses appear in the PPJB SRS, it is highly expected that by implementing such role, the (bargaining) position of the seller as the party constructing the PPJB SRS and the Potential Buyer which in the position to adhere to the standardized term in the PPJB SRS can be more or less equal or in balance. The presence of good faith will endorse the Seller to not exploit its ?higher? bargaining position arbitrarily during the construction of the terms under the PPJB SRS. The seller also needs to be ascertain that the standardized term making part of the PPJB SRS shall be utile and expedient for both signatories to the contract. Good faith is expected to be applied throughout the whole process of the agreement, as it commonly phrased as the ?rise and fall of a contract?. Following this idea, good faith necessarily needs to cover the three phases of the agreement namely the pre contractual phase, contractual phase, and post-contractual phase. Unfortunately however, it is not rare to find in practice that the formulation of standardized clauses within PPJB SRS is benefiting Seller in one hand while damaging the Buyer in the other hand.
The research conducted for the present Thesis utilizes Library Research and under form of Descriptive Research methodology, whereas aiming to describe the urgency and perspective of the principle of good faith towards the standard form contracts in particular the Agreement Binding for Sale and Purchase of Condominium (or unit of multi-story building) (Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun). By using the normative juridical form of research the writer exercises the statute-approach altogether with the analytical approach. The research utilizes the secondary data consists of the primary, secondary, and tertiary legal materials. The research itself is a descriptive research with a qualitative approach. For the case study, the research examines a standardized-form of PPJB SRS Permata Gandaria signed by Ms. X and PT. Putra Surya Perkasa."
2012
T30592
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam perkembangan praktek bisnis terdapat suatu bentuk
kontrak yang isinya telah dibakukan dalam bentuk formulir
yaitu kontrak baku. Kontrak baku adalah kontrak tertulis
yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak dan
sudah dicetak dalam bentuk formulir tertentu oleh salah
satu pihak, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan untuk mengubah klausula-klausula
kontrak baku tersebut. Salah satu kontrak yang berbentuk
kontrak baku adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli Satuan
Rumah Susun (PPJB SRS). Yang menjadi pokok permasalahan
adalah apakah klausula kontrak baku dalam bentuk PPJB SRS
dapat merugikan salah satu pihak dan bagaimanakah penerapan
asas-asas hukum kontrak dalam kontrak baku yang terdapat
dalam PPJB SRS. Klausula kontrak baku dalam bentuk PPJB SRS
seringkali merugikan salah satu pihak yang dalam hal ini
adalah pihak calon pembeli dan menguntungkan pihak penjual.
Dalam PPJB SRS tidak semua asas dalam hukum kontrak
diterapkan. Seringkali terdapat pelanggaran terhadap asasasas
dalam hukum kontrak yang ditunjukkan dengan adanya
ketidaksetaraan dan ketidakseimbangan kedudukan diantara
para pihak dalam klausula-klausula PPJB SRS. Pembentuk
undang-undang diharapkan untuk membentuk undang-undang yang
khusus mengatur mengenai kontrak baku yang berfokus kepada
kesetaraan kedudukan diantara para pihak serta Pemerintah
harus membuat suatu pedoman yang lebih memiliki kekuatan
memaksa dalam pelaksanaannya sebagai dasar pembentukkan
PPJB SRS, sehingga kedudukan diantara pihak dapat seimbang.
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan
yuridis normatif sedangkan metode analisis data dilakukan
dengan cara kualitatif. Dalam analisis yuridis suatu PPJB
SRS ini, digunakan PPJB SRS Rumah Susun Permata Gandaria
antara Nyonya X dengan P.T. Putra Surya Perkasa."
Universitas Indonesia, 2007
S21281
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Dioriati Fabertine
"Perkembangan rumah susun atau apartemen di Indonesia, khususnya di kotakota besar seperti Jakarta, amatlah pesat pada awal dasa warsa 90-an. Ini terjadi karena situasi dan kondisi yang ada di kota-kota besar, di mana lahan yang tersedia atau masih kosong semakin sempit. Oleh karena itu dilakukan upaya untuk menggunakan lahan yang semakin langka itu semaksimal dan seefisien mungkin, yaitu dengan cara mendirikan bangunan secara vertikal seperti rumah susun atau apartemen. Upaya ini juga memacu para developer rumah susun untuk mencari cara agar dapat membangun rumah susun secara maksimal dan menguntungkan. Salah satu caranya adalah praktek pre-project selling, yaitu pemasaran satuan rumah susun yang belum dibangun atau masih dalam proses pembangunan dengan cara mengutip terlebih dahulu uang tanda jadi yang dapat diperhitungkan sebagai uang muka, yang diangsur selama masa konstruksi rumah susun yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk menghimpun dana dari pembeli, mengurangi jumlah kredit pada bank, sekaligus memperkecil resiko tidak terjualnya unit satuan rumah susun yang telah dibangun karena pembelinya sudah jelas. Tujuan ini direalisir dengan tetap mengacu pada peraturan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu Undang-undang no. 16 tahun 1985 Tentang Rumah Susun, yang dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 18 UURS menyatakan bahwa satuan rumah susun yang dapat dijual untuk dihuni adalah satuan rumah susun yang sudah selesai dibangun dan telah memperoleh surat izin layak huni dari Pemerintah Daerah. Dengan demikian, bagaimanakah dengan praktek pre-project selling jika dilihat dari pengertian pasal 18 UURS tersebut? Dan satu hal lagi, jika sebelumnya telah disebutkan beberapa keuntungan yang diperoleh oleh developer dari praktek pre-project selling, bagaimanakah halnya dengan konsumen atau calon pembeli?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>