Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136860 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahri Helmi Zacky
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tantangan bagi Erdoğan dan AKP dalam memelihara kekuasaannya di Turki. Pasalnya, situasi ekonomi Turki yang sedang melemah serta persaingan politik domestik yang semakin ketat akan menuntut Erdoğan untuk berupaya lebih keras guna memelihara kekuasaannya dengan memenangkan pemilihan umum Turki 2023. Salah satu upaya yang dilakukan di tingkat internasional adalah penguatan hubungan bilateral dengan Israel. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif.Temuan data diperoleh melalui kajian kepustakaan terhadap berbagai sumber cetak maupun digital seperti laporan, artikel ilmiah, dan buku yang membahas mengenai pemikiran politik Erdoğan dan situasi politik domestik di Turki, serta sejarah hubungan Turki dan Israel. Penelitian ini menggunakan paradigma realisme politik Morgethau dan teori eksistensial Huntington. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penguatan hubungan diplomatik Turki-Israel merupakan salah satu strategi Erdoğan dalam memelihara kekuasaannya. Akan tetapi, strategi ini bukanlah faktor kunci kemenangan Erdoğan akan tetapi bersifat pendukung. Meskipun posisi Erdoğan dan AKP cukup kuat dalam politik domestik di Turki, akan tetapi berbagai tantangan ekonomi maupun politik di tingkat domestik ataupun global menuntut penyelesaian agar peluang kemenangan serta stabilitas Turki terjaga.

The background of this research is from the defiance of Erdoğan and the AKP in maintaining their power in Turkey. The weakening of Turkish economy and the strengthening of Turkish domestic politics competition enforce Erdoğan to work harder in order to maintain his power by winning 2023 Turkish election. One of the efforts at international level is the strengthening of bilateral relations with Israel. This research used qualitative method. The data were obtained by library research from various printed and digital sources such as reports, scientific journals,and books that analyze Erdoğan’s political framework, the current situation of Turkish domestic politics and history of Turkish-Israeli relation. This research used political realism Morgenthau paradigm and existential theory Huntington. The results of this research concluded that one of Erdoğan’s strategies to maintain his power by strengthening Turkish-Israeli relation. However, this strategy is not the main factor of Erdoğan’s triumph, but it’s solely a supporting factor. Even though Erdoğan’s position is still dominant in Turkey, but the economy and political issues both in domestic or global need to be done, in order to protect Erdoğan’s chance of winning and Turkish stability."
Jakarta : Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Laktamilena
"Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai upaya yang dilakukan pemerintahan Erdogan untuk dapat menstabilkan politik di Turki selama periode tahun 2003-2011. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Adapun hasil penelitian ini menjelaskan bahwa selama periode tahun 2003-2011, pemerintahan Erdogan mencoba untuk menciptakan stabilitas politik melalui stabilisasi ekonomi di Turki. Hal ini dikarenakan, dengan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan dapat menekan tingkat protes sipil dan konflik etnis; mencegah kudeta militer; dan pemerintahan mendapat legitimasi untuk tetap dapat bertahan. Dengan demikian, stabilitas politik di Turki dapat terwujud.

Kata Kunci : Pemerintah Erdogan, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, Turki.


This paper research focuses on the efforts of Erdogan‟s government in making policies to stabilize the politics in Turkey during 2003-2011. The type of this research is a qualitative research with descriptive design. The result of this research shows that during 2003-2011, Erdogan‟s government attempted to create political stability by stabilizing the economy in Turkey. Because, with the economic stability and economic growth, the rate of civil protest and ethnic conflict will decrease; It would prevent a military coup d‟etat; and government will gain the legitimacy to survive. Thus, political stability can be realized."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Okvivio Vergina Gihoni
"Penelitian ini membahas tentang perpanjangan konflik yang terjadi antara dua negara pecah belah yaitu Rusia dengan Ukraina. Dengan invasi yang dilakukan sejak tahun 2014, dan penyerangan kembali yang dilakukan pada tahun 2022, hal ini menyebabkan adanya krisis internasional yang disebabkan oleh Rusia. Dengan negara-negara lain menjadi aktor yang terdampak, mulai dari kenaikan harga energi, pertambahan pengungsi, maka nerbagai upaya dilakukan terutama oleh kawasan Barat, untuk dapat meredakan perselisihan ini dan juga untuk melemahkan kekuatan Rusia dalam penyerangan yang dilakukan terhadap Ukraina. Salah satu upayanya adalah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia. Mulai dari embargo ekspor impor, pembatasan transaksi perdagangan dan juga pemboikotan industri Rusia di negara-negara kawasan Barat. Dengan sanksi yang bertubi diberikan oleh banyak negara dari kawasan Barat, hal ini membuat Rusia juga melakukan pertahanan serta penyerangan balik sebagai respons Rusia menerima sanksi tersebut. Penelitian ini dibatasi dalam periode waktu 10 tahun terakhir, yaitu 2013 hingga 2023 dengan lingkup spasial Rusia, Uni Eropa dan juga Asia. Teori yang digunakan adalah Regional Security Complex melalui perspektif konstruktivisme dan membahas bagaimana pola geostrategi dan geopolitik Rusia berpengaruh dalam menjalankan kepentingannya untuk melakukan counter terhadap sanksi-sanksi yang diberikan kepada Rusia. Menggunakan metode analisis kualitatif studi kasus, penelitian ini berisi respons yang diberikan Rusia atas sanksi yang diberlakukan oleh kawasan Barat. Mulai dari perubahan geopolitik dan geostrategi Rusia, dan juga alasan Rusia melakukan alternatif kerjasama dengan negara-negara non-barat secara multisektoral, mulai dari bidang yang esensial hingga bidang-bidang yang bersifat low politics.

This research discusses the prolonged conflict between two divided countries, namely Russia and Ukraine. With the invasion that began in 2014 and the renewed attacks in 2022, it has led to an international crisis caused by Russia. Other countries have become affected actors, resulting in increased energy prices and a rise in refugees. Various efforts have been made, especially by Western nations, to alleviate this dispute and weaken Russia's power in its attacks on Ukraine. One such effort is the imposition of heavy sanctions on Russia, including export-import embargoes, trade transaction restrictions, and boycotting Russian industries in Western countries. With multiple Western countries imposing consecutive sanctions, Russia has responded with defense and counter attacks. The research is limited to the past 10 years, from 2013 to 2023, focusing on Russia, the European Union, and Asia. The theoretical framework used is the Regional Security Complex through a constructivist perspective, exploring how Russia's geostrategic and geopolitical patterns influence its efforts to counter the sanctions imposed. Using qualitative case study analysis, the research covers Russia's responses to the sanctions imposed by the Western region. This includes changes in Russia's geopolitical and geostrategic landscape, as well as the reasons behind Russia seeking alternative cooperation with non-Western countries across various sectors, ranging from essential to low-politics areas."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farranthi Shavitri
"Perkembangan peradaban manusia senantiasa diikuti oleh perkembangan kejahatan. Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat telah menjadi sumber kejahatan baru. Kemudahan transportasi dan perkembangan ekonomi dunia telah menyebabkan peningkatan kejahatan lintas negara hingga pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Transaksi dan peredaran gelap narkoba yang dilakukan oleh pelaku kejahatan terorganisir ternyata terus meningkat, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya narkoba.Hal inilah yang mendorong lahirnya Konvensi Tunggal Narkotika 1961 di New York, kemudian diamandemen menjadi Protokol 1972 tentang perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1962, Konvensi 1971 dan yang terakhir Konvensi 1988 yang merupakan penyempurnaan dari Konvensi 1961 yang telah diamandemen menjadi Protokol 1972 dan Konvensi 1971. Konvensi ini menganjurkan negara-negara yang turut menandatanganinya untuk membuat perjanjian internasional baik bilateral maupun multilateral agar ketentuan dan ketetapan dalam konvensi ini dapat dimaksimalkan dan diimplementasikan dengan baik.
Tujuan penelitian untuk mengetahui strategi kerjasama bilateral yang efektif dalam pemutusan jaringan sindikat narkoba internasional. Dari bahasan ini dapat ditarik dua variabel, yaitu Strategi Kerjasama bilateral sebagai Variabel bebas, dan Pemutusan jaringan sindikat narkotika internasional sebagai Variabel terikat. Kerjasama bilateral dan Narkoba sebagai Kejahatan transnasional dijadikan sebagai bahan kajian utama dalam penulisan ini dengan menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Analisis. Selain itu dalam menganalisis penelitian ini digunakan beberapa teori yaitu Hubungan Internasional, Kerjasama Bilateral, Transnational Organized Crime, teori ini digunakan karena adanya hubungan antara dua negara dan juga permasalahan narkoba sebagai kejahatan transnasional yang telah menjadi isu global.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa strategi kerjasama bilateral yang efektif adalah dengan membangun komunikasi yang baik antara dua negara yang melakukan kerjasama dan perlunya dilakukan evaluasi terhadap kerjasama yang dilakukan.

The development of human civilization constantly followed by the development of crime. The development of rapid information and technology has become the source of new crime. Ease of transportation and development of the world economy has led to an increase in transnational crime at the high level. Trades and illicit drug trafficking conducted by the organized crime apparently continues to increase, so it takes efforts to protect people from the drugs. This is what drives the issuance of the Single Convention on Narcotics Drugs 1961 in New York, and then amended to the Protocol 1972 on the changes 1962 Single Convention on Narcotic Drugs, the Convention 1971 and the Convention 1988. The Convention recommends that countries which participated to sign the Convention would make an agreement for bilateral and multilateral international in order the terms and provisions of the Convention can be properly maximized and implemented.
The purpose of the research is to find an effective strategy of bilateral cooperation in order to termination an international drug syndicate. From this research can be pulled two variables, such as, Strategy bilateral cooperation as the independent variable, and Termination international drug syndicate as a dependent variable. Bilateral cooperation Transnational Crime and Drugs as serve as the primary study material in this paper by using Descriptive Analysis Methods. Otherwise, this research used some theories, which are, International Relations, Bilateral Cooperation, Transnational Organized Crime, because of the relationship between the two countries as well as the drug problems of transnational crime has become a global issue.
The results of this research are the effective strategy of bilateral cooperation is to build a good communication between the two countries and the need to evaluate the cooperation undertaken.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Pramudya Mahardi
"Recep Tayyip Erdogan merupakan Presiden Turki yang memiliki pengaruh dalam ranah politik internasional. Kebijakan luar negerinya kerap menimbulkan reaksi bagi negara maupun kelompok-kelompok tertentu. Penelitian ini akan membahas sikap politik Recep Tayyip Erdogan, khususnya kebijakan luar negerinya. Selain itu, penelitian ini juga membahas pengaruh kebijakan luar negeri Erdogan terhadap hubungan Indonesia-Turki dan organisasi masyarakat (ormas) berbasis Islam di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode mixed method (kualitatif-kuantitatif) dalam menganalisis data-data primer dan sekunder. Data diperoleh dari sumber literatur, data digital dari media massa dan media sosial, dan wawancara. Selain itu, data juga diperoleh dengan teknik survei. Kuesioner akan disebar kepada responden yang merepresentasikan ormas Islam (NU, Muhammadiyah, dan Jamaah Tarbiyah). Berdasarkan analisis tersebut, akan diketahui (1) kebijakan luar negeri Erdogan, (2) pengaruh kebijakan luar negeri Erdogan terhadap hubungan diplomatik Indonesia-Turki, dan (3) pengaruh kebijakan luar negeri Erdogan terhadap ormas Islam di Indonesia.

Recep Tayyip Erdogan is the President of Turkey who has influence in the realm of international politics. His foreign policies often cause reactions to certain countries and groups. This study discuss Recep Tayyip Erdogan's political stance, particularly his foreign policy. In addition, this study also discuss the influence of Erdoan's foreign policy on Indonesia-Turkey relations and Islamic-based community organizations (ormas) in Indonesia. This research was conducted using a mixed method (qualitative-quantitative) in analyzing primary and secondary data. Data is obtained from literature sources, digital data from mass media and social media, and interviews. In addition, data will also be obtained by survey techniques. Questionnaires will be distributed to respondents who represent Islamic organizations (NU, Muhammadiyah, and Jamaah Tarbiyah). Based on this analysis, it is known (1) Erdogan's foreign policy, (2) the influence of Erdogan's foreign policy on Indonesia-Turkey diplomatic relations, and (3) the influence of Erdogan's foreign policy on Islamic organizations in Indonesia."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Athriya Safitri
"Tesis ini menjelaskan tentang strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik yang secara formal dinyatakan oleh pemerintahan presiden Obama pada tahun 2011. Amerika Serikat memilih Asia Pasifik sebagai pivot area kebijakan luar negerinya karena Asia Pasifik memiliki sejumlah makna strategis baik bagi Amerika Serikat maupun bagi dunia internasional. Asia Pasifik dikatakan sebagai key driven of global politics, sebab Asia Pasifik sangat strategis di bidang demografi, geografi, dan ekonomi. Melalui strategi rebalancingnya, Amerika Serikat berusaha untuk meningkatkan dominasi di sistem internasional dengan kawasan Asia Pasifik sebagai batu pijakannya. Hal ini merupakan bagian dari dinamika hegemoni Amerika Serikat yang selalu dipengaruhi oleh sistem internasional. Setiap kekuatan hegemoni Amerika Serikat mengalami penurunan, maka pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan suatu strategi untuk memperkuat kembali kekuatan hegemoni Amerika Serikat. Pada fase penurunan hegemoni saat ini, pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka harus cerdas dan strategis dalam memanifestasikan kebijakan luar negeri. Oleh sebab itu Amerika Serikat menggunakan strategi rebalancing di kawasan Asia Pasifik. Strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik, dijalankan dalam 3 agenda, yaitu 1 penguatan hubungan kemitraan strategis dengan negara-negara aliansi dan new emerging power baik secara bilateral ataupun multilateral, 2 asistensi dalam penyelesaian masalah-masalah kawasan dan pemberian jaminan bagi keamanan dan kestabilan di kawasan Asia Pasifik, dan terakhir 3 penanaman nilai-nilai universal Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dalam setiap kerjasama dan kegiatan Amerika Serikat, seperti nilai-nilai demokrasi, liberalisasi, dan pembelaan terhadap hak asasi manusia.

This thesis describes the US rebalancing strategy in the Asia Pacific region that formally declared by the government of President Obama in 2011. The United States chose Asia Pacific as a pivot area of foreign policy because the Asia Pacific region has a number of strategic importance for both the United States and for the international system. Asia Pacific is said to be key driven of global politics, because the Asia Pacific region is very strategic in the field of demography, geography, and economics. Through their rebalancing strategy, the United States sought to increase dominance in the international system with the Asia Pacific region as a stepping stone. This is part of the dynamics of US hegemony that always influenced by the international system. When hegemonic power of US has decreased, then the US government released a strategy to reinforce the strength of US hegemony. In the current phase of the decline of hegemony, the United States government stating that they have to be smart and strategic in manifesting foreign policy. Therefore, the United States uses rebalancing strategy in the Asia Pacific region. Strategy of rebalancing the United States in the Asia Pacific region, run in 3 agenda, namely 1 the strengthening of strategic partnership relations with the countries of the alliance and the new emerging power either bilateral or multilateral, 2 assistance in solving the problems of the region and the provision of guarantees for security and stability in the Asia Pacific region, and last 3 the investment of universal values of the United States in the Asia Pacific region in each of the cooperation and activities of the United States, such as the values of democracy, liberalization, and the defense of human rights."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Andika
"Indonesia dan Belanda merupakan dua negara yang memiliki ikatan kuat berdasarkan sejarah kolonialisme selama berabad-abad lamanya. Bahkan, sejak Indonesia merdeka pada 1945, kedua negara telah terlibat dalam berbagai dinamika hubungan bilateral yang cukup fluktuatif. Akan tetapi, kuatnya hubungan tersebut berbanding terbalik dengan perkembangan pembahasannya dalam ranah akademis, terutama dalam kajian ilmu hubungan internasional. Penulis meninjau perkembangan literatur mengenai hubungan bilateral Indonesia-Belanda pasca 1945 melalui sembilan belas literatur yang ditinjau berdasarkan metode taksonomi dengan membagi pembahasan menjadi tiga tema besar, yaitu 1) Hubungan Politik; 2) Hubungan Ekonomi; dan 3) Hubungan Sosial Budaya. Tinjauan pustaka ini disusun dengan tujuan untuk mengidentifikasi konsensus, perdebatan, dan kesenjangan dalam literatur terkait topik ini. Selain itu, penulis juga mengamati tren-tren berupa tema penulisan, asal penulis literatur, serta disiplin ilmu yang digunakan. Penulis menemukan bahwa memori masa lalu menghambat hubungan bilateral seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini kemudian berkontribusi pula terhadap terhambatnya diskusi akademik mengenai topik tersebut. Tinjauan pustaka ini juga mengidentifikasi Masa Revolusi yang merupakan perang antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1945-1949 setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya sebagai isu paling dominan dalam pembahasan mengenai hubungan bilateral Indonesia-Belanda pasca 1945. Lalu, celah penelitian yang penulis temukan adalah pembahasan yang cenderung tumpang tindih, minimnya perspektif Indonesia, kurangnya pembahasan mengenai kerja sama bilateral, serta absennya pembahasan mengenai cara Indonesia berurusan dengan trauma kolonialisme.

Indonesia and the Netherlands are the two countries that have strong ties based on the history of colonialism for centuries. In fact, since Indonesia's independence in 1945, the two countries have been involved in various dynamics of bilateral relations which have been quite volatile. However, the strength of this relationship is inversely proportional to the development of its discussion in the academic realm, especially in the study of international relations. The author reviews the development of literature on bilateral relations of Indonesia-the Netherlands after 1945 through seventeen literatures reviewed based on the taxonomic method by dividing the discussion into three major themes, namely 1) Political Relations; 2) Economic Relations; and 3) Socio-Cultural Relations. This literature review was prepared with the aim of identify the consensus, debate, and gaps in the literature related to this topic. Apart from that, the author also observes trends in the form of writing themes, scholar’s origin, and the disciplines used. The author finds that past memories hamper bilateral relations over time. This then contributes to the inhibition of academic discussion on the topic. This literature review also identified the Masa Revolusi which was a war between Indonesia and the Netherlands in 1945-1949 after Indonesia proclaimed its independence as the most dominant issue in the discussion on the bilateral relations of Indonesia-the Netherlands after 1945. Then, the gaps in the research that the authors found were discussions that tended to overlap, the lack of an Indonesian perspective, the lack of discussion on bilateral cooperation, and the absence of discussion about how Indonesia deals with the trauma of colonialism."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Ariaputra
"Penelitian ini bertujuan untuk menggali dinamika hubungan bilateral Indonesia-Swiss dari tahun 1949-1965. Sejak pernyataan kemerdekaan, eksistensi republik mendapat tantangan dari Belanda. Hal ini turut berdampak kepada konsepsi perjuangan Kementrian Luar Negeri Periode (1945-1949) yang diamanatkan untuk memperoleh dukungan pengakuan internasional guna mencegah kembalinya kekuasaan kolonial. Dalam hal ini Swiss mempunyai peran yang signifikan dan esensial bagi Indonesia. Dukungan moral dan material Swiss bagi Indonesia tiada duanya sebagai salah satu negara Eropa Barat yang tidak dijamah oleh Perang Dunia Kedua. Akan tetapi seperti halnya hubungan secara umum terdapat pasang dan surut (ebb and flow) yang turut mewarnai hubungan bilateral mereka. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mencoba untuk menjawab beberapa rumusan masalah seperti (1) Politik luar negeri Indonesia dan Swiss, (2) dinamika hubungan Indonesia-Swiss dari tahun (1949-1965) dan (3) dampak dari dinamika hubungan Indonesia-Swiss. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang di dalamnya termasuk proses menggali sumber, mengkritik, serta menafsirkan arsip-arsip kementrian baik itu dari Kementrian Luar Negeri Swiss maupun Kementrian Penerangan Indonesia untuk kemudian dapat dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan mengenai arsip tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa kehadiran Swiss ditengah krisis eksistensial Indonesia telah secara langsung membantu dengan membangun kapabilitas dan kapasitas Republik muda ini dalam menjalankan fungsi pemerintahannya. Adapun hubungan kedua negara tersebut juga diwarnai dengan beberapa ‘turbulensi’ di beberapa kejadian dengan kasus yang paling banyak di penghujung masa Orde Lama dan transisi menuju Orde Baru.
This research aims to explore the dynamics of Indonesia-Switzerland bilateral relations from 1949-1965. On August 17, 1945, Indonesia's independence was proclaimed after Japan surrendered to the Allies. Since the declaration of independence, the existence of the republic has been challenged by the Dutch who demanded a military and diplomatic response from Indonesia. This had an impact on the conception of the struggle of the Ministry of Foreign Affairs (1945-1949), which was mandated to gain support for international recognition to prevent the return of colonial rule. In this regard, Switzerland played a significant and essential role for Indonesia. Switzerland's moral and material support for Indonesia was second to none as one of the Western European countries not touched by the Second World War. However, as with relationships in general, there are ebbs and flows that color their bilateral relations. Based on this background, this research tries to answer several problem formulations such as (1) Indonesia and Switzerland's foreign policy, (2) the dynamics of Indonesia-Switzerland relations from 1949-1965 and (3) the impact of the dynamics of Indonesia-Switzerland relations. This research uses the historical method which includes the process of digging up sources, critic, and interpreting ministerial archives from both the Swiss Ministry of Foreign Affairs and the Indonesian Ministry of Information to then be analyzed and interpreted. This research found that the presence of Switzerland during Indonesia's existential crisis as one of has directly helped by building the capabilities and capacity of the young Republic in carrying out its government functions. The relationship between the two countries was also characterized by some 'turbulence' on several occasions with the most cases at the end of the Old Order and the transition to the New Order."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatkhiyatul Jannah
"Penerapan nilai-nilai sekulerisme dan kepemimpinan demokrasi di dunia Islam mengalami dinamika yang beragam. Disatu sisi mampu menjadi suatu bentuk negara dan disisi lain mengalami kontradiksi dan mengakibatkan gagalnya sistem tersebut menjadi sebuah nilai kepemimpinan. Kasus ideal dalam dinamika penerapan nilai-nilai sekulerisme dalam kepemimpinan Negara di kawasan muslim adalah Turki dan Indonesia, karena keduanya merupakan negara muslim yang saat ini mampu bertahan dengan nilai-nilai sekulerisme dan tetap konsisten dengan ajaran Islam. Dalam perjalanan awal pembentukan negara kedua negara ini mengadopsi nilai-nilai sekulerisme dalam sistem kepemimpinan negara. Mustafa Kemal memperkenalkan gagasan Kemalisme sedangkan Sukarno memperkenalkan gagasan Marheinisme.
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus, yaitu mengkaji secara mendalam suatu peristiwa atau fenomena tertentu yang menjadi kajian untuk mengkaji latar belakang, keadaan, dan interaksi yang terjadi. Studi kasus ini dilakukan pada suatu kesatuan sistem yang bisa berupa suatu program, kegiatan, peristiwa atau sekelompok infividu yang ada pada keadaan atau kondisi tertentu. Indonesia dan Turki Kendati bukan Negara Islam, namun penduduknya mayoritas beragama Islam. Saat ini Indonesia dan Turki merupakan negara yang paling aktif dalam pengembangan peradaban Islam di dunia dengan berbagai bukti capaian yang telah dilakukan saat ini, dari komunitas regional hingga komunitas Internasional. Indonesia dan Turki bukan Negara Islam namun mayoritas penduduknya beragama Islam yang menghargai agama Islam secara maksimal dan bisa menghargai semua keragaman yang dimiliki oleh masing-masing negaranya, ini tidak lain merupakan buah dari hasil strategi kepemimpinan yang telah diterapkan oleh Mustafa dan Sukarno.
Strategi kepemimpinan Mustafa dan Sukarno menunjukkan bahwa mereka berdua sebagai pemimpin telah menerapkan karakteristik dan peran yang harus dilaksanakan oleh seorang pemimpin strategis, yang meliputi banyak hal tentang syarat mutlak menjadi seorang pemimpin. Melihat konteks kepemimpinan Mustafa dan Sukarno bisa diketahui bahwa pembentukan negara Muslim dengan bentuk Republik cukup ideal diterapkan pada mayoritas masyarakat komunitas muslim.

The application of secularist values and democratic leadership in the Islamic world experienced diverse dynamics. On one hand it is capable of becoming a form of country, but on the other hand it experiences contradictions and causes the failure of the system to become a leadership value. An ideal case in the dynamics of the application of secularism values in the country leadership in Muslim countries is Turkey and Indonesia, because both are Muslim countries that are currently able to survive with the values of secularism and remain consistent with Islamic teachings. In its initial journey of forming the country, the two countries adopted the values of secularism in the countrys leadership system. Mustafa Kemal introduced the idea of Kemalism, while Sukarno introduced the idea of Marheinism.
Type of this research used the type of case study research, which examines in depth a particular event or phenomenon which is to study the background, circumstances, and interactions that occur. This case study was carried out on a unified system that can be a program, activity, event, or group of individuals that exist in certain circumstances or conditions. Although Indonesia and Turkey are not Islamic countries but the majority of the population is Muslim. Currently Indonesia and Turkey are the most active countries in the development of Islamic civilization in the world with various evidences of achievements that have been achieved at this time, from the regional community to the international community. Indonesia and Turkey are not Islamic countries, but the majority of the population is Muslims who value Islam to the fullest and can appreciate all the diversity possessed by their respective countries.
This is due to the result of the leadership strategies that have been implemented by Mustafa and Sukarno. Mustafa and Sukarnos leadership strategies show that both of them as leaders have implemented the characteristics and roles that must be carried out by a strategic leader, which includes many things about the absolute requirements of being a leader. Looking at the context of Mustafa and Sukarnos leadership, it can be seen that the formation of a Muslim country with a Republican form is quite ideal for the majority of the Muslim community."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marella Al Faton
"Tesis ini membahas strategi yang digunakan Turki dalam menanggulangi ancaman foreign terrorist fighters (FTF) tahun 2014 hingga 2016. Turki adalah negara asal, negara transit, dan negara tujuan potensial bagi FTF yang pergi ke Suriah dan Irak. Kondisi ini membuat Turki menghadapi ancaman berkali lipat dibanding negara lain. Akan tetapi, Turki tidak berupaya menanggulangi ancaman FTF hingga di tahun 2014. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan dua jenis teori penggentaran (deterrence) untuk menganalisa kebijakan dan tindakan pemerintah Turki yang sesuai dengan Resolusi DK PBB 2178 (2014). Strategi Turki dipengaruhi oleh persepsi ancaman Turki terhadap FTF. Sebelum tahun 2014, FTF tidak dipersepsikan sebagai sebuah ancaman. Di tahun 2014, FTF mulai dipersepsikan sebagai ancaman yang harus ditanggulangi. Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa strategi deterrence by denial yang digunakan Turki untuk menanggulangi ancaman FTF lebih berhasil dibandingkan strategi deterrence by punishment.

This thesis examines Turkey’s strategy in countering foreign terrorist fighters (FTF) threats from 2014 until 2016. Turkey is the state of origin, state of transit, and state of potential destination for FTF who go to Syria and Iraq. Because of this, Turkey constantly poses multiple threats compared to other countries. Nevertheless, the government of Turkey did not overcome the threats until in 2014. This thesis is a descriptive-analysis research with qualitative approach. Using two types of deterrence theory, the author analyze Turkish government's policies and measures which fit UNSC Resolution 2178 (2014). Turkey’s strategy higly related with its perception of threats against FTF. Before 2014, FTF was not considered as a threats to Turkey. Meanwhile, in 2014 Turkey start to perceived FTF as a threats to it’s national security. The analysis shows that in coutering FTF threats, Turkey’s strategy deterrence by denial is considered more successful than deterrence by punishment.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>