Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ambarsari Dewi
"Penelitian ini membahas strategi tutur dakwah Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam mengkomunikasikan pesan moral di dalam dakwahnya. Tujuan penelitian ini adalah memaparkan jenis metafora dalam strategi tutur dakwah UAS dan menjelaskan fungsi ilokusi dalam strategi tutur dakwah UAS. Penelitian ini menggunakan ancangan Crtical Metaphor Analysis (CMA) (2004). Teori Metafora Konseptual (Lakoff & Johnson, 2003) dan Teori Tindak Tutur (Searle, 1979) digunakan sebagai landasan analisis untuk menemukan strategi tutur dalam dakwah UAS. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan gabungan teori linguistik kognitif (semantik kognitif dan pragmatik), ditemukan tiga jenis metafora  implisit, yaitu metafora orientasional, metafora ontologi, dan metafora struktural, serta ditemukan pula satu jenis metafora eksplisit dalam bentuk simile. Tuturan-tuturan metaforis tersebut adalah strategi tutur UAS dalam menyampaikan pesan moral dalam dakwahnya karena di dalamnya terdapat tindak performatif yang mempunyai fungsi ilokusi yang berbeda-beda.  Strategi tersebut di antaranya 1) menilai dengan mengklaim, menegaskan, dan menyatakan; 2) memerintahkan dengan melarang perbuatan tidak baik, menyuruh melakukan sesuatu sehingga ada perubahan, dan menyarankan kebaikan; 3) memengaruhi dengan menjanjikan kebaikan dan kebahagian dan menakut-nakuti akibat dari kesalahan; 4) mengekspresikan dengan mendoakan hal baik, mengapresiasi hal baik, dan menyindir hal-hal yang dianggap tidak pantas; dan terakhir, 5) mengatasnamakan dengan menghakimi sesuatu. Dari temuan tersebut tuturan metaforis dakwah UAS didominasi oleh tuturan aserftif yaitu sebanyak 54%. Dari penelitian ini disimpulkan, strategi tutur dakwah UAS berupa tuturan metaforis yang didominasi fungsi ilokusi aserif menjadi strategi yang baik untuk menyampaikan pesan moral dalam dakwah. Metafora berperan memudahkan para pendengar dakwah untuk memahami konsep abstrak keagaamaan. Fungsi ilokusi astertif membuat UAS dapat mengkomunikasikasikan pesan-pesan keagamaan dengan cara yang jujur, tegas, tetapi tetap menghargai dan menjaga perasaan para pendengar dakwahnya.

This study discusses the speech strategy of Ustaz Abdul Somad (UAS) in communicating moral messages in his preach. The purpose of this study is to describe the types of metaphors in the UAS’s preaching speech strategy and explain the illocutionary function in the UAS’s preaching speech strategy. This study uses a Critical Metaphor Analysis (CMA) (2004) approach. Conceptual Metaphor Theory (Lakoff & Johnson, 2003) and Speech Act Theory (Searle, 1979) were used as the basis for finding speech strategies in UAS’s preach. By using qualitative descriptive methods and a combination of cognitive linguistic theory (cognitive semantics and pragmatics), three types of implicit metaphors were found, namely orientational metaphors, ontological metaphors, and structural metaphors, as well as one explicit metaphor in the form of simile. These metaphorical utterances are UAS's speech strategy in conveying moral messages in their preaching because they contain performative acts that have different illocutionary functions. These strategies including 1) assessing by claiming, asserting, and stating; 2) ordering by prohibiting, commanding, and suggesting; 3) influencing by promising and threatening; 4) expressing by praying, appreciating, and insulting; 5) declaring by judging something. From these findings, it was concluded that the metaphorical speech of UAS’s preach was dominated by assertive speech, as much as 54%. Metaphors play a role in making it easier for listeners to understand the abstract concept of religion. The assertive illocutionary function allows UAS to communicate religious messages in an honest, firm way, but still respects and protects the feelings of the listeners of their da'wah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Syafitri
"Dalam novel-novel Jerman terdapat banyak kajian pragmatik, yaitu tentang makna yang terdapat dalam suatu ujaran atau teks, salah satunya deiksis. Deiksis merupakan hal atau fungsi yang menunjuk sesuatu di luar bahasa. Penulis meneliti perbandingan kemunculan deiksis persona, tempat dan waktu dalam dua novel Jerman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan kemunculan deiksis dalam novel Die Blauen und Grauen Tage dan Die Verwandlung dan menganalisis peran deiksis dalam membangun cerita di kedua novel. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif pada novel Die Blauen und Grauen Tage karya Monika Feth pada tahun 1996 dan Die Verwandlung karya Franz Kafka yang diterbitkan pada tahun 1915.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kemunculan deiksis dalam kedua novel Die Verwandlung dan Die Blauen und Grauen Tage memiliki peran yang berbeda-beda. Deiksis persona adalah deiksis yang paling banyak muncul, selanjutnya deiksis tempat dan yang paling sedikit adalah deiksis waktu. Deiksis persona paling banyak muncul karena di kedua teks terdapat banyak dialog. Deiksis secara umum berperan dalam mempermudah pembaca dalam memahami teks.

In German novels there are many pragmatic studies, namely about the meaning contained in a speech or text, one of which is deixis. Deixis is a thing or function that points to something outside the language. The author examines the comparison of the appearance of person deixis, place and time in two German novels. This study aims to describe the differences in the appearance of deixis in Die Blauen und Grauen Tage and Die Verwandlung novels and analyze the role of deixis in building stories in both novels. This research is a qualitative descriptive study on the Die Blauen und Grauen Tage novel by Monika Feth in 1996 and Die Verwandlung by Franz Kafka published in 1915.
The results showed that the differences in deixis occurrence in both Die Verwandlung and Die Blauen und Grauen Tage novels had different roles. Personal deixis is the most common deixis, then place deixis and the least is time deixis. Personal deixis appears most because in both texts there are many dialogues. Deixis generally plays a role in making it easier for readers to understand the text.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rita Maria
"Ilmu pragmatik sebagai bagian dari ilmu linguistik mulai berkembang di Indonesia pada awal tahun 70-an. Walaupun sudah berjalan sekitar 20 tahun belum banyak orang yang menulis maupun yang membuat penelitian mengenai pragmatik. Saya mencoba membuat penelitian mengenai konvensi pragmatik sekelompok penutur bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.
Masalah-masalah yang dibahas dalam tesis ini terdiri atas: bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jerman; persamaan dan perbedaan bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jerman; dan faktor-faktor pragmatik yang harus ditekankan dalam pengajaran bahasa Jerman di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah; agar diperoleh bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jerman; persamaan dan perbedaan bentuk-bentuk pragmatik bahasa Indonesia dan bahasa Jarman; juga agar diperoleh hal-hal yang harus ditekankan dalam pengajaran bahasa Jerman di Indonesia.
Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang harus ditekankan dalam pengajaran bahasa Jerman ialah pengungkapan makna-makna yang berlainan caranya dalam bahasa Jerman dan dalam bahasa Indonesia, antara lain, pemakaian kata Herr... tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa dikombinasikan dengan nama depan atau nama panggilan, tetapi dikombinasikan dengan nama keluarga. Dalam bentuk sopan santun dipakai bentuk pengandaian Konnten Sie...? serta klausa pengandaian "Es ware nett, ...." Pemakaian partikel vielleicht; mal; doch besar pengaruhnya dalam kalimat sopan santun.
Juga bentuk es dan man yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia perlu ditekankan oleh pengajar bahasa Jerman.

Pragmatics is a discipline that has been developed since in the early 1970s. Although it has been over 20 year now, not many people have written nor showed an interest in this area. This Thesis is an attempt to study the pragmatic convention of a group of speakers both in the Indonesian and German language.
The problems discussed in this thesis are as follows: the differences and similarities of pragmatic forms in both Indonesian and German; and pragmatic factors that should be emphasized in the teaching of Indonesian and German. The purpose of this study is to obtain the pragmatic forms in Indonesia, the similarities and differences in pragmatic form in both Indonesian and German; and to find the factors that should be emphasized in teaching of German-in Indonesia
The finding in this analysis shows that the factors that should be emphasized in the teaching of German the differences in the expression of meanings in Indonesian and German, for example, the word `Herr' which cannot occur in isolation, and cannot be use with forenames or nicknames, but it should occur with Emily names. The polite form in German uses the conditional forms `Konnten Sle.... ?' and the conditional clause `Es ware nett '. The Use of the particles `vielleicht, mil, dock' has a great effect the polite forms. Also the forms `es' and `man' that do not exist in Indonesian should be emphasized by the teacher of German."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Putri Erica
"[Skripsi ini membahas analisis interjeksi dengan fungsi emotif tertawa yang terdapat dalam komik Don Quijote karya Flix. Interjeksi dengan fungsi emotif tertawa merupakan interjeksi yang paling banyak ditemukan dalam komik ini. Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan dan berfokus pada konteks dalam pragmatik, ortografis dan juga fonetis. Hasil penelitian memperlihatkan bentuk interjeksi tertawa apa saja dan makna apa saja yang terdapat dalam tiga belas situasi percakapan pada komik ini.

, The objective of this thesis is about analyze interjection with emotive function of laugh. Interjection with emotive function mostly founded in this comic. This thesis uses literature research and qualitative methods and focus on context in pragmatics, orthography and fonetic. The result of this thesis showed the variation forms and meanings of interjection with emotive function of laugh which founded in thirteen speech situations in this comic.
]
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S62109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diem Ihsan
Palembang: Universitas Sriwijaya, 2011
401.45 DIE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Zaqiatul Mardiah
"Disertasi ini membahas semantik spasial preposisi ala dan nomina spasial fawqa dengan memanfaatkan ancangan linguistik kognitif, khususnya semantik kognitif. Dengan sumber data dari corpus.kacst.edu.sa dan model polisemi berprinsip dari Tyler dan Evans (2003), serta konfigurasi dari Ferrando dan Gosser (2011), kajian ini menemukan makna primer ala dan fawqa yaitu yang menyatakan makna lebih tinggi dari atau posisi di atas. Perbedaan kedua leksem itu terletak pada ada atau tidaknya kontak pada salah satu sisi permukaan entitas yang berelasi. Untuk makna perluasan ala, secara dominan menunjukkan relasi kuasa dan relasi tumpuan, sedangkan makna perluasan fawqa menunjukkan makna melebihi atau melampaui. Data dari korpus juga memperlihatkan kecenderungan jumlah makna perluasan ala lebih banyak dibanding makna perluasan fawqa. Selain itu, makna perluasan ala lebih banyak menunjukkan hubungan yang erat antara verba atau nomina derivatifnya dengan ala, sedangkan makna perluasan fawqa tidak menunjukkan hal yang sama. Temuan tentang makna primer dan makna perluasan masing-masing ala dan fawqa disajikan dalam bentuk jejaring semantis. Jejaring semantis itu menggambarkan relasi polisemis antara makna-makna perluasan dengan makna primernya. Sebagai dua leksem yang bersinonim, fawqa dapat menggantikan ala pada situasi tertentu, dan begitu pula sebaliknya.

This dissertation discusses the spatial semantics of preposition ala and spatial noun fawqa by utilizing cognitive linguistic approaches, specifically cognitive semantics. With data sources from corpus.kacst.edu.sa and principled polysemy models from Tyler and Evans (2003), as well as configurations from Ferrando and Gosser (2011), this study found the primary sense of ala and fawqa, which states higher meaning or position above. The difference between the two lexemes lies in the presence or absence of contact on one side of the surface of the related entity. For the extended senses of ala, dominantly show the power relation and pedestal relation, while the extended senses of fawqa indicate the exceeding or beyond. Data from the corpus also show the tendency of the number of the extended senses ala more than the extended senses of fawqa. furthermore, the extended senses of ala show the close relationship between the verb or its derivative nouns with ala, while the extended senses of fawqa does not indicate the same thing. The findings of the primary sense and the extended senses of each ala and fawqa are presented in the frame of semantic network, which illustrates the polysemic relation between extended senses and their primary sense. As two synonymous lexemes, fawqa can replace ala in certain situations, and vice versa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seradona Altiria
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Charteris-Black (2004), yang menyatakan bahwa metafora banyak digunakan dalam teks-teks religi dan berperan sebagai alat persuasi bernilai emotif dalam menyampaikan pesan moral. Penelitian ini menggunakan ancangan Crtical Metaphor Analysis (CMA) (2004). Teori Metafora Konseptual (Lakoff & Johnson, 2003) dan Teori Tindak Tutur (Searle, 1979) digunakan sebagai landasan analisis untuk menemukan strategi persuasi dalam tuturan metaforis teks dakwah terkait tema romansa pacaran. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan gabungan teori linguistik kognitif (semantik kognitif dan pragmatik), ditemukan tiga jenis metafora implisit, yaitu metafora orientasional, metafora ontologi, dan metafora struktural, serta ditemukan pula satu jenis metafora eksplisit dalam bentuk simile. Kemudian ditemukan polarisasi makna metaforis antara tenor (subyek metafora) yang dianggap baik dan tenor yang dianggap buruk, juga ditemukan keberpihakan atau bias gender, yaitu laki-laki dianggap sebagai sumber masalah, sedangkan wanita dianggap sebagai korban dalam hubungan romansa pacaran. Terakhir, temuan analisis terhadap strategi tutur yang digunakan penulis dalam menyampaikan pesan-pesan larangan pacaran yaitu banyak dituturkan dengan cara yang asertif dan direktif. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Charteris-Black (2004) bahwa teks-teks religi memiliki kecenderungan sebagai teks yang bersifat didactic, yaitu ditujukan untuk menggurui atau lebih spresifiknya bersifat menginstruksi pembaca terhadap ajaran moral. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian disiplin ilmu lain terhadap teks-teks terkait isu religiusitas di Indonesia, baik itu dari ilmu kebahasaan maupun displin ilmu sosial lain.

ABSTRACT
The current research was based on Charteris-Black‟s (2004) notable argument about how metaphors in religious texts are basically utilized as tools for persuasion which has emotive value of religious moral code. This research used Critical Metaphor Analysis (CMA) approach (2004), and used Conceptual Metaphor Theory (Lakoff & Johnson, 2003) and Speech Act Theory (Searle, 1979) as the base of analysis to find out what particular persuasion strategy used in the metaphorical speech act of particular popular religious text regarding pre-marital romantic relationship. By using descriptive qualitative research method and the combination of cognitive linguistic theories (cognitive semantics and pragmatics), it was found that there are three kinds of implicit metaphor in the text, which are orientational metaphor, ontological metaphor, and structural metaphor. It was also found that the text used an explicit metaphor of simile. Furthermore, it was also found that there is a metaphorical meaning polarization between tenors of what is good and what is bad. There was also a tendency found in the metaphorical speech on the text, men were portrayed as the source of problem whereas women were viewed as the sole victim of pre-marital romantic relationship, this tendency implied a gender bias on the text. Finally, the analysis on speech act strategy used by the author revealed that it was delivered by using assertive and directive way of speech. The result of this research was in line with Charteris-Black (2004) founding which stated that religious texts tend to be didactic, or intended to teach moral instruction towards the readers. This research might shed a light for further research on religious texts in Indonesia in various disciplines of study."
2016
T46574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santosa
"Partal Keadilan Sejahtera (PKS) adalah kelanjutan dari Partai Keadilan (PK). Partai Keadilan bermula dari gerakan tarbiyah yang dipelopori oleh aktifis dakwah kampus yang terbangun selama bertahun-tahun di mushala-mushala dan masjid-masjid di beberapa universitas yang dengan ter jadinya gejolak reformasi 1998 kemudian bertransfonnasi menjadi gerakan politik.
Fakta mengalakan bahwa kamudian partai ini menjadi sebuah fenomena karena pada tahun PEMILU 2004 berhasil memperoleh dukungan yang cukup signifikan dan dengan perolehan 45 kursi DPR, PKS menjadi sebuah kekuatan yang diperhitungkan. Salah satu daya tarik yang menonjol yang diusung oleh PKS adalab label "partai dakwah", yang memberikan sebuah pernyataan bahwa politik bagi PKS bukan sekedar upaya untuk meraih kekuasaan namun memakainya sebegai kendaraan dakwah.
lsu ini menjadi sebuah magnet utama para pemilih karena pada awal-awal gerakannya telah berhasil disajikan dengan baik oleh para kader PKS dengan tampilnya mereka sebagai sosok-sosok idealis dan memperlihatkan gaya tersendiri sebagai politisi-politisi berpenampilan sederhana jauh dari kemewahan, yang secara demonstrative dimotori oleh pemimpinnya yaitu DR. Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang kemudian berhasil menduduki jabatan sebegni Ketua MPR) dengan menolak fasilitas-fasilitas yang berlebihan layaknya pejabat negara.
Namun dalam dinamika yang berjalan, dengan makin memudarnya politik aliran serta menyeruaknya pragmatisme dalam masyarakat sendiri, yang kemudian secara massif menjadi sebuah keniscayaan bahwa terjun dalam politik ujungnya adalah pencapaian target-target kuantitatif berupa perolehan suara dalam pemilu, perolehan kursi di parlemen dan keberhasilan merebut jabatan-jabatan kepala daerah baik tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional, hal tersebut tak pelak memberikan pengaruh kepada PKS sebagai sebuah entittas yang menjadi begian darinya.
Terlihat kemudian PKS mulai mengakomondir ide-ide pramatis sebagai sarana mencapai target, dengan melansir isu-isu yang pada saat-saat sebelumnya niscaya menjadi hal-hal yang dihindari.
Tesis ini berusaha mengupas produk-produk kebijakan PKS yang bisa digolongkan sebagai kebijakan pragmatis terutama dalam usahanya mencapai target perolehan suara sebesar 20% pada PEMILU Legislatif 2009, dan dampak-dampaknya bagi PKS sondiri serta kontradiksi-kontradiksi jika dilawankan dengan label yang disandang sebagai partal dakwah.

Partai Keadilan Sejahtera (The Prosperous Justice Party, or PKS) was a continuation from Partai Keadilan (The Justice Party, or PK). The Justice Party began as a religious movement which was pioneered by university campus activists who built religious gatherings for several years in prayer rooms and mosques in numerous universities. With the rise of the reform movement in l998, this movement later transformed into a political organization.
The facts show that titis party became a phenomenon in the 2004 national elections by winning a significant amount of support, and after obtaining 45 seats in the national parliament (the DPR), PKS became a force to be reckoned with. One of the definitive attractions which was created by PKS was the label of a "dakwah party" (or propagation party), which made the statement that polities for PKS was not just an effort to gain power but was rather a vehicle for dakwah (propagation of lslam).
This issue became the prbeacy magnet for voters because from the very beginning of the movement, the party had succeeded in presenting this intention in a clear way. This was done through the use of PKS cadres who appeared as idealists and demonstrated their own style as politicians, who favored a simple appearance thai was far from a luxurious lifestyle. The active demonstartion of their intentions was pioneered by Dr. Hidayat Nur Wahid (the first President of PKS who later became the head of the MPR, the People's Consultative Assembly). Dr. Hidayat Nur Wahid actively rejected the excessive facilities that came with his high-level government position.
However, with the dynamic nature of the situation at the moment, where the impact of polities is decreasing and society is becoming more pragmstic, it has become clear that any groups entering politics are simply interested in achieving quantitative targets based on the number of votes in the election, the number of seats in parliament, and the eventual quarreling over political appointments at the regional and national levels. The reality of this situation has in turn made an impact on PKS, as this party is also an entity which is currently engaging in the political process in Indonesia.
It then became clear thai PKS started to accommodate more pragmatic ideas as a method for achieving their targets, by socializing ideas which in the previous period would have been avoided.
This thesis will attempt to analyze those political policies of PKS which can be categorized as pragmatic policies and ideas, especially those which are aimed at achieving their target of 20% of votes in the 2009 Legislative Election. This thesis will also examine the effect on PKS itself as well as the contradictions which might arise if these polices are compared with the parties label as a propagation (dakwah) party.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2008
T 25437
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triaswarin Sutanarihesti
"Disertasi ini mengkaji pertalian antara skema citra dan relasi Figure (F) & Ground (G) dalam penggunaan preposisi in dan op untuk memahami persepsi ruang penutur bahasa Belanda. Data frasa nominal berpola [NP [[P][NP]] diambil dan diolah dengan SKETCH ENGINE. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa persepsi ruang dapat diinterpretasikan dengan kemunculan skema citra yang mendasari relasi F & G. Dengan kosakata berunsur konkret, penggunaan preposisi in memunculkan skema citra CONTAINMENT dan RUANG. Tergantung dari ranah semantisnya, G dapat dipersepsikan sebagai wadah, atau F berada di dalam G, atau G merupakan himpunan dari F. Dengan preposisi op tergambar skema citra PERMUKAAN, KONTAK, SUPPORT. G dipersepsikan sebagai sebuah permukaan, atau penopang, atau tempat F menempel. Entitas F dengan kosakata abstrak dalam penggunaan preposisi in mencirikan sifat dinamis karena entitas F dipersepsikan mengandung sebuah proses atau pergerakan dalam ruang lingkup G, dengan skema citra EKSISTENSI. Skema citra ini masih membawa ciri skema citra CONTAINMENT dan RUANG. Dengan preposisi op, entitas F abstrak juga memperlihatkan ciri dinamis. F dapat berupa entitas yang dapat mempengaruhi entitas G, bahkan mengubahnya. Persepsi ruang ini didasari skema citra KEKUATAN DINAMIS yang masih membawa ciri skema citra KONTAK yang menggambarkan bahwa persentuhan F dengan G mengubah keadaan G.

This research discusses the relation between image schema and Figure (F)—Ground (G) in the use of Dutch prepositions in and op to understand the perception of space. Nominal phrase data with [NP [[P][NP]] pattern is collected and processed by SKETCH ENGINE. The study results show that the perception of space can be interpreted by the image schema that underlies the F—G relation. Within concrete words, the use of preposition in shows CONTAINMENT and SPACE image schema’s. Depending on the semantic domain, G can be perceived as a container, or F is inside G, or G is a set of F. Image schema SURFACE, CONTACT, SUPPORT is depicted by the use of op. G is recognised as a surface or support, or to which F attaches. Entity F with abstract words in the use of in preposition characterises dynamic features because entity F is perceived as a process or movement within the G, with image schema EXISTENCE. This image schema still carries the characteristics of CONTAINMENT and SPACE. With preposition op, the abstract entity F also shows a dynamic aspect. F can be any entity that can influence G, and even change it. This perception of space is based on the FORCE DYNAMIC and still shows CONTACT which illustrates that the contact between F and G can changes the state of G."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Abrinta Debora
"Film sebagai wacana sinematik dapat menjadi media untuk membahas hasil kerja sistem linguistik, fitur audio-visual, dan efek visual lainnya dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Makalah ini bertujuan menganalisis wacana sinematik sebuah film dokumenter berjudul Audrie and Daisy, yang menggambarkan kronologi perundungan dan kekerasan seksual yang dialami oleh dua siswi sekolah menengah bernama Audrie dan Daisy, dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Makalah ini menjelaskan bagaimana sistem linguistik yang berkaitan dengan penggunaan bahasa pada wawancara dan investigasi, sinematografi, dan mise-en-scene pada film berhubungan satu dengan yang lain sehingga menjadikan pesan dan isi cerita menjadi bermakna. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman mengenai unsur-unsur penting dalam film. Tujuan dari penelitian ini tidak hanya untuk menunjukkan fitur-fitur wacana sinematik tetapi juga untuk menjelaskan makna tersirat dari fitur-fitur tersebut dalam film dan menganalisis tata organisasi film. Dalam pendekatan pragmatik dan wacana sinematik, gagasan mengenai verbal (suara diegetik) dan non-verbal (suara non-diegetik) berkaitan dengan multimodalitas film yang menjadikan pesan menjadi bermakna. Selain itu, hasil penelitian memperlihatkan bahwa film ini menggunakan pendekatan monochronicity untuk menyusun dokumen sinematografi.

This study aimed to determine whether A movie as a cinematic discourse can be a medium for examining the work of linguistic system, audio-visual features, and other visual effects by using the pragmatic approach. This paper aims to analyze the pragmatic and cinematic discourse in a documentary movie Audrey and Daisy, which portrays the chronology of bullying and sexual assault experienced by high school students, Audrie and Daisy. This paper describes how the linguistic system which are related to the language use in the interview and investigation, the cinematography, and mise-en-scene of the movie can link to one another to make the message and the content of the story meaningful. This study employs a qualitative research method to gain insight and understanding of the significant elements of the movie. The purpose of this research is not only to point out the features of cinematic discourse but also to explain the meaning of the features in the movie and analyze the organization of this movie. Within the framework of pragmatic and cinematic discourse, the notion of verbal (diegetic sound) and non-verbal (non-diegetic sound) are connected to the multimodality of the movie to make a message purposeful. Also, the findings show that this movie utilizes the monochronicity approach to compose the cinematography document."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>