Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91657 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nuralda Rivanella Martha
"Tesis ini menunjukkan bahwa di dalam masyarakat perkotaan yang bersifat impersonal, anonimiti dan superfisial, komuniti masih dapat terbentuk. Penelitian dilakukan di cluster Riverpark II yang tergolong permukiman menengah-atas, di kawasan real estate Bintaro Jaya, Tangerang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi untuk menunjukkan proses pcmbentukan komuniti, keteraturan hidup bersama dan sosialibilitas; menunjukkan hambatanhambatan dalam kehidupan komuniti serta penanganannya; dan menunjukkan pengaruh desain terhadap komuniti.
Dalam tesis ini saya tunjukkan bahwa dalam suatu permukiman yang ditata olch pengembang, komuniti yang terbentuk terbatas pada komuniti spasial. Desain tata ruang dapat mempengaruhi sosialibilitas tetapi komuniti tidak ditentukan oleh sosialibilitas. Batas-batas sosial merupakan hambatan di dalam komuniti karena berarti lebih mementingkan privasi dari kebersamaan. Faktor kepemimpinan juga memainkan peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan komuniti sebagai inisiator, penggerak kegiatan kebersamaan, dan panutan.
Komuniti di Riverpark II tidak didasarkan old adanya ikatan emosional yang kuat walau memiliki sosialibilitas yang cukup kental, melainkan pada mekanisme organisasi paguyuban yang dijalankan secara rasional untuk mengatur hal-hal menyangkut kepentingan bersama. Tesis ini juga menunjukkan bahwa proses pembentukan komuniti Riverpak II masih terus berlangsung dan akan selalu berada di antara kutub community dan society seperti dikemukakan oleh Tonnics dan Durkheim. Saat ini kecenderungan komuniti Riverpark II sedang bcrgeser ke arah society. Pergeseran ini juga menjelaskan bahwa kehidupan kebersamaan akan cenderung mencari keseimbangan antara kebutuhan internal warga dan pengaturan eksternal, atau keseimbangan antara kehidupan privat dan publik warga.

This thesis shows that in urban society that characterized by impersonality, anonymity, and superficial relationships, the creation of community could still occurs. This research was done in Riverpark II cluster, which belongs to middle to upper social economic class, in real estate Bintaro Jaya, Tangerang. With qualitative method research and ethnographic approach, this research has purposes to show the creation of community, social order in communal life and socialibility; to show obstacles stand in the way and being overcome, to show design influence on community.
This thesis shows the creation of community in Riverpark II as a new-planned settlement built by developer is limited to spatial community. The space-design in the settlement could generate or deter socialibility, community is not defined by socialibility but precedes it. Leadership also plays crucial role in community vialibility connected with the apathy held by some residents of Riverpark II Community in Riverpark II is not based on strong social-emotional ties although socialibility is quite good but based on organizational mechanism called `Paguyuban' which is driven rationally to achieve common interests.
This thesis also shows that the creation of community in Riverpark II is still processing and will always stand between two polars, community and society-stated by Tonnics and Durkheim. Nowadays, the tendency of Riverpark 11 is shifting to society. This shifting explains that collective living tends to seek equilibrium between internal needs versus external enforcements, or between private and public living of residents.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini
"Skripsi ini mengkaji tentang pengalaman menjadi penari dance cover dan pembentukan communitas di agensi PAOW DC. Melalui wawancara dengan lima anggota PAOW DC dan mengamati perilaku serta aktivitas mereka di komuniti dance cover saya melihat adanya proses belajar, refleksi dan pembagian pengalaman, dalam perilaku kolektif di agensi PAOW DC. Proses belajar terjadi karena anggota PAOW DC menghadapi situasi berbeda dengan kesehariannya yakni proses sosial yang terjadi di komuniti dance cover. Dalam proses tersebut mereka mendapatkan pengalaman individual yang nantinya akan direfleksikan di dalam agensinya. Refleksi dari pengalaman tersebut akan dialami oleh anggota PAOW DC yang lain sehinggga bersifat intersubjektif. Mereka berinteraksi dan membagikan pengalaman kemudian dapat membentuk communitas di agensinya. Hasilnya adalah mereka bisa bertahan pada kerasnya persaingan di komuniti dance cover karena empati, saling terbuka, menghargai, serta ikatan yang kuat antar anggotanya.

This study focus on the experience of being a dance cover performers and forming a communitas at PAOW DC agency. We comprehend the process of learning, reflection and sharing experiences in collective behavior at the PAOW DC agency through interviews with five of their members and observing their behavior and activities in the dance cover community. The learning process occurs as PAOW DC members encounter a different situations from their daily lives, specifically the social processes that ensue in the dance cover community. They gain individual experiences in the process, which will later be reflected in their agency. Reflections from these experiences will be witnessed by other PAOW DC members so that it is tend to be intersubjective. They are interacting and share experiences in forming a communitas within the agency. The outcome is they are able to withstand the intense competition in the dance cover community for their empathy, mutual openness, respect, and strong bonds amongst members."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarwindah
"ABSTRAK
Keterbatasan lahan merupakan suatu kendala dalam memenuhi kebutuhan perumahan bagi warga perkotaan. Ditambah dengan arus urbanisasi dan pertambahan penduduk mengakibatkan munculnya daerah permukiman yang kumuh dan tidak memenuhi standar kesehatan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengambil suatu kebijakan membangun rumah susun dengan pendekatan membangun tanpa menggusur sehingga masyarakat memperoleh berbagai keuntungan dalam memenuhi kebutuhan rumahnya.
Perubahan tempat tinggal dari rumah tipe horizontal ke tipe rumah susun merupakan kendala sendiri bagi warga penghuninya. Hal ini disebabkan adanya fasilitas bersama dan kondisi lingkungan sosial baru yang memerlukan adaptasi, dan berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan bersama yang memerlukan partisipasi bagi penghuninya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola adaptasi penghuni rumah susun terhadap adanya perubahan lingkungan fisik dan sosial tempat tinggal mereka. Penelitian bersifat deskriptif kualitatif, yaitu menerangkan berbagai gejala dan fenomena yang berkaitan dengan pola adaptasi terhadap lingkungan di rumah susun Kemayoran.
Teknik pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan pedoman wawancara. Responden dalam penelitian ini adalah i..bu rumahtangga yang tinggal di lokas.i rumah susun paling sedikit 2 tahun dan mempunyai anak berusia 12 tahun ke bawah. Pendekatan partisipatif dilakukan untuk memperoleh gambaran kehidupan warga lebih nyata dan mendalam.
Dari analisis terhadap variabel penelitian diketahul bahwa tingkat pendidikan responder mempunyai pengaruh terhadap partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan bersama. Makin tinggi tingkat pendidikan warga, makin tinggi kesadaran mereka dalam partisipasi pengelolaan lingkungan.
Kondisi bangunan rumah susun menyebabkan hubungan warga secara fisik lebih dekat dibanding rumah horizontal. Namun demikian, pola komunikasi antar warga kurang akomodatif terhadap pemecahan masalah-masalah yang ada. Sikap toleransi yang dikembangkan cenderung .bertujuan untuk sekedar menghindari konflik terbuka, dan belum merupakan suatu penerimaan atau penyelesaian dari sumber permasalahan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penghuni untuk tetap bertahan tinggal di rumah susun adalah berbagai fasilitas dan sarana ekonomi yang memberikan peluang guna meningkatkan penghasilan. Kemampuan warga dalam memanfaatkan sarana ekonomi ditambah kemampuan menyesuaikan antara jumlah anggota keluarga dengan luas ruang hunian, telah dapat mengangkat status sosial ekonominya. Selanjutnya dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih baik penghuni akan mempunyai kesempatan dan kemampuan melakukan penyesuaian diri di tempat tinggalnya. Hal ini membuktikan adanya hubungan timbal balik antara status sosial ekonomi dengan kemampuan warga beradaptasi.
Selanjutnya persepsi dan kesadaran warga tentang masalah-masalah yang menyebabkan lingkungannya berkesan kumuh akan memotivasi mereka mengadakan berbagai kegiatan dan berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kondisi lingkungan yang lebih baik. Dengan demikian motivasi untuk berpartisipasi akan mempermudah proses penyesuaian penghuni terhadap kondisi fisik dan sosial di lingkungan permukiman yang baru.

ABSTRACT
The limited size is an obstacle to meet the housing demand of the people, especially in urban areas. Additional, urbanization and population, resulted in the establishment of unsanitary housing and its environment. To overcome the problems, the government took the policy of building high-rise apartments. The approach was development without condemnation so that the people will gain various advantages in meeting their housing need.
The change of horizontal housing in vertical type is a constraint the inhabitants. This is brought about by the presence of joint facilities and new social environment which need adaptation and various activities environmental management that need participation of all the respective inhabitants.
This research is aimed to know the apartment inhabitants' adaptation pattern in correlation with the changing housing type including the physical and social environment. The study is qualitative descriptive in nature. It describes the various behavioral phenomena of the inhabitants in the Kemayoran environmental apartment.
The data is collected by doing in depth interview as well as using guided structured interview as re-search instrument. The respondents of this research are housewives who have lived in Kemayoran Apartment minimally two years and over and they have children of not more than 12 years old. Participative approach was carried out to get a picture of the real life style of the inhabitants.
From the results of research variable analysis disclosed that respondents' education have influence towards their participation in managing the apartment environment and common living area. If higher education wider the participation.
The condition of the apartment building caused the inhabitants' inter-relationship, physically; closer to each other than in horizontal housing. Nevertheless, the communication pattern among them tends to be unaccommodative towards solving the existing problem. The developed tolerance attitude was meant to avoid open conflict, not an acceptance or a solution to the source of the problem.
Some economic facilities in the apartment environment provide opportunities to the inhabitants in obtaining additional income as well as increasing their social economic condition. This is one factor that motivated the inhabitants to choose living at Kemayoran Apartment permanently. The inhabitants' ability to make use of the economical opportunity and their ability to adapt between the number of family members and size of their housing space showed their effort towards adaptation. It proved that there is interdependency and reciprocal relationship between the increasing social economy and inhabitants' ability towards adaptation.
Further more the inhabitants awareness concerning the problems which caused their environment look dirty will motivate them to conduct activities and participate to increase better environmental condition. So it proved that motivation to participate will facilitate the adaptation process of inhabitants towards their physical and social environment in their new housing settlement.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Prasetyo
"Komunitas Basis, merupakan suatu konsep yang sedang dikembangkan oleh organisasi Gereja Katolik yang diwakili oleh mereka yang berada di Konferensi Wali Gereja Katolik Indonesia. Keinginan untuk mengembangkan komunitas Basis ini sudah dicanangkan sejak konsili Vatikan II, yaitu suatu pertemuan antara Para kardinal sedunia. Kardinal adalah pimpinan tertinggi gereja Katolik dalam suatu negara. Kemudian dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2000, keinginan ini dipertegas dengan dikeluarkannya kebijakan untuk mengembangkan komunitas basis di keuskupan masing-masing. Keuskupan adalah batas wilayah administratif yang dalam pemerintahan dapat disejajarkan dengan propinsi. Namun untuk satu wilayah keuskupan tidak terbatas pada satu propinsi saja, seperti misalnya keuskupan Agung Jakarta yang meliputi juga daerah Bekasi, Tangerang, serta Banten.
Awal ketertarikan peneliti untuk mengkaji komunitas basis didasarkan pada adanya antagonis, antara struktur gereja yang hirarki dengan pola yang top down dengan komunitas basis yang justru berangkat dari bawah. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana suatu organisasi yang sedemikian hirarkinya mengeluarkan kebijakan untuk mengembangkan suatu gerakan yang bottom up.
Sejalan dengan berlangsungnya pengumpulan data dan analisa data yang ada, maka topik penelitian ini mengalami beberapa kali perubahan, yang di dalam penelitian kualitatif hal itu sangat dimungkinkan. Jika pada awalnya peneliti tertarik untuk mengkaji perkembangan komunitas basis, maka pada akhirnya penulis justru tertarik untuk mengkaji mengenai konsep komunitas basis yang berkembang. Tidak adanya batasan yang baku serta batasan operasional yang ditetapkan oleh organisasi gereja katolik membuat begitu banyaknya variasi yang berkembang bukan hanya di kalangan umat (tercatat ada 21 variasi) tetapi juga di kalangan mereka yang berada di lingkungan struktur organisasi gereja katolik.
Dengan memakai kerangka pemikiran dari Coleman tentang modal sosial, Marx dan Gramsci tentang keberadaan basis di dalam dan di luar struktur, serta pemikiran Mannheim dan Berger tentang pengetahuan, maka peneliti memulai penelitian dengan mengajukan permasalahan yaitu, Apakah Komunitas Basis hanya merupakan gagasan utopis (tipe ideal) yang tidak akan mungkin terjadi? Pertanyaan mendasar ini dijabarkan lebih jauh dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: Apakah ada batasan (definisi) baku mengenai komunitas basis? Apakah ada ukuran baku yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan komunitas basis? Apakah komunitas basis merupakan suatu dasar dari struktur organisasi Gereja katolik? Apa yang disebut basis di dalam komunitas basis? Dalam menjawab pertanyaan penelitian, maka hipotesa kerja yang digunakan peneliti sebagai berikut: pertama: Tidak adanya batasan baku yang operasional di kalangan umat, bahkan di pusat hirarki membuat komunitas basis saat ini hanya merupakan gagasan utopis. Hipotesa kerja Kedua: ketika komunitas basis berada di luar struktur organisasi gereja, maka pengaruh top down dari hirarki menjadi hilang (setidaknya berkurang) dan komunitas basis dapat berkembang, serta hipotesa ketiga: komunitas basis merupakan bentuk potensial terbentuknya sekte-sekte di kalangan gereja Katolik, jika konsep komunitas basis disalahartikan sebagai gerakan kebebasan untuk melawan struktur yang ada.
Dalam mengkaji hipotesa kerja ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dan penelitian ini termasuk ke dalam grounded research. Metode utama yang digunakan adalah wawancara mendalam yang dilakukan terhadap tiga orang informan. Peneliti memutuskan hanya tiga informan, karena dari ketiganya terdapat variasi jawaban yang berbeda tentang konsep komunitas basis, dan untuk mendukung alasan peneliti ini, maka dilakukan penyebaran angket terhadap 50 responden. Dari penyebaran terhadap 50 responden, angket yang kembali sejumlah 37 buah. Metode lain yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber beberapa buku tentang komunitas basis, dokumen-dokumen, serta beberapa majalah yang terkait, serta dimasukkan pula hasil refleksi atas pengalaman peneliti yang berkait dengan komunitas basis.
Hasil penelitian yang dapat disampaikan dalam hasil karya ini antara lain terdapatnya banyak variasi tentang pemahaman umat tentang komunitas basis. Hal ini disebabkan gereja sendiri tidak memiliki batasan yang baku tentang komunitas basis. Pada akhirnya komunitas basis hanya merupakan gagasan yang utopis yang tidak akan pernah terjadi, dan hal ini juga diakui oleh ketiga informan. Komunitas basis yang (boleh dikatakan) sudah berkembang saat ini adalah komunitas basis yang berada di luar struktur gereja. Mereka dapat berkembang karena tidak adanya campur tangan organisasi gereja. Dalam melihat komunitas basis kita bisa klasifikasikan ke dalam empat tipologi, yaitu komunitas basis yang berada di dalam struktur yang sejalan dengan pemikiran Marx tentang basis, serta komunitas basis yang berada di luar struktur yang sejalan dengan pemikiran Gramsci. Baik di dalam maupun di luar struktur, komunitas basis bisa merupakan gerakan yang menopang maupun yang melawan struktur. Gerakan komunitas basis yang dijadikan sebagai perlawanan terhadap struktur merupakan gerakan yang potensial untuk menjadi sekte-sekte atau sel-sel yang ada di dalam struktur gereja.
Hambatan utama terhadap perkembangan komunitas basis adalah budaya kemapanan dan budaya patriarki. Kedua faktor ini sulit untuk dihilangkan karena sudah berlangsung lama. Perlu perombakan yang menyeluruh agar kedua budaya ini dapat dihilangkan. Akhirnya Peneliti sampai kepada keinginan untuk memberikan masukan kepada Gereja Katolik agar membuat batasan yang lebih baku dan operasional tentang komunitas basis.
Ketika batasan yang baku sudah ada, maka sosialisasi hingga ke tingkat bawah (umat) juga perlu dilakukan, agar terdapat kesamaan pengetahuan antara umat yang satu dengan yang lain. Dan dari semua konsep yang ada tentang komunitas basis, maka konsep yang digagas oleh Frans Magnis Suseno, menurut peneliti merupakan konsep yang paling tepat untuk dijalankan dalam konteks Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Fina Halun Djata
"Fungsi Abeh Dalam Mengintegrasikan Masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu merupakan topik penelitian ini. Keberadaan Abeh sebagai sebuah simbol yang diyakini masyarakat berfungsi sebagai penyelamat dan pemersatu masyarakat jika ada bahaya yang menyerang dari luar desa. Fenomena yang menarik dari keberadaan Abeh ini adalah keberadaannya sebagai simbol dalam masyarakat tradisional yang diistilahkan dalam kajian sosiologi sebagai masyarakat mekanik sementara itu masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu ini hidup dalam arus modernisasi. Dua tipe masyarakat hidup dalam satu komunitas dengan nilai yang berbeda. Permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah Fungsi Abeh dalam mengintegrasikan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu dengan pertanyaan apa fungsi Abeh bagi masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu, bagaimana Abeh sebagai simbol mengintegrasikan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu dan faktor-faktor apa yang dapat menghambat fungsi Abeh dalam mengintegrasikan Masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu.
Atas dasar pokok permasalahan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu penjelasan ilmiah tentang fungsi Abeh dalam mengintegrasikan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu secara komprehensif dalam dimensi sosial budaya masyarakat desa.
Kerangka teoritik, menggunakan kerangka berpikir keberfungsian dengan menggunakan teori fungsionalisme perspektif Emile Dukheim, Radcliffe-Brown dan Malinowski, dengan memandang bahwa adanya bagian-bagian sistem hanya diterangkan atau dijelaskan oleh keseluruhan atau tatanan sosial, dimana bagian-bagian itu menjalankan fungsi dari tujuan keseluruhan. Menurut aliran ini bahwa suatu sistem selalu berkaitan dengan fungsi, suatu sistem itu terdiri dan sejumlah unsur yang berfungsi secara timbale balik yaitu saling memberi, saling menerima guna memelihara keseimbangan suatu entitas sistem tertentu. Dalam aliran ini bahwa masyarakat harus dilihat secara holistik sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian dan terdapat nilai-nilai konsensus yang menggerakkan terjadinya keseimbangan atau integrasi yang dinanlls. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metodologi dengan menggunakan teknik wawancara mendalam atau indepth Interview, disamping itu agar penulis bisa menemukan data yang lebih akurat, spontan dan data baru maka penulis juga menggunakan teknik observasi partisipasi atau pengamatan terlibat. Penulis selama beberapa bulan mengamati secara langsung dan ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan subjek. Melalui metode penelitian ini penulis menemukan bahwa fungsi Abeh bertitik tolak dari pengalaman masa lampau yaitu sebagai penyelamat dan pemersatu masyarakat jika dalam bahaya yang datang dari luar komunitas dan hampir tidak relevan lagi jika ditinjau dalam konteks kekinian. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Data yang ada kemudian diinterpretasikan.
Kesimpulan, fungsi Abeh sebagai penyelamat dan mempersatukan masyarakat Dayak Ma'anyan di Desa Dayu lebih pada zaman lampau, masyarakat terintegrasi dan memiliki solidaritas bersama seperti sekarang ini, bukan karena fungsi Abeh tetapi lebih nampak disebabkan oleh adanya rasa sentimen yang sama atau identitas yang sama sebagai sesama orang Dayu.
Saran-saran yang dapat diajukan adalah perijinan untuk mengadakan kegiatan perlu dikaji ulang terutama masalah perjudian yang amat mendoinasi. Hal itu perlu secepamya dilakukan agar orang tidak salah interpretasi tentang makna upacara itu diadakan. Ada pembatasan yang jelas antra perayaan dan waktu ritual; ada pengkajian ulang tentang gagasan re-integrasi untuk usaha-usaha pemaknaan fungsi Abeh dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih cocok dengan kebutuhan masyarakat dimana makna dan fungsi Abeh menjadi ikatan dari masyarakat yang lebih luas lagi.
Perlu pengembangan lebih jauh tentang fungsi Abeh, yaitu kajian lintas fungsi maksudnya adalah pengembangan untuk bidang ilmu dan hiburan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Jaka Riswantara
"Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran penerapan program Therapeutic Community (TC) dalam pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Adapun pokok-pokok pikiran dari tulisan ini adalah :
1. Tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan, yakni upaya pembinaan yang bermuara pada fungsi reintegrasi soaial bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
2. Upaya pembinaan Narapidana dilakukan untuk membentuk individu yang memiliki good personal adjustment dan prosocial behavior.
3. Metode TC merupakan salah satu metode yang bertujuan untuk tercapainya perilaku yang mengarah kepada perubahan diri dari penyimpangan sosial kearah perilaku sosial yang bisa diterima
4. Dalam pelaksanaan pembinaan masih dihadapkan dengan masalah kuatnya pengaruh perilaku negatif Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Oleh karena itu masalah yang penulis angkat dalam tugas akhir ini adalah bagaimana menerapkan program TC untuk mengurangi perilaku negatif Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.
5. Untuk menjelaskan arti pentingnya metode TC, penulis melakukan kajian dengan menggunakan teori FIRO-B.
6. Melalui treatment yang diberikan dalam program TC diharapkan para Narapidana dapat memperoleh keyakinan dalam dirinya, sehingga bisa merubah perilaku yang semula menyimpang dari norma menjadi perilaku yang bisa diterima oleh masyarakat.
7. Melalui beberapa penyesuaian, Metode TC dipandang sangat efektif dalam merubah perilaku Narapidana sehingga dapat diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan.
8. Sehubungan dengan penerapan metode TC, salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan, yaitu morning meeting guna mengurangi perilaku negatif Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mieke Miarsyah
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T40157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Novi Nurmayni
"ABSTRAK
Banyaknya komunitas online yang bermunculan membuat banyak orang berminat untuk masuk ke dalam komunitas online. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya masyarakat kota yang masuk ke dalam komunitas online nebengers, yang dari awal terbentuknya pada tahun 2011 hingga 2015 sudah memiliki jumlah anggota sebesar 83.000. Hal yang menarik dalam fenomena ini adalah apa yang membuat masyarakat kota ingin masuk ke dalam komunitas online yang mereka sendiri tidak tahu siapa anggotanya, seperti yang diketahui bahwa kegiatan yang terdapat di nebengers hanya mengandalkan trust. Penulis berargumen bahwa masuknya sesorang ke dalam komunitas online karena adanya perubahan makna masyarakat dalam melihat komunitas yang kemudian mempengaruhi arti trust anggota terhadap komunitas. Studi ini menemukan bahwa banyaknya anggota yang masuk ke dalam komunitas nebengers bukan karena adanya kesamaan etnis, darah atau agama, namun mereka melihat nebengers sebagai komunitas yang dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Selain itu kegiatan offline merupakan hal yang penting untuk membangun trust di nebengers. Studi ini menggunakan kasus komunitas nebengers dengan menggunakan metode kualitatif berupa wawancara mendalam agar informan lebih terbuka dalam penyampaian informasi terkait dengan studi ini.

ABSTRACT
Nowadays, the emergence of many online communities made numerous people become interested to join it. Those phenomena arguably could be seen from various people in urban area who joined nebengers, a online community that occurred in most Indonesian cities, which was formed in 2011 and as of 2015 had 83.000 members. The thing that makes this phenomena interesting is, what makes people in urban area intrigued to join online community where they don’t know the member but still rely its trust in being nebengers. Seeing that, i would argued that the reason why someone joined the online community happened because there is a change of meaning on how society perceive the community, which subsequently would affect the meaning of trust among members toward the community. From this article, it is found that those who joined nebengers are triggered by ones perception where nebengers may well resolve the public transportation-related problems which they encountered. Altough nebengers is a online community, however the sense of trust apparently occurred because there are offline activities which were built together. This article focused on the case of nebengers by using qualitative methodology where in-depth interview are chosen to make key informants more open regarding relevant information."
Depok: [Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, ], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dayat Trihadi
"ABSTRAK
Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat melalui puskesmas masih berorientasi pada gangguan jiwa belum menyentuh upaya promotif untuk kelompok yang sehat terutama anak dalam tahap perkembangan, disamping itu orang tua belum mengetahui kebutuhan perkembangan anak usia kanak-kanak. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang pengaruh Terapi kelompok terapeutik terhadap kemampuan keluarga dalam memberikan stimulasi perkembangan dini usia kanak-kanak di kelurahan Bubulak Bogor. Desain penelitian adalah ”Quasi experimental pre-post test with control group”. Sampel adalah cluster random sampling dengan sampel sebanyak 108 keluarga. Terapi kelompok terapeutik merupakan bentuk terapi keperawatan jiwa yang membantu mencegah masalah kesehatan, mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok dan meningkatkan kualitas antar anggota kelompok untuk mengatasi masalah kesehatan. Terapi kelompok terapeutik dilakukan pada kelompok intervensi dengan enam sesi pertemuan dimana masing-masing sesi mendiskusikan tentang bagaimana memberikan stimulasi dari aspek motorik, kognitif, emosi, psikososial dan diskusi pengalaman memberikan stimulasi perkembangan pada anaknya. Kemampuan kognitif dan psikomotor keluarga dalam memberikan stimulasi perkembangan dini usia kanak-kanak diukur dengan menggunakan kuesioner dan evaluasi diri, kemudian dianalisis menggunakan statistik. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor secara bermakna (p-value<0,05). Peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor lebih tinggi secara bermakna pada keluarga yang mendapat terapi kelompok terapeutik dibandingkan dengan yang tidak mendapat terapi kelompok terapeutik (p-value<0,05). Penelitian ini menjelaskan pengaruh pelaksanaan terapi kelompok terapeutik dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan stimulasi perkembangan dini usia kanak-kanak. Terapi kelompok terapeutik direkomendasikan untuk dilakukan pada tatanan pelayanan kesehatan di masyarakat sebagai bentuk pelayanan kesehatan jiwa bagi keluarga yang mempunyai anak pada tahap tumbuh kembang.

ABSTRACT
Comunity mental health service with public health care still oriented to mental illness, but hasn’t promoted yet for the health group child in growth and development, beside that the parent didn’t know about knowledge child with growth and development. Therapeutic Group Therapy is one of the nursing mental therapy to help the member prevent from health problem, educate and develop of potention and increase ability group of member to solve the health problem. Theme of this research is influence of therapeutic group therapy to family in take early stimulation for toddler in district of Bubulak, Bogor. The aimed of this research was to get comprehensive picture about of influence therapeutic group therapy to family ability in take early stimulation for toddler. Design of this research was using “Quasi experimental design with pre post test approach on intervention and control group. A sample consist of 108 responden was chosen by using cluster random sampling. Therapeutic group therapy has been done at intervention group with 6 session to discuss, sharing with member, sharing about how to give early child stimulation in motoric, cognitive, emotion and psikosocial aspect. The cognitive and psychomotor ability family to give early child stimulation are valued by using cognitive instrumen and self evaluation for psychomotor instrumen, and then the results of quetioners analyzed by using statistic method. Results of this research showed significant increase of cognitive abilty and psychomotor ability in take early child stimulation with p value < 0,05 indicated the existence of meaning difference on family abilty in take early child stimulation before and after therapeutic group therapy. This research showed significant comparation of cognitif ability and psychomotor ability in give early stimulation between group with therapeutic group therapy and neither p value < 0,05. This research explain about influence of therapeutic group therapy increase family abilty in take early child stimulation. It recommended to do regulary of therapeutic group therapy in the community based as community mental health for familiy who have child with growth and development stage.
"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>