Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122467 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vanessa Kholisotun Hasanah Suherman
"Representasi sejarah dalam film-film sejarah merupakan cara penulis menggambarkan atau menceritakan bagian tertentu dari peristiwa-peristiwa sejarah. Lewat film sejarah, para pembuat film dapat memperkenalkan berbagai perspektif yang berbeda tentang suatu peristiwa sejarah. Salah satu sejarah di Korea Selatan yang menarik perhatian para pembuat film dan drama televisi adalah gerakan demokratisasi Gwangju terjadi pada 18 Mei 1980. Peristiwa tersebut melibatkan institusi militer dan warga sipil serta merupakan salah satu titik balik dari perjuangan demokratisasi di Korea Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan representasi agensi militer dalam gerakan demokratisasi Gwangju dalam objek penelitian berupa drama televisi Korea Selatan berjudul Youth of May di tahun 2021. Untuk memahami bagaimana peran agensi militer terutama militer pada peristiwa gerakan demokratisasi Gwangju direpresentasikan dalam drama Youth of May, penulis menggunakan konsep representasi dari Stuart Hall dan Foucault. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif untuk menganalisis data transkrip film berupa dialog, monolog, non-dialog, dan potongan gambar yang ada di dalam drama. Hasil analisis pada drama Youth of May menunjukkan adanya dua bentuk representasi agensi militer dalam gerakan demokratisasi Gwangju, yaitu kekuasaan tidak terbatas yang dimiliki institusi militer dan gerakan demokratisasi menjadi proses yang mengarah pada tragedi.

Historical representation in historical films is the filmmaker’s way of describing or telling historical events in their works. Through historical films, filmmakers can introduce different perspectives on a historical event. One of the historical events in South Korea that has caught the attention of film and television drama makers is the Gwangju Democratization Movement that occurred on May 18, 1980. This event involved military institutions and civilians and was one of the turning points of the struggle for democratization in South Korea. This study aims to explain the representation of security agencies and the government in the Gwangju Democratization Movement in the object of research, namely one of the South Korean television dramas entitled Youth of May in 2021. To understand how the role of security agencies and the government, especially the military in the events of the Gwangju Democratization Movement is represented in drama Youth of May, the author uses the concept of representation by Stuart Hall and Foucault. This study used a descriptive qualitative analysis method to analyze film transcript data in the form of dialogues, monologues, non-dialogues, and stills in the drama. The results of the analysis in the drama Youth of May show that there are two forms of representation by military agency in the Gwangju Democratization Movement, namely the unlimited power possessed by military institutions and the democratization movement which is a process that leads to tragedy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Rezki Meylan Rachmawati
"Peristiwa Gerakan Demokratisasi Gwangju telah menjadi gerakan titik balik dari demokratisasi Korea Selatan yang dinilai mampu dan berhasil membuka perubahan dalam pemerintahan di Korea Selatan. Pada sisi lain, terdapat fakta penyensoran pada media massa yang berhubungan dengan pemberitaan Gerakan Demokratisasi Gwangju. Penelitian ini menganalisis mengenai bagaimana media massa yang memuat informasi-informasi terkait dengan peristiwa Gerakan Demokratisasi Gwangju 1980 mengalami penyensoran di bawah pemerintahan Chun Doo-hwan yang otoriter. Dengan menerapkan teori pers otoriter dalam analisis, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana akhirnya peristiwa Gerakan Demokratisasi Gwangju 1980 diketahui dunia melalui peran wartawan asal Jerman bernama Jürgen Hinzpeter. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa penyensoran media massa yang terjadi berupa pengendalian pers dan manipulasi berita oleh pemerintah Korea Selatan. Penyensoran tersebut membuktikan karakter kediktatoran yang ada pada kepemimpinan Chun Doo-hwan. Diketahui bahwa pelarangan meliput berita di Gwangju tidak hanya terjadi pada media Korea Selatan saja, namun juga pada media asing. Dengan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa media massa pada pemerintahan militer di Korea Selatan selama pemerintahan Chun Doo-hwan menjadi komponen yang turut berkuasa dalam menekan masyarakat Korea Selatan.

The Gwangju Democratization Movement has become a turning point movement from the democratization of South Korea which is considered capable and successful in opening changes in the South Korean government. On the other hand, there is a fact of censorship in the mass media related to the news of the Gwangju Democratization Movement. This study analyzes the mass media containing information related to the Gwangju Democratization Movement 1980 that underwent censorship under the authoritarian Chun Doo-hwan government. By applying authoritarianism media theory in the analysis, this study aims to uncover how the Gwangju Democratization Movement 1980 was finally known to the world through the role of a German journalist named Jürgen Hinzpeter. From the analysis, it was concluded that media censorship occurred in the form of press control and news manipulation by the South Korean government proved the character of the dictatorship that existed in the leadership of Chun Doo-hwan. It is known that the ban on covering news in Gwangju does not only occur in South Korean media but also in foreign media. With this, it can be said that the mass media in the military government in South Korea during the Chun Doo-hwan period became a component that had the power to suppress the South Korean society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Fatmah Ariestiani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji representasi nasionalisme pada peristiwa Gwangju Uprising yang ditunjukkan dalam film Taeksi Unjeonsa. Taeksi Unjeonsa adalah salah satu film terlaris di Korea Selatan karya Sutradara Jang Hoon yang dirilis pada tahun 2017. Film ini mengangkat kisah tentang seorang sopir taksi dan reporter asal Jerman yang bekerjasama dalam mengungkap fakta mengenai gerakan Gwangju Uprising di tahun 1980. Gwangju Uprising merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Korea Selatan karena menjadi langkah awal bagi kemajuan sistem demokrasi di negeri tersebut.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana representasi nasionalisme pada peristiwa Gwangju Uprising yang digambarkan dalam film Taeksi Unjeonsa. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dan menggunakan teori nasionalisme dan representasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sikap masyarakat Korea Selatan dalam film Taeksi Unjeonsa sudah merepresentasikan nasionalisme dilihat dari pendekatan reflektif. Adegan dan dialog dalam film ini menunjukkan adanya aspek-aspek nasionalisme yaitu rela berkorban, mengutamakan persatuan dan kesatuan, cinta tanah air, serta berjiwa pembaharu dan tidak kenal menyerah.

This research aims to examine the representation of nationalism shown in the movie Taeksi Unjeonsa during Gwangju Uprising. Taeksi Unjeonsa is one of the best-selling movies in South Korea directed by Jang Hoon in 2017. This movie tells the story about a taxi driver and a reporter from Germany who teamed up to expose facts about Gwangju Uprising in 1980. Gwangju Uprising is one of the most important events in the history of South Korea because it is the first step in the progress of democratic system there.
This research discusses about how representation of nationalism during Gwangju Uprising potrayed in the movie Taeksi Unjeonsa. This research was conducted with a qualitative descriptive method and used the theory of nationalism and representation.
The results shows that based on a reflective approach, South Korean`s behaviour in the movie has represented nationalism. The scenes and dialogs in this film shows the aspects of nationalism such as the willing to sacrifice, prioritizing the national unity, love for the nation, having the spirit of a reformer and doesn`t give up easily.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Novianti
"Proyek Akhir ini menganalisis konsep representasi negosiasi muka dalam drama televisi Asia Timur. Di Asia Timur, “muka” memiliki posisi yang sangat penting ketika berkonflik. Jepang memiliki konsep mentsu, Korea Selatan memiliki konsep chemmyeon, dan Cina memiliki konsep mianzi. Secara garis besar, ketiga konsep “muka” dalam ketiga negara memiliki makna yang mengacu pada gambar diri seseorang di hadapan orang lain. Konsep tersebut kemudian direpresentasikan dalam drama televisi masing-masing negara. Drama televisi yang menjadi korpus penelitian ini adalah Hana Yori Dango (Jepang), Boys Over Flowers (Korea Selatan), dan Meteor Garden (Cina). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan menggunakan metode analisis semiotika. Hasil penelitian yang diperoleh adalah meskipun ketiga negara di Asia Timur memiliki konsep “muka” yang sama, masing-masing negara memiliki cara dan budayanya sendiri dalam hal menjaga dan melindungi muka diri sendiri maupun lawan konflik yang ditandai dengan perbedaan pemilihan kata, ekspresi wajah, gaya bicara, dan intonasi bicara dari tokoh dalam ketiga drama televisi.

This Final Project analyzes the concept of face negotiation representation in East Asian television dramas. In East Asia, "face" has a crucial position during the conflict. Japan has the concept of mentsu, South Korea has the concept of chemmyeon, and China has the concept of mianzi. The three concepts of "face" in the three countries have meanings that refer to one's self-image in front of other people. This concept is then represented in the television dramas of each country. The television dramas that became the corpus of this research were Hana Yori Dango (Japan), Boys Over Flowers (South Korea), and Meteor Garden (China). This research is descriptive analysis research using the semiotic analysis method. The research results obtained are that although the three countries in East Asia have the same concept of "face," each country has its way and culture in terms of protecting and protecting the face of oneself and opponents of conflict, which is characterized by differences in word choice, facial expressions, style, speech, and intonation of the characters in the three television dramas.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Sabrina Rebecca
"Artikel ini menyoroti perkembangan representasi queer dan trans di televisi. Komunitas LGBTQIA+ (lesbian, gay, bisexual, transgender, queer, intersex, ally) terus didiskriminasi hingga hari ini (Americanprogress.org, 2020). Terlepas dari fakta tersebut, kini alur cerita transgender menjadi lebih umum di lanskap media saat ini, dan menggeser bentuk representasi trans yang tersedia untuk khalayak (Berberick, 2018). Menggunakan teori representasi Stuart Hall (1997) untuk menganalisis serial TV hit HBO, "Euphoria"–yang mencakup representasi positif dari karakter trans-femme (Vice, 2019), studi ini mengamati dampak representasi di media arus utama pada audiensnya. Artikel ini berpendapat bahwa representasi queer di media memiliki efek langsung pada kelompok queer di kehidupan nyata.

This article highlights the significance of queer and trans representation in television. The LGBTQIA+ community continues to be discriminated against today, and Generation Z is more exposed to media than
ever (Francis, 2022). However, transgender storylines have become more prevalent in today’s media landscape, raising fundamental considerations concerning the forms of trans representation available to audiences (Berberick, 2018). Using Stuart Hall’s (1997) representation theory to analyse HBO’s hit TV series, “Euphoria”, which includes a good representation of a trans-femme character (Vice, 2019), this article observes the impacts of such representation in mainstream media on its audiences. This article argues that queer representation in the media directly affects queer people in real life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shofi Adriani
"Jurnal ini membahas tentang kehidupan karyawan Korea Selatan dalam drama televisi yang berjudul Misaeng. Misaeng merupakan salah satu drama televisi yang digemari di Korea Selatan dan mempunyai rating yang cukup tinggi. Tokoh utama dalam drama ini adalah seorang pria yang baru meniti karirnya, sebagai karyawan magang, di suatu perusahaan besar pada umur 26 tahun. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, ia berhasil mengungguli karyawan magang lainnya dan lolos menjadi karyawan tetap walaupun latar belakang yang ia miliki tidak terlalu bagus. Selain tokoh utama, drama ini juga menceritakan kehidupan karyawan lain yang mempunyai kesulitan dan masalahnya masing-masing dalam bekerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan tentang gambaran kehidupan karyawan dan budaya kerja dalam perusahaan Korea Selatan, serta dampaknya yang direpresentasikan dalam drama televisi Misaeng. Dengan metode kepustakaan dan kualitatif, penulis memfokuskan analisa pada budaya kerja perusahaan Korea Selatan yang ditampilkan dalam drama tersebut. Hasil analisa menunjukkan budaya kerja Korea Selatan yang paling menonjol adalah senioritas dan hierarki yang tinggi, kecenderungan terhadap kelompok, diskriminasi terhadap karyawan wanita, dan etos kerja karyawannya.

This journal discusses the life of South Korean employee which is represented through Korean drama titled Misaeng. Misaeng is one of the well-received high-rating television dramas in South Korea. The drama tells about a man who had just started his career as an intern at a large company at the age of 26. Through diligence and hard work, he managed to outperform his colleagues and be contracted as a permanent employee despite the lack of a clear background. On top of that, this drama also provides the story of the lives of other employees and each one of their problems and difficulties. The purpose of this study is to present an overview of the life and culture of employees working in South Korean company along with its impact to the employees as depicted in the television drama Misaeng. This journal uses text review and qualitative research method to focuses on analyzing the work culture in South Korean company as shown in the drama. The result shows that the prominent of South Korean work culture are pronounced seniority and hierarchy, collectivism tendentiousness, discrimination of female employees, and work ethics of its employee.;"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Zahra Amalina
"Patriarki diyakini sebagai penyebab munculnya ketidaksetaraan dan diskriminasi gender. Permasalahan tersebut
mengakibatkan pergerakan perlawanan yang identik dengan gerakan feminis. Representasi perlawanan terhadap
patriarki juga dapat dilihat dalam produk budaya populer, seperti drama televisi. Dua drama televisi menjadi tempat untuk mengangkat isu perlawanan terhadap patriarki. Dua drama Korea yang mengangkat isu ini adalah Love to Hate You dan Doctor Cha. Kedua drama tersebut menghadirkan tokoh perempuan yang berbeda dengan stereotip perempuan di Korea Selatan, tokoh tersebut adalah Yeo Mi-ran dan Cha Jeong-suk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perlawanan Yeo Mi-ran dan Cha Jeong-suk terhadap patriarki dalam kehidupan mereka. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif sebagai metode penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlawanan Yeo Mi-ran dan Cha Jeong-suk dilakukan melalui tindakan, perkataan, dan pemilihan kata atau kalimat. Perlawanan Yeo Mi-ran disebabkan oleh praktik patriarki yang diterapkan oleh ayahnya. Yeo Mi-ran berusaha melawan ketidakadilan yang diterimanya sebagai seorang anak perempuan. Di sisi lain, perlawanan Cha Jeong-suk adalah sebuah keputusan untuk melepaskan diri dari peran gender tradisional seorang ibu.

Patriarchy is believed to be the cause of gender inequality and discrimination. The emerging problems resulted in the emergence of a resistance movement that is identical to the feminist movement. Representations of patriarchal resistance can also be seen in popular culture, such as television dramas. Two television dramas are a place to raise the issue of resistance toward patriarchy. Two Korean dramas that raises this issue are Love to Hate You and Doctor Cha. These two dramas present female character who are different from the stereotypes of women in South Korea, the characters are Yeo Mi-ran and Cha Jeong-suk. This research aims to find out determine Yeo Mi-ran and Cha Jeong-suk's forms of resistance toward patriarchy in their lives. This research uses descriptive qualitative as the research methods. The results showed that Yeo Mi-ran and Cha Jeong-suk's resistance was carried out through actions, word, and selection of words or sentences. Yeo Mi-ran's resistance was caused by patriarchal practices applied by her father. Yeo Mi-ran tried to fight the injustice she received as a daughter. On the other hand, Cha Jeong-suk's resistance is a decision to break away from the traditional gender role of a mother."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthia Hasna
"Penelitian ini bertujuan menganalisis representasi feminitas perempuan berdasarkan gender sebagai dampak dari globalisasi yang ditampilkan dalam drama televisi Jepang For You in Full Blossom (2007) dan Pretty Proofreader (2016) serta drama televisi Korea Full House (2004) dan Fight for My Way (2017). Perempuan modern terkait feminitas, dihadapkan dengan maskulinitas dalam struktur masyarakat Jepang dan Korea. Dengan unit analisis perilaku, penampilan, dan gaya hidup, penelitian antardisiplin ini menganalisis representasi dari keempat drama televisi sebagai korpus penelitian. Metode analisis isi digunakan sebagai teknik penelitian untuk membuat simpulan yang sahih dan dapat direplikasi dari teks ke konteks penggunaannya, melalui empat tahapan: merumuskan tujuan dan konseptualitas, menyusun kategorisasi unit sampling, mencatat unit sampling, dan terakhir mengkaji hasil pencatatan dengan memberikan interpretasi. Hasil penelitian keempat drama televisi tersebut merepresentasikan perempuan Jepang dan Korea sebelum dan sesudah 2010 sebagai titik pergeseran perilaku dan penampilan perempuan dalam nilai-nilai feminitas yang dihadapkan dengan maskulinitas di Asia Timur. Perempuan Jepang dan Korea memahami tuntutan masyarakat untuk berbaur demi menjaga harmoni yang menjadi nilai penting dalam masyarakat Asia Timur, tanpa mengesampingkan individualitasnya.

This study aims to analyze the representation of women’s femininity according to gender as the impact of globalization shown in the Japanese television dramas For You in Full Blossom (2007) and Pretty Proofreader (2016), and Korean television dramas Full House (2004) dan Fight for My Way (2017). Modern women related to femininity faced masculinity in Japanese and Korean social structures. With behavior, appearance, and lifestyle as analysis units, this interdisciplinary study analyzed the representation in those four television dramas as the corpus of research. The context analysis method is used as a research technique to make a valid and replicable conclusion from text to the usage context through four steps: formulate the purpose and concept of research, arrange a set of sampling unit categorizations, record the sampling unit, and study the data record by giving the interpretation. The study shows that these four television dramas represented Japanese and Korean women before and after 2010 as a shift point of behavior and appearance in femininity values faced masculinity values in East Asia. Japanese and Korean women acknowledged the requirements to mingle in their society to maintain harmony as one of the essential values in East Asian society without neglecting their individualities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Budhi Pratiwi
"Skripsi ini menganalisis tentang budaya kerajaaan Joseon yang direpresentasikan di dalam drama televisi Dae Jang geum. Namun, penulis membatasi masalah ini pada budaya yang berkembang di dalam lingkungan istana kerajaan, yaitu budaya kuliner dan budaya berbusana khas istana kerajaan Joseon yang direpresentasikan dalam drama tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif studi kepustakaan. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisis objek penelitian adalah teori representasi dari Stuart Hall yang dipadukan dengan metode analisis signifying order dari Danesi.
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa representasi budaya Joseon yang ada di dalam drama televisi Dae Jang Geum lebih mendekati sistem representasi refleksi dan rekonstruksi. Dari representasi budaya Joseon dalam drama Dae Jang Geum dapat diketahui bahwa nilai-nilai budaya masa Joseon memiliki hubungan yang sangat erat dengan stratifikasi sosial yang berlaku pada masa itu.

This thesis analyzed the kingdom of Joseon royal culture that represented in the TV drama Dae Jang Geum. This research focuses on culinary and clothing culture of Joseon royal palace representated at drama. Research approach is qualitative study of reference. Research theory is the representation theory of Stuart Hall which is combined with analytical methods signifying order from Danesi.
The result of the research shows that existing Joseon cultural representation at TV drama Dae Jang Geum is representation of reflection and reconstruction system. Through the result of this research can be known that representation of Joseon culinary and clothing culture in Dae Jang Geum drama shows us the strong influence of the social stratification at Joseon dynasty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Rizqi Aghniyaa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk representasi relasi gender dalam serial drama televisi “From Five to Nine” (2015) dan makna serta kritik yang ingin disampaikan dalam representasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori gender dan hegemonic masculinity oleh R.W. Connell (1985, 1987), teori feminisme liberal oleh Rosemarie Tong (2014), serta teori representasi oleh Stuart Hall (1997). Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis semiotika menggunakan teori semiotika kode-kode televisi milik John Fiske (2001) yang membagi analisis film ke dalam tiga level yakni realitas, representasi, dan ideologi. Peneliti memfokuskan analisis kepada tokoh utama perempuan dan laki-laki, Sakuraba Junko dan Hoshikawa Takane. Analisis meliputi aspek-aspek karakterisasi tokoh, dialog, konflik, sorotan kamera, pemilihan musik, editing, serta nilai-nilai ideologis yang terkandung di dalam setiap segmen adegan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, peneliti menemukan adanya perubahan bentuk hubungan yang terjadi antara Junko dan Takane dari awal episode hingga akhir. Pada awal hubungan keduanya Takane digambarkan lebih dominan daripada Junko, namun Junko sebagai gambaran karakter perempuan independen tidak ingin didominasi sehingga hubungan mereka berubah ke arah yang lebih setara. Drama ini juga merepresentasikan adanya hubungan saling ketergantungan dan bukan relasi kuasa antara kedua tokoh.

This study aims to determine the form of representation of gender relations in the television drama series “From Five to Nine” (2015) and the meanings as well as critics to be conveyed through the drama. The theory used in this study is R.W. Connell’s theory of gender and hegemonic masculinity (1985, 1987), Rosemarie Tong’s liberal feminism theory (2014), and Stuart Hall’s representation theory (1997). The research method used in this research is semiotic analysis using John Fiske’s semiotic theory of television codes (2001) which divides film analysis into three levels: reality, representation, and ideology. The research focusses on the main female and male characters, Sakuraba Junko and Hoshikawa Takane. The analysis includes characterization, dialogue, conflict, camera shots, music, editing, and ideological values ​​contained in each scene segment. Based on the analysis that has been done, the researcher found that there was a change in the form of the relationship that occurred between Junko and Takane from the beginning of the episode to the end. At the beginning of their relationship, Takane is described as more dominant than Junko, but Junko, as an independent female character, does not want to be dominated, so their relationship changes in a more equal direction. This drama also represents a relationship of interdependence and not a power relationship between the two characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>