Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184058 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dina Nurul Istiqomah
"Gangguan metabolisme mineral dan tulang pada penyakit ginjal kronik (GMT-PGK) merupakan salah satu komplikasi yang ditemukan pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis (PGK-HD). Manifestasi GMT-PGK dapat merupakan kelainan sistemik ataupun hanya ditemukan di tulang yang disebut sebagai renal osteodystrophy(ROD). Risiko kematian akibat GMT-PGK mencapai 17,5%. Di Indonesia, pemeriksaan penanda tulang terkait GMT-PGK belum secara rutin dikerjakan karena belum tercakup dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan penelitian ini menganalisis profil kalsium, fosfat, PTH, dan vitamin D 25(OH) pada pasien PGK-HD. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang melibatkan 124 pasien hemodialisis rutin di Unit Hemodialisis RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober 2022. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari semua pasien hemodialisis yang memiliki data jenis kelamin, usia, durasi HD, fosfat, kalsium total, vitamin D 25(OH), dan PTH. Profil parameter tulang di dominasi turnover tinggi (75,8%), normokalsemia (78%), hiperfosfatemia (57,3%), dan status defisiensi vitamin D (82,3%). Pada penelitian ini didapatkan korelasi hanya pada parameter durasi HD dan PTH. Profil kelainan tulang berdasarkan penelitian ini lebih didominansi kelainan turnover tinggi sehingga dapat menjadi dasar untuk pemberian suplementasi analog vitamin D dan atau kalsimimetik dalam pengendalian peningkatan PTH pada pasien HD. Hiperfosfatemia masih mendominasi proporsi pasien HD sehingga tatalaksana terhadap hiperfosfatemia perlu lebih ditingkatkan dan disarankan untuk pemeriksaan berkala.

Chronic kidney disease–mineral and bone disorder (CKD-MBD) is one of the complications found in CKD patients undergoing hemodialysis (CKD-HD). Manifestations of CKD-MBD can be a systemic disorder or only found in the bone which is known as renal osteodystrophy (ROD). The risk of death from CKD-MBD reaches 17.5%. In Indonesia, examination of bone markers related to CKD-MBD has not been routinely carried out because it has not been covered by the National Health Insurance financing. The aim of this study was to analyze the profile of calcium, phosphate, PTH, and vitamin D 25(OH) in patients with chronic kidney disease undergoing routine hemodialysis. This research is a cross-sectional study involving 124 routine hemodialysis patients at the Hemodialysis Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) which took place from June to October 2022. This study used secondary data from all hemodialysis patients who had data on gender, age, duration of HD, phosphate, total calcium, vitamin D 25(OH), and PTH. Bone parameter profile was dominated by high turnover (75.8%), normocalcemia (78%), hyperphosphatemia (57.3%), and vitamin D deficiency status (82.3%). In this study, correlation was found only on the HD and PTH duration parameters. The profile of bone abnormalities based on this study is more dominated by high turnover disorders so it can be a basis for administering supplementation of vitamin D analogues and or calcimimetics in controlling increased PTH in HD patients. Hyperphosphatemia still dominates the proportion of HD patients so that the management of hyperphosphatemia needs to be further improved and periodic checks are recommended."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Leovinna
"Protein energy wasting (PEW) merupakan sindrom gangguan nutrisi yang sering terjadi
pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK) dengan hemodialisis rutin sekitar 28-80%.
Proses hemodialisis dapat meyebabkan hilangnya nutrien seperti asama amino,
meningkatkan proses inflamasi yang kemudian dapat meningkatkan katabolisme protein,
dan dapat menghambat utilisasi asam amino dalam sintesis protein. Jika tidak ditangani,
PEW dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien PGK. Tujuan utama
penelitian adalah untuk mengetahui profil asam amino pasien PGK dengan hemodialisis
rutin. Desain penelitian adalah potong lintang dengan 60 subjek pasien PGK usia >18
tahun dengan hemodialisis rutin di RS. Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangukusumo.
Sampel berupa dried blood spot (DBS) dan pemeriksaan asam amino menggunakan
metode Liquid Chromatography Tandem Mass Spectrometry (LC-MS/MS). Asam amino
yang diperiksa adalah asam amino nonesensial (alanin, arginin, asam aspartat, asam
glutamat, asparagin, glisin, glutamin, prolin, serin, tirosin), esensial (histidin, fenilalanin,
isoleusin, leusin, lisin, metionin, treonin, triptofan, valin), dan khusus (ornitin, sitrulin).
Hasil penelitian didapatkan hampir semua kadar asam amino pada subjek lebih rendah
terutama alanin, tirosin, histidin, dan valin; sebaliknya asam aspartat dan serin ditemukan
lebih tinggi kadarnya dibandingkan nilai rujukan Mayo dan data internal dewasa sehat.
Didapatkan adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan fenilalanin,
isoleusin, leusin; hipoalbuminemia (albumin <4 g/dL) dengan glisin; hipoalbuminemia
(<3,5 g/dL) dengan arginin, asam aspartat, asparagin, histidin, lisin, metionin, dan
ornitin. Didapatkan korelasi yang bermakna antara usia dengan BCAA (isoleusin, leusin,
valin), dan metionin; dan hemoglobin dengan isoleusin. Penelitian ini merupakan
penilitian pertama tentang profil asam amino pada pasien PGK dengan hemodialisis di
Indonesia dan penelitian pertama kali yang menggunakan sampel DBS pada orang
dewasa. Dengan diketahuinya profil asam amino pada PGK dapat dimanfaatkan sebagai
dasar pemberian jenis suplementasi asam amino yang sesuai dengan populasi pasien PGK
dengan hemodialisis di Indonesia.

Protein energy wasting (PEW) is a nutritional disorder syndrome that often occurs in
patients with chronic kidney disease (CKD) on routine hemodialysis around 28-80%. The
process of hemodialysis can cause the loss of nutrients such as amino acids, increase the
inflammatory process which can increase protein catabolism, and be able to inhibit the
utilization of amino acids in protein synthesis. If untreated, PEW can increase the
morbidity and mortality of CKD patients. The main objective of the study was to
determine the amino acid profile of CKD patients on routine hemodialysis. The study
design was cross sectional with 60 subjects of CKD patients aged >18 years on routine
hemodialysis at Dr. Cipto Mangunkusumo National Public Hospital. Samples in the form
of dried blood spot (DBS) and amino acid examination using the Liquid Chromatography
Tandem Mass Spectrometry (LC-MS/MS) method. Amino acids examined were
nonessential amino acids (alanine, arginine, aspartic acid, glutamic acid, asparagine,
glycine, glutamine, proline, serine, tyrosine), essential (histidine, phenylalanine,
isoleucine, leucine, lysine, methionine, glycine, glutamine, proline, serine, tyrosine),
special (ornithine, citrulline). The results showed that almost all amino acid levels in the
subjects were lower especially alanine, tyrosine, histidine, and valine; in contrast, aspartic
acid and serine were found to be higher than Mayo reference value and internal data of
healthy adults. A significant relationship was found between gender and phenylalanine,
isoleucine, leucine; hypoalbuminemia (albumin <4g/dL) with glycine; hypoalbuminemia
(<3.5 g/dL) with arginine, aspartate acid, asparagine, histidine, lysine, methionine, and
ornithine. Significant correlation was obtained between age with BCAA (isoleucine,
leucine, valine), and methionine; and hemoglobin with isoleucine. This study is the first
study of the amino acid profile in CKD patients with hemodialysis in Indonesia and the
first study using DBS samples in adults. Knowing the amino acid profile in CKD can be
used as a basis for the of amino acid supplementation that is suitable for the population
of CKD patients with hemodialysis in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tatu Meri Marwiyyatul Hasna
"ABSTRAK
Gangguan mineral tulang GMT merupakan salah satu komplikasi pada penyakitginjal kronik PGK . GMT-PGK menyebabkan gangguan sistemik padametabolisme mineral yang mengakibatkanabnormalitaskadar mineral, kelainanturn overtulang dan kalsifikasi pembuluh darah. Pada pasien PGK yang menjalanidialisis rutin GMT dapat meningkatkan angka mortalitas sebesar 20 . Penelitianini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguanmineral tulang pada pasien yang menjalani hemodialisis rutin. Desain penelitian iniadalahcross sectional, menggunakan 72 responden pasien hemodialisis rutin diRSUPN. DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta, dipilih dengan menggunakan TeknikConcecutive sampling. Data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengangangguan mineral tulang ini diperoleh melalui wawancara dan data rekam medikpasiendalam tiga bulan terakhir. Analisis yang digunakan adalahuji chi-square,hasil uji statistik menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor usia,jenis kelamin, status nutrisi: obesitas, lama menjalani hemodialysis dan kepatuhanpenggunaan pengikat posfatdengan GMT p0,05 . Penelitian inimerekomendasikan kepada praktisi kesehatan untuk membuat suatu protokoluntukdeteksi dini terjadinya resiko GMTpada pasien PGKyang menjalani hemodialisisberdasarkan faktor-faktor tersebut.

ABSTRACT
Mineral and bone disorder MBD is complications which may occur in chronickidney disease CKD . CKD MBD is characterized by systemic disorder of mineralmetabolism which leads to abnormality of blood mineral level, alterationof boneturnover, and calcification blood vessels that may result in an increased morbidityand mortality. MBD may increase mortality rate of CKD patients undergoingregular hemodialysis up to 20 . This study aimed to identify factors affectingmineral andbone disorder among patients undergoing regular hemodialysis. Thestudy design wascross sectionalwith total sample of 72 patients undergoingregular hemodialysis in RSUPN. DR. Cipto Mangunkusumo selected by consecutivesampling. Data regarding factors affecting mineral and bone disorder wereobtained through interview and medical record of the past three months. The datawere analyzed by chi square test. The result suggested that there was a significantcorrelation between age, sex, nutritional status obesity, time since firsthemodialysis and adherence to phosphate binder regimen and MBD p0.05 . Developing a protocol for early detection of complications dueto bone and mineral disorder is recommended for patient with CKD undergoingregular Hemodialysis."
2017
S67990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nusmirna Ulfa
"Latar Belakang: Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) stadium akhir di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya dan biasanya mempunyai banyak komorbid seperti hipertensi, diabetes mellitus (DM) dan penyakit kardiovaskular. Selain itu pasien PGK juga berisiko mengalami komplikasi jangka panjang seperti anemia, gangguan mineral dan tulang, sehingga memerlukan pengobatan dengan beberapa jenis obat (polifarmasi). Obat-obatan pada pasien PGK digunakan dalam waktu jangka panjang sehingga berpotensi terjadi interaksi antar obat. Semakin banyaknya interaksi obat maka akan meningkatkan risiko efek samping obat (ESO). Pasien PGK juga sangat rentan mengalami peningkatan risiko akumulasi obat dan efek samping karena adanya perubahan parameter farmakokinetik dan farmakodinamik. Selain itu pada pasien PGK stadium 5 dengan hemodialisis (HD) terdapat beberapa obat yang terdialisis dalam proses HD sehingga dapat mengurangi efektivitas pengobatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola peresepan pada pasien PGK stadium 5 yang menjalani HD rutin serta kaitannya dengan potensi interaksi obat (PIO) dan kemungkinan ESO yang dapat diakibatkan oleh interaksi antar obat tersebut.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang pada pasien PGK stadium 5 dengan HD rutin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam periode Januari 2020 sampai dengan Juli 2021. Data diambil dari rekam medis unit HD, rekam medis pusat, electronic health record (EHR) dan hospital information system (HIS). Untuk mengetahui PIO dilakukan penilaian berdasarkan perangkat lunak Lexicomp dan penilaian kausalitas ESO dengan menggunakan algoritma Naranjo.
Hasil: Didapatkan 147 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan terdapat 101 jenis obat dengan 2767 kali peresepan dalam waktu 3 bulan. Proporsi pasien yang mengalami potensi interaksi antar obat sebanyak 89% pasien. Proporsi pasien yang mengalami potensi interaksi kategori mayor sebanyak 14% pasien, kategori moderat sebanyak 88% pasien, dan kategori minor sebanyak 37% pasien. Proporsi pasien yang dicurigai mengalami ESO akibat interaksi obat sebanyak 50% (66 pasien) dari 131 pasien yang mengalami PIO. Pada hasil multivariat, hanya komorbid DM yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ESO yang dicurigai akibat interaksi obat.
Kesimpulan: Sebanyak 89% pasien PGK stadium 5 dengan HD mengalami potensi interaksi obat dan hipertensi merupakan efek samping terbanyak yang dicurigai akibat interaksi obat. Komorbid DM mempunyai peran yang cukup penting untuk terjadinya efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat pada pasien PGK stadium 5 dengan HD

Background: The prevalence of end-stage renal disease in Indonesia has increased every year and usually has many comorbidities such as hypertension, diabetes mellitus (DM) and cardiovascular disease. In addition, there is also a risk of long-term complications, thus requiring treatment with several types of drugs (polypharmacy). The higher the frequency of drug interactions, the higher the risk of adverse drug reaction (ADR). Chronic kidney disease (CKD) patients are also very susceptible to an increased risk of drug accumulation and ADR due to changes in pharmacokinetic and pharmacodynamic parameters. In addition, CKD stage 5 patients with hemodialysis (HD) have several drugs that are dialyzed in the HD process so that it can reduce the effectiveness of treatment. The purpose of this study was to determine the prescribing pattern in stage 5 CKD patients on routine HD and its relationship to DDI and the possibility of ADR that could be caused by interactions between these drugs.
Methods: This was an observational study with a cross-sectional design in CKD stage 5 patients on routine HD at Cipto Mangunkusumo Hospital in the period January 2020 to July 2021. Data were taken from HD unit medical records. To determine the DDI, an assessment was carried out based on the Lexicomp software and ADR causality assessment using the Naranjo algorithm.
Results: A total of 147 patients met the inclusion criteria and there were 101 types of drugs with 2767 prescriptions within 3 months. The proportion of patients who received treatment with potential DDI is 89% of patients. The proportion of patients who received DDI in the major category was 14%, the moderate category was 88%, and the minor category was 37%. From 131 patients with DDI, the proportion of patients suspected having ADR cause by DDI is 50% (66 patients). Multivariate analysis found that only DM had statistically significant relationship with ADR that are suspected due to DDI.
Conclusion: In this study, 89% of patients received treatment with potential DDI and hypertension is the most suspected ADR due to drug interactions. Comorbid DM has an important role in the occurrence of ADR due to DDI in stage 5 CKD patients on HD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Liwang
"Latar Belakang: Variabilitas hemoglobin (var-Hb) merupakan suatu fenomena fluktuasi kadar Hb dalam satuan waktu tertentu yang dialami oleh pasien penyakit ginjal kronikyang menjalani hemodialisis rutin (PGK-HD).Var-Hb telah diketahui sebagai prediktor independen luaran klinis buruk. Namun,faktor-faktor yang mempengaruhinya belum banyak diketahui. Tujuan: Mengetahui besaran proporsi var-Hb pada pasien PGK-HD di Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif yang melibatkan pasien GGK-HD berusia ≥18 tahun di Unit Hemodialisis RSCM. Faktor-faktor yang dinilai saat awal ialah kadar Hb, reticulocyte-hemoglobin equivalent(RET-He), albumin, fosfatase alkali, dan C-reactive protein (CRP)serum, serta adekuasi dialisis (Kt/V). Adanya perdarahan saluran cerna(termasuk darah samar feses), dosis erythropoietin-stimulating agent(ESA)dan zat besi, serta kejadian transfusi darah akan dicatat. Kadar Hb kemudian diperiksa setiap 4 minggu hingga 24 minggu pengamatan. Var-Hb dinilai dengan standar deviasi residual dan nilai ≥1,0dianggap sebagai var-Hb tinggi. Uji hipotesis dilakukan dengan uji bivariat sesuai jenis data, dilanjutkan dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistikmultipel. Hasil: Sejumlah 127 subyek (rerata[SD]usia 49,06[15,1], perempuan 52%, rerata[SD]kadar Hb 9,75[1,00]g/dL) diikutsertakan dalam analisis. Proporsi subyek dengan var-Hb tinggi ialah 47,24%. Berdasarkan analisis bivariat dan multivariat, faktor yang mempengaruhi var-Hb adalah kadar RET-He(p=0,004), dosis ESA (p=0,032), dan kejadian transfusi darah (adjustedOR6,967, IK95% 2,74-17,71;p<0,001). Kesimpulan: Proporsi pasien PGK-HD di Indonesia yang memiliki var-Hb tinggi ialah 47,24%(IK95% 38,3-56,3%). Faktor-faktor yang mempengaruhi var-Hb ialah kadar RET-He,dosis ESA, dan kejadian transfusi darah.

Background: Hemoglobinvariability(Hb-var) is a phenomenon of Hb fluctuation during a course of time that is frequently observed in chronic kidney disease on hemodialysis (CKD-HD)patients. Hb-varis now recognized asapredictor of poor clinical outcomes. However, factors that influence the Hb-var are not well understood.Objectives.This study was aimedto measure the proportion of Hb-var in CKD-HD patients in Indonesia and identify factors associated. Methods: This was a prospective cohort study involving CKD-HD patients aged ≥18 years old in Hemodialysis Unit in RSCM. Factors identified at baseline were serum levels of Hb,reticulocyte-hemoglobin equivalent (RET-He), albumin,alkalinephosphatase, C-reactive protein (CRP), and dialysis adequacy (Kt/V). Hb level was measured every 4 weeks until 24weeks of follow up. Any evidence of gastrointestinal bleeding (including occult blood feces), erythropoietin-stimulating agent (ESA) dosage, and blood transfusion werealsonoted. Hb-var was calculatedas the residual standardofdeviation, and value ≥1.0 was considered as high.Hypothesis testing was performed by bivariate analysis, thencontinued with multivariateanalysis using multiple regression logistic test. Results: As 127 subjects (mean[SD]of age 49.06[15.1], female 52%, mean[SD]of Hb 9.75[1.00]g/dL) were included in the analysis. The proportion of subjects with high Hb-var were 47.24%. According to bivariate and multivariate analysis, factors that determined Hb-var were RET-Helevels (p=0.004), ESA dosage (p=0.032), and blood transfusion (adjustedOR 6.967, 95%CI2.74-17.71,p<0.001). Conclusion: Theproportion of CKD-HD patients in Indonesia with high Hb-var was47.24% (95%CI 38.3-56.3%). Factors that determined Hb-var wereRET-Helevels, ESA dosage, and blood transfusion."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maretha Primariayu
"Latar belakang: Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan global. Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi pengganti ginjal pada PGK stadium akhir yang bersifat katabolik. Pasien PGK dengan HD rutin rentan mengalami protein energy wasting (PEW) apabila tidak mendapatkan asupan energi dan protein yang adekuat. Terapi medik gizi yang komprehensif dan holistik diperlukan untuk mencegah terjadinya atau bertambahnya progresivitas PEW yang memengaruhi
kualitas hidup pasien.
Kasus: Empat orang perempuan berusia 24-52 tahun dengan diagnosis PGK stadium akhir yang rutin menjalani HD. Selama menjalani HD, seluruh pasien memiliki riwayat asupan energi total <25 kkal/kg BB dengan protein <1 g/kg BB. Kekuatan genggam tangan pada seluruh pasien <18 kg dan kadar albumin tiga pasien <3,8 g/dL. Tiga pasien telah mengalami PEW dan satu lainnya berisiko PEW. Terapi medik gizi diberikan sesuai kondisi klinis masing-masing pasien dengan target protein 1,2-1,4 g/kgBB/hari.
Hasil: Asupan energi dan protein pada seluruh pasien meningkat pada akhir pemantauan. Rerata pasien dapat mencapai 90% KET dengan protein mencapai 1,3 g/kg BB/hari selama pemantauan. Kekuatan genggam tangan, kadar albumin, hemoglobin, dan komposisi tubuh pasien PGK dengan HD rutin yang mendapatkan terapi medik gizi mengalami perbaikan.
Kesimpulan:
Terapi medik gizi yang adekuat mendukung perbaikan klinis serta parameter
laboratorium pada pasien PGK dengan HD rutin sehingga dapat mencegah terjadinya atau bertambahnya progesivitas PEW.

Background: Chronic kidney disease (CKD) is a chronic disease that has become global health problem. One of renal replacement therapy in end-stage CKD is hemodialysis (HD) which is a catabolic procedure. CKD patients on maintenance HD (MHD) is susceptible to develop protein energy wasting (PEW) if they get inadequate energy and protein intake. Comprehensive and holistic nutritional medical therapy is needed to prevent development or rapid progression of PEW which affects the quality of life of patients.
Case:
Four women aged 24-52 years with end-stage CKD on MHD. All patients had total energy intake <25 kcal / kg BW with protein intake <1 g / kg body weight. Handgrip strength in all patients were less than 18 kg and three of them have albumin levels less than 3.8 g/dL. Three patients experienced PEW and the other had risk of PEW. Nutritional medical therapy is given according to the clinical conditions of each patient with target of protein from 1.2-1.4 g / kg BW / day.
Results: All patient showed increment intake of energy and protein. The average of energy intake patient can reach 90% total energy requirement with protein intake reached 1.3 g / kg / day during monitoring. Handgrip strength, albumin, hemoglobin levels, and body composition in CKD patient on MHD who received nutritional medical therapy were improved.
Conclusion: Adequate nutritional medical therapy supports improvement of clinical condition and laboratory parameters in CKD patients on MHD with the purposes of preventing development or rapid progression of PEW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Petri Andriani
"Ekuivalen hemoglobin retikulosit menggambarkan banyaknya besi dalam retikulosit yang akan digunakan dalam proses pembentukan hemoglobin. Pada alat Sysmex parameter tersebut dikenal sebagai Ret-He. Namun demikian, saat ini parameter tersebut belum digunakan secara rutin di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai cut off, sensitivitas dan spesifisitas Ret-He untuk penilaian status besi pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis. Desain penelitian potong lintang, terdiri dari 120 subyek PGK dengan hemodialisis. Dilakukan pemeriksaan hematologi lengkap, Ret-He serta pemeriksaan besi serum dan unsaturated iron binding capacity (UIBC) untuk menghitung nilai saturasi transferin. Penentuan nilai cut off Ret-He berdasarkan kurva receiver operating characteristic (ROC) dengan saturasi transferin sebagai baku emas. Untuk penilaian status besi, didapatkan nilai cut off Ret-He 30,3 pg dengan sensitivitas 81,6% dan spesifisitas 76,8% . Parameter Ret-He dapat digunakan sebagai alternatif untuk penilaian status besi pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis.

Hemoglobin reticulocyte equivalent represent the iron content in the reticulocyte that will be used in hemoglobinization process. In Sysmex hematology analyzer this parameter known as Ret-He. However, this parameter has not been routinely used in Indonesia. The objective of this study is to determine cut-off, sensitivity and specificity of Ret-He to assess iron deficient state in chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis. One hundred and twenty patients undergoing hemodialysis were included in the study. Complete blood count, Ret-He and transferin saturation were determined. The receiver operating characteristic curve were demonstrated to obtain the cut off value of Ret-He. In 30.3 pg Ret-He cut off point, the sensitivity and spesificity to assess iron deficient state were 81.6% and 76.8% respectively. Ret-He can be used as an alternative parameter to assess iron deficient state in chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Hardianti
"Kepatuhan manajemen terapi hemodialisis berpengaruh terhadap kejadian komplikasi yang mungkin dapat muncul, kualitas hidup dan angka mortalitas pada pasien. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan tersebut adalah persepsi penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik korelatif dengan jumlah sampel 103 responden yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling pada pasien hemodialisis. Data dikumpulkan melalui Brief Illness Perception Questionnaire B-IPQ untuk persepsi penyakit dan modifikasi End-Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD-AQ untuk kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Data tersebut diolah dengan menggunakan SPSS versi 23. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara persepsi penyakit dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis r= -0.244; p value= 0.007 . Akan tetapi, jika ditinjau per-dimensi maka hanya kontrol personal r= 0.329; p value= 0.000 dan respon emosi r= -0.292; p value= 0.001 yang berhubungan dengan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis. Dengan sebab itu, tenaga kesehatan perlu memperhatikan persepsi penyakit pada pasien untuk meningkatkan kepatuhan manajemen terapi hemodialisis pada pasien.

The adherence of hemodialysis therapy management influenced occurence rate of complication that might be appear, quality of life, and mortality rate in patient. One of the factors that affect adherence of hemodialysis therapy management is illness perception. This research aimed to identify the relation between illness perception and adherence of hemodialysis therapy management in patient with chronic kidney disease. Correlation analytic with purposive sampling technique was used for this research with 103 patients in hemodialysis as a sample. Data were collected by Brief Illness Perception Questionnaire B IPQ for illness perception and End Stage Renal Disease Adherence Questionnaire ESRD AQ for adherence of management hemodialysis therapy. Data were analyzed by SPSS ver. 23. Result shows that illness perception affect adherence to therapy management r 0.244 p value 0.007 . Yet, only control personal r 0.329 p value 0.000 and emotional response r 0.292 p value 0.001 that influence adherence to therapy management. Therefore, it is recommend to assess patient view of their illness to increase adherence rate to hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kristina Joy Herlambang
"ABSTRAK
Penyakit ginjal kronik PGK merupakan penyakit kronik progresif yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dan bersifat irreversible. Pasien PGK stadium akhir membutuhkan terapi pengganti ginjal untuk memertahankan tubuh dari toksisitas uremia. Prosedur dialisis bersifat katabolik, sehingga pasien yang menjalani hemodialisis HD mengalami peningkatan kebutuhan energi dan protein yang penting untuk mencegah terjadinya protein-energy wasting PEW . Empat orang pasien dalam serial kasus ini mengalami PGK stadium akhir dan telah menjalani hemodialisis dengan rentang waktu yang berbeda, 2 orang dalam rawat inap dan dua orang lainnya rawat jalan. Pasien didiagnosis dengan PGK stadium 5 dengan HD, hipertensi, diabetes melitus, dan ensefalopati uremikum. Walaupun saat pemeriksaan status gizi pasien normoweight dan satu orang mengalami malnutrisi ringan, seluruh pasien memiliki riwayat asupan protein 10 dalam 6 bulan, sehingga dibutuhkan terapi medik gizi yang mencakup penentuan kebutuhan makro dan mikronutrien, nutrien spesifik, sesuai dengan toleransi dan kondisi klinis pasien. Hasil pemantauan menunjukkan pasien mengalami perbaikan klinis, toleransi asupan dan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien dapat dipertahankan. Terapi medik gizi berperan penting pada semua pasien PGK yang menjalani HD dengan mencegah PEW, memperbaiki kondisi klinis, serta meningkatkan kapasitas fungsional pasien.Kata kunci: terapi medik gizi, penyakit ginjal kronik, hemodialisis, hipertensi.

ABSTRACT
Chronic kidney disease is a irreversible progressive chronic process that causes worsening renal function. Patients with end stage renal disease needs renal replacement therapy to protect themselves from uremia toxicity. Patients who have to undergo dialysis are in high catabolism state and has an increased energy and protein expenditure. Adequate energy and protein for these patients are needed to prevent protein energy wasting PEW . Four cases from this serial case has ESRD and has been on hemodialysis with different time frames. Two outpatient and two inward patients who have CKD stage V with hypertension, diabetes mellitus, and uremic encephalopathy. Although only one patient I categorized as mildly malnourished, 3 of four patients experienced weigth loss 10 in 6 months. Thus, medical nutritional therapy is needed to determine energy and protein requirements in these patients. Evaluation and monitoring form these cases shows that all patients have better clinical outcome, better nutrition intake, and functional capacity were preserved. Medical nutrition therapy has an important role in all CKD patients with dialysis to prevent PEW, to improve their clinical outcome and to increasetheir functional capacity. Key words medical nutrition therapy, chronic kidney disease, hemodialysis, hipertension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>