Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143795 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karina Novianti
"Kemoterapi menjadi salah satu jenis pengobatan kanker anak. Mukositis oral merupakan gangguan kesehatan mulut paling lazim akibat kemoterapi. Pengetahuan orang tua tentang perawatan mulut sangat diperlukan untuk mencegah mukositis oral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang perawatan mulut dengan kejadian mukositis oral. Desain penelitian cross sectional dengan sampel 56 orang tua dan pasien anak yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Alat ukur berupa Oral Assessment Guide (OAG) dan kuesioner pengetahuan perawatan mulut. Analisis data menggunakan Chi-square. Penelitian ini menunjukkan gambaran pengetahuan orang tua tentang perawatan mulut kurang (58.9%) dan kejadian mukositis oral sebanyak (28.6%). Uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara pengetahuan orang tua tentang perawatan mulut dengan kejadian mukositis oral (p=1.00). Hasil penelitian ini merekomendasikan perlunya peningkatan pengetahuan orang tua tentang berkumur dan penggunaan instrumen OAG untuk mendeteksi dini kejadian mukositis oral di ruang rawat.

Chemotherapy is a type of childhood cancer treatment. Oral mucositis is the most common oral health disorder due to chemotherapy. Parents' knowledge about oral care is needed to prevent oral mucositis. This study aims to determine the relationship between parental knowledge about oral care and the incidence of oral mucositis. The study design was cross sectional with a sample of 56 parents and pediatric patients selected by purposive sampling technique. Measuring tools in the form of Oral Assessment Guide (OAG) and oral care knowledge questionnaire. Data analysis using Chi-square. This study shows that parents' knowledge about oral care is lacking (58.9%) and the incidence of oral mucositis was (28.6%). Statistical tests showed that there was no significant relationship between parents' knowledge about oral care and the incidence of oral mucositis (p=1.00). The results of this study recommend the need to increase parental knowledge about gargling and the use of OAG instruments to detect early occurrence of oral mucositis in the ward."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Putri Rahmadita
"Latar Belakang : Kesehatan mulut merupakan masalah kesehatan masyarakat utama yang dapat mengenai semua kelompok populasi, dan kelompok anak usia dini penting untuk diperhatikan. Masalah kesehatan mulut yang paling penting pada masa ini adalah Early Childhood Caries (ECC). ECC dapat dicegah dengan pemberian pendidikan kesehatan kepada anak. Taman Kanak-Kanak (TK) tepat untuk dijadikan sebagai pusat pendidikan kesehatan bagi anak, dan guru TK memainkan peranan penting dalam hal ini. Namun ditemukan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik guru TK masih kurang serta terdapat beberapa faktor yang memengaruhi hal ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara berbagai karakteristik pribadi guru TK dan pengetahuan, sikap, dan praktik mengenai kesehatan mulut di Jakarta Selatan.
Metode: Studi analitik observasional cross-sectional dengan metode convenience sampling dilakukan pada beberapa TK di Jakarta Selatan dengan menggunakan kuesioner secara daring yang disebarluaskan melalui pesan grup WhatsApp dan melibatkan 253 guru TK. Kuesioner digunakan untuk pengambilan data karakteristik pribadi serta pengetahuan, sikap, dan praktik guru TK mengenai kesehatan mulut. Analisis statistik meliputi statistik deskriptif, uji korelasi Spearman, dan uji bivariat (p < 0,05).
Hasil: 66,4% guru TK memiliki pengetahuan yang baik, 53% guru TK memiliki sikap yang baik, dan 55,7% guru TK memiliki praktik yang baik mengenai kesehatan mulut. Terdapat hubungan positif signifikan antara pengetahuan dan sikap, pengetahuan dan praktik, dan sikap dan praktik guru TK mengenai kesehatan mulut. Terdapat perbedaan signifikan antara status pernikahan, anak, dan pengalaman pelatihan kesehatan mulut dengan pengetahuan mengenai kesehatan mulut (p < 0,05).
Kesimpulan: Sebagian besar guru TK sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang baik mengenai kesehatan mulut. Terdapat hubungan antara pengetahuan dan sikap, pengetahuan dan praktik, dan sikap dan praktik guru TK mengenai kesehatan mulut. Karakteristik pribadi guru TK seperti status pernikahan, anak, dan pengalaman pelatihan kesehatan mulut memiliki hubungan dengan pengetahuan mengenai kesehatan mulut.

Background: Oral health is a major public health problem that can affects all population group, and it is important to pay attention to early childhood group. The most important oral health problem at this time is Early Childhood Caries (ECC). ECC can be prevented by providing health education to children. Kindergarten has become an approriate place as a center for health education for children and kindergarten teacher plays important role in this. However, it was found that teachers were still lacking in knowledge, attitude, and practice and there were several factors that influenced this. This study aims to determine the relationship between kindergarten teachers’ various personal characteristics and knowledge, attitude, and practice regarding oral health in South Jakarta.
Methods: A cross-sectional observational analytic study using the convenience sampling method was conducted in several kindergartens in South Jakarta using an online questionnaire which was distributed via WhatsApp group message and involved 253 kindergarten teachers. The questionnaire was used to collect data on kindergarten teachers’ personal characteristics and knowledge, attitude, and practice regarding oral health. Statistical analysis included descriptive statistics, Spearman correlation test, and bivariate test (p < 0,05).
Results: 66,4% of kindergarten teachers had good knowledge, 53% of kindergarten teachers had good attitude, and 55,7% of kindergarten teachers had good practice regarding oral health. There was a significant positive correlation between kindergarten teachers’ knowledge and attitude, knowledge and practice, and attitude and practice regarding oral health. There was a significant difference between marital status, children, and oral health training experience with knowledge regarding oral health (p < 0,05).
Conclusion: Most kindergarten teachers already had good knowledge, attitude, and practice regarding oral health. There was a correlation between kindergarten teachers’ knowledge and attitude, knowledge and practice, and attitude and practice regarding oral health. Kindergarten teachers’ personal characteristics such as marital status, children, and oral health training experience were associated with knowledge regarding oral health.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairissa muthia, Author
"Latar belakang: Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi kronis dengan prevalensi yang cukup tinggi di dunia. Saat ini, di Indonesia, prevalensi kondisi stunting masih melebihi batasan dari ketentuan WHO (World Health Organization) yaitu ambang batas prevalensi masalah stunting sebesar <20%. Penyakit karies dan status gizi seseorang dapat saling berhubungan satu sama lain. Karies gigi sulung yang tidak dirawat dapat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Tujuan: Mengetahui prevalensi stunting dan karies pada anak usia 5 tahun di Indonesia serta melihat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut dengan stunting anak usia 5 tahun. Metode: Penelitian cross-sectional pada 410 anak berusia 5 tahun melalui kuisioner data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dan pemeriksaan klinis gigi. Hasil: Prevalensi stunting pada 410 anak usia 5 tahun adalah 25,4%. Tingkat keparahan karies paling banyak ditemukan pada kategori S-ECC sebesar 260 anak (63,5%). Berdasarkan uji Chi-square, terdapat hubungan (p= 0,001) antara stunting dengan tingkat pendidikan orang tua dan sosial ekonomi. Tidak terdapat hubungan antara karies dengan stunting. Kesimpulan:Terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan orang tua dan status sosioekonomi dengan status gizi berupa stunting.

Background: Stunting, is one of the chronic malnutrition problems with a relatively high prevalence in the world. Nowadays, in Indonesia, the prevalence of stunting conditions still exceeds the limits of threshold prevalence of the World Health Organization (WHO) provisions which is <20%. Caries disease and nutritional status can be related to one another. Untreated caries in deciduous teeth can affect a nutritional status in individuals. Objective: This study aims to determine the prevalence of stunting and caries disease of 5 year old children in Indonesia and to determine the relationship between oral health status with stunting of 5 year-old children. Method: A cross-sectionl study of 410 children aged 5 years old through clinical tooth examinations and questionnaire of National Health Survey 2018. Results: The prevalence of stunting in 410 children aged 5 years old was 25,4%. Caries severity was mostly found in the S-ECC category of 260 children (63,5%). Based on the Chi-square test, there is a correlation (p=0,001) between stunting with the level of parenteral education and sosioeconomic status. There is no correlation between caries and stunting. Conclusion: There is a significant correlation between the level of parenteral education and socioeconomic status with nutritional status in the form of stunting."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tassya Lay
"Latar Belakang: Kesehatan mulut mengacu pada kesehatan gigi, gingiva, dan seluruh sistem mulut-wajah yang memungkinkan kita untuk tersenyum, berbicara, dan mengunyah. Kesehatan mulut yang buruk dapat memperburuk kondisi kesehatan umum, juga sebaliknya. Kolaborasi yang baik antara tenaga kesehatan merupakan hal yang penting dalam memberikan perawatan mulut. Untuk membangun kolaborasi yang baik, edukasi perawatan kesehatan mulut diperlukan.
Tujuan: Untuk mengetahui tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi tentang kesehatan gigi dan mulut yang dimiliki mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Angkatan 2021.
Metode: Penelitian deskriptif analitik potong lintang pada 442 mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya.
Hasil Penelitian: Dari 442 mahasiswa, sebanyak 223 mahasiswa (50,5%) memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang tinggi. Namun, tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang dimiliki mahasiswa FIK lebih rendah dibandingkan mahasiswa FK dan FKG, dengan 65,8% mahasiswa FIK memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang rendah, sedangkan mayoritas mahasiswa FK (51,9%) dan FKG (63,2%) memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang tinggi.
Kesimpulan: Sebagian besar mahasiswa (50,5%) memiliki tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi yang tinggi. Tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi responden dipengaruhi asal fakultas.

Background: Oral health refers to the health of teeth, gums, and the entire mouth-face system that enables us to smile, talk, and chew. Poor oral health can worsen general health conditions. Good collaboration between health workers is important to providing oral health care. In order to promote collaborative oral health care, oral health care education is needed.
Objectives: To determine the level of awareness, attitudes, and perceptions of oral health care among students of Health Sciences Cluster, Universitas Indonesia, batch 2021.
Methods: Cross-sectional analytic descriptive study method involving 442 students of Health Science Cluster, Universitas Indonesia using valid and reliable questionnaire.
Results: 223 out of 442 students (50,5%) had high level of awareness, attitudes, and perceptions of oral health care. However, the level of awareness, attitudes, and perceptions of nursing students were lower than medical students and dental students, 65.8% of nursing students had low levels of awareness, attitudes, and perceptions, while the majority of medical students (51.9%) and dental students (63.2%) had high level of awareness, attitudes, and perceptions.
Conclusion: Most students (50,5%) had high level of awareness, attitudes, and perceptions. The level of awareness, attitudes, and perceptions were influenced by faculty.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafif Fasya Rizkyaldi
"Latar Belakang : Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) memiliki insidensi yang cukup tinggi di Indonesia. KSSRM memiliki faktor risiko yang sangat beragam, di antaranya konsumsi produk tembakau, kebiasaan minum minuman beralkohol, konsumsi areca nut, faktor genetik, lokasi tumor, jenis kelamin, dan usia. Biopsi dan pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan hematoxylin-eosin masih menjadi gold standard dalam diagnosis definitif KSSRM. Derajat diferensiasi KSSRM umum digunakan sebagai kriteria untuk mengklasifikasi keparahan jaringan kanker. Namun, diperlukan gambaran histopatologis lain yang dapat digunakan untuk menentukan derajat diferensiasi KSSRM. Pleomorfisme nuklear mengacu pada variasi ukuran dan bentuk inti sel. Peningkatan pleomorfisme nuklear telah diasosiasikan dengan peningkatan keganasan dan metastasis kanker. Jumlah mitosis atau jumlah sel yang sedang mengalami pembelahan, telah dihubungkan dengan keganasan, prognosis yang buruk, dan metastasis pada KSSRM. Infiltrasi limfoplasmasitik didefinisikan sebagai fenomena invasi sel-sel inflamasi seperti limfosit dan plasma pada daerah peritumoral sebagai respons imun tubuh terhadap sel kanker. Penurunan infiltrasi limfoplasmasitik telah diamati memiliki hubungan dengan terjadinya metastasis nodus limfa, rekurensi, dan prognosis yang buruk. Analisis hubungan derajat pleomorfisme nuklear, jumlah mitosis, dan tingkat infiltrasi limfoplasmasitik perlu dilakukan untuk menyusun strategi perawatan yang lebih komprehensif sesuai dengan karakteristik derajat pleomorfisme nuklear, jumlah mitosis, dan tingkat infiltrasi limfoplasmasitik pasien. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keparahan KSSRM berdasarkan derajat pleomorfisme nuklear, jumlah mitosis, dan tingkat infiltrasi limfoplasmasitiknya. Metode : Penelitian deskriptif analitik menggunakan sampel jaringan KSSRM yang diberi pewarnaan hematoxylin-eosin. Sampel tersebut diamati menggunakan mikroskop cahaya. Hasil : Derajat pleomorfisme nuklear dan jumlah mitosis memiliki hubungan yang bermakna (p<0,05) dengan derajat diferensiasi KSSRM. Hasil yang berkorelasi positif terhadap derajat diferensiasi KSSRM juga teramati pada derajat pleomorfisme nuklear (r=0,584) dan jumlah mitosis (r=0,675). Belum ditemukan hubungan bermakna (p>0,05) antara tingkat infiltrasi limfoplasmasitik dan derajat diferensiasi KSSRM. Belum ditemukan pula hubungan yang bermakna antara lokasi tumor, jenis kelamin, dan usia terhadap derajat diferensiasi KSSRM. Kesimpulan : Ditemukan hubungan antara derajat pleomorfisme nuklear dan jumlah mitosis terhadap derajat diferensiasi KSSRM. Sehingga, makin tingginya derajat pleomorfisme nuklear dan jumlah mitosis akan memperburuk derajat diferensiasi KSSRM. Namun, belum ditemukan hubungan antara tingkat infiltrasi limfoplasmasitik dengan derajat diferensiasi KSSRM. Hubungan bermakna juga belum ditemukan antara lokasi tumor, jenis kelamin, dan usia terhadap derajat diferensiasi KSSRM.

Indonesia. OSCC has various risk factors, including tobacco use, alcohol consumption, areca nut use, genetic factor, tumor location, gender, and age. Biopsy and histopathological examination with hematoxylin-eosin staining remain the gold standard for diagnosing OSCC. Thus, the histopathological evaluation of OSCC is critical for determining prognosis and appropriate management. The degree of differentiation of OSCC is commonly used as a criterion for classifying the severity of cancer tissue. However, other histopathological features are needed to determine the degree of differentiation in OSCC. Nuclear pleomorphism refers to variations in the size and shape of cell nuclei. Increased nuclear pleomorphism has been associated with higher malignancy and cancer metastasis. The number of mitoses, reflecting the number of cells undergoing division, has been linked to malignancy, poor prognosis, and metastasis in OSCC cases. Lymphoplasmacytic infiltration is defined as invasion by inflammatory cells such as lymphocytes and plasma cells as part of the body's immune response to cancer cells. A decrease in lymphoplasmacytic infiltration has been observed to correlate with lymph node metastasis, recurrence, and poor prognosis. Analyzing the relationship between the degree of nuclear pleomorphism, the number of mitosis, and the level of lymphoplasmacytic infiltration is necessary to develop more comprehensive treatment strategies tailored to the characteristics of nuclear pleomorphism, mitotic count, and lymphoplasmacytic infiltration in OSCC patients. Objective: This study aims to analyze the severity of OSCC based on the degree of nuclear pleomorphism, number of mitosis, and the level of lymphoplasmacytic infiltration. Methods: A descriptive-analytical study was conducted using OSCC tissue samples stained with hematoxylin-eosin. These samples were observed under a light microscope. Results: The degree of nuclear pleomorphism and mitotic count showed a significant relationship (p<0.05) with the OSCC degree of differentiation. Positive correlations for nuclear pleomorphism (r=0.584) and mitotic count (r=0.675) with OSCC degree of differentiation. No significant relationship was found (p>0,05) between the level of lymphoplasmacytic infiltration and the OSCC degree of differentiation. Additionally, no significant associations were found between tumor location, gender, and age with the OSCC degree of differentiation. Conclusion: An association was found between the degree of nuclear pleomorphism and number of mitosis with the OSCC degree of differentiation. Thus, higher degree of nuclear pleomorphism and number of mitosis worsen the OSCC degree of differentiation. However, no significant relationship was observed between the level of lymphoplasmacytic infiltration and the OSCC degree of differentiation. Similarly, no significant associations were found between tumor location, gender, and age with the OSCC degree of differentiation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Ratih Utari Mayun
"Kepuasan pasien terhadap perawatan gigi tiruan lepasan dipengaruhi oleh banyak faktor. Keberhasilan perawatan gigi tiruan lepasan dapat diukur berdasarkan nilai persepsi pasien terhadap perawatan yang diterimanya dan kualitas hidup dari aspek kesehatan gigi dan mulut OHRQoL.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan alat ukur kepuasan pasien menggunakan kuesioner Turker's Patient's Perceptions bahasa Indonesia, dan menganalisis hubungan antara kepuasan pasien dengan OHRQoL pemakai gigi tiruan lepasan. Sebanyak 140 pemakai gigi tiruan lepasan GTL atau GTLT atau GTSL berpartisipasi dalam penelitian potong lintang ini. Dilakukan validasi kuesioner Turker's Pasient's Perceptions. Kemudian wawancara untuk pengisian kuesioner Turker's Pasient's Perceptions bahasa Indonesia yang telah divalidasi dan kuesioner Kualitas Hidup Lansia serta pemeriksaan rongga mulut.
Hasil penelitian didapatkan uji validasi dan reliabilitas menunjukan nilai Cronbach's Alpha 0,743. Terdapat hubungan bermakna antara kepuasan pasien menggunakan kuesioner Turker's Patient's Perceptions bahasa Indonesia dengan OHRQoL p=0,000. Analisis multivariat menunjukan variabel lama pemakaian gigi tiruan lepasan paling mempengaruhi kepuasan pasien dan pengalaman memakai gigi tiruan lepasan paling mempengaruhi OHRQoL.
Kesimpulan penelitian ini diperoleh alat ukur kepuasan pasien yang valid dan reliabel berupa kuesioner Turker's Patient's Perceptions-ID. Terdapat hubungan antara kepuasan pasien dengan OHRQoL. Lama pemakaian gigi tiruan mempengaruhi kepuasan pasien dan pengalaman memakai gigi tiruan mempengaruhi OHRQoL.

Patient's satisfaction with prosthodontic treatment is affected by many factors. Success of removable denture treatment can be measured using an index to evaluate patients'perceptions of their treatment and their oral health related quality of life OHRQoL.
The objectives of this research are to analyze the relationship between patient satisfaction using Turker's Patient's Perceptions questionnaire and the OHRQoL of removable denture wearers. One hundred and forty removable denture wearers complete dentures, single complete dentures and removable partial dentures participated in this cross sectional study. Participants were interviewed using a validated Turker's Patient's Perceptions questionnaire in Indonesia and an OHRQoL questionnaire.
The results are there was a significant relationship between patient's satisfaction and OHRQoL p 0.000. Multivariate analysis showed that the duration of using removable dentures had a significant effect on patient's satisfaction using Turker's Patient's Perceptions questionnaire. The experience of using removable dentures showed a significant effect on OHRQoL.
Conclusion are Turker's Patient's Perceptions ID questionnaire are valid and reliable. There was a relationship between patient's satisfaction and their OHRQoL. The duration of using removable dentures affected patient's satisfaction and the experience of using removable dentures affected OHRQoL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Pontiviana Akbari
"Latar belakang: Angka kejadian Early Childhood Caries di Indonesia termasuk tinggi di dunia yaitu 90% untuk anak usia 5 tahun pada tahun 2018. Banyak faktor terkait dengan hal itu, salah satunya adalah orang tua dan juga para pengasuh yang masih mempercayai mitos terutama mitos mengenai kesehatan gigi dan mulut. Mitos juga memiliki pengaruh yang kuat pada proses pencarian pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan ibu terhadap mitos mengenai kesehatan gigi di Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang menggunakan kuesioner online yang disebarluaskan kepada para ibu hamil dan atau ibu menyusui dan atau yang memiliki anak balita di Indonesia selama 10 hari. Mulai tanggal 22 Juli sampai 2 Agustus 2022. Kuesioner terdiri atas 4 domain yaitu biodata responden, riwayat  kesehatan  responden,  mitos kesehatan  gigi  ibu  hamil  dan  menyusui, mitos kesehatan gigi anak balita. Hasil: Jumlah responden sebanyak 895 orang dan yang termasuk kedalam kriteria inklusi sebanyak 801 orang responden dan mayoritas adalah ibu menyusui (47,2%) dengan rerata usia 31,7 tahun (±4,7 tahun) dan rerata jumlah anak responden 1,8 (±1,1). Ibu dengan pendidikan formal dasar lebih mempercayai mitos (r=0,001, p<0,05) begitu juga dengan Ibu Rumah Tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja diluar rumah (r=0,001, p<0,05). Ibu yang pernah melakukan kunjungan ke dokter gigi sebelum hamil (r=0,001, p<0,05) maupun selama kehamilan (r=0,001, p<0,05) kurang memiliki kepercyaan terhadap mitos dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah melakukan kunjungan ke dokter gigi. Tingkat kepercayaan terhadap mitos paling tinggi yaitu pada ibu hamil dibandingkan dengan ibu menyusui ataupun ibu yang memiliki anak balita (r=0,010, p<0,05). Kesimpulan: Faktor latar belakang pendidikan baik pendidikan ibu maupun suami, pekerjaan ibu dan riwayat kunjungan ibu ke dokter gigi merupakan fakto-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan ibu terhadap mitos kesehatan gigi anak balita.

Myth belief might have an impact on oral health, especially in mothers. The aim of this study was to describe the myths related to oral health and the belief in such myths by pregnant women, breastfeeding mothers, and mothers with preschool children in Indonesia. A cross-sectional study was conducted using a self-administered online questionnaire. The questionnaire was designed to collect data on the sociodemographics and medical histories of mothers, oral health histories of mothers and their children, oral health behavior during pregnancy, and related myths and beliefs. The identified myths and associated variables were then analyzed. A total of 895 respondents participated; however, only 801 respondents were eligible for inclusion in the analysis. Women who were housewives, had a lower educational levels, and had not visited a dentist before or during pregnancy tended to believe in myths. In Indonesia, belief in myths related to oral health exists and may potentially be a barrier to optimizing maternal and child oral health, and health in general. Educating the community about myths and facts in oral health is encouraged."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernike Davitaswasti
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat oral health literacy (OHL)terhadap status klinis dan perilaku kesehatan gigi dan mulut serta denga faktor sosiodemografis pada lansia independen.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan total 195 subjek lansia di Kota Depok berusia 60 tahun ke atas dengan pengisian data sosiodemografis, kuesioner dengan metode wawancara mengenai tingkat oral health literacy menggunakan HeLD-29, dan kuesioner perilaku menjaga kesehatan gigi dan mulut. Status klinis dinilai melalui pemeriksaan klinis menggunakan indeks DMF-T, status periodontal menggunakan CPI-modified, status pemakaian gigi tiruan, status kebersihan mulut menggunakan indeks OHI-S, serta penilaian kemampuan mastikasi secara subjektif.
Hasil: Rerataskor oral health literacy pada penelitian ini adalah 3,45±0,67. Nilai Cronbachs alpha = 0.945. Validitas diskriminan memiliki hubungan signifikan dengan kemampuan mastikasi (p<0,01) dan validitas konvergen memiliki hubungan signifikan dengan gigi hilang, skor DMF-T, dan kemampuan mastikasi (p<0,01), serta gigi yang direstorasi (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara beberapa domain HeLD-29 dengan status klinis kesehatan gigi dan mulut. Perbedaan bermakna secara statistik juga terdapat pada jumlah gigi yang hilang, gigi yang direstorasi, dan poket periodontal antara kelompok dengan oral health literacy rendah dengan kelompok dengan oral health literacy tinggi (p<0,05). Didapatkan pula perbedaan rerata skor oral health literacy yang bermakna pada variabel usia dan tingkat pendidikan, serta adanya hubungan signifikan antara nilai DMF-T dengan frekuensi kunjungan ke dokter gigi dan antara perdarahan gingiva dengan status merokok.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara tingkat oral health literacy dengan status klinis kesehatan gigi dan mulut serta dengan faktor sosiodemografis yaitu usia dan tingkat pendidikan pada lansia independen. Terdapat hubungan antara status klinis dengan perilaku kesehatan gigi dan mulut.

Background: The aim of this study is to evaluate the association between oral health literacy(OHL), oral healthstatus, and oral health behavior of independent elderly.
Methods: Cross-sectional study involved 195 independent living elderly in Depok aged 60 and above. The subjects completed a self-administered questionnaire collectin information about socio-demographics, Health Literacy in Dentistry (HeLD-29) questionnaire to assessed oral health literacy, and oral health behavior questionnaire by interviewing subjects. Oral health status was recorded by clinical oral examination using DMF-T index, CPI-modified, denture status, OHI-S, and the masticatory performance wasassessed subjectively.
Results: Oral health literacy mean score in this study is 3,45±0,67. The Cronbachs alpha = 0.945. The discriminant validity were confirmed by HeLD scores being significantly associated with mastication ability(p<0.01). The convergent validity were confirmed by HeLD score being significantly associated with amount of tooth loss, DMF-T score, and mastication ability (p<0,01) also with amount of filled teeth (p<0,05). There were correlations between some HeLD-29 domain with oral health status. There were significant differences of amount of tooth loss (M-T), amount of filled teeth (F-T), and amount of deep pocket between the group with low oral health literacy and the group with high oral health literacy (p<0,05). Statistical differences were also found between oral health literacy mean score amongst age and education level group. There were also correlations between DMF-T score and dental visits and between amount of bleeding on probing and smoking status of the subjects.
Conclusion: Oral health literacy was associated with oral health status and the socio-demographics such as age and education level there is a relationship between oral health status and oral health behavior in independent elderly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilla Zahradu Andrapis
"Latar Belakang : Penurunan kapasitas fisik dan peningkatan risiko penyakit terjadi seiring pertambahan usia. Kesehatan rongga mulut saling berhubungan dengan kesehatan umum. Selain itu, adanya ketidakmerataan dokter gigi menjadi alasan dibutuhkannya kerjasama antara dokter gigi dan tenaga kesehatan selain dokter gigi, seperti mahasiswa bidang kesehatan. Penelitian ini, dilakukan untuk menganalisis penilaian kesehatan gigi dan mulut lansia oleh mahasiswa bidang kesehatan dibandingkan dengan dokter gigi menggunakan Oral Health Assessment Tool (OHAT). Tujuan : Untuk mengetahui reliabilitas OHAT versi Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa bidang kesehatan dan dokter gigi. Metode : Penelitian deskriptif analitik potong lintang pada 57 lansia Panti Werdha Budi Mulia 03 dengan pencatatan data sosiodemografis dan pemeriksaan intraoral menggunakan kuesioner oleh mahasiswa bidang kesehatan dan dokter gigi. Hasil Penelitian : Terdapat perbedaan bermakna terhadap rerata total OHAT versi Bahasa Indonesia. Reliabilitas antar pemeriksa terhadap total skor OHAT adalah sedang. Reliabilitas kesepakatan antar pemeriksa terhadap penilaian 8 kategori OHAT versi Bahasa Indonesia buruk hingga kuat. Kesimpulan : Diperlukan pelatihan kepada mahasiswa bidang kesehatan yang memadai terkait penilaian rongga mulut lansia menggunakan OHAT versi Bahasa Indonesia untuk meningkatkan reliabilitas antar pemeriksa.

Background: Decreased physical capacity and increased risk of disease occur with increasing age. Oral health is interconnected with general health. Apart from that, the unequal distribution of dentists is the reason for the need for collaboration between dentists and health workers other than dentists, such as health students. This research was conducted to analyze the assessment of the dental and oral health of the elderly by health students compared to dentists using the Oral Health Assessment Tool (OHAT). Objective: To determine the reliability of the Indonesian version of OHAT carried out by health and dentist students. Method: Cross-sectional analytical descriptive research on 57 elderly people at Budi Mulia 03 Nursing Home by recording sociodemographic data and intraoral examination using questionnaires by health students and dentists. Research Results: There is a significant difference in the total mean of the Indonesian version of OHAT. Inter-examiner reliability of the total OHAT score was moderate. The reliability of agreement between examiners regarding the assessment of the 8 OHAT categories in the Indonesian version was poor to substantial agreement. Conclusion: Adequate training is needed for health students regarding the assessment of the oral cavity of the elderly using the Indonesian version of the OHAT to increase inter-examiner reliability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Almasyhur
"Latar Belakang: Kondisi kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari individu dan mempengaruhi kesejahteraan secara keseluruhan. Usia 7-9 tahun merupakan masa yang krusial dalam pertumbuhan gigi karena gigi susu mulai rontok satu per satu dan gigi permanen pertama telah tumbuh. Pencegahan melalui pendidikan kesehatan perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya karies gigi.
Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas penggunaan media buku cerita dan powerpoint dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan menurunkan skor plak pada anak usia 7-9 tahun.
Metode: Penelitian eksperimen semu dengan desain non-equivalent group pretest posttest design menggunakan convenience sampling sebagai metode pengambilan sampel. Subyek penelitian berasal dari 4 SD di Kecamatan Cipinang Besar Utara yang berjumlah 197 anak yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan pendidikan kesehatan gigi melalui media buku cerita dan powerpoint, sedangkan kelompok kontrol diberikan pendidikan melalui media powerpoint. media power point. Pendidikan kesehatan gigi diberikan seminggu sekali selama 4 minggu. Subyek diperiksa plakat awal dan akhir, pengisian angket pre-test dan post-test, pengisian angket evaluasi guru dan pengisian angket sosiodemografi oleh orang tua subjek.
Hasil: Terdapat 138 subjek berusia 7-9 tahun yang diteliti dengan kelompok intervensi (n=70) dan kelompok kontrol (n=68). Ada 59 subjek yang dikeluarkan karena tidak memenuhi kriteria usia (n=7), tidak mengumpulkan informed consent (n=11), tidak berpartisipasi dalam semua kegiatan (n=41). Hasil uji wilcoxon pada masing-masing kelompok sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan gigi menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan (p=0,00). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan pengetahuan setelah pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p>0,05). Hasil uji Wilcoxon pada kelompok intervensi menunjukkan perbedaan yang signifikan pada skor plak akhir (p = 0,02) sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,994).
Kesimpulan: Edukasi kesehatan gigi dan mulut melalui media buku cerita dan powerpoint serta melalui media powerpoint dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia 7-9 tahun di Cipinang Besar Utara. Tidak terdapat perbedaan peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Terjadi penurunan skor plak pada kelompok intervensi.

Background: The condition of dental and oral health is an integral part of the individual and affects overall well-being. The age of 7-9 years is a crucial period in the growth of teeth because the baby teeth begin to fall out one by one and the first permanent teeth have grown. Prevention through health education needs to be done to avoid dental caries.
Objective: To determine the effectiveness of using storybooks and powerpoint media in increasing oral health knowledge and reducing plaque scores in children aged 7-9 years.
Methods: Quasi-experimental research with non-equivalent group pretest posttest design using convenience sampling as the sampling method. The research subjects came from 4 elementary schools in Cipinang Besar Utara District, totaling 197 children who were divided into two groups, namely the intervention group who were given dental health education through storybooks and powerpoint media, while the control group was given education through powerpoint media. powerpoint media. Dental health education is given once a week for 4 weeks. Subjects were checked for initial and final plaques, filling out pre-test and post-test questionnaires, filling out teacher evaluation questionnaires and filling out sociodemographic questionnaires by subject's parents.
Results: There were 138 subjects aged 7-9 years studied with the intervention group (n=70) and the control group (n=68). There were 59 subjects who were excluded because they did not meet the age criteria (n=7), did not collect informed consent (n=11), did not participate in all activities (n=41). Wilcoxon test results in each group before and after dental health education showed an increase in knowledge (p = 0.00). The results of the Mann Whitney test showed that there was no significant difference between the increase in knowledge after education in the intervention group and the control group (p>0.05). The results of the Wilcoxon test in the intervention group showed a significant difference in the final plaque score (p = 0.02) while in the control group there was no significant difference (p = 0.994).
Conclusion: Dental and oral health education through storybooks and powerpoint media as well as through powerpoint media can increase dental and oral health knowledge in children aged 7-9 years in Cipinang Besar Utara. There was no significant difference in the increase in knowledge of oral and dental health between the intervention group and the control group. There was a decrease in plaque scores in the intervention group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>