Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177451 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donna Burhan
"Modernisasi selalu membawa perubahan dalam masyarakat. Begitupun halnya yang terjadi di Jepang. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya membawa pengaruh yang besar ke dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam ritual upacara kematian. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada bentuk maupun tata cara dari upacara kematian itu sendiri, tetapi juga tetjadi pergeseran makna dari upacara kematian.
Seiring banyaknya barang-barang dan kebudayaan dari Barat yang diimpor oleh Jepang sejak modernisasi, tidak diragukan lagi pemikiran-pemikiran dari Barat seperti individualisme pun ikut masuk ke dalam kehidupan masyarakat Jepang. Namun sebenarnya yang disebut dengan individualisme Jepang oleh para sarjana dan peneliti adalah kaseiteki yaitu ciri khas individu. Dan kecenderungan orang Jepang untuk menunjukkan ciri khas individunya inilah yang pada akhimya melahirkan bentuk upacara kematian baru, yaitu upacara kematian yang mengikuti kepribadian orang yang meninggal atau disebut dengan istilah Jibunrashii Osoushiki.

Modernization always triggers changes in the society. In Japan, modernization not only has changed the economic, political, social and cultural aspects in the lives of the Japanese people, but it also has set off some changes in the funeral ceremonies and death rituals. The changes are not only in the way the ceremonies and rituals are conducted, but the meanings of the death rituals also shifted.
In line with the excessive western products and cultures imported to Japan since the modernization era, westerners' way of thinking such as individualism has doubtlessly affected the Japanese way of life. However, what scholars and researchers named "Japanese Individualism" is actually "koseiteki" or individual characteristics. The tendency of the Japanese people to show their individual characteristics is what eventually started a new form of funeral ceremony: "Jibunrashii Osoushiki" - a funeral ceremony which follows the character or personality of the deceased.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosi Meidina
"Upacara kematian merupakan sebuah ritual yang tidak dapat dihiraukan pelaksanaannya dalam setiap bangsa, termasuk Jepang. Sejak zaman Edo, upacara kematian di Jepang mengalami berbagai perkembangan Ide dari pembentukan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan upacara kematian (sougisha 葬儀社 そうぎしゃ) muncul karena banyaknya permintaan untuk menyewa atribut dan mengatur perpindahan atau transportasi jenazah. Landasan teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu pengertian komodifikasi menurut Bagdikian. Pengertian komodifikasi tersebut menjadi acuan bagi penulis untuk menganalisis proses komodifikasi yang terjadi pada upacara kematian di Jepang. Keseluruhan proses penanganan jenazah pada masa sekarang dilakukan oleh pengusaha sougisha. Upacara kematian mengalami profesionalisasi dan formalisasi yang sehingga tekanan dari proses tersebut telah mengubahnya sebuah komoditas.

Funeral ceremony is a ritual which implementation cannot be ignored in every country, including Japan. Since the era of Edo, Japanese funeral ceremony has experienced many developments. The idea of creating Japanese funeral companies emerged because of there were high demands to rent the attributes of funeral ceremony and to arrange the transportation of the deceased. In this thesis, writer uses the definition of commodification stated by Bagdikian as the basic in analyzing the commodification process that Japanese funeral has experienced. The whole process of taking care of the deceased in recent years has been done by the Japanese funeral company. Japanese funeral has been changed by the profesionalization and formalization into a commodity."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13794
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Simanjuntak, Hotma
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glenn Peter Thomas
"ABSTRAK
Dalam masyarakat pertanian yang ada di desa-desa, ternyata pertukaran sosial maupun ekonomi dilakukan secara ekstensif, meliputi berbagai aspek kehidupan. Salah satu arena dimana pertukaran sosial terwujud ialah dalam upacara sekitar daur hidup (life cycle) Salah satu upacara daur hidup ialah upacara kematian. Dalam upacara kematian, pertukaran sosial dapat berbentuk saling memberikan tenaga bantuan, benda-benda, termasuk hewan, dalam hal kerbau dan babi yang dipergunakan sebagai hewan sesaji dalam pelaksanaan upacara kematian tersebut. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hydriana Ananta Win
"Salah satu dari tiga peristiwa penting dalam kehidupan orang Cina penganut ajaran Khonghucu adalah kematian. Oleh karena itu mereka ingin melaksanakan upacara pemakaman dan perkabungan secara benar sesuai dengan ajaran Khonghucu. Ajaran Khonghucu di Indonesia telah bercampur dengan unsur-unsur ajaran dari Buddha dan Dao. Keinginan untuk melaksanakan ajaran Khonghucu secara murni membuat kelompok masyarakat peranakan Cina di Indonesia membentuk organisasi kemasyarakatan yang bernama MATAKIN. Melalui MATAKIN inilah penganut ajaran ini setahap demi setahap mereformulasikan ajaran Khonghucu di Indonesia, termasuk di dalamnya terdapat tata upacara kematian. Untuk melihat pelaksanaan tata upacara kematian yang telah direformulasikan oleh MATAKIN, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lapangan di Kecamatan Cimanggis dan Cibinong. Alasan pemilihan kedua daerah ini adalah karena disana terdapat cabang dari organisasi MATAKIN di tingkat DATI II yaitu MAKIN. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kelompok masyarakat peranakan Cina penganut Khonghucu di kecamatan Cimanggis dan Cibinong telah melaksanakan tata upacara kematian dengan cara-cara yang telah direformulasikan oleh MATAKIN melalui MAKIN nya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninawati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Saraswati
"Kematian merupakan salah satu tahap dalam lingkaran hidup yang pasti akan dilalui oleh setiap manusia di dunia. Dalam agama Buddha Jepang sendiri, manusia yang meninggal tidak akan terputus begitu saja hubungannya dengan dunia ini karena kapanpun ia bisa `kembali' untuk melihat dunianya yang dulu. Yanagita Kunio dalam konsepnya mengenai arwah Ieluhur, mengatakan bahwa meskipun manusia meninggal, rohnya akan tetap tinggal di tempat dimana ia berada selama hidupnya, dan tidak akan pergi jauh.Kematian juga bukan berarti terpisahnya manusia dari kehidupan. Justru kematian merupakan awal dari kehidupan yang baru setelah manusia menjalani hidup di dunia ini atau kono yo. Kehidupan baru itu disebabkan karena manusia akan menjalani reinkarnasi di antara enam alam yang disebut dengan rokudo. Enam alam itu adalah jigoku (neraka), gaki (alam setan kelaparan), chikusho (alam hewan), alam manusia, alam ashura, dan alam dewa. Menurut agama Buddha, karena kematian merupakan salah satu tahap dalam lingkaran hidup yang memegang peranan panting dalam proses reinkarnasi, ritus untuk menangani kematian tersebut diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Upacara kematian yang diselenggarakan di Jepang ini dilakukan tidak hanya dalam tata cara agama Buddha saja namun juga dalam tata cara agama Kristen (khatolik dan Protestan), Shinto maupun mushukyo (tidak beragama). Meskipun beraneka ragam, upacara kematian yang dilakukan di Jepang sebagian besar umumnya masih dalam tata cara agama Buddha atau bukyo sogi.Upacara kematian menurut agama Buddha di Jepang ini mempunyai kaitan dengan leluhur karena upacara kematian itu sendiri merupakan awal dari proses dimana manusia akan menjadi sosen (leluhur). Setelah upacara kematian, arwah orang yang meninggal itu akan melalui proses upacara peringatan yang dibuat oleh keluarga almarhum yang disebut dengan hoji. Setelah hoji yang terakhir yaitu tomurai age, barulah arwah orang yang meninggal itu bisa masuk ke dalam kelompok Ieluhur dan menjadi sorei (arwah leluhur). Untuk memelihara arwah leluhur supaya tetap menjaga kelangsungan dan keselamatan ie-nya, para keturunannya mengadakan upacara persembahan secara periodik seperti Obon matsuri yang tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati arwah leluhumya. Selain itu, upacara tersebut juga mempunyai makna lain yaitu untuk menjaga kontak antara kono yo (dunia ini) dengan ano yo (dunia orang mati)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13888
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>