Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanif Tri Hartanto
"Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebut sebagai silent killer karena tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Diabetes melitus mempunyai nilai prevalensi yang tinggi dan akan meningkat setiap tahunnya. Kasus diabetes melitus yang paling umum adalah T2D yang mencapai lebih dari 90% dari total kasus diabetes. T2D merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, tatapi dapat dicegah dan dikendalikan jika gejalanya dikenali sejak dini. Pemantauan kadar glukosa darah menjadi sangat penting untuk mengendalikan T2D. Penelitian ini membahas metode penentuan glukosa secara non-enzimatik dengan biosensor elektrokimia yang dikembangkan dengan Glassy Carbon Electrode (GCE) yang dimodifikasi menggunakan komposit oksida logam seperti CuO dan ZnO serta Multi Walled Carbon Nano Tube (MWCNT). Penelitian dilakukan dengan menggunakan empat langkah yang terdiri dari preparasi nanokomposit, modifikasi GCE dengan nanokomposit CuO/ZnO/MWCNT, pemeriksaan aktivitas elektrokimia, dan karakterisasi material dengan menggunakan SEM dan Raman spectroscopy. Cyclic voltammetry (CV) digunakan untuk menentuk sensitivitas, Limit of Detection (LOD), rentang linier, dan stabilitas dari biosensor. Pengujian selektivitas dari biosensor dilakukan dengan menggunakan zat pengganggu yang ada di dalam tubuh seperti citric acid, ascorbic acid, dan uric acid. Hasil menunjukkan bahwa biosensor mempunyai nilai sensitivitas sebesar 2,45 μAmM−1cm−2 dengan LOD sebesar 0,77 mM. Selektifitas biosensor termasuk kurang baik karena terpengaruh terhadap ascorbic acid dan uric acid. Biosensor dapat mempertahankan 91% performa awal setelah digunakan sebanyak 30 cycle.

Diabetes mellitus is a disease called a silent killer because it does not show symptoms in the early stages. Diabetes mellitus has a high prevalence value and will increase every year. The most common case of diabetes mellitus is T2D which accounts for more than 90% of total diabetes cases. T2D is a chronic disease that cannot be cured but can be prevented and controlled if symptoms are recognized early. Monitoring blood glucose levels is very important to control T2D. This study discusses the method of determining glucose non-enzymatically with an electrochemical biosensor developed with Glassy Carbon Electrode (GCE) modified using metal oxide composites such as CuO and ZnO and Multi-Walled Carbon Nano Tube (MWCNT). The research was conducted using four steps consisting of nanocomposite preparation, modification of GCE with CuO/ZnO/MWCNT nanocomposites, examination of electrochemical activity, and material characterization using SEM and Raman spectroscopy. Cyclic voltammetry (CV) was used to determine the sensitivity, Limit of Detection (LOD), linear range, and stability of the biosensor. Selectivity testing of the biosensor was carried out using interfering substances in the body such as citric acid, ascorbic acid, and uric acid. The results showed that the biosensor had a sensitivity value of 2.45 μAmM-1cm-2 with a LOD of 0.77 mM. The selectivity of the biosensor is not good because it is affected by ascorbic acid and uric acid. The biosensor can maintain 91% of the initial performance after being used for 30 cycles."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendansyah
"Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah setiap derajat intoleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan. Definisi ini meliputi spektrum klinis yang luas; tidak memandang apakah digunakan insulin atau cukup hanya digunakan modifikasi diet saja dalam mengontrol gula darah, tidak memandang apakah kondisi bertahan setelah kehamilan, dan termasuk pula kondisi intoleransi glukosa dalam berbagai tingkat dari ringan sampai berat yang terjadi sebelum kehamilan namun tidak dikenali sebelumnyalbaru diketahui pada saat hamil.
Sekitar 1-14% kehamilan mengalami komplikasi DMG setiap tahun di AS. Di Indonesia. dilaporkan prevalensi DMG antara 1.9-3.6e% dari seiuruh kehamilan setiap tahun.Kontrol gula darah pada DMG berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas- pada ibu maupun bayi berupa preeklampsia. polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea dan trauma persalinan akibat bayi besar. DMG berhubungan dengan angka kejadian preeklampsia, induksi persalinan, distosia bahu, seksio sesarea, bayi besar, dan Erb's Palsy yang lebih tinggi. Hiperblikemia juga berhubungan dengan peningkatan risiko kematian janin infra uteri (IUFD) pada 4-8 minggu terakhir kehamilan, meningkatnya mortalitas perinatal dan angka kejadian makrosomia, dan pada neonatus terjadi peningkatan kejadian hipoglikemia, ikterus. polisitemia dan hipokaisemia. Dalam jangka panjang pasien DMG memiliki risiko terjadinya diabetes tipe 2 setelah kehamilan. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu DMG memiliki risiko lebih tinggi akan kejadian sindroma metabolik, obesitas, intoleransi glukosa dan diabetes pada masa muda/dewasa.
Langkah awal penanganan DMG yang dianut saat ini adalah pemberian konseling dan terapi diet selama 1 minggu dengan target tes toleransi glukosa darah normal. Apabila tidak berhasil maka diberikan insulin, yang sampai saat ini masih mcrupakan terapi pilihan pada DMG. Ternyata hingga 60% penderita akan memerlukan insulin untuk mempertahankan kontrol glikemiknya.7 Insulin diberikan secara suntikan subkutan sehingga bagi pasien dirasakan sulit dan tidak praktis digunakan, yang mempengaruhi penerimaan pasien dan akhirnya kcberhasilan terapi. Penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) dalam kehamilan dahulu diduga menyebabkan kelainan kongenital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"Latar Belakang: Subyek diabetes melitus (DM) tipe 2 mengalami peningkatan
risiko fraktur akibat penurunan kekuatan tulang. Bone mineral density (BMD),
sebagai parameter kuantitas tulang, tidak dapat menggambarkan fragilitas tulang pada subyek DM tipe 2 karena menunjukkan hasil yang normal atau meningkat dibandingkan dengan subyek bukan DM, sehingga peningkatan resiko fraktur pada subyek DM tipe 2 lebih disebabkan oleh penurunan kualitas tulang. Salah satu unsur penentu kualitas tulang adalah turnover tulang. Beberapa faktor yang berpengaruh pada turnover tulang, antara lain tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan sclerostin. Kajian TNF-α dan sclerostin pada subyek DM perempuan pernah dilaporkan namun melibatkan subyek pascamenopause, sehingga tidak dapat dipisahkan efek TNF-α dan sclerostin terhadap turnover tulang.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil kadar TNF-α dan
sclerostin serum pada subyek perempuan pramenopause DM tipe 2 dan bukan
DM.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 80 subyek perempuan
pramenopause yang terdiri dari ini 40 subyek DM Tipe 2 dan 40 subyek bukan
DM. Data yang dikumpulkan antara lain: karakteristik subyek, riwayat
penggunaan obat-obatan, HbA1C, SGPT, kreatinin, dan eGFR. Pemeriksaan
TNF-α dan sclerostin serum dilakukan dengan metode enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA).
Hasil: Median (rentang interkuartil) kadar TNF-α serum pada subyek DM tipe 2
[43,0 pg/mL (14,4-101,31)], lebih tinggi dibandingkan subyek bukan DM [23,86
pg/mL (11,98-78,54)] namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0.900).
Rerata (simpang baku) kadar sclerostin serum pada subyek DM tipe 2 [132,05
pg/mL (SB 41,54)], lebih tinggi bermakna (p<0.001) dibandingkan subyek bukan DM [96,03 pg/mL (SB 43,66)]. Tidak didapatkan hubungan antara kadar TNF-α dan sclerostin serum baik pada subyek DM tipe 2 (p=0,630) maupun subyek bukan DM (p=0,560).
Kesimpulan: Subyek perempuan pramenopause DM tipe 2 memiliki kadar TNF-
α serum lebih tinggi namun tidak bermakna dibandingkan dengan subyek bukan DM. Subyek perempuan pramenopause DM tipe 2 memiliki kadar sclerostin serum lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan subyek bukan DM.

Background: The subject of type 2 diabetes mellitus (T2DM) has an increased
risk of fracture due to a decrease in bone strength. Bone mineral density (BMD), as a parameter of bone quantity, cannot describe bone fragility in T2DM subjects because it shows normal or increased results compared to non-DM subjects, so an increased risk of fracture in T2DM subjects is due to a decrease in bone quality. One element that determines bone quality is bone turnover. Some factors that influence bone turnover include tumor necrosis factor-α (TNF-α) and sclerostin. TNF-α and sclerostin studies in female DM subjects have been reported but involve postmenopausal subjects, so that the effects of TNF-α and sclerostin cannot be separated from bone turnover.
Objective: This study aims to obtain a profile of serum TNF-α and sclerostin levels in premenopausal women with T2DM and non-DM.
Method: A cross-sectional study was carried out on 80 premenopausal female
subjects consisting of 40 T2DM subjects and 40 non-DM subjects. Data collected included: subject characteristics, history of drug use, HbA1C, SGPT, creatinine, and eGFR. Serum TNF-α and sclerostin examination was carried out by the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method.
Results: The median (interquartile range) of serum TNF-α levels in T2DM
subjects [43.0 pg/mL (14.4-101.31)], was higher than non-DM subjects [23.86
pg/mL (11.98 -78.54)] but the difference was not significant (p= 0.900). The mean (standard deviation) of serum sclerostin levels in T2DM subjects [132.05 pg/mL (SD 41.54)], was significantly higher (p< 0.001) than non-DM subjects [96.03 pg/mL (SD 43.66)]. There was no association between serum TNF-α and sclerostin levels in both T2DM subjects (p= 0.630) and non-DM subjects (p= 0.560).
Conclusions: Subjects of premenopausal women with T2DM had higher serum
TNF-α levels but were not significant compared to non-DM subjects. Subjects of premenopausal women with T2DM had significantly higher serum sclerostin
levels compared to non-DM subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahriani Sylvawani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penderita Diabetes Melitus (DM) mengalami peningkatan resiko fraktur akibat penurunan kualitas dan kekuatan tulang. Bone Mineral Densitometry tidak dapat menggambarkan fragilitas tulang pada pasien DM tipe 2 (DMT2) karena menunjukkan hasil yang normal atau meningkat. Penelitian sebelumnya menunjukkan terdapat penurunan penanda formasi tulang (P1NP) pada perempuan pramenopause dengan DMT2 dibandingkan dengan bukan DM. IGF-1 dan sclerostin adalah faktor yang mempengaruhi diferensiasi dan maturasi osteoblast dalam formasi tulang dan saat ini belum diketahui profilnya pada perempuan pramenopause dengan DM. Tujuan: Untuk mengetahui dan membandingkan kadar IGF-1 serum dan sclerostin serum perempuan pramenopause dengan DMT2 dan bukan DM. Metode: Studi potong lintang, dilakukan pada Agustus 2018 dan melibatkan 80 perempuan pramenopause yang terdiri dari 40 subjek DMT2 dan 40 bukan DM. Pemeriksaan IGF-1 serum dan Sclerostin serum dilakukan dengan metode enzymelinked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian: Median (rentang interkuartal) kadar IGF-1 serum pada pasien DMT2 lebih rendah tidak bermakna dibandingkan dengan kelompok bukan DM (40,6 (11-110) ng/ml vs 42,75 (10-65) ng/ml, p=0.900). Rerata kadar sclerostin serum pada kelompok DMT2 lebih tinggi bermakna dibandingkan kelompok bukan DM (132.05 (SB 41.54) ng/ml vs. 96.03 ng/ml (SB 43.66) (p<0.001). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kadar IGF-1 serum antara perempuan pramenopause DMT2 dan bukan DM. Terdapat perbedaan bermakna sclerostin serum antara perempuan pramenopause dengan DMT2 dan bukan DM.

ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) patients are at increased risk for fracture due to the decrease in bone quality and strength. Bone Mineral Densitometry (BMD) measurement in T2DM cannot depict bone fragility (T2DM) because they are shown to be normal or increased results. Previous studies have shown a decrease in markers of bone formation (P1NP) in premenopausal women with T2DM compered non-DM. IGF-1 and sclerostin are factors that influence the differentiation and maturation of osteoblasts in bone formation and their profiles are not currently known in patients with premenopausal women with diabetes. Objective: To determine and compare serum IGF-1 and serum sclerostin levels between premenopausal women T2DM and non-DM. Method: A cross-sectional study was conducted in August 2018 and involved 80 premenopausal women consisting of 40 DMT2 and 40 non-DM subjects. Serum IGF-1 and serum sclerostin were examined using an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: Median (interquarter range) serum IGF-1 in T2DM is 40.6 ng/ml (11-110 ng/ml) vs. 42.75 ng/ml (10-65 ng/ml) in non-DM (p=0.900). Mean serum sclerostin level in T2DM is 132.05 ng/ml (SB 41.54 ng/ml) vs. 96.03 ng/ml (SB 43.66 ng/ml) in not DM (p<0.001). Conclusion: There was no difference in serum IGF-1 levels between premenopausal women with T2DM and non-DM. There were significant differences in serum sclerostin between premenopausal women with T2DM and non-DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Tasya Lintang
"Diabetes Melitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Prevalensi DM terus meningkat, menjadi ancaman kesehatan global. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama memberikan edukasi kepada masyarakat, termasuk mengenai DM. Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan pasien DM dan keluarga setelah diberikan edukasi digital. Data diambil di Puskesmas Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Materi edukasi tentang DM disampaikan melalui leaflet dan video animasi yang dibagikan melalui WhatsApp dan YouTube, diikuti dengan evaluasi menggunakan kuesioner Google Form. Hasil evaluasi dari 28 responden menunjukkan rata-rata pengetahuan sebesar 86,43%. Penelitian ini menunjukkan bahwa edukasi digital melalui leaflet dan video animasi efektif dalam meningkatkan pengetahuan pasien DM dan keluarga. Saran yang diajukan adalah terus melakukan pelayanan informasi obat dengan metode yang mudah dipahami dan menarik, serta memanfaatkan berbagai media sosial untuk penyebaran informasi dan kuesioner guna meningkatkan kepatuhan pasien dan keluarga.

Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by high blood sugar levels (hyperglycemia) due to disturbances in insulin secretion, insulin action, or both. The prevalence of DM continues to increase, posing a global health threat. Primary healthcare centers (Puskesmas) provide education to the community, including about DM. This study aims to evaluate the knowledge of DM patients and their families after receiving digital education. Data was collected at the Puskesmas in Cakung District, East Jakarta. Educational materials on DM were delivered through leaflets and animated videos distributed via WhatsApp and YouTube, followed by evaluation using a Google Form questionnaire. The evaluation results from 28 respondents showed an average knowledge score of 86.43%. This research indicates that digital education through leaflets and animated videos is effective in improving the knowledge of DM patients and their families. Suggestions include continuing to provide medication information services using easily understandable and engaging methods, and utilizing various social media platforms for information dissemination and questionnaires to enhance patient and family compliance.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dezh Nahda Athiyya
"Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Indonesia saat ini menghadapi triple burden disease atau tiga beban kesehatan, salah satunya adalah penyakit tidak menular yang didalamnya terdapat diabetes melitus. Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta penduduk. Pencegahan dan pengendalian diabetes melitus di Indonesia dilakukan agar individu yang sehat tetap sehat, mengurangi faktor resiko diabetes melitus, dan mencegah komplikasi atau kematian dini akibat diabetes. Perlunya upaya pencegahan dan pengendalian diabetes dapat dilakukan melalui promosi kesehatan, edukasi, deteksi dini faktor risiko PTM (Penyakit Tidak Menular), dan tatalaksana sesuai standar. Penggunaaan media booklet digital yang berisi materi dapat mempermudah pemahaman pasien Apotek Kimia Farma 352 Margonda dan dapat menjelaskan secara lengkap mengenai pentingnya upaya pengobatan pencegahan penyakit diabetes melitus. Penyusunan media edukasi pasien diabetes melitus dibuat dalam bentuk booklet menggunakan media infografis yaitu Canva.

Diabetes is a chronic disease characterized by high blood sugar levels. Indonesia is currently facing triple burden disease, which is one of noncommunicable diseases including diabetes mellitus. Indonesia currently in fifth position with a population of 19.47 million people suffering from Diabetes. Prevention and control of Diabetes mellitus in Indonesia is carried out so that healthy individuals remain healthy, reduce risk factors for diabetes mellitus, and prevent complications or early death due to diabetes. The need for efforts to prevent and control diabetes can be carried out through health promotion, education, early detection of risk factors for NCDs (Non-Communicable Diseases), and management according to the standards. The use of digital booklet media containing information about Diaetes can facilitate understanding for Pulogadung District Health Center patients and can explain in full the importance of treatment efforts to prevent diabetes mellitus. The preparation of educational media for diabetes mellitus patients is made in the form of booklets using infographic media, namely Canva.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dezh Nahda Athiyya
"Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Indonesia saat ini menghadapi triple burden disease atau tiga beban kesehatan, salah satunya adalah penyakit tidak menular yang didalamnya terdapat diabetes melitus. Indonesia berada di posisi kelima dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta penduduk. Pencegahan dan pengendalian diabetes melitus di Indonesia dilakukan agar individu yang sehat tetap sehat, mengurangi faktor resiko diabetes melitus, dan mencegah komplikasi atau kematian dini akibat diabetes. Perlunya upaya pencegahan dan pengendalian diabetes dapat dilakukan melalui promosi kesehatan, edukasi, deteksi dini faktor risiko PTM (Penyakit Tidak Menular), dan tatalaksana sesuai standar. Penggunaaan media booklet digital yang berisi materi dapat mempermudah pemahaman pasien Puskesmas Kecamatan Pulogadung dan dapat menjelaskan secara lengkap mengenai pentingnya upaya pengobatan pencegahan penyakit diabetes melitus. Penyusunan media edukasi pasien diabetes melitus dibuat dalam bentuk booklet digital dan leaflet menggunakan media infografis yaitu Canva.

Diabetes is a chronic disease characterized by high blood sugar levels. Indonesia is currently facing triple burden disease, which is one of non-communicable diseases including diabetes mellitus. Indonesia currently in fifth position with a population of 19.47 million people suffering from Diabetes. Prevention and control of Diabetes mellitus in Indonesia is carried out so that healthy individuals remain healthy, reduce risk factors for diabetes mellitus, and prevent complications or early death due to diabetes. The need for efforts to prevent and control diabetes can be carried out through health promotion, education, early detection of risk factors for NCDs (Non-Communicable Diseases), and management according to the standards. The use of digital booklet media containing information about Diaetes can facilitate understanding for Pulogadung District Health Center patients and can explain in full the importance of treatment efforts to prevent diabetes mellitus. The preparation of educational media for diabetes mellitus patients is made in the form of digital booklets and leaflets using infographic media, namely Canva.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Septia Yulianti
"Asam urat merupakan senyawa antioksidan alami yang diperoleh dari proses metabolisme purin. Kadar asam urat harus dikendalikan sesuai kadar normalnya (1,49-4,46 mM) untuk mencegah hiperurisemia yang dapat menyebabkan pembentukan kristal monosodium urat (MSU) hingga sindrom Lesch–Nyan. Pendeteksian berbasis enzimatik telah dilakukan dengan keterbatasan yaitu rentan terhadap denaturasi, stabilitas immobilisasi rendah dan umur simpan (shelf life) pendek. Tesis ini membahas tentang perancangan sensor elektrokimia secara non-enzimatik dengan molecularly imprinted polymer (MIP) pada elektroda grafit pensil (PGE) yang dimodifikasi dengan multi-walled carbon nanotubes (MWCNTs). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan performa PGE dengan melakukan optimasi pada parameter pembentukan MIP. Pyrrole digunakan sebagai senyawa monomer yang akan dipolimerisasi secara elektrokimia menjadi polypyrrole yang akan mencetak asam urat sehingga memiliki kavitas yang berbentuk seperti sisi aktif asam urat. Dari hasil optimasi, rasio konsentrasi antara molekul templat dan monomer adalah 1:10, jumlah siklus polimerisasi adalah 20 siklus, laju pemindaian adalah 100 mV/s, dan jumlah siklus penghilangan molekul templat adalah 30 siklus. Melalui pembacaan elektrokimia menggunakan differential pulse voltammetry (DPV), pada rentang deteksi 0,03-3 mM, diperoleh deteksi limit (LOD) 0,95 mM, sensitivitas 0,545 µA.µM.cm-2, dan stabilitas mencapai 63% setelah 10 hari pemakaian. Sensor ini juga memiliki selektivitas yang baik terhadap molekul asam urat ketika dideteksi bersama senyawa pengganggu.

Uric acid is a natural antioxidant compound obtained from purine metabolism. Uric acid levels must be controlled according to normal levels (1.49 – 4.46 mM) to prevent hyperuricemia which can lead to the formation of monosodium urate (MSU) crystals to Lesch–Nyan syndrome. Enzymatic-based detection has been carried out with limitations in sensitivity to denaturation, low immobilization stability and short shelf life. This study discusses the non-enzymatic design of electrochemical sensors using molecularly imprinted polymer (MIP) on graphite pencil electrodes (PGE) modified with multi-walled carbon nanotubes (MWCNTs). The aim of this research is to improve PGE performance by optimizing the MIP formation parameters. Pyrrole, used as a monomer, was electrochemically polymerized to form polypyrrole which molded uric acid to create cavities shaped like the uric acid’s active side. The optimized MIP has been obtained with the concentration ratio between monomer template molecules is 1:10, the number of polymerization cycles is 20 cycles, the polymerization rate is 100 mV/s, and the number of template molecule removal cycles is 30 cycles. Through electrochemical readings using differential pulse voltammetry (DPV), in the detection range between 0,03-3 mM, this study has reached 0,95 mM limit of detection (LOD), 0,545 µA.µM.cm-2 of sensitivity, and 63% of stability after 10 days of use. This sensor also has good selectivity for uric acid molecules which are detected along with interfering compounds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himma Firdaus
"Mikrokantilever merupakan divais berbasis Microelectromechanical Systems (MEMS) untuk mendeteksi zat atau partikel yang bermassa sangat kecil, seperti virus, bakteri, glukosa dan lain-lain. Sensor berbasis mikrokantilever telah menarik minat peneliti saat ini untuk mengembangkan aplikasinya dalam bidang kedokteran, biologi, kimia, dan lingkungan.
Pada riset ini dilakukan desain, membuat model mikrokantilever dengan persamaan matematis, dan mensimulasikan model untuk menghitung nilai sensitivitas sensor. Dari hasil simulasi akan dibahas sensitivitas sensor, frekuansi resonansi serta dimensi mikrokantilever sehingga dapat digunakan sebagai biosensor yang mampu mengukur keberadaan virus (pada tesis ini mengambil kasus virus Dengue). Telah dibuat 3 buah model mikrokantilever yaitu bentuk I, bentuk T dan bentuk V untuk selanjutnya dianalisis sensitivitas dan frekuensi resonansinya. Untuk dapat berfungsi sebagai biosensor, pengaruh pelapisan fungsionalisasi juga dimasukkan dalam perhitungan sensitivitas mikrokantilever.
Pelapisan fungsionalisasi yang diperhitungkan meliputi lapisan emas dan antibodi virus Dengue. Dari ketiga pemodelan ini tampak bahwa model yang paling sensitif adalah mikrokantilever bentuk T kemudian bentuk V (dengan lebar kaki w sama) dan terakhir bentuk I. Pemberian lapisan fungsionalisasi dapat menurunkan sensitivitas sensor. Penambahan lapisan piezoresistor setebal 0,1 mm, emas setebal 30 nm dan lapisan antibodi setebal 0,1 mm pada mikrokantilever dengan ukuran panjang 14,1 mm, lebar 4,7 mm dan tebal 200 nm, dapat mengubah nilai sensitivitas mikrokantilever dari 31,2 attogram/Hz menjadi 84 attogram/Hz. Agar dapat mendeteksi virus tunggal Dengue, maka mikrokantilever perlu dirancang dengan ukuran panjang 11,1 mm, lebar 3,7 mm, ketebalan 200 nm, dan pelapisan emas setebal 30 nm. Sensitivitas mikrokantilever yang didapat adalah 32,4 attogram/Hz dengan frekuensi resonansi pada kisaran 790 kHz.
Diharapkan dengan desain biosensor berbasis mikrokantilever dapat dijadikan acuan dalam pembuatan sensor pendeteksi virus demam berdarah Dengue secara akurat.

Microcantilever is a Microelectromechanical Systems (MEMS) based device which is able to detect substances or particles having a very small mass. Microcantilever-based sensors have attracted researchers today to develop applications in medicine, biology, chemistry, and environment.
On this research will design, generate model of microcantilever with mathematical equations, and then simulate the model to calculate the sensitivity of microcantilever. From the simulation results will be discussed sensitivity, resonant frequency and dimensions of microcantilever which is can be used as a biosensor that can measure the presence of a single virus (in this thesis use case of single Dengue virus). Created three pieces of microcantilever models consist of the I-shaped, T-shaped and V-shaped microcantilever. The models were analyzed for the sensitivity and resonant frequency. To be able to function as a biosensor, the effect of functionalization layer is considered in the calculation of microcantilever sensitivity.
Functionalization layer includes a gold and a dengue virus antibodies layer and also piezoresistive layer as transducer. From this modeling, it appears that the most sensitive model is T-shaped and then V-shaped (with the same feet length of w) and I-shaped microcantilever. Functionalization layer can reduce the sensitivity of the sensor. Addition of 0.1mm-thick of piezoresistive layer, 30 nm-thick gold layer and 0.1mm-thick of antibodies layer, can shift the microcantilever sensitivity value from 31.2 attogram/Hz to 84 attogram/Hz. To be able to detect a single Dengue virus, microcantilever shall be designed by 11,1 mm in length, 3,7 mm in width, 200m in thickness, and completed with 30 nm thick of gold coating. Microcantilever sensitivity obtained was 32.4 attogram/Hz with the resonance frequencies in the range of 790 kHz.
It is expected that with the design of microcantilever-based biosensor can be used as a reference in the fabrication of an accurate Dengue virus-detection sensor.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
T29344
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handoyo
"Biosensor yang memanfaatkan jaringan SWCNT sebagai transduser dan PDMS sebagai substrat sistem mikrofluida memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi biosensor yang memiliki senstivitas tinggi dan mudah dipabrikasi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat rangka biosensor yang sensitif terhadap lingkungan elektroniknya. Sensitivitas dari biosensor dapat dicapai dengan mengatur kerapatan jaringan SWCNT dibawah titik perkolasinya, sehingga jaringan SWCNT memiliki sifat semikonduktif.
Penelitian ini menghasilkan rangka biosensor dengan tiga variasi kerapatan pada sensornya, dan berdasarkan titik perkolasinya, satu sensor dengan kerapatan rendah memiliki sifat semikonduktif dengan perubahan respon terhadap larutan KCl 3.10-2 M mencapai 90 kali dan dua sensor dengan kerapatan tinggi memiliki sifat logam dengan perubahan respon 1,1 dan 1,04 kali.

Biosensor that utilizes Single Wall Carbon nanotube(SWCNT) network as transducer and Poly(dimethylsiloxane) (PDMS) as a substrate for microfluidic system has potential to be developed as biosensor that have high sensitivity and fabricated easily. The aim of this research is to make sensitive framework of biosensor against its electronic environment. The sensitivity of biosensor can be achieved by adjusting the density of the SWCNT network below its percolation point, so that it has semiconducting characteristic.
From this research, we have created framework of biosensor with three wariations of SWCNT's density, and based on its percolation point, one sensor with low density network have semiconductive characteristic and two sensors with high density network has metallic characteristic. Biosensor framework response to 3.10-2 M KCl solutions increasing electrical current up to 90 times for semiconductive sensor and only 1.1 and 1.04 for metallic sensors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S1642
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>