Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 227232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudhistya Ngudi Insan K
"Latar Belakang Masalah utama bagi pasien Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH) adalah ketidakmampuan berhubungan seksual dengan baik. Solusinya adalah membuatkan vagina (neovagina) yang diharapkan dapat mengembalikan fungsi seksualnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi seksual pasien MRKH yang telah dilakukan neovagina amnion graft di RSCM secara kuantitatif, mengetahui data genital hiatus dan panjang vagina pasien pasca neovagina dan hubungan antara keduanya dengan fungsi seksual, serta mengetahui persepsi dan pengalaman fungsi seksual pasien pasca neovagina amnion graft secara kualitatif.
Metode Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross-sectional dengan menilai fungsi seksual pada perempuan MRKH pasca neovagina amnion graft menggunakan kuesioner Female Sexual Function Indeks (FSFI) dengan diameter (genital hiatus) dan panjang vagina sebagai faktor yang berperan terhadap fungsi seksual. Untuk penelitian kualitatif dilakukan pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam (cross-sectional survey).
Hasil Rerata skor FSFI pada pasien pasca neovagina amnion graft di RSCM adalah 21,4 dengan rerata genital hiatus 2,9 cm, dan rerata panjang vagina 7 cm. Genital Hiatus melebihi 3,14 cm dan panjang vagina kurang dari 6,51 cenderung berkorelasi dengan skor FSFI yang rendah (kurang atau sama dengan 19). Dari pendalaman kualitatif, didapatkan pasien pasca neovagina amnion graft mampu memiliki fungsi seksual dengan baik dan pemendekan vagina menyebabkan disfungsi seksual karena nyeri. Kurangnya komunikasi dan pemanasan, serta kualitas hubungan dengan pasangan mempengaruhi faktor gairah, rangsangan, lubrikasi, orgasme dan kepuasan seksual.
Kesimpulan Pentingnya memiliki target panjang vagina minimal 7-9 cm saat pembuatan neovagina pasien MRKH dan kepatuhan pasien dalam melakukan dilatasi untuk menjaga panjang vagina yang cukup. Penelitian lanjutan multisenter diperlukan.

Background The main problem of Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH) patients is the inability to have proper sexual intercourse. Neovagina is one of the solution which is expected to restore patient’s sexual function. The purpose of this study is to determine the sexual function of MRKH patients who had undergone a neovaginal amnion graft at RSCM quantitatively, to assess the genital hiatus and vaginal length of post neovaginal data, and to determine the relationship between perceptions and experiences of sexual function with post-neovaginal amnion graft patients qualitatively.
Methods This quantitative study used a cross-sectional design by assessing sexual function in MRKH patients post-neovaginal amnion graft by Female Sexual Function Index (FSFI) questionnaire with genital hiatus and vaginal length as factors that play role in sexual function. Data collection in qualitative study uses in-depth interviews (cross-sectional survey).
Results The mean FSFI score in post-neovaginal amnion graft patients at RSCM was 21.4 with an average genital hiatus of 2.9 cm and average vaginal length of 7 cm. Genital hiatus greater than 3.14 cm and vaginal length less than 6.51 tend to correlate with a low FSFI score (less or equal to 19). Post-neovaginal amnion graft patients were able to have better sexual function and vaginal shortening leads to sexual dysfunction due to pain. Lack of communication and foreplay, as well as the quality of relationships with partners affect patient’s arousal, stimulation, lubrication, orgasm and sexual satisfaction.
Conclusion It is important to have a target vaginal length of at least 7-9 cm when undergoing neovaginal in MRKH patients. Patient compliance in dilating to maintain sufficient vaginal length also plays an important role. Further multicenter follow-up research is needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Nyoman Ardi Supartha
"Setiap individu tidak terkecuali ODHA memiliki kebutuhan dasar yang salah satunya adalah kebutuhan fisiologis seksual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan pengalaman ODHA dalam pemenuhan kebutuhan seksual dan respon pasangan mereka terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi deskriptif dengan wawancara mendalam terhadap empat belas orang yang terdiagnosa HIV/AIDS di Yayasan Spirit Paramacitta, Denpasar. Melalui analisis tematik dengan prosedur Colaizzi ditemukan lima tema yang menggambarkan pengalaman seksual ODHA. Tema-tema tersebut yaitu lain 1 Pemenuhan kebutuhan seksual ODHA, 2 Peran pasangan dalam kehidupan ODHA, 3 Berbagai rangsangan yang dipersepsikan dapat meningkatkan keinginan seksual, 4 Faktor-faktor yang dipersepsikan dapat menurunkan kemampuan dan kualitas seksual, 5 Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas seksual. Berdasarkan hasil penelitian disarankan bagi perawat untuk menyusun program penyuluhan terkait hubungan seksual dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kepuasan seksual pada ODHA. Selanjutnya direkomendasikan bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan kurikulum mata ajar keperawatan medikal bedah terkait konseling hubungan seksual pada ODHA.

Every single person including people living with HIV AIDS PLWHA has basic needs that one of them is sexual physiological needs. The purpose of this study is to explore PLWHA rsquo s experience in fulfilling their sexual needs and partner rsquo s respond toward this fulfillment. The method of this study is qualitative descriptive phenomenology, which colleting data through depth interviews from fourteen PLWHA in Paramacitta Spirit Foundation, Denpasar. Through thematic analysis procedures, we found five themes that describe sexual experiences of PLWHA. These themes namely 1 Sexual fulfillment of PLWHA, 2 Partner rsquo s role in PLWHA rsquo s life, 3 Various stimuli that are perceived can increase sexual desire, 4 Factors that are perceived can decrease ability and sexual satisfaction, 5 Efforts that are perceived can improve ability and sexual satisfaction. As a conclusion, nurses have to prepare programs regarding sexual education and intervention to improve the ability and sexual satisfaction of people living with HIV. Further recommendation for educational need is to develop a curriculum for teaching medical surgical nursing related sexual needs."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Botutihe, Sukma Nurilawati
"Penelitian ini bertujuan untukmengetahui bagaimana perbedaan karakteristik peer yang dimiliki oleh mahasiswa pelaku coitus dan bukan pelaku coitus. Pemilihan pokok permasalahan dilandasi oleh kenyataan yang menunjukkan makin banyaknya perilaku seks bebas, yang ditandai dengan perilaku seks premarital di kalangan mahasiswa. Bahkan dalam hasil penelitiannya Pacard (dalam Biran, 1996) menunjukkan bahwa, revolusi seksual berawal dari dunia kampus (perguruan tinggi).
Perubahan minat pendidikan (perguruan tinggi) yang berkembang di kalangan masyarakat, mengakibatkan penundaan dalam memasuki jenjang perkawinan. Sementara dilain pihak kematangan seksual, menyebabkan meningkatnya dorongan seksual dalam diri mahasiswa. Penundaan usia perkawinan yang semakin panjang dan tingginya dorongan seksual pada mahasiswa, mengakibatkan mereka cenderung terlibat dalam perilaku seks premarital.
Selanjutnya mahasiswa sebagai individu yang aktif dalam berbagai aktifitas di luar rumah, tidak terlepas dari proses sosialisasi dengan lingkungan sosialnya, terutama teman bermain atau peer. Kecenderungan berkurangnya otoritas orang tua terhadap berbagai masalah yang menimpa mahasiswa (terutama saat mereka berada di luar rumah), mengakibatkan peranan peer sebagai teman bermain menjadi semakin besar, terutama dalam membentuk pengetahuan dan perilaku. Oleh karena itu nilai-nilai di luar rumah sebagian besar dibentuk oleh peer. Pengaruh peer ini dapat berdampak positif (seperti perilaku menolong), juga dapat berdampak negatif (seperti, perilaku seks bebas).
Adapun peranan dan pengaruh peer terhadap individu, tidak terlepas dari karakteristik peer itu sendiri. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diperkirakan karakrteristik peer meliputi : kedekatan peer dan karakteristik perilaku peer. Kedekatan peer dan karakteristik peer tersebut dilihat berdasarkan jumlah dan bentuk-bentuk peer (friendship, clique, crowds), frekuensi penemuan dengan peer, dan asal lingkungasn peer, atmosfir aktifitas seksual peer, dan orientasi kegiatan bersama peer.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 1998 sampai dengan Agustus 1998, terhadap mahasiswa pria dan wanita yang belum pernah menikah, dan merupakan pelaku coitus maupun bukan pelaku coitus. Subyek diambil secara incidental dengan menggunakan teknik non probability sampling. Subyek yang berhasil diambil dalam penelitian ini berjumlah 120 orang.
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari data kontrol dan data-data lainnya yang sesuai dengan tujuan penelitian. Metode analisa data menggunakan presentase dan tabulasi silang. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dilakukan perhitungan chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik peer pada subyek (mahasiswa) pelaku coitus relatif berbeda dengan karakteristik peer pada subyek bukan pelaku coitus. Pelaku coitus cenderung memiliki peer dengan kedekatan yang relatif lebih kuat dibandingkan subyek bukan pelaku coitus. Pelaku coitus cenderung memiliki peer, dengan atmostir aktifitas seksual yang lebih tinggi, dibandingkan peer yang dimiliki oleh subyek bukan pelaku coitus. Selanjutnya pelaku coitus, cenderung lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi seksual yang tinggi bersama peer, dibandingkan subyek bukan pelaku coitus. Sebaliknya subyek bukan pelaku coitus, cenderung lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak berorientasi seksual yang tinggi bersama peer, dibandingkan pelaku coitus.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis mengajukan beberapa saran. Bagi remaja/mahasiswa yang tidak ingin terlibat dalam perilaku seks premarital perlu untuk memilih peer yang memiliki sikap yang sauna dan tidak terlibat secara aktif dalam perilaku seks premarital. Selain itu perlu untuk menghindari kegiatan-kegiatan bersama peer yang dapat mendorong dan merangsang untuk dilakukannya periiaku seks premarital. Bagi para orang tua diharapkan untuk menjalin hubungan dan komunikasi yang lebih terbuka dengan remaja, serta memberi dukungan pada mereka. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan perasaan aman dan nyaman bagi remaja bila berada di tengah-tengah orang tua dan keluarga."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Rokayah
"Masalah psikososial yang paling banyak dirasakan oleh klien gangguan fungsi seksual adalah ansietas dan perilaku kekerasan. Ansietas dan perilaku kekerasan bukan hanya mempengaruhi lama rawat klien di rumah sakit dan mempengaruhi juga kualitas hidup klien. Penelitian ini untuk melihat pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap ansietas dan perilaku kekerasan klien gangguan fungsi seksual di rumah sakit provinsi Jawa Barat. Desain penelitian menggunakan quasi experiment pre post test with control group. Sampel penelitian sebanyak 76 klien gangguan jiwa yang direkrut dengan simple random sampling dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 38 orang responden kelompok kontrol dan 38 orang responden kelompok intervensi. Ansietas diukur dengan menggunakan the sex anxiety inventory dan perilaku kekerasan diukur dengan menggunakan aggressive sexual behavior inventory. Data yang terkumpul dianalisis dengan chi square dan independent sample t test.
Hasil penelitian menunjukan terdapat penurunan ansietas dan perilaku kekerasan setelah dilakukan terapi relaksasi otot progresif (pvalue < 0.05). Terapi relaksasi otot progresif direkomendasikan sebagai terapi lanjutan untuk menurunkan ansietas dan perilaku kekerasan pada klien gangguan fungsi seksual.

Most psychological problem experienced by sexual disfunction client are anxiety and violent behavior. Anxiety and violent behaviour experienced by the client with sexual disfunction not only effecting the lenght of stay of hospitalization but olso affect the client?s quality of life. This study aimed to obtain the effect of progressive muscle relaxation for anxiety and violent behavior of client?s with sexual disfunction in West Java Central Mental Hospital. Quasy experimental reaserch design pre ?post with control group, design was used for this study. Sample for 76 sexual disfunction clients, consisting of 38 intervention group and 38 control group.
The result showed that the decreasing of anxiety level and violent behavior who received progressive muscle relaxation therapy greater than the group who did not get progressive muscle relaxation therapy (pvalue < 0,05). Progressive muscle relaxation therapy is recommended as advanced nursing treatment for sexual disfunction clients with anxiety and violent behavior."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T36785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep N. Mulyana
Depok: Rajawali Pers, 2023
616.858 3 ASE e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nirmala Ika Kusumaningrum
"ABSTRAK
Masa dewasa muda merupakan suatu masa yang cukup sulit, karena masa itu merupakan masa persiapan dimana seseorang mulai memikirkan perkawinan dan persiapan membentuk sebuah keluarga. Namun disisi lain masa tersebut juga merupakan suatu masa isolasi, dengan masuknya seseorang ke dunia keija dan makin berkurangnya ketergantungan dengan keluarga. Pada masa ini kehadiran teman, sahabat dan khususnya kekasih sangat berarti bagi seseorang, ketidak hadiran orang-orang tersebut dapat menimbulkan perasaan kesepian. Perasaan kesepian itu dapat dipengaruhi oleh rendahnya harga diri yang dimiliki seseorang. Dalam usaha mempertahankan hubungan yang sudah dimiliki dengan pasangannya, orang sering dituntut untuk melakukan pengorbanan. Namun bentuk pengorbanan yang diberikan itu bisa bermacam-macam, salah satunya adalah dengan mau melakukan hubungan seksual pranikah. Dari penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa orang yang memiliki harga diri rendah cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Untuk itu dibuat penelitian ini untuk melihat apakah perasaan kesepian dengan kontrol dari harga diri berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk mau berkorban dengan melakukan hubungan seksual pranikah. Dan juga akan dilihat apakah kesepian akan berpengaruh terhadap kesiapan seseorang untuk berkorban dengan melakukan hubungan seksual pranikah atau malah harga diri seseorang yang akan berpengaruh terhadap hal tersebut.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan seksual pranikah dari lingkup usia dewasa muda, karena selama ini penelitian mengenai hal tersebut lebih banyak dilakukan dikalangan remaja. Selain itu juga untuk mencoba mengangkat masalah pengorbanan sebagai salah satu alasan dari tujuan melakukan hubungan seksual pranikah.
Teori yang digunakan sebagai landasan meliputi kesepian, harga diri, hubungan seksual pranikah dan pengorbanan serta batasan tentang usia dewasa muda.
Dalam penelitian ini ada 3 buah kuesioner yang digunakan yaitu UCLA Loneliness Scale, Sel/ Esteem Inventory dan vignet yang berisi 3 macan cerita yang masing-masing memberikan stimulasi yang berbeda-beda terutama pada alasan mengapa seorang wanita mau berkorban. Perbedaan alasan pengorbanan yang diberikan adalah karena ketakutan akan munculnya perasaan kesepian sosial, perasaan kesepian emosional dan karena cinta terhadap pasangannya. Perhitungan yang digunakan adalah dengan menghitung coefficient contingency dengan menggunakan chi-square sebagai dasar perhitungannya. Sehingga hasil yang di dapat bisa dianalisa secara lebih mendalam.
Data yang diperoleh dari dari hasil perhitungan terhadap 109 subyek, menunjukkan bahwa subyek sudah memenuhi karakteristik sampel yang dibutuhkan dan penyebaran subyek sudah terbagi cukup merata. Namun ternyata sebagian besar subyek memiliki tingkat kesepian yang rendah dan harga diri yang cukup tinggi.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa perasaan kesepian tidak berhubungan dengan kesiapan seseorang untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah. Sedangkan harga diri berhubungan dengan kesepian seseorang untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah hanya jika pengorbanan itu dilakukan karena ketakutan akan munculnya perasaan kesepian emosional. Dan harga diri sebagai variabel kontrol juga tidak berpengaruh terhadap hubungan antara perasaan kesepian yang dirasakan seseorang dengan kesiapannya untuk berkorban berupa melakukan hubungan seksual pranikah.
Saran yang diajukan untuk penelitian ini adalah memperbesar jumlah sampel sehingga dapat diperoleh orang-orang yang memang memiliki tingkat kesepian yang tinggi dan harga diri yang rendah. Selain itu ada baiknya jika dilakukan penelitian lain yang juga berkaitan dengan masalah pengorbanan. Karena dari penelitian ini muncul kenyataan bahwa sebagian besar subyek menerima bahwa dalam suatu hubungan memang memerlukan pengorbanan namun saat ini mereka belum dapat menerima hubungan seksual pranikah sebagai suatu bentuk pengorbanan."
2000
S2876
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuris Putri Pertiwi
"Kurangnya pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi membuat remaja berperilaku seksual berisiko. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kondom pada remaja pria pelaku hubungan seksual pra-nikah di 5 Provinsi di Indonesia (Maluku, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua) tahun 2012. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja pria usia 15 - 24 pelaku hubungan seksual pranikah di 5 Provinsi di Indonesia yang memenuhi kriteria. Dari hasil penelitian didapatkan persentase penggunaan kondom 14,2%. Adapun variabel yang berhubungan secara statistik dari faktor predisposisi adalah usia, dengan peluang penggunaan kondom lebih besar pada usia 20 - 24 tahun (PR : 1,764, 95% CI : 1,004 - 3,096), faktor enabling adalah keikutsertaan dalam forum edukasi kesehatan reproduksi (PR : 2,332, 95% CI : 1,289 - 4,217), sedangkan faktor reinforcing adalah peran sekolah (PR : 1,715, 95% CI : 1,015 - 2,897). Oleh karena itu disarankan untuk melaksanakan optimalisasi program PIK Remaja, integrasi pelajaran kesehatan reproduksi di sekolah, dan memanfaatkan media informasi lebih massive lagi.

Lack of understanding about reproductive health in adolescents make them have risky sexual behavior. This study aims to determine the factros related with condom use among male adolescent who had sexual intercourse before marriage in 5 provinces in Indonesia (Maluku, North Sulawesi, North Maluku, West Papua and Papua) in 2012. The study design was cross-sectional using data Indonesia Demographic and Health Survey 2012. The sample in this study were male adolescent aged 15 - 24 who had sexual intercourse before marriage in the 5 provinces in Indonesia that meet the criteria. From the results, the percentage of condom use is 14.2%. The variables associated statistically of predisposing factors is age, with the chance of condom use is greater in the age of 20 - 24 years (PR : 1.764, 95% CI: 1.004 to 3.096), the factors enabling is participation in the forums education of reproductive health (PR: 2.332, 95% CI: 1.289 to 4.217), while reinforcing factor is the role of the school (PR: 1.715, 95% CI: 1.015 to 2.897). It is therefore advisable to carry out optimization of PIK youth program, the integration of reproductive health education in schools, and utilize information more massive media again.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghaisani Fadiana
"Latar belakang Disorders of sex development (DSD) 46,XY adalah kelainan bawaan perkembangan gonad maupun struktur genitalia interna dan eksterna yang berhubungan dengan kromosom 46,XY. Manifestasi klinis DSD yang bervariasi, diagnosis akhir, gender assignment, tata laksana terapi hormon dan pembedahan dapat memberikan dampak pada kualitas hidup dan psikososial. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran spektrum klinis, luaran (diagnosis akhir, gender assignment, pembedahan), kualitas hidup, gangguan psikososial dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode Studi dilakukan terhadap 122 anak yang berusia kurang dari 18 tahun dengan DSD 46,XY yang berobat ke RSUPN Cipto Mangunkusumo pada 5 tahun terakhir. Pengambilan data sekunder seperti spektrum dan luaran klinis dilakukan mulai Januari hingga Mei 2022. Sebanyak 56 subyek dilakukan wawancara untuk evaluasi kualitas hidup dengan instrumen The Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQLTM) dan gangguan psikososial dengan instrumen Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ).
Hasil Manifestasi klinis terbanyak pada DSD 46,XY adalah hipospadia (97,5%), mikropenis (82,8%), skor EMS < 7 (81,1%), dan skrotum bifidum (75,4%). Sebagian besar individu dengan DSD 46,XY ditetapkan (gender assignment) sebagai lelaki (98,4%), dengan 5,74% subyek yang mengalami perubahan gender assignment dari perempuan. Diagnosis akhir pada DSD 46,XY adalah gangguan maskulinisasi (89,34%), disgenesis gonad (7,38%) dan gangguan sintesis/fungsi androgen (3,28%). Prevalensi gangguan kualitas hidup dan psikososial pada DSD 46,XY rendah. Analisis fungsi domain PedsQLTM dan SDQ menunjukkan 10,71% dan 25,64% subyek mengalami gangguan pada salah satu fungsi kualitas hidup dan/atau salah satu komponen psikososial. Pembedahan pada DSD 46,XY berhubungan dengan fungsi emosi kualitas hidup (p = 0,012) dan psikososial (p = 0,025), sedangkan skor EMS berhubungan dengan fungsi sekolah (p = 0,038).

Background : Clinical Manifestations, Outcomes, and Quality of Life in Children with 46,XY Disorder of Sex Development (DSD) : Dr. Frida Soesanti, Sp.A(K) DR. Dr. Irfan Wahyudi, Sp.U(K) DR. Dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH Disorders of sex development (DSD) 46,XY is a developmental disorder of gonadal, external, and internal genitalia associated with chromosome 46,XY abnormalities. Varied clinical manifestations, definitive diagnosis, gender assignment, hormone replacement therapy, and surgery may have an impact on the quality of life and psychosocial problems. Objective The study aims to describe clinical manifestations, outcomes (definitive diagnosis, gender assignment, surgery), quality of life, psychosocial problems, and their related factors in children with 46,XY DSD. Methods A study was conducted on 122 subjects below 18 years of age who had been initially diagnosed with 46,XY DSD for the past 5 years (2017-2022) in Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. Secondary data such as clinical manifestations and outcomes were collected from both paper-based and electronic-based medical records from January until May 2022. Fifty-six subjects were able to join telephone interviews assessing their quality of life using The Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQLTM) and psychosocial problems using the Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ). All data were statistically analyzed with SPSS version 25.0.
Results The most common clinical manifestations in 46,XY DSD were hypospadias (97.5%), micropenis (82.8%), EMS score < 7 (81.1%), and bifid scrotum (75.4%). The majority of the subjects were finally assigned as male (98,4%) with only 5.74% of subjects having gender assignment change from female to male. The definitive diagnosis of DSD 46,XY was undermasculinization disorder (undefined) (89.34%), gonadal dysgenesis (7.38%), and androgen insensitivity syndromes (3.28%). The prevalence of quality of life disorders and psychosocial problems was low. PedsQLTM and SDQ subscale analysis showed that 10.17% and 25.64% of subjects had abnormal scores of quality of life and psychosocial problems, respectively. Surgery was associated with lower emotional function in PedsQLTM (p = 0,012) and its total score (p = 0,023), and emotional component of SDQ (p = 0.025). Scores of EMS were also associated with the school function of PedsQLTM (p = 0.038). Conclusion Surgery is an important factor affecting the emotional function of the quality of life and psychosocial problems; whereas an EMS score < 7 is associated with school function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Euforia reformasi melahirkan pergerakan yang luar biasa bagi pertumbuhan media di Indonesia secara kuantitas.Bila pada masa Orde Baru sebelum reformasi terdapat pengetatan dan proteksi terhadap media-media yang ada (misalnya melalui kontrol Departemen Penerangan dengan berbagai kebijakan yang di keluarkan seperti SIUPP untuk pers cetak), maka di era reformasi ini terjadi hal yang sebaliknya...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Puspitasari
"Dalam tesis ini, disajikan edisi teks naskah Suluk Perkawinan (SP) dan dibahas makna perkawinan dalam naskah tersebut. Pada penelitian ini, digunakan metode edisi kritis untuk menyajikan edisi teks dan analisis temauntukmelihatmaknaperkawinan. Hasil penelitian memperlihatkan pengertian yang khas, tidak lazim, mengenai makna perkawinan dalam SP. Pengertian yang khas tersebut muncul dari suatudasar, tasawuf. Penelitian mengenai teks SP sendiri masih berpeluang untuk disempurnakan.

This thesis presents text edition of Suluk Perkawinan (SP) and the meaning of marriage in SP. This research uses critical edition method to present text edition and theme analysis to see the meaning of marriage. The research shows that there is an unusual meaning of marriage in SP. That unusual meaning is based on tasawuf. There is opportunity to complete research of text of SP.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T45128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>