Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156416 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nusirwan
"Pada bulan Maret 1924 Kemal Attaruk, Kepala Negara Turki, mengumumkan dihapuskannya Khilafah Islamiah dan negaranya, dan gema dari kebijakan tersebut berkumandang ke seluruh penjuru dunia Islam. Tiga belas bulan kemudian, tepatnya April 1925 Syeik All Abdul Raziq, seorang ulama al-Azhar dan Hakim Syari'ah di al-Mansyhurah, Mesir, menerbitkan sebuah buku berjudul "al Islam wa Ushul al-Huhn : bahsun flu khilafah wal hukrrmah fills/am" yang berisi tentang tuntutan penghapusan kekhilafahan dan pengikaran eksistensinya dalam ajaran Islam. Maka muncullah reaksi keras. dari berbagai kalangan masyarakat di Mesir, negara-negara Arab dan dunia Islam. Akibatnya Ali Abd al-Raziq dipecat dari jabatan Hakim al Mansyhurah dan dicoret namanya dari jajaran ulama al-Azhar.
Tesis ini merupakan telaahan kembali pemikiran Ali Abd al-Raziq dalam buku karangannya itu dan ditujuankan untuk mengetahui lebih detail dari konsepsi politik yang digagas olehnya. Sekaligus menguji sejauh mana konsepsi politik Ali Abd al-Raziq menurut perspektif al-Quran dan al-Hadist, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ,pendekatan fenomologis dan metode analisis deskriptif serta komparatif.
Dari hasil penelitian diatas penulis temukan bahwa Ali Abdul al-Raziq termasuk pemikir politik Islam yang paling kontroversial saat itu. Paham dan pendapatnya sangat bertentangan dengan para alim ulama al-Azhar dan umat Islam lainya khususnya tentang Khilafah dan Negara. Sebagian besar umat Islam dan ulama menganggap dan menyatakan Khilafah Islamiah wajib hukumnya dan masalah tersebut sudah final serta establish dikalangan masyarakat Islam umumnya dan dunia Arab khususnya. Sebaliknya, menurut All Abd al-Raziq, realitas sejarah Islam tidaklah memberikan keharusan bentuk organisasi politiknya bernama khilafah dan pimpinannya disebut sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya peran kedaulatan rakyat dalam proses politik dan terbentuknya sistem khilafah yang berdasarkan keturunan sebagai refleksi hilangnya essensi ajaran Islam dari amaliah di bidang politik.
Gagasan politik al-Raziq yang demikian itu terlahir sebagai akibat bergolaknya revolusi politik yang telah memisahkan kekuasaan politik keagamaan yang begitu mendominasi di dunia Islam, terutama yang terdekat dengan ingkar kehidupannya seperti revolusi Oktober 1917, revolusi Marxis-Leninisme, dan revolusi Turki 1925 dengan bentuk sekularismenya, serta timbulnya nasionalisme Arab yang telah melahirkan kerajaan.
Kiranya kondisi sosio-politik yang demkkian inilah yang mendorong hingga ia berteori perlunya pemisahan antara agama dan negara (politik). Tampaknya dengan teorinya ini, ia ingin menemukan konsep politik yang Islami, namun dibahasakan dengan perlunya pemisahan antara agama clan politik yang keduanya tidak mungkin dapat disatukan. Menurutnya agama bersifat sakral, sedangkan politik bersifat lebih profan.

In March 1924 Kemal Attaruk, Turkish Head of State, announced the abolisment of Khilafah Islamiah Islamic Goverment System from his country, and resonance of the policy reverberated to all Islamic states. Thirteen months afterward, precisely in April 1925, Syeikh Ali Abdul al-Raziq, a syari'ah judge in al-Manshurah, Egypt, published a book entitled " al-Islam wa Ushul aI Hukm" that contains his demand to abolish Khalifah system and denial of its existence in Islamiah leading. His notions brought strong reactions from various social classes in Egypt, Arabic countries and Moslem World. As a consequences, Ali Abd al-Raziq was fired on his position a judge in al-Manshurah, and his name was eliminated from al-Azhar ulama's line.
This thesis is a restudy over the ideas of Ali Abdul al-Raziq in his book, and it is aimed at understanding the theory in a more detailed. In addition it is also meant to examine the political concept developed by. Ali Abd al-Raziq pursuant to the perspective of Alquran and Al hadist by using the method of qualitative research, phenomenal approach, and descriptive and comparative analysis methods.
The result of the studies the writer has done revealed that Ali Abdul al-Raziq was one of the most controversial Islamic thinkers at that time. His apprehension and notions were contrary to those of ulemas of al-Azhar and most Moslem, particulary on Khilafah and State. Most moslem and ulernas considered and confirmed Khilafah Isiamiah was compulsory and has been final as well as had been establishing among the Moslem world in general and in the Arabic world in particular. On the contrary, All Abdul al-Raziq asserted that Islamic historical reality did not specify a political organization named Khilafah, with its leader called Khalifah, a compulsory. This case could be observed from the fading out of the role of people sovereignty in the political process, and the formation of Khilafah System which was based on heredity as a reflection of the fading out of the essence of Islamism from political practices.
Raziq' s political notions seemed to emerge due to the breaking out of political revolutions leading to the separation of state affairs from religious affairs which at the time dominated the Moslem world. The said revolutions include the October 1917 Revolution, the Marais-Leninism Revolution and the 1925 Turkish Revolution with its secular form of state. In addition, Raziq's political notions were also more or less influenced by the emerge of Arab's nationalism that had produced Arabic kingdoms.
It appeared such socio-political conditions that had encouraged Raziq to think of the need to separate religious affairs from state affairs. It seemed Raziq 'with this theory would like to find an Islamic political conception, but it was represented by the need of separation of religious affairs from state affairs which the two was impossible to be fused. According to Raziq, religion affairs have a sacred characteristic, but political affairs much more profane or secular.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Asad
"Ummat Islam sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam, sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 3 Maret 1924, yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islamiyah yang terakhir ketangan penjajah. Saat itu penerapan Islam mancakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara berhasil menerapkannya secara gemilang. Islam berhasiI mengubah bangsa Arab secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat, menjadi era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya Islam, yang bahkan tidak hanya bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh dunia.
Ummat Islam telah metnainkan peranan penting dalam membawa Islam keseluruh pelosok dunia, sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir, dan Afrika Utara dengan Khilafah Islamiyah. Dengan tidak diterapkannya Islam saat sekarang ini maka bermunculan gerakan Islam termasuk Hizbut Tahrir yang bertujuan untuk mengembalikan kehidupan Islam dibawah naungan Dauiah Khilafah Islamiyah.
Khilafah Islam yang merupakan Sistem Pemerintahan Islam, jelas sekali memiliki struktur negara Islam yang terdiri dari beberapa bagian yaitu Khalifah sebagai kepala negara, Mu 'awin Tafividl sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa, lkfu'awin Tanfrdl, sebagai pembantu Khalifah dalam urusan administrasi, amirul jihad sebagai yang memiliki wewenang mengurus angkatan bersenjata, sebagai pasukan Islam, Wali (gubernur), Qadla (pengadilan), aparat administrasi negara dan majlis ummat.
Dengan demikian hanya Islam (Khalifah Islamiyah) sebagai sistem satusatunya yang telah diterapkan terhadap ummat secara total -baik bangsa Arab maupun non Arab- sejak Nabi saw menetap di Madinah sampai masa penjajahan yang menduduki negeri-negeri Islam. Kemudian sistem Islam diganti dengan sistem Kapitalis.

The Muslims implemented only Islam through all the ages from the arrival of Rascal Allah to Madinah until 24 March 1924 CE when the Islamic State collapsed at the hands of colonialism. The Muslims implementation of Islam was comprehensive and its success in their comprehensive implementation was overwhelming. Islamic ideology transferred all of the Arabs from a low level of intellect in which they were acting haphazardly in the darkness of bloody family feuds and ignorance to an age of intellectual revival glittering in the light of Islam whose sunrisewas not restricted to the Arabs but prevailed all over the world.
Muslims rushed inconveying Islam to the world, putting their hands in the process over Persia, Iraq, the lands of ash-Sham, Egypt and North Africa-with with Khilafah Islamiyah. Islamic law is not implemented of the society in the Muslim lands. Consequently, at the time the muslims build the partys include Hizbut Tahrir of the the aim is to resume the Islamic way of life and to carry the Islamic Da?wah Resuming the Islamic way of life means to bring Muslims back to living Islamically in the land of Islam and in an Islamic society under the shadow of an Islamic Slate which is the Khilafa.
Khilafah Islam is the -role of islam regards to the ruling system, the structure of the state in Islam is established upon eight pillars: the Khaleefah, i.e., the head of Stale, the Khaleefah's delegated assistants (Mo'aawen Tafiveed), the Khaleefah's executing assistants (Mo'aawen Tanfeedh), the Ameer of Jihad, the Governors (Wulah), the Judges (QuDah)), slate departments, and the state assembly (Majlis al-Ummah).
Islam continued to be applied on the entire Islamic Ummah, Arab and non-Arabs, from the time Prophet settled down in Madinah till the colonial powers occupied the Islamic lands and replaced Islam with the Capitalist system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syakira Wardatul Aisyi
"Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan studi kasus peran gender perempuan yang terdapat dalam serial Caliphate. Serial ini menarik untuk dibahas sebab gambaran di dalam film tersebut, diangkat dari kisah nyata sehingga melahirkan pandangan baru terhadap isu perempuan ISIS. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan peran gender perempuan sebagai fokus utama. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari serial Netflix berbahasa Swedia dengan teks terjemahan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Dalam menganalisis peran gender perempuan ISIS yang terdapat dalam serial Caliphate, penulis menggunakan teori pendekatan semiotik Roland Barthes dan teori analisis gender. Dalam teori tersebut menyimpulkan bahwa para perempuan ISIS dalam serial Caliphate mengisi berbagai peran, mulai dari sebagai istri, pendukung agenda ISIS hingga bagian dari militan. Dari peran-peran tersebut di temukan beberapa manifestasi ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh-tokoh perempuan di dalam serial.

This study aims to describe case studies of women's gender roles contained in the Caliphateseries. This series is interesting to discuss because the picture in the film is based on a true story that gives birth to a new perspective on the issue of ISIS women. This research was conducted using a qualitative method with the gender role of women as the main focus. The data source used in this study came from the Swedish Netflix series with English and Indonesian subtitles. In analyzing the gender roles of ISIS women in the Caliphate series, the author uses Roland Barthes' semiotic approach and gender analysis theory. This theory concludes that ISIS women in the Caliphate series fill various roles, ranging from being wives, supporters of the ISIS agenda to part of the militants. From these roles, several manifestations of gender inequality experienced by female characters in the series are found."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ma`mun Murod Al-Bresbesy
Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1999
297.272 MAM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chusnul Mar`iyah
Depok: UI-Press, 2013
321.8 CHU b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad
"George Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filosof yang lahir di Stuttgart pada tanggal 27 Agustus 1770. Dalam perkembangan intelektual Hegel yakni; saat Ia menekuni spirit yang berhubungan dengan jiwa, tahap selanjutnya ketika ia mendalami dialektika yang berkaitan dengan logika, dan tahap terakhir saat ia menekuni konsep tentang negara sebagai puncaknya.
Pemikiran Hegel tentang negara mengundang interpretasi yang berbeda dari berbagai kalangan. Ada kelompok yang menganggap pemikiran Hegel tentang negara inilah yang mengilhami lahirnya negara totaliter, sementara kelompok lain menganggap pemikiran Hegel tentang negara memberi acuan bagi berkembangnya negara liberal dan sosialis yang mewamai konsep negara modern.
Untuk mengungkap pemikiran Hegel tentang negara, penulis mengawalinya dengan mengajukan dua buah pertanyaan penelitian: 1. Apa dan bagaimana pemikiran politik Hegel tentang negara? Dan 2. Apa pendapat para pemikir terhadap pemikiran Hegel tentang negara. Saat mendalami pemikiran Hegel tentang negara, penulis melakukan kajian terhadap tulisan Hegel ?The Philosophy of Right', dengan cara merangkum pemikiran yang menonjol dan menyederhanakannya. Hampir semua pemikir sepakat bahwa dalam karyanya inilah Hegel mengungkap pemikiran politiknya tentang negara.
Para pemikir yang memberikan tafsiran tentang pemikiran Hegel tentang negara ; Fasisme atau Demokrasi adalah: Lorens Bagus, Adef Budiman, William Ebenstein, M. Judd Harmon, Eka Kumiawan, Franz Magnis Suseno, Frederick Mayer, Lee Cameron McDonald, Bertrand Russell, George H. Sabine, Henry J. Schmandt, dan Marsillam Simanjuntak.
Negara bagi Hegel adalah suatu organisme yang mengaktualkan Ide etis dan pikiran objektif diatas bumi. Kesimpulan ini didasari oleh pandangan Hegel yang mengatakan, kedua alam (dari keduniaan dan alam kebenaran) ini berada pada posisi yang berbeda, tetapi keduanya berakar pada satu kesatuan yang tunggal, Ide.
M. Judd Harmon adalah seorang pemikir politik yang paling moderat dalam menafsirkan pemikiran Hegel tentang negara. Bagi Harmon, pemikiran politik Hegel tentang negara tidaklah termasuk kategori fasis ataupun demokratis, tetapi ia berada diantara keduanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyanti Syas
"Penelitian ini mencoba melihat konsistensi peranan media massa dalam mengkritisi kinerja pemerintahan yang berkuasa. Seperti diketahui, setelah jatuhnya rezim Orde Baru (Orba) kehidupan media massa mengalami perubahan drastis terutama dari segi isi teks yang disajikannya. Apa yang tabu dibicarakan pada masa Orba menjadi hal yang lumrah diperbincangkan. Penggunaan Bahasa dengan eufemismenya dimasa Orba, kini disajikan dengan hujatan oleh sebagian besar media massa. Kekritisan dan ketajaman analisis yang disampaikan media jauh dari apa yang pernah dilakukan pada masa Orba.
Melalui analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini, akan dilihat bagaimana dinamika atau konsistensi media massa dalam mengkritisi kinerja pemerintahan setelah lengsernya Soeharto, Sejauh mana ideologi politik media mempengaruhi dinamika framing yang dikemas dalam berita-berita yang disajikannya dari sudut pandang ekonomi politik media.
Aspek yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemberitaan tentang kinerja pemerintahan Presiden BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid dengan perspektif ekonomi politik. Pemberitaan yang diangkat adalah mengenai kebijakan pemerintah BJ Habibie mengenai penyelesaian masalah Timtim dan kebijakan pemerintahan Abdurrahman Wahid yang akan membuka hubungan dagang dengan Israel.
Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan kritis dengan menerapkan analisis framing dan analisis intertekstual. Analisis framing dilakukan terhadap isi teks, dan analisis intertekstual dilakukan terhadap produksi dan konsumsi teks serta analisa terhadap praktek sosial budaya khususnya mengenai perkembangan kehidupan pers di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai proses produksi isi media.
Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga bingkai yang digunakan Republika dalam menilai kebijakan Presiden Habibie dalam mengatasi masalah Timtim, yaitu Human Right, Universalitas dan Nasional Interest. Sedangkan dalam pemberitaan tentang kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid, Harian Republika membingkai kasus tersebut dengan : Konstitusi dan HAM, Disintegrasi dan economic Interest. Lebih lanjut di temukan bahwa, pemberitaan tentang kebijakan Presiden Habibie dikemas Harian Republika dengan memberikan positive representation dan memberikan negative representation terhadap kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid.
Positif representation terhadap kebijakan Habibie dikemas Republika dengan menggunakan catchphrase; pilihan terbaik, prestasi terbaik Habibie. dan tindakan Habibie sebagai penghormatan terhadap hak rakyat Timtim. Sedangkan depiction yang digunakan adalah; keberanian Habibie, sikap kenegarawanan, dan dosa sejarah portugal. Negative Representation yang diberikan pada kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid dikemas Republika dengan menggunakan retorika yang mendelegitimasi kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid. Kebijakan ini dinilai melalui metaphora yang digunakannya seperti; basa-basi diplomatik, tindakan yang gegabah, sikap arogan pemerintah serta menyakiti hati umat. Sedangkan depiction yang digunakan antara lain; tindakan brutal, pelecehan konstitusi, hubungan RI Israel adalah hubungan yang mubazir.
Lebih ekstrim lagi, jika kebijakan ini dijalankan, maka Republika memberikan consequences berupa; munculnya parlemen jalanan, tumbuhnya polarisasi dalam masyarakat, serta terganggunya hubungan dengan negara Arab lainnya. Sedangkan secara ekonomis efek yang ditimbulkan jika hubungan ini terealisasi adalah; timbulnya kerugian yang sangat besar di pihak Indonesia dan perbankan Yahudi akan memakan sebagian BUMN Indonesia.
Berdasarkan analisis framing yang dilakukan terhadap teks bahwa pada masa pemerintahan Presiden BI Habibie, Republika cenderung memberi bingkai positif terhadap kebijakannya. Sedangkan pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid, Republika memberikan bingkai negatif dan cenderung mendelegitimasi kebijakan pemerintah, terutama mengenai akan dibukanya hubungan RI - Israel.
Hal ini, secara politis bisa dijalankan, bahwa antara Republika dengan BJ Habibie sebagai presiden pada waktu itu memang ada unsur kedekatan, dimana BJ Habibie adalah Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), organisasi yang melatarbelakangi lahirnya Republika. Jadi bisa dipahami apabila pembingkaian berita tentang kasus Timtim yang dibuat Republika adalah positif.
Pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid, Republika lebih bersikap kritis. Dalam kebijakan mengenai hubungan RI-Israel, Republika sangat gencar memberitakan permasalahan ini dengan mengambil bingkai mendelegitimasi kebijakan presiden. Secara politis dapat dipahami, bagaimana hubungan antara Presiden dengan Harian Republika yang kurang harmonis. Sedangkan dari segi ideologis, apa yang menjadi kebijakan Abdurrahman Wahid memang bertentangan dengan garis ideologi Republika sebagai koran yang berideologi Islam Modernis. Dalam hal ini Republika mendukung suara mayoritas masyarakat muslim yang tidak menginginkan adanya hubungan RI-Israel dalam bentuk apapun. Ini dikarenakan, Israel adalah negara yang telah sering melakukan penghinaan dan penindasan terhadap bangsa Palestina dan ingin menjadikan wilavah suci umat muslim ini sebagai wilayah kekuasaannya.
Secara ekonomis, pembingkaian Republika di kedua kasus ini diharapkan dapat meningkatkan citra positif Indonesia di mata dunia internasional. Sehingga kepercayaan mereka terhadap Indonesia kembali pulih dan secara tidak langsung akan memulihkan perekonomian Indonesia yang selanjutnya berdampak pada perkembangan industri media massa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Sulistyawati
"Persoalan realitas media hingga kini masih menjadi perdebatan panjang. Media tidak hanya sekedar menghadirkan realitas berita ke hadapan publik pembacanya, melainkan juga menyertakan sejumlah penilaian atau evaluasi atas fakta berita yang dikonstruksikan dalam kemasan sikap (politik) tertentu. Hal ini tentunya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan pers yang senantiasa dikaitkan dengan misi dan visi institusional, peran pers sebagai Iembaga ekonomi, medium dan pemroduk informasi.
Dalarrl peristiwa Sidang Interpelasi Iran dengan agenda utama maminta keterangan (klarifikasi) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono PBB Nomor1747 tentang pemberlan sanksi perekonomian yang lebih luas kepada Iran, karena dianggap melakukan pengayaan uranium untuk tujuan senjata pemusnah, akan terlihat sekali bagaimana Republika, Kompas dan Jurnal Nasional mengkonstruksi berita sesuai dengan cara pandang (frame)-nya masing-masing. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan frame media dalam mengkonstruksi berita seputar Sidang Interpelasi Iran, pada 10 Juli 2007. Dengan mengetahui perbedaan cara pandang (Fame) media, akan diketahui bagaimana orientasi politik media berdasarkan kepentingannya masing-masing.
Penelitian ini menggunakan metode analisis framing, yang menekankan pada penonjolan kerangka pemikiran, perspektif, konsep, dan klaim interpretatif masing-masing media dalam rangka memaknai obyek wacana. Unit observasi yang diteliti adalah laporan utama, sebab laporan utama berisi peristiwa penting yang harus sesegera mungkin diketahui pembaca.
Haail penelitian menunjukkan bahwa Republika, Kompas, dan Jurnal Nasional memiliki cara pandang (frame) yang berbeda. Republika memaknai lnterpelasi Iran tidak membuahkan hasil apapun. Langkah DPR untuk meminta keterangan Presiden SBY terkait kebijakannya mendukung Resolusi DK PBB Nomar 1747 yang sudah berlangsung selama tiga bulan lebih menjadi sia-sia. Hal itu tercermin melalui penegasan Republika bahwa Rapat lnterpelasi tidak menghasilkan keputusan Penerimaan atas penolakan dari DPR, Sebaeai koran komunitas Muslim. Republika merasa berkepentingan untuk menyuarakan aspirasi publik pembacanya yang mayoritas adalah Muslim.
Kompas memaknai Interpelasi Iran sebagai ajang perdebatan antara anggota DPR yang menerima (pro) terhadap ketidakhadiran Presiden di DPR dan anngota DPR yang menolak (kontra) dan kecewa atas ketidakhadiran Presiden. Frame yang dimunculkan di hadapan khalayak adalah kontroversi diantara anggota DPR yang pro dan anggota DPR Yang kontra dengan argumen yang sama besarnya. Pendapat yang pro dan kontra ditampilkan dengan detail yang sama. Frame semacam ini menunjukkan juga bahwa Kompas nampaknya cukup berhati-hati dalam menilai peristiwa tersebut. Pihak-pihak yang berpendapat dibiarkan tanpa pemaknaan dari media bersangkutan.
Sementara Jurnal Nasional mempunyai frame yang berbeda dengan Kompas dan Republika. Dalam frame Jurnal Nasional Sidang lnterpelasi Iran telah selesai karena DPR telah memahami dan menerima jawaban Presiden melalui para Menteri pada Paripurna DPR, 10 Juli 2007. Artinya, masalah Interpelasi tidak perlu dipersoalkan lagi.
Persoalan realitas media massa tidaklah sesederhana yang dibayangkan Kompleksitas kerja media semakin rumit di kala berbagai kepentingan berupaya mempengaruhi atau menekan media. Kiranya lebih bermanfaat bila intern dan ekstern pers memadukan asumsi dasar paradigma strukturai dan kultural, dengan harapan memungkinkan mendorong terwujudnya pers yang independen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T17373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sa`dan Mubarok
Jakarta : Departemen Ilmu Politik, FISIP UI, 2013
333.79 SAD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky M. Doorradi
"Salah satu indikator positif dari perkembangan demokrasi di Indonesia adalah berhasilnya Indonesia mengadakan rangkaian Pemilu yang demokratis, dimana di tahun 2004 lalu pertama kali melakukan pemilihan secara langsung presiden dan diikuti di tahun selanjutnya dengan pemilihan kepala daerah secara langsung pula.
Ada perbedaan cara berkampanye dan cara para kontestan berupaya memikat pendukung dan pemilih dalam pemilihan-pemilihan tersebut. Dimana penggunaan teknik political marketing mulai diadopsi oleh banyak partai. Dilain sisi, fenomena konflik internal dan perseturuan ditubuh partai juga menggejala. Gejala ini melahirkan pertanyaan besar lentang kondisi demokrasi internal didalam partai politik itu sendiri.
Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan kondisi penerapan political marketing serta hubungannya dengan kondisi demokrasi internal partai politik. Penelitian yang dilakukan di 3 provinsi dan melibatkan 15 kantor partai ditingkat provinsi dan 24 kantor partai ditingkat kabupaten ini dilakukan diawal tahun 2006. Penelitian ini mewawancarai pimpinan maupun pengurus senior partai politik guna mengukur dan meneliti hubungan diantara adopsi penerapan political marketing dengan tingkat demokrasi internal partai politik.
Penelitian ini menunjukkan perbedaan tingkat penerapan political marketing diantara kantor partai demikian pula tingkat demokrasi internalnya. Penelitian berhasil rnembuktikan bahwa terdapat hubungan positif namun lemah antara kondisi demokrasi internal sebuah partai dengan tingkat penerapan political marketing yang telah dilakukan partai tersebut.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22105
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>