Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jasmine Eka Tania
"Secara umum, kata ani bermakna ‘tidak’ dan dapat dikelompokkan sebagai adverbia dan interjeksi dalam bahasa Korea. Akan tetapi, kata ani juga digunakan sebagai pemarkah wacana dalam percakapan bahasa Korea dengan fungsi yang beragam. Penelitian ini membahas fungsi pragmatis kata ani sebagai pemarkah wacana dalam bahasa Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi pragmatis kata ani sebagai pemarkah wacana dalam bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan kata ani sebagai pemarkah wacana memiliki fungsi yang berbeda-beda, yakni sebagai penanda perubahan topik, penanda kontrastif, penanda elaboratif, dan penanda referensial.

In general, the Korean word ani can be classified as an adverb and an interjection. However, the word ani is also used as a discourse marker in Korean conversations with various functions. This study discusses the pragmatic function of the word ani as a discourse marker in Korean. Thus, the purpose of this study is to describe the pragmatic function of the word ani as a discourse marker in Korean. With this study being a library research study, the present researcher proposes the descriptive qualitative approach. The findings of this study revealed that the word ani, as a discourse marker, serves several functions in pragmatic units, namely topic change marker, contrastive marker, elaborative marker, and inferential marker."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Afifah Diyana
"Kata mwo adalah kata tanya dalam bahasa Korea yang berfungsi sebagai penanda interogatif dalam konstruksi interogatif dan penanda tidak definit. Namun, dalam bahasa Korea kata mwo juga bisa digunakan sebagai pemarkah wacana (discourse marker/DM) khususnya dalam percakapan yang merupakan bentuk wacana lisan. Menurut Renkema & Schubert (2018) pemarkah wacana (discourse markers) merupakan partikel pragmatis dalam komunikasi lisan yang fungsi utamanya menjadi penanda yang mengindikasikan aspek sikap dalam suatu struktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi fungsi pragmatis kata mwo sebagai pemarkah wacana dalam tuturan menurut Chung (2019). Chung membagi klasifikasi pemarkah wacana mwo ke dalam 4 kelompok yaitu, sebagai placeholder, mitigasi, penekanan, dan penanda hubungan interpersonal. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan drama Itaewon Class sebagai korpus. Hasilnya ditemukan sebanyak 299 kali penggunaan kata mwo sebagai pemarkah wacana dalam 16 episode drama. Fungsi pragmatis pemarkah wacana mwo yang paling banyak ditemukan termasuk dalam kategori penekanan (45%), diikuti oleh kategori mitigasi (26%), placeholder (18%) dan terakhir yaitu kategori penanda hubungan intrapersonal (10%).

Mwo is one of the Korean question words. It serve both as an interrogative marker in question sentence and an indefinite marker. However, in Korean spoken conversation mwo is often appeared as discourse marker (DM). According to Renkema & Schubert (2018) discourse markers are pragmatic particles in oral communication whose main function is to be a marker that indicates aspects of attitude in a structure. This study aims to identify and classify the pragmatic function mwo as discourse marker in spoken context with Chung (2019)’s categorization which can be divided into 4 main function; mwo as placeholder, mitigator, emphatic, and interpersonal markers. This study used a descriptive qualitative method with Korean drama Itaewon Class as the corpus data source. The results found that, in 16 episodes of Itaewon Class drama, mwo appeared as discourse markers 299 times. The pragmatic function of discourse marker mwo that most commonly found is in the emphathic function category (45%), followed by the mitigator category (26%), placeholder (18%) and finally the interpersonal relationship markers category (10%)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mellyana Murtanu
"Dalam bahasa Korea, kata geurae berposisi sebagai kata seru dalam sebuah kalimat, namun penggunaannya dalam komunikasi lisan memiliki berbagai makna dan fungsi. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat diketahui bahwa terlepas dari makna dasarnya, kata geurae juga sering digunakan sebagai pemarkah wacana (Discourse Marker/DM), khususnya dalam sebuah percakapan. Pemarkah wacana merupakan kata yang digunakan oleh penutur untuk mengekspresikan perasaan dan pandangan penutur terhadap suatu konteks pembicaraan ke mitra tutur. Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk menganalisis bentuk, makna, dan fungsi kata geurae sebagai pemarkah wacana dalam percakapan Bahasa Korea. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik deskriptif yang bersifat studi literatur. Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa kata geurae memiliki tujuh fungsi wacana yang dapat dikategorikan ke dalam dua kategori, yaitu kata reaktif dan kata progresif. Geurae sebagai kata reaktif memiliki fungsi wacana afirmasi, jawaban, rasa kaget, konfirmasi, dan tanggapan, sedangkan kata geurae sebagai kata progresif berfungsi untuk menarik perhatian dan penekanan.

In Korean, the word geurae is positioned as an exclamation point in a sentence but its use in oral communication has diverse meanings and functions. Based on various references from previous researches, it is shown that apart from its basic meaning, the word geurae is also often used as a Discourse Marker (DM), especially in a conversation. Discourse markers are words use by speakers to express their feelings and view of a conversation context to a speech partner. The purpose of this study was to analyze the form, meaning, and function of the word geurae as a discourse marker in Korean conversation. This study is a descriptive linguistics study of literature. From the results of data analysis, it can be concluded that the word geurae has seven discourse functions that can be categorized into two categories, namely reactive words and progressive words. Geurae as a reactive word has a discourse function of affirmation, answer, surprise, confirmation, and response, whereas the word geurae as a progressive word serves to attract attention and emphasis. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vica Qottrun Jannah
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai keistimewaan dari lafaz Qul pada Q.S. Al-Ikhlāṣ terkait seruan terhadap Tauḥīdullāh dan Ma’rifātullāh yang terdapat di dalamnya. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif analisis yang bersifat kualitatif. Konsep pokok penelitian yang digunakan adalah teori kesantunan positif dan negatif yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson untuk mengetahui kemuliaan dari perintah yang diberikan oleh Allah sebagai penutur kepada Rasulullāh sebagai petutur-Nya. Jurnal ini meneliti tentang frasa Qul yang terdapat pada ayat pertama Q.S. Al-Ikhlāṣ, serta kaitannya dengan seruan Tauḥīdullāh melalui pendekatan pragmatik dengan studi khusus yaitu tindak tutur dan strategi kesantunan. Pada wacana morfologi dan sintaksis Arab terdapat lafaz Qul yang memiliki arti ‘katakanlah’ sebagai kata fokus untuk mendapatkan partisipel aktif dan partisipel pasif sehingga ditemukan bahwa Allah adalah قَائِلٌ (qāilun) sebagai yang memberikan perintah dan Rasulullāh adalah مَقُوْلٌ (maqūlun) sebagai yang menjalankan perintah. Berdasarkan tinjauan strategi kesantunan yang dikaitkan dengan Asbāb An-Nuzūl dari surah Al-Ikhlāṣ didapatkan bahwa komunikasi yang digunakan antara Rabb dengan Rasul-Nya adalah termasuk ke dalam strategi kesantunan positif. Hal tersebut menunjukkan keagungan dari Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai Rasulullāh yang menerima wahyu secara langsung sebagai hamba dengan keistimewaan yang tersematkan ke dalam dirinya. Sehubungan dengan itu, lafaz Qul sebagai verba imperatif yang bersifat perintah dengan ketegasan di dalamnya menunjukkan bahwa seruan Tauḥīdullāh adalah keharusan untuk Rasulullāh menjalankannya dan kewajiban untuk para hamba-Nya agar meng-Esa-kan Allah. Berdasarkan kajian yang peneliti paparkan pada jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa lafaz Qul dalam surah Al-Ikhlāṣ memiliki peran yang sangat kuat terkait seruan Tauḥīdullāh.

This research is motivated by the various features of the "Qul" phrase in Quran Surah Al-Ikhlāṣ, which related to the call to Tauḥīdullāh and Ma’rifātullāh contained in it. The research method used is descriptive analysis with the qualitative approach. The central concept used in this research was the theory of positive and negative politeness developed by Brown and Levinson in the interest of knowing God's commandment as a speaker to Rasulullāh as His advice. This journal examines the "Qul" phrase contained in the first verse of Quran Surah Al-Ikhlāṣ, and its relation to the call of Tauḥīdullāh through a pragmatic approach precisely in the study of speech and politeness strategies. In Arabic morphological and syntactic discourse, the phrase "Qul” means 'say!' as the focus phrase for obtaining the active and passive participle. So it is found that God is قَائِلٌ (qāilun) as the one who gives the command and Rasulullāh is مَقُوْلٌ (maqūlun) as the one who executes the command. Based on the review of the politeness strategy which attributed to Asbāb An-Nuzūl from the surah Al-Ikhlāṣ, it is obtained that the communication between the Lord and His Messenger is categorized as a positive politeness strategy. It shows God's majesty as the One True God and Muhammad as Rasulullāh, who receives revelation directly as a servant with features embedded in him. Thus, "Qul" as an imperative verb which denotes a command with firmness in it indicates that the call of Tauḥīdullāh is a necessity for Rasulullāh to carry it out and an obligation to have a faith that Allah is the only God. Based on the study researchers presented in this article, it can be concluded that "Qul" in surah Al-Ikhlāṣ has an influential role in the appeal of Tauḥīdullāh. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Widawati
"Bahasa Mandarin menggunakan karakter Han sebagai sistem aksaranya. Ketika mempelajari karakter Han sering dijumpai adanya homografi. Homografi adalah dua karakter yang memiliki bentuk sama tetapi berbeda makna. Salah satu kata yang berhomografi adalah 着. 着 memiliki beberapa pelafalan dan makna. Secara gramatikal, karakter homografi着 dapat dilafalkan dengan dua cara, yaitu zhe dan zháo. Karakter 着 yang dilafalkan zhe berfungsi sebagai pemarkah aspek, sedangkan karakter 着 yang dilafalkan zháo berfungsi sebagai pelengkap hasil. Dalam sebuah kalimat karakter着 ini memiliki kesamaan posisi, yaitu terletak mengikuti verba. Hal inilah yang sering kali membuat pembelajar kesulitan membedakan fungsi sehingga salah saat melafalkan. Penelitian ini membahas karakter 着dengan fungsi sebagai aspek dan pelengkap. Sumber data yang digunakan dalam tugas akhir ini diperoleh dari buku ajar terjemahan汉语阅读速成Hànyǔ Yuèdú Sùchéng dan beberapa artikel daring, berupa kalimat yang mengandung karakter 着. Data kemudian dianalisis berdasarkan karakteristik fungsi dan konteksnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil analisis yang diperoleh adalah memperkenalkan dua fungsi karakter homografi 着sebagai aspek dan pelengkap dan membantu pembelajar dalam membedakan fungsi.

Mandarin uses the Han character as its script system. When studying the Han character, homography is often found. The homography itself is two characters that have the same form but different meanings. One of the words that have a homograph is 着.着 has some pronunciations and meanings. Grammatically, the homographic character 着 can be pronounced in two ways, namely zhe and zháo. The character 着 pronounced zhe as an aspect marker, while the character 着 pronounced zháo as a complement of the results. In the sentence, the character 着 has the same position, which is located following the verb. This often makes the students difficult to distinguish the appropriate functions in reciting. This study discusses the character 着 with functions as aspect and complement. The data source used in this final assignment is the sentence was obtained from the textbook translation汉语 阅读 速成 Hànyǔ Yuèdú Sùchéng and several online text. Data analysis is then performed based on the characteristics of the function and its context. The method used in this research is a descriptive qualitative method. The results of the analysis obtained are introducing two homographic character functions as aspect and complement and helping learners differentiate functions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Louise Ahlstrand
"Women in politics invariably attract heightened levels of attention due to their marked difference to the masculine political norm. With the rise of social media and online news, political women can achieve visibility, but also experience even more intense scrutiny. Former first lady, Ani Yudhoyono became an iconic figure in the lead up to the 2014 Indonesian presidential election, through her association with her husband’s flailing presidency, and as a high-profile political woman involved in social media blunders. Using critical discourse analysis, specifically social actor analysis, this paper examines the discursive strategies engaged by the mainstream Indonesian online news media to malign Ani Yudhoyono, and draw a wedge between her and the Indonesian public, which in turn undermined her husband’s presidency. The analysis highlights the role of online news media discourse in shaping power relations and ideological groupings, as well as the role of first lady as a target of political contestation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
909 UI-WACANA 24:1 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djumali Mangunwidjaja
Jakarta: Penebar Swadaya, 1994
660.281 DJU t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Suryani
Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB, 2000
631.3 ANI d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alberthiene Endah Kusumawardani
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018
920 ALB a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wilis Putri Andreasti
"Skripsi ini membahas fungsi bahasa Roman Jakobson yang muncul pada ujaran dalam film Fack Ju Göhte yang mengandung kata Arsch dalam berbagai bentuk. Film Fack Ju Göhte dipilih karena merupakan film komedi remaja yang menjadi film tersukses di Jerman pada tahun 2013. Teori yang digunakan, yaitu fungsi bahasa, makna kata, dan morfologi dalam bahasa Jerman. Hasil dari penelitian ini adalah kalimat yang mengandung kata Arsch memiliki fungsi referensial, emotif, konatif, dan puitis. Selain itu, kalimat yang mengandung kata Arsch lebih banyak muncul bukan sebagai makian.

This thesis discusses Roman Jakobson?s functions of language in a statement uttered in a film called Fack Ju Göhte, which contains the word Arsch in various forms. The Fack Ju Göhte film is chosen because it is a young adult comedy that became the most successful film in Germany in the year 2013. The theories being used are language function, the meaning of a word, and morphology in Germany language. The result from this research is the finding that sentences that contain the word Arsch have the functions of referential, emotive, conative, and poetic. Furthermore, sentences that contain the word Arsch appear more often not as a swearing."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>