Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147516 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putu Lokita Pradnyana Putra
"Latar belakang : Perdarahan merupakan salah satu komplikasi tersering pascaoperasi katup jantung. Asam traneksamat merupakan golongan antifibrinolitik umum yang digunakan untuk menurunkan jumlah perdarahan pascaoperasi katup jantung. Secara teori, rute pemberian topikal mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan secara sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi asam traneksamat topikal terhadap jumlah perdarahan dan kebutuhan transfusi darah pascaoperasi katup jantung. 
Metode : Penelitian ini bersifat uji klinis acak terkendali tersamar ganda. Pasien dibagi menjadi kedua kelompok dengan jumlah yang sama, kelompok plasebo (n = 22) dan kelompok perlakuan dengan asam traneksamat (n = 22). Pada kelompok perlakuan, sebanyak 5 gram asam traneksamat dilarutkan dalam 50 mL NaCL 0,9% dan diberikan pada saat mesin jantung paru dihentikan dan saat penutupan sternum. Uji normalitas data dianalisa menggunakan uji Saphiro Wilk, sementara untuk hasil keluaran klinis dan kebutuhan transfusi pascaoperasi menggunakan uji T independen dan Uji Mann Whitney. 
Hasil: Dari penelitian ini didapatkan jumlah perdarahan inisial pascaoperasi kelompok perlakuan lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok plasebo, namun secara statistik tidak bermakna. (kelompok perlakuan 52,5 (5-230) vs kelompok plasebo (37,5 (10-160), p = 0,301). Secara keseluruhan, pada kelompok perlakuan, total jumlah perdarahan 48 jam pascaoperasi lebih sedikit dibandingkan kelompok plasebo (p = 0,438). Kebutuhan transfusi PRC pascaoperasi kelompok perlakuan lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok plasebo, namun secara statistik tidak bermakna (kelompok perlakuan 481,82 ± 372,51 vs kelompok plasebo 543,27 ± 421,11, p = 0,611). Kelompok plasebo merupakan kelompok dengan jumlah kebutuhan transfusi FFP dan trombosit terbanyak (TC p = 0 ,750; FFP p = 0,434). Kebutuhan transfusi kriopresipitat pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok plasebo (median kelompok perlakuan 0 (0-327) vs median kelompok plasebo 0 (0-192), p = 0,962). 
Simpulan: Pada penelitian ini, aplikasi asam traneksamat topikal tidak memberikan efek yang bermakna dibandingkan plasebo dalam menurunkan jumlah perdarahan dan kebutuhan transfusi pascaoperasi katup jantung. 

Background: Postoperative bleeding is one of the significant complications in heart valve surgery. Tranexamic acid is a well-known antifibrinolytic drug to reduce postoperative blood loss. Theoretically, the topical application of tranexamic acid provides a better effect than systemic application. This study aims to examine the effect of the topical tranexamic acid application on postoperative bleeding and blood product transfusion after heart valve surgery.
Method: This study was a double-blinded, placebo-controlled, randomized clinical trial. Samples were divided equally into two main groups, the placebo group (n = 22) and the tranexamic acid group (n = 22). Five grams of tranexamic acid were diluted in 50 mL of 0.9% NaCL and was administered after CPB and before sternum closure. The Saphiro-Wilk test was used for analyzing data normality, while clinical outcome and transfusion requirements data were evaluated by the Independent T-test and Mann-Whitney test. 
Result: The initial amount of postoperative bleeding in the tranexamic acid group is greater in comparison of placebo group, however it shows no statistical significance (tranexamic acid 52.5 (5-230) vs. placebo (37.5 (10-160), p = 0.301). Overall, the total of postoperative bleeding within the first 48-hour in the tranexamic acid group is fewer than the placebo group (p = 0.438). PRC transfusion required in the tranexamic acid group is fewer than the placebo group but shows no significance (tranexamic acid 481.82 ± 372.51 vs. placebo 543.27 ± 421.11, p = 0.611). It was found that the placebo group requires the most FFP and thrombocyte transfusion count (TC p = 0 .750; FFP p = 0.434). The need for cryoprecipitate transfusion in the tranexamic acid group is greater than the placebo group (tranexamic acid median 0 (0-327) vs. placebo median 0 (0-192), p = 0.962). 
Conclusion: In this study, the topical tranexamic acid application does not provide significant results compared to placebo group in reducing both postoperative bleeding and blood product transfusion after heart valve surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rendy Agustian
"Latar belakang dan tujuan: Penggunaan asam traneksamat intravena pada bedah jantung bertujuan untuk mengurangi komplikasi perdarahan pascabedah. Asam traneksamat secara topikal (intraperikardial) bekerja secara lokal dan meminimalisasi efek samping sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan asam traneksamat topikal lebih efektif terhadap jumlah perdarahan dan kebutuhan transfusi darah pascabedah dibandingkan dengan plasebo pada bedah pintas arteri koroner .
Metode: Randomisasi 44 sampel menjadi kelompok asam traneksamat topikal (n = 22) dan kelompok plasebo (n = 22). Variabel dengan sebaran normal menggunakan statistik independent t-test, sedangkan data dengan sebaran tidak normal menggunakan statistik nonparametrik Mann-Whitney test. 
Hasil: Perdarahan inisial (asam traneksamat 47,50 (10-105) mL vs plasebo 75 (10-160) mL menunjukkan  p = 0,012), perdarahan 6 jam pascabedah (asam traneksamat 135,50 (80-285) mL vs plasebo 190 (35-480) mL menunjukkan p = 0,021, kebutuhan transfusi trombosit (asam traneksamat 0(0-136) mL vs plasebo 0(0-993) menunjukkan p = 0,027), dan kebutuhan transfusi kriopresipitat (asam traneksamat 0(0-0) mL vs plasebo 0 (0-347) menunjukkan p = 0,034).
Simpulan: Asam traneksamat topikal efektif mengurangi perdarahan, dan kebutuhan transfusi darah pascabedah pintas arteri koroner.

Background and purpose: Administration of intravenous tranexamic acid in cardiac surgery aimed to reduce postoperative bleeding complications. Tranexamic acid topically (intrapericardially) works locally and minimizes systemic side effects. This study aims to determine whether topical tranexamic acid is more effective on the amount of bleeding and the need for postoperative blood transfusion compared with placebo in patients undergoing CABG on-pump surgery. This study aims to determine whether topical tranexamic acid is more effective in reducing postoperative bleeding and decreasing postoperative blood transfusion  compared to placebo in patients underwent on-pump CABG. 
Methods: 44 samples are randomized into the tranexamid acid group (n = 22) and the placebo group (n = 22). Variables with normal distribution were carried out with independent t-test statistical analysis, whereas data with abnormal distribution were analyzed using nonparametric statistics Mann-Whitney test.
Result: Postoperative bleeding and transfusion in the tranexamic acid group compared to the placebo group showed differences as follows: initial bleeding (tranexamic acid 47.50 (10-105) mL vs. placebo 75 (10-160) mL, p = 0.012), 6 hours postoperative bleeding (tranexamic acid 135.50 (80-285) mL vs. placebo 190 (35-480) mL, p = 0.021), Postoperative bleeding requiring platelet transfusion (tranexamic acid 0(0-136) mL vs. placebo 0(0-993), p = 0.027), and postoperative bleeding requiring cryoprecipitate transfusion (tranexamic acid 0(0-0) mL vs. placebo 0 (0-347), p = 0.034).
Conclusion: Topical tranexamic effectively reduces postoperative bleeding and minimize postoperative blood transfusion in CABG.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, Bastian Parningotan
"Latar belakang: Perdarahan pada operasi OPCAB dapat terjadi didasari oleh mekanisme aktivasi jalur fibrinolisis akibat trauma bedah. Asam traneksamat yang diberikan secara topikal bekerja sebagai antifibrinolitik secara lokal dengan efek samping sistemik minimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keunggulan penggunaan asam traneksamat topikal dibandingkan plasebo pada pasien yang menjalani operasi OPCAB pada perdarahan pascaoperasi.
Metode: Randomisasi 44 sampel menjadi kelompok asam traneksamat topikal (n = 22) dan kelompok plasebo (n = 22). Pengukuran volume perdarahan dilakukan empat kesempatan, pada perdarahan inisial, enam jam, 24 jam dan 48 jam pascaoperasi. Transfusi komponen darah (PRBC, TC, FFP, kriopresipitat) dicatat selama masa perawatan. Variabel dengan sebaran normal menggunakan statistik independent t-test, sedangkan data dengan sebaran tidak normal menggunakan statistik nonparametrik uji Mann-Whitney.
Hasil: Perdarahan inisial (72,50 (15-210) vs. 62,5 (10-180), p = 0,878), perdarahan enam jam (145 (55-640) vs. 220 (90-810), p = 0,006), perdarahan 24 jam (327,5 (120-770) vs. 437,5 (250-1620), p = 0,045), perdarahan 48 jam (462,5 (175-1680) vs. 572,5 (311-2060), p = 0,177), tidak ada perbedaan bermakna pada kebutuhan transfusi komponen darah pada kedua kelompok. Efek samping lebih rendah pada kelompok asam traneksamat.
Simpulan: Pemberian asam traneksamat topikal secara klinis lebih unggul dibandingkan plasebo dalam menurunkan volume perdarahan pada 6 jam dan 24 jam pascaoperasi namun tidak lebih unggul dalam menurunkan kebutuhan transfusi darah pada pasien yang menjalani operasi jantung dengan teknik OPCAB.

Background: Bleeding during OPCAB surgery can occur based on the activation mechanism of the fibrinolysis pathway due to surgical trauma. Topically administered tranexamic acid acts as a local antifibrinolytic with minimal systemic side effects. This study aims to determine the advantages of using topical tranexamic acid compared to placebo in patients undergoing OPCAB surgery for postoperative bleeding.
Method: A total of 44 samples were randomized into topical tranexamic acid group (n =22) and placebo group (n = 22). Bleeding volume measurements were carried out four times, at the initial bleeding, six hours, 24 hours, and 48 hours postoperatively. Transfusions of blood components (PRBC, TC, FFP, cryoprecipitate) were recorded throughout the treatment period. Variables with normal distribution were carried out with independent t-test statistical analysis, whereas data with abnormal distribution were analyzed using nonparametric statistics Mann-Whitney test.
Result: Initial bleeding (72.50 (15-210) vs. 62.5 (10-180), p = 0.878), six-hour bleeding (145 (55-640) vs. 220 (90-810), p = 0.006), 24-hour bleeding (327.5 (120-770) vs. 437.5 (250-1620), p = 0.045), 48-hour bleeding (462.5 (175-1680) vs. 572.5 (311) -2060), p = 0.177), there was no significant difference in the need for blood component transfusions in the two groups. The side effects were lower in the tranexamic acid group.
Conclusion: Topical tranexamic acid administration is clinically superior to placebo in reducing bleeding volume at 6 hours and 24 hours postoperatively but not superior in reducing the need for blood transfusions in patients undergoing cardiac surgery using the OPCAB technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Nugroho Triyudanto
"ABSTRAK
Latar Belakang. Meskipun kemajuan dalam desain dan bentuk fiksasi pada implant total knee replacement (TKR) meningkatkan kesintasan dan fungsi TKR secara dramatis, jumlah perdarahan prosedur ini hingga kini masih merupakan masalah penting yang belum dapat teratasi dengan baik.
Metode. Penelitian ini adalah randomized controlled trial. Terdapat 28 pasien yang menjalani TKR periode Agustus 2014 hingga Februari 2016 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 22 diantaranya memenuhi kriteria inklusi dan dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok kontrol, kelompok asam tranexamat intraartikular intraoperatif dan kelompok asam traneksamat intravena preoperatif. Perdarahan intraoperatif, kadar hemoglobin (Hb) preoperasi hingga hari kelima pasca operasi, total produksi drain, jumlah transfusi total dan hari pencabutan drain dicatat dan dibandingkan.
Hasil. Jumlah transfusi pada kelompok intraartikular (200 +/- SB 100 ml) dan intravena (238 ± SB 53 ml ) secara signifikan berbeda dengan kelompok kontrol (1016 ± SB 308.2 ml) (p = 0.001). Total produksi drain pada kelompok intraartikuler (328 ml ± SB 193 ml) maupun intravena (391 ml ± SB 185 ml) berbeda bermakna dengan kelompok kontrol (652 ± SB 150 ml) (p = 0.003). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah transfusi antara grup intravena dengan grup intraartikuler. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar Hb baik preoperasi maupun pascaoperasi, jumlah perdarahan intraoperatif, maupun hari drain dicabut pada setiap kelompok.
Simpulan. Pemberian asam traneksamat menghasilkan total transfusi dan total produksi drain yang secara signifikan berbeda dibandingkan dengan kontrol, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah transfusi antara grup intravena dengan grup intraartikuler. Pemberian asam traneksamat baik intravena maupun intraartikuler dapat mengurangi jumlah transfusi dan total produksi drain secara efektif pada pasien yang menjalani prosedur TKR

ABSTRACT
Introduction. This is a randomized controlled trial study. From 28 patients who underwent TKR from August 2014 to Februari 2016 at Cipto Mangunkusumo Hospital, 22 patients met the inclusion criteria and were divided into three groups. The control group,tranexamic acid intraarticular-intraoperative group, and intravenous tranexamic acid preoperative group. Intraoperative bleeding, hemoglobin (Hb) level on pre-operative to fifth day post surgery, total drain production, total blood tranfusion needed and the drain removal timing were recorded and compared.
Method. This is a randomized controlled trial study. From 28 patients who underwent TKR from August 2014 to Februari 2016 at Cipto Mangunkusumo Hospital, 22 patients met the inclusion criteria and were divided into three groups. The control group,tranexamic acid intraarticular-intraoperative group, and intravenous tranexamic acid preoperative group. Intraoperative bleeding, hemoglobin (Hb) level on pre-operative to fifth day post surgery, total drain production, total blood tranfusion needed and the drain removal timing were recorded and compared.
Result. The amount of blood transfusions needed both in the intra-articular group (200 +/- SD 100ml) and in the intra-venous group (238 ± SD 53 ml) was significantly different compared with those in the control group (1016 ± SD 308.2 ml) (p = 0.001), but there is no significant difference between the amount of blood transfusion needed in the intra-articular group and the amount needed in the intra-venous group. The total drain production in the intra-articular group (328 ml ± SD 193 ml) and intra-venous group (391 ml ± SD 185 ml) was significantly different compared to those in the control group (652 ± SD 150 ml) (p = 0.003). There is no significant difference between the levels of both preoperative and postoperative hemoglobin, the amount of intraoperative bleeding, as well as the duration of drain usage on each group.
Consclusion. Tranexamic acid used both intra-articularly and intra-venously significantly reduce the amount of blood transfusion needed dan total drain production compared to control, but there is no significant difference between the intra-articular group and intra-venous group."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Marcellina Sadikin
"

Latar Belakang: Studi pendahuluan ini bertujuan untuk mengeksplorasi efek asam traneksamat dan kombinasinya dengan larutan tumesen satu per satu juta untuk mengurangi perdarahan intra- dan pascaoperasi pada model luka bakar babi.

Metode: Dua subjek hewan digunakan dalam penelitian eksperimental ini. Empat luka bakar dibuat pada punggung masing-masing hewan. Setiap luka bakar diberi salah satu dari perlakuan berikut: (1) larutan tumesen satu per satu juta; (2) asam traneksamat; (3) larutan tumesen satu per satu juta yang dikombinasikan dengan asam traneksamat; atau (4) kelompok kontrol. Setelah injeksi, jaringan nekrotik dieksisi oleh satu orang operator yang tidak mengetahui jenis perlakuan yang diberikan pada masing-masing jaringan nekrotik. Jumlah perdarahan intraoperasi dan 24 jam pascaoperasi diukur menggunakan pengukuran gravimetri dan analisis subjektif dengan visual analogue guide oleh dua penilai independen.

Hasil: Larutan tumesen satu per satu juta saja tampaknya menunjukkan hasil yang baik dalam mengendalikan perdarahan intraoperasi; perdarahan rebound tidak terjadi. Efektivitas injeksi asam traneksamat saja atau dalam kombinasi dengan larutan tumesen satu per satu juta untuk mengurangi perdarahan intraoperasi tidak dapat disimpulkan dalam studi pendahuluan ini. Tidak ada perbedaan signifikan dalam perdarahan 24 jam pascaoperasi di antara semua kelompok.

Simpulan: Penelitian menyeluruh harus dilakukan untuk memberikan bukti yang lebih konklusif mengenai efektivitas infiltrasi asam traneksamat dan perbandingannya dengan larutan tumesen satu per satu juta dan kombinasinya.

 

 


Background: This pilot study aimed to explore the effect of tranexamic acid (TA) and its combination with one-per-mil tumescent solution to reduce intraoperative blood loss and postoperative bleeding in porcine burn wound model.

Methods: Two animal subjects were used in this experimental study. Four burn wounds were created in each animal’s torso. Each burn wound was treated with one of these injection solutions or intervention: (1) one-per-mil tumescent solution; (2) TA; (3) one-per-mil tumescent solution combined with TA; or (4) control group. After the injection, the burn necrotic tissue was tangentially excised by a single blinded surgeon. The amount of intraoperative bleeding and 24-hour postoperative bleeding was measured using gravimetric measurement and subjective analysis with the aid of a visual guide analogue by two independent assessors.

Results: One-per-mil tumescent alone seems to show a good result in controlling intraoperative bleeding; no rebound bleeding was observed. However, the effectiveness of TA alone or in combination with one-per-mil tumescent solution to reduce intraoperative bleeding cannot be concluded yet through this pilot study. There was no significant difference in 24-hour postoperative bleeding among all groups.

Conclusion: The full research should be conducted to provide more conclusive evidence regarding the efficacy of TA infiltration and its comparison with one-per-mil tumescent solution and combination of both agents.

 

 

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Qudsiddik Unggul Putranto
"Latar Belakang : Pasien yang menjalani operasi koreksi skoliosis pascaoperasi di RSCMmendapatkan lama ventilasi mekanik pascaoperasi yang beragam. Pemakaian ventilasimekanik pascaoperasi koreksi skoliosis memengaruhi biaya perawatan dan waktu kontakpasien dengan keluarga. Identifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi lama ventilasimekanik diharapkan dapat memprediksi lama ventilasi mekanik pascaoperasi sehinggalebih efektif dalam penggunaan ventilasi mekanik. Penelitian ini dilakukan dengan harapanmengetahui faktor risiko lama ventilasi mekanik pascaoperasi koreksi skoliosis pendekatanposterior di RSCM.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat memengaruhi lama penggunaanventilasi mekanik pascaoperasi koreksi skoliosis pendekatan posterior.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif menggunakan data dari rekammedis. Lima puluh dua pasien yang menjalani operasi koreksi skoliosis pendekatanposterior antara januari 2011 hingga Juni 2016 dianalisis secara retrospektif. Dicatat lamapemakaian ventilasi mekanik pascaoperasi koreksi skoliosis pendekatan posterior. Faktorpreoperasi dan intraoperasi yang dianalisis merupakan data yang biasa dicatat dalam rekammedis antara lain nilai kapasitas vital paksa preoperasi, hipertensi pulmonal, jumlahperdarahan, jumlah cairan intraoperasi, transfusi darah dan lokasi segmen vertebra. Dataakan diolah menggunakan perangkat lunak SPSS dengan uji korelasi dan analisismultivariat regresi linier.
Hasil : Mayoritas sampel adalah wanita 86,5 . Analisis korelasi didapatkan jumlahperdarahan r=0,431."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Alatas
"LATAR BELAKANG: Pendarahan merupakan komplikasi berbagai prosedur operasi, terutama operasi jantung terbuka. Penggunaan mesin pintas jantung-paru mengganggu koagulasi dan menyebabkan pendarahan pascaoperasi. Asam traneksamat sebagai antifibrinolitik sintetik digunakan secara luas untuk mengurangi konsumsi koagulasi sehingga dapat menurunkan jumlah pendarahan dan penggunaan produk darah. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keefektifan antara pemberian asam traneksamat 1gram bolus sebelum CPB dilanjutkan dengan drip 1gram dalam 8 jam dibandingkan dengan bolus 1gram sebelum CPB dan 1gram saat priming dalam mengurangi pendarahan pascaoperasi pada operasi jantung dewasa dikamar operasi pusat jantung terpadu RSCM.
METODE: Data dikumpulkan secara konsekutif pada 31 pasien operasi jantung terbuka menggunakan mesin pintas jantung-paru, usia 18-65 tahun dan ASA 1-3. Kelompok 1 (15 pasien) mendapatkan asam traneksamat bolus 1gram sebelum CPB dan 1gram saat priming, kelompok 2 mendapatkan asam traneksamat 1gram bolus sebelum CPB dilanjutkan 1gram drip dalam 8jam. Pendarahan dihitung dari drain mediastinal terhitung sejak off-pump CPB. Dilakukan juga pencatatan penggunaan produk darah, indeks lisis bekuan 30 (TEG), d-dimer dan fibrinogen, serta lama rawat ICU.
HASIL: Produksi drain 6jam, 12 jam dan 24jam pada kelompok 2 (171, 252, 386cc), lebih rendah dibandingkan dengan kelompok 1 (325, 409, 555cc) dan bermakna secara statistik pada 3 kali pengukuran (p<0,05). Terdapat penurunan penggunaan produk PRC namun tidak dengan FFP. Sementara dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat perbedaan bermakna pada penurunan indeks lisis bekuan dan peningkatan d-dimer, namun tidak dengan laju penurunan fibrinogen. Lama rawat ICU kedua kelompok tidak bermakna secara statistik.
SIMPULAN: Pemberian asam traneksamat 1gram bolus dilanjutkan dengan 1gram drip dalam 8jam lebih efektif dibandingkan dengan 1gram bolus dan 1gram dalam cairan priming dalam mengurangi pendarahan pascaoperasi jantung terbuka dewasa.

BACKGROUND: Bleeding is a complication of various surgical procedures, especially open-heart surgery. The use of heart-lung bypass machine interfere with coagulation and cause postoperative bleeding. As a synthetic antifibrinolytic tranexamic acid is widely used to reduce the consumption of coagulation so it can reduce the amount of bleeding and the use of blood products. This study is aimed to compare the effectiveness of the administration of tranexamic acid 1gram intravenous bolus before CPB followed by 1gram continous intravenous infusion within 8 hours compared with 1gram intravenous bolus before CPB and 1gram whithin priming solution in reducing postoperative bleeding in adult cardiac surgery at integrated cardiac centers (PJT) Cipto Mangunkusumo hospital.
METHOD: Data collected consecutively in 31 patients who underwent open-heart surgery using the cardiopulmonary bypass machine, age between 18-65 years and ASA 1-3. Group 1 (15 patients) received 1gram intravenous bolus of tranexamic acid before CPB and 1gram whithin priming solution, group 2 (15 patients) received 1gram intravenous bolus of tranexamic acid before CPB followed by 1gram continous intravenos infusion within 8 hours. Bleeding is calculated from the mediastinal drain starting from the off-pump CPB. The use of blood products, clot lysis index 30 (TEG), d-dimer, fibrinogen, and length of stay in ICU also recorded.
RESULTS: Production of 6 hours, 12 hours and 24 hours drain in group 2 (171, 252, 386cc), was lower compared with group 1 (325, 409, 555cc) and statistically significant at 3 times of measurement (p <0.05). There is a decrease in the use of the PRC, but not with FFP. Meanwhile from the results of laboratory testing, there are significant differences in the decrease in clot lysis index and increase in D-dimer, but not with the rate of decrease in fibrinogen. ICU length of stay both groups was not statistically significant.
CONCLUSION: Administration of tranexamic acid 1gram intravenous bolus followed by 1gram continous intravenous infusion within 8 hours is more effective than 1gram intravenous bolus and 1gram within priming solution in reducing postoperative bleeding due to adult open cardiac suregry.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Suryani Sobur
"

Latar Belakang: Perdarahan akut gastrointestinal bagian atas memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang signifikan. Asam traneksamat telah terbukti bermanfaat dalam kasus perdarahan postoperatif dan postpartum. Namun, data mengenai efektivitas asam traneksamat untuk kasus ini masih terbatas.

Metode: Kami telah melakukan uji klinis terkontrol acak tersamar. Pasien yang memenuhi kriteria adalah dewasa (usia ≥ 18 tahun) dengan gejala hematemesis, melena, atau keduanya baik yang datang ke unit gawat darurat atau sedang dirawat di rumah sakit antara 1 Juli 2018 sampai 31 Desember 2019. Pasien secara acak dimasukan ke dua kelompok (asam traneksamat dan plasebo). Luaran utama yang diamati adalah perdarahan ulang yang didefinisikan sebagai kejadian hematemesis, melena, atau keduanya yang berkaitan dengan takikardia atau syok hipovolemik atau pengurangan hemoglobin > 2 g/dL setelah keberhasilan terapi endoskopi atau farmakologis. Perdarahan ulang ini diamati sampai 28 hari pascarandomisasi. Uji klinis ini teregistrasi di clinicaltrials.gov, NCT03540368
Hasil: Terdapat 42 pasien yang masuk dalam uji klinis ini, 19 di kelompok asam traneksamat dan 23 di plasebo. Penggunaan asam traneksamat tidak berhubungan dengan penurunan kejadian perdarahan ulang (hazard ratio 1,055 [IK 95% 0,284 – 3,923]) maupun mortalitas (hazard ratio 0,960 [IK 95% 0,218 – 4,229]). Terdapat
satu kasus tromboemboli pada masing-masing kelompok. Uji klinis dihentikan lebih awal karena kemungkinan futilitas yang signifikan dan risiko kejadian tromboemboli.
Kesimpulan: Tidak diperoleh perbedaan bermakna frekuensi perdarahan ulang kasus perdarahan akut saluran cerna bagian atas antara kelompok asam traneksamat dibandingkan plasebo.


Background: Acute upper gastrointestinal bleeding (AUGIB) has a significant mortality and morbidity rate. Tranexamic acid has been shown to be beneficial in postoperative and postpartum hemorrhage cases. However, there are limited data exist regarding the effectiveness of tranexamic acid in AUGIB.

Method: We carried out a double-blind randomized controlled trial. Eligible patients were adults (aged  ≥ 18 years) with hematemesis, melena, or both who presented to the emergency department or were hospitalized between July 1, 2018 and December 31, 2019. Patients were randomly assigned to two treatment groups (tranexamic acid or placebo). The primary endpoint was rebleeding, defined as the occurrence of hematemesis, melena, or both associated with tachycardia or hypovolemic shock or reduction in hemoglobin (> 2 g/dL) after successful endoscopic or pharmacological therapy. The occurrence of rebleeding was monitored up to 28 days after randomization. This study was registered at clinicaltrials.gov, NCT03540368
Results: Forty-two patients were enrolled, 19 to the tranexamic acid and 23 to the placebo group. Tranexamic acid use was not associated with a reduction in rebleeding (hazard ratio 1.055 [95% CI 0.284 – 3.923]) or mortality (hazard ratio 0.960 [95% CI 0.218 – 4.229]). One thromboembolic event occurred in each group. Clinical
trials were terminated early because of the significant possibility of futility, and the risk of thromboembolic events.
Conclusion: No significant difference was noted in the frequency of rebleeding after AUGIB between patients treated with tranexamic acid compared with placebo.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki
"Latar belakang: Warfarin merupakan antikoagulan yang rutin diberikan dalam 90 hari pertama pascabedah katup jantung. Salah satu komplikasi yang dapat timbul selama pemberian warfarin adalah perdarahan saluran cerna. Persentase periode intraterapeutik (PIT) dan periode supraterapeutik (PST) warfarin dikaitkan dengan kejadian perdarahan pada populasi fibrilasi atrium non-valvular, namun pengaruhnya pada perdarahan saluran cerna pascabedah katup masih belum diketahui.
Tujuan: Mengidentifikasi pengaruh PIT dan PST warfarin pada kejadian perdarahan saluran cerna pascabedah katup jantung.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada subjek yang telah menjalani bedah katup jantung di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita. Subjek diikuti dalam 90 hari pertama untuk mengevaluasi insiden perdarahan saluran cerna. Pemeriksaan International Normalized Ratio (INR) yang dilakukan setelah tujuh hari setelah inisiasi warfarin hingga terjadi luaran klinis atau akhir masa pengamatan dicatat untuk perhitungan PIT dan PST.
Hasil: Dari 195 subjek penelitian, insiden perdarahan saluran cerna ditemukan pada 18 subjek. Median jumlah pemeriksaan INR adalah lima kali. Dalam periode pengamatan, 84% subjek tidak mencapai PIT >60%. Terdapat perbedaan bermakna untuk PST antara subjek dengan dan tanpa perdarahan p>18% (AUC 0,842; sensitivitas 72 dan spesifisitas 80%) dengan risiko relatif (RR) 14,2 (p<0,0001;IK 95% 4,06-49,71). Gangguan fungsi ginjal preoperatif merupakan faktor lainyang berhubungan dengan luaran klinis (p=0,007; RR 6,69 dengan IK 95% 1,67-2677).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara PIT dengan insiden perdarahan saluran cerna, namun PST .18% secara independen berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya perdarahan saluran cerna pascabedah katup jantung pada pasien yang mendapat terapi warfarin.

Background: Warfarin is routinely given in the first 90 days after valvular surgery. One of the complications that may arise during warfarin administration is gastrointestinal bleeding. Time in Therapeutic Range (TTR) and Time Above Therapeutic Range (TATR) of warfarin is associated with bleeding occurrence in non-valvular atrial fibrillation populations, but its relationship with gastrointestinal GI bleeding on postoperative patients remains unknown.
Objective: To identify the role of warfarin's TTR and TATR in the incidence of GI bleeding post valvular surgery.
Methods: This is a retrospective cohort study on subjects who have undergone valvular surgery in National Cardiovascular Centre Harapan Kita and received warfarin. Subjects were followed in the first 90 days to evaluate the incidence of GI bleeding. All International Normalized Ratio (INR) examinations after seven days of initiation of warfarin until bleeding occurred or end of follow-up period were collected for TTR and TATR calculations.
Results: From 195 study subjects, the incidence of gastrointestinal bleeding were found in 18 subjects. The median amount of INR examination was five times. In the follow-up period, 84 of subjects did not achieve TTR> 60%. There was a significant difference for TATR values between subjects with and without bleeding (p<0.0001), but not for TTR (p=0.44). The incidence of GI bleeding was associated with TATR>18% (AUC 0.842, 72% sensitivity and 80% specificity) with relative risk (RR) 14.2 (p<0.0001; 95% CI 4.06-49.71). Preoperative renal insufficiency was another factor related with clinical outcome (p=0,007; RR 6,69 with 95% CI 1,67-26,77)
Conclusions: There were no association between TTR values and incidence of GI bleeding, however TATR>18% was independently associated with an increased risk of gastrointestinal bleeding after valvular surgery in patients receiving warfarin. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aron Husink
"Latar Belakang: Penyakit jantung katup merupakan masalah kesehatan yang signifikan di Indonesia, dan pembedahan adalah tatalaksana. Berbagai sistem skor telah dikembangkan untuk memprediksi mortalitas dan morbiditas pasca pembedahan, namun sebagian besar dibuat dari populasi dengan karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan kondisi di Indonesia. Perlu dikembangkan sistem skor menggunakan populasi setempat.
Tujuan Penelitian: Membuat sistem skoring untuk memprediksi mortalitas dan morbiditas di rumah sakit pasca pembedahan katup jantung di rumah sakit jantung dan pembuluh darah Harapan Kita.
Metode: Studi prognostik, dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, pada pasien dewasa yang menjalani pembedahan katup jantung dengan maupun tanpa bedah pintas arteri koroner sejak Januari 2012 hingga Desember 2014. Data dikumpulkan secara retrospektif. Sistem skor dibuat model regresi logistik.
Hasil penelitian: Sebanyak 1040 pasien disertakan dalam analisis. Terdapat 68 (6.5%) mortalitas, dan 410 (39.4%) morbiditas. Faktor risiko yang berhubungan dengan mortalitas adalah kelas fungsional, hipertensi, riwayat operasi jantung, gangguan ginjal, disfungsi ventrikel kanan, operasi emergensi, operasi katup serta bedah pintas arteri koroner, dan operasi katup trikuspid. Jenis kelamin laki-laki dan pembedahan katup ganda juga berkaitan dengan morbiditas. Sistem skor mortalitas yang dihasilkan memiliki H-L test p = 0.212; AUC = 0.813 (CI 95% = 0.758 ? 0.867); dan memiliki titik potong bernilai 5, memprediksi mortalitas 14% (sensitifitas 72,1%, spesifisitas 75.3%). Sedangkan sistem skor morbiditas memiliki H-L test p = 0.113; AUC = 0.713 (CI 95% = 0.681 ? 0.746); dan memiliki titik potong bernilai 5, memprediksi morbiditas 48% (sensitifitas 69,5% dan spesifisitas 60,5%).
Kesimpulan: Telah dibuat sistem skor prediksi mortalitas dan morbiditas pasca pembedahan katup jantung dengan atau tanpa BPAK. Sistem skor mortalitas memiliki daya kalibrasi dan diskriminasi yang baik. Sistem skor morbiditas memiliki daya kalibrasi yang baik, dan memiliki daya diskriminasi sedang.

Background: Valvular heart disease remains a significant health problem in Indonesia, and surgery remains as the treatment of choice. Various scoring system available to predict post-operative mortality and morbidity, but most were developed from different population characteristics compare to the condition in Indonesia. A scoring system based on local population is required.
Objective: To develop a scoring system for the prediction of in-hospital mortality and morbidity after heart valve surgery at Heart and Vascular Center Harapan Kita Hospital.
Methods: This is a prognostic study performed at Heart and Vascular Center Hospital Harapan Kita, toward patients who underwent heart valve surgery with or without coronary artery bypass since January 2012 to December 2014. Data were collected retrospectively. Scoring systems were developed using logistic regression models.
Result: 1040 patients were acquired. Mortality and morbidity rate was 68 (6.5%), and 410 (39.4%) respectively. Factors associated with mortality were functional class, history of hypertension, previous open heart surgery, impaired renal function, right ventricular dysfunction, emergent operation, combined heart valve and coronary artery bypass surgery, and tricuspid valve surgery. Male sex and double valves surgery were also associated with morbidity. The mortality risk score has H-L test P value = 0.212; AUC = 0.813 (CI 95% = 0.758 ? 0.867); and cut-off point of 5, predicting 14% risk of death (sensitivity 72.1%, specificity 75.3%). The morbidity risk score has H-L test p = 0.113; AUC = 0.713 (CI 95% = 0.681 ? 0.746); and cut-off point of 5, predicting 48% risk of morbidity (sensitivity 69.5%, specificity 60.5%).
Conclusion: Scoring system predicting mortality and morbidity after heart valve surgery with or without coronary artery bypass graft have been made. Mortality risk score was well calibrated, with good discriminatory power. Morbidity risk score was well calibrated, with moderate discriminatory power.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>