Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70005 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rieza Camelia
"Hak atas pangan merupakan hak paling mendasar bagi kelangsungan hidup manusia. Kehadiran Proyek Food Estate di Humbang Hasundutan dianggap telah mengancam pemenuhan hak tersebut bagi masyarakat setempat. Tulisan ini akan menganalisis pelaksanaan Proyek Food Estate Humbang Hasundutan Sumatera Utara menggunakan perspektif keadilan lingkungan green criminology yang menyatakan bahwa hak-hak lingkungan merupakan perpanjangan dari hak asasi dan sosial manusia. Analisis akan dilakukan terhadap data-data sekunder yang didapat dari Laporan Pelaksanaan Proyek Food Estate Sumatera Utara yang dipublikasi oleh FIAN Indonesia bekerja sama dengan beberapa LSM lain, serta data-data yang dihimpun dari situs-situs berita berkaitan dengan pelaksanaan Proyek Food Estate. Hasil analisis menunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap hak atas pangan dalam proyek tersebut. Hal ini tidak lepas dari peran negara sebagai duty-bearer pelaksanaan hak asasi manusia. Kegagalan negara dalam mengemban kewajibannya telah menyebabkan terjadinya food crime terhadap petani lokal sebagai produsen pangan dalam Proyek Food Estate Humbang Hasundutan.

The right to food is the most fundamental right for human survival. The presence of the food estate project in Humbang Hasundutan is considered to have threatened the fulfillment of this right for the local community. This paper will analyze the implementation of the Humbang Hasundutan Food Estate Project in North Sumatra using the perspective of environmental justice, green criminology, which states that environmental rights are an extension of human rights and social rights. Analysis will be carried out on secondary data obtained from the Report on the Implementation of the North Sumatra Food Estate Project published by FIAN Indonesia in collaboration with several other NGOs, as well as data collected from news websites related to the implementation of the food estate project. The results of the analysis show that there has been a violation of the right to food in the project. This cannot be separated from the role of the state as the duty-bearer of human rights implementation. The state's failure to carry out its obligations has led to food crime against local farmers as food producers in the Humbang Hasundutan Food Estate Project."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lumban Toruan, Jhonsar
"Terpilihnya Maddin dan Marganti sebagai bupati dan wakil bupati di Humbang Hasundutan menimbulkan tanda tanya, mengapa Maddin yang bermarga Sihombing dapat memenangkan Pilkada, padahal marga Sihombing bukan marga yang mayoritas di Humbang Hasundutan. Dalam kehidupan orang Batak, marga masih sangat mengikat sistem kekerabatan orang batak sehingga dalam menentukan kepemimpinan pun marga mayoritaslah yang paling berpeluang menjadi pemimpin di Humbang Hasundutan.
Dengan terpilihnya Maddin ini, marga ternyata bukan harga mati sebagai penentu kemenangan, lalu kalau bukan marga yang utama, faktor - faktor apa yang berperan memenangkan Maddin dan Marganti. kemudian dari faktor tersebut, faktor mana yang paling berperan dan mengapa faktor tersebut yang paling berperan, hal inilah yang menjadi pokok permasalahan dalarn penelitian ini.
Untuk menganalisa masalah ini, perlu ada teori sebagai kerangka berpikirnya. Pelaksanaan pilkada diawali dari adanya demokratisasi dalam perpolitikan Indonesia yang berdampak pada perpolitikan lokal, dimana masyarakat dilibatkan secara langsung untuk memilih kepala daerahnya, maka dilaksanakanlah sistem pemilihan kepala daerah secara langsung.
Dalam penelitian ini, penulis memakai beberapa teori, yaitu faktor sosiologis, seperti kelompok sosial, identitas sosial dan lain - lain, kemudian ada juga karena faktor psikologi sosial,faktor ini terkait dengan identitas partai politik pemilih, ada juga teori tentang pilihan rasional yaitu pilihan berdasarkan untung rugi, pilihan rasional ini bisa dilihat dan orientasi isu maupun orientasi kandidat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bantuan data kuantitalif yakni menggali informasi dari 90 responden dan 25 informan yang diwawancarai secara mendalam.
Temuan penelitian ini menjelaskan bahwa faktor yang paling berperan memenangkan pasangan Maddin dan Marganti adalah faktor orientasi kandidat(63,4%), kemudian orientasi isu(59,9%), faktor sentimen primordial atau marga(45,6%), dan yang kurang berperan faktor identifikasi partai(34,17%).
Implikasi teori terhadap temuan penelitian ini ternyata sebagian tend perilaku memilih dapat menjelaskan pokok permasalahan, terutama teori tentang pilihan rasional. Dimana masyarakat Humbang Hasundutan sudah mempertimbangkan untung rugi dalam memutuskan pilihan politiknya, mengenai teori perilaku memilih berdasarkan faktor identifikasi partai kurang relevan untuk menjelaskan kasus ini karena perbedaan asumsi terhadap sosialiasi politik, sedangkan teori mengenai faktor kelompok sosial juga bisa membantu memahami perilaku memilih di Humbang Hasundutan ini karena sentimen primordial masih berperan - meskipun bukan faktor dominan - dalam perilaku memilih.

The appointment of Maddin and Marganti as regents and vice regents in Humbang Hasundutan raise question of how can Maddin who has Sihombing kinship win the local election. It is surprising because Sihombing is not a majority kinship in the regency. In the life of Bataknese, kinship still ties the family relationship of Bataknese so that in selected their leader, the majority of certain kinship will have better opportunity to become the leader of Humbang Hasundutan.
As the appointment of Maddin, kinship is not a definite determination of a winning. Because of that, it raises a question of what are the factors that have significant role to win Maddin and Marganti. Then, from those factors, which one is the most significant and why. This is the research question of the research.
To analyze that problem, theoretical framework is needed. The implementation of the election of local leader is initiated by democratization in Indonesian politics which influences local politics. In local context, democratization has endorsed political change to give authority for people to elect their own leader directly.
In this research, some theories are applied, such as sociological factors like social group, social identification, and others. There is also social psychology which relates to identities of political parties who support candidates. There is also theory of rational choice that explains consideration of the voters based on fortunate and loss. This rational choice can be seen from of issue or candidate orientation.
This research applies qualitative research method supported by quantitative data from 90 respondents and 25 informants who are interviewed deeply. The finding of the research is that the main factor of the winning of Maddin and Marganti is candidate orientation (63.4%)_ It is followed by issue orientation (59.9%), primordial sentiment or kinship (45.6%), and party identification (34.17%).
Theoretical implication of the findings is that some of theory of voting behavior can explain the main problem, especially rational choice theory. Humbang Hasundutan society has considered the fortunate and the loss of their choice. Theory of voting behavior explains that the voting is based on party identification is less relevant. Meanwhile, theory of social group can also help to explain voting behavior in the regency because primordial sentiment is still relevant; even it is not a dominant factor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2010
S34149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Decmonth Nuel
"Indonesia mempunyai masalah lingkungan hidup yang besar dalam deforestasi. Setiap tahun tutupan hutan Indonesia berkurang dengan sangat luas, baik yang sengaja maupun tidak direncanakan oleh Pemerintah. Pada pandemi COVID-19, Pemerintah mengeluarkan Program Strategis Nasional yang dapat menciptakan deforestasi dengan nama Food Estate. Food Estate adalah program pertanian pangan skala luas yang dibingkai untuk tujuan ketahanan pangan. Program ini dibentuk sebagai respons peringatan Food and Agriculture Organization (FAO) yang mewaspadai kerentanan pangan dalam situasi pandemi. Permasalahannya, program pertanian pangan skala luas ini dapat dibangun di kawasan hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja melandasi program ini dengan mekanisme Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP). Penelitian hukum ini menggunakan metode normatif yang mengkaji Food Estate berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam bidang pangan dan kehutanan. Penelitian ini akan berfokus menganalisis Food Estate dengan menitikberatkan pada perlindungan kawasan hutan lindung dan ekosistem gambut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat permasalahan hukum dalam peraturan yang melandasi program Food Estate. Program ini tidak sejalan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di sektor kehutanan. Program ini memiliki enam masalah hukum, yakni (1) tidak memiliki urgensi karena hanya membingkai masalah ketahanan pangan dengan sempit, (2) bertentangan dengan asas-asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (3) tidak terbuka dan partisipatif karena menggunakan KLHS cepat, (4) mengalihfungsikan hutan lindung, (5) kontradiktif terhadap upaya perlindungan dan restorasi gambut dan (6) menyulitkan pertanggungjawaban hukum untuk memulihkan hutan. Penelitian ini menyarankan Pemerintah untuk mengevaluasi peraturan yang melandasi program Food Estate sehingga pertanian pangan tidak dilakukan dengan deforestasi dan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup untuk melindungi tutupan dan kualitas fungsi hutan

Indonesia has a major environmental problem with deforestation. Every year Indonesia's forest loss significantly both intentionally and unplanned by the Government. During the COVID-19 pandemic, the Government issued a National Strategic Program that can create deforestation named Food Estate. Food Estate is a large-scale agri-food program framed for food security goals. This program was formed in response to a warning from the Food and Agriculture Organization (FAO) which is aware of food vulnerability in a pandemic situation. The problem is that this large-scale food-agriculture program can be built in forest. Government Regulation Number 23 of 2021 and Minister of Environment and Forestry Regulation Number 7 of 2021 as implementing regulations for the Job Creation Law underlies this program with the Forest Area mechanism for Food Security. This research is legal research using a normative method that examines Food Estate based on food and forestry regulations. This research will focus on analyzing Food Estate with an emphasis on protecting protected forest areas and peat ecosystems. This research concludes that there are legal issues in the regulations that underlie the Food Estate program. This program is not in line with the protection and management of the environment in the forest sector. This program is problematic for six reasons, namely (1) it lacks of urgency because it frames the problem of food security narrowly, (2) it conflicts with the principles of environmental protection and management, (3) it is not transparent and participatory because it uses the “quick appraisal KLHS”, (4) converts protected forests, (5) contradicts efforts to protect and restore peat and (6) makes it difficult for legal accountability to restore forests. This research suggests the Government should evaluate regulations that support the Food Estate program so that food agriculture is not carried out by deforestation and follows the mandate of laws and regulations in the environmental sector to protect forest cover and quality function.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nafisah Nuruludin
"Proyek food estate di Kalimantan Tengah yang dipromosikan oleh negara sebagai solusi atas krisis pangan dan perubahan iklim, dalam implementasinya justru menimbulkan berbagai permasalahan. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan proyek food estate di Kalimantan Tengah sebagai bentuk kejahatan negara dan korporasi, serta memaparkan penyebab dan dampaknya. Analisis dalam skripsi ini menggunakan teori kriminologi kritis. Metode penelitian yang diterapkan adalah kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan studi dokumen terkait proyek food estate di Kalimantan Tengah. Penelitian ini melibatkan dua korban proyek food estate di Kalimantan Tengah serta dua perwakilan lembaga non-pemerintah, yaitu Greenpeace Indonesia dan WALHI Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi negara cenderung berpihak pada kepentingan bisnis melalui kolaborasi dengan korporasi. Negara, melalui kekuasaan dan legitimasinya, dengan bebas membentuk kebijakan yang mendukung terjadinya kejahatan yang mengorbankan kepentingan publik demi melanggengkan kepentingan bisnis. Keuntungan ekonomi diperoleh melalui eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan kerugian lingkungan dan penderitaan masyarakat secara luas dan dalam jangka panjang. Proyek food estate di Kalimantan Tengah menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antara negara dan korporasi dapat memicu kejahatan sistematis yang mengorbankan lingkungan dan masyarakat.

The food estate project in Central Kalimantan, promoted by the state as a solution to the food crisis and climate change, has, in its implementation, caused various problems. This thesis aims to explain the food estate project in Central Kalimantan as a form of state and corporate crime and to elaborate on its causes and impacts. The analysis in this thesis applies critical criminology theory. The research method used is qualitative, employing in-depth interviews and document studies related to the food estate project in Central Kalimantan. This study involves two victims of the food estate project in Central Kalimantan, as well as representatives from two non-governmental organizations: Greenpeace Indonesia and WALHI Central Kalimantan. The research findings indicate that the state's orientation tends to favor business interests through collaboration with corporations. By leveraging its power and legitimacy, the state freely formulates policies that facilitate crimes, sacrificing public interests to sustain business priorities. Economic gains are achieved through the exploitation of natural resources, resulting in environmental degradation and widespread, long-term suffering for society. The food estate project in Central Kalimantan serves as a concrete example of how collaboration between the state and corporations can commit systematic crimes, causing harm to both the environment and society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nainggolan, Hotden N.
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; a) daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, b) pengaruh luas lahan, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja terhadap pendapatan petani dan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif analitis, analisis revealid comparative advantage dan analisis jalur (path analisis) dengan bantuan program statistical product and service solution. Hasil penelitian menunjukkan; a) secara simultan pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2), luas lahan (XI) berpengaruh 94,50% terhadap penggunaan tenaga kerja usahatani kopi (X4) di Kabupaten Humbang Hasundutan, b) secara simultan tenaga keija (X4), pupuk dan obat-obatan (X3) modal usahatani (X2), luas lahan (XI) berpengaruh 94% terhadap pendapatan petani kopi (Yl) di Kabupaten Humbang Hasundutan, c) secara simultan pendapatan petani (Yl), tenaga keija (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) luas lahan (XI) berpengaruh 90,1% terhadap daya saing komoditi kopi (Y2) di Kabupaten Humbang Hasundutan, d) pendapatan petani memberikan kontribusi 10,30 %, tenaga keija memberikan kontribusi 2,40% pupuk dan obat-obatan memberikan kontribusi 1,44 %, terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, e) modal usahatani memberikan kontribusi 2,10%, luas lahan memberikan kontribusi 2,56 %, terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar; a) petani di Kabupaten Humbang Hasundutan menggunakan faktor produksi usahatani yang maksimal, b) pemerintah daerah melakukan penyuluhan tentang pemanfaatan faktor produksi usahatani kopi dengan optimal untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani serta meningkatkan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan."
Universitas HKBP Nonmensen, 2016
050 VISI 24:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budianto
"Tanah memiliki empat dimensi fungsi yaitu tanah sebagai materi fisik lapisan bumi yang menunjang semua unsur kehidupan, tanah secara hukum disebut juga sebagai properti nyata atau real estate untuk tujuan dimiliki dan digunakan, tanah sebagai objek modal yang dapat dimiliki dan digunakan oleh pemilik untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara maksimal, dan tanah juga memiliki nilai non ekonomi yang berkaitan dengan nilai budaya. Kebutuhan tanah untuk berbagai kepentingan terus meningkat. Kebutuhan tersebut diantaranya untuk pembangunan infrastruktur dan lahan pertanian. Disisi lain lahan pertanian terus menyusut karena alih fungsi lahan yang sulit dibendung diantaranya untuk kebutuhan industry dan permukiman. Akibatnya konflik penggunaan dan pemanfaatan tanah semakin tinggi, yang selanjutnya mengakibatkan timbulnya permasalahan pertanahan. Untuk mendeteksi potensi dan mitigasi permasalahan pertanahan dilokasi perencanaan food estate Kalimantan Tengah maka langkah awal yang dilakukan adalah dengan melakukan survey Pemetaan Tematik Pertanahan dan Ruang (PTPR) untuk menghasilkan peta penguasaaan tanah dan penggunaan tanah. Selanjutnya dilakukan overlay peta dengan RTRW, Kawasan hutan dan Peta HGU untuk melihat potensi permasalahan pertanahan. Hasil dari tahapan tersebut dianalisa dengan hasil sintesis beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelesaian permasalahan pertanahan. Kesimpulan penelitian ini menghasilkan tipologi permasalahan pertanahan yang terdiri dari: permasalahan pertanahan antara masyarakat dengan pemerintah, dan permasalahan pertanahan antara masyarakat dengan badan hukum. Distribusi spasial permasalahan pertanahan terjadi secara acak. Model penyelesaian permasalahan pertanahan terdiri dari: model penyelesaian diwilayah kawasan hutan karena keterlanjuran dan pelanggaran, model penyelesaian diluar kawasan hutan dengan pendekatan penyelesaian konflik, sengketa, dan perkara pertanahan, serta model penyelesaian permasalahan pertanahan dengan penetapan sebagai tanah terlantar.

Land has four functional dimensions, i.e., land as physical material of the earth that support every aspect of life, as legal property to be possessed and used, as capital object that can be possessed and used by its owner to obtain maximum economic gain, and as an object with cultural values. Demand for land is continually increasing. Among of the many uses are for infrastructures and agriculture. On the other hand, agricultural lands are shrinking, converted into industrial area and human settlements. This has caused higher level of tenurial conflict. In order to detect and mitigate tenurial issues in the planned area of food estate project, a land thematic and spatial mapping survey was conducted to produce maps of land occupation and land use. The maps were then overlaid to the spatial planning map, map of forest area and map of cultivation rights on land, which would show intersectional areas that potentially problematic. The problems were identified through synthesizing substance from land-related articles in three regulations. There are three types of land tenurial issues, i.e., dispute between a community with government, and between a community with a private entity. The spatial distribution of land problems is randomly distributed. We formulate three models of resolution in this regard, i.e., resolution within forest area for post-infringement and violation cases, resolution outside forest area through resolution approach for land conflicts, disputes and cases, resolution through the order of abandoned land."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahirah Inaya Hafizhah
"Sebagai unsur legislatif, Komisi IV DPR RI yang membawahi bidang pertanian tentu berkewajiban memastikan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola proyek strategis nasional Food Estate agar tidak bernasib sama dengan proyek lumbung pangan terdahulu yang gagal akibat permasalahan lingkungan dan sosial. Dengan metode kualitatif, tulisan ini menggunakan data primer melalui wawancara dan observasi, serta data sekunder melalui penelitian terdahulu dan pangkalan data DPR RI guna memperkuat penulisan. Tulisan ini menelusuri mekanisme fungsi parlemen dalam memahami bagaimana DPR RI menjalankan tiga mekanisme pengawasan: debat, komite, dan pertanyaan. Temuan penelitian menunjukkan Komisi IV telah melaksanakan ketiga mekanisme tersebut, tetapi pelaksanaannya masih belum mampu memberi pengaruh signifikan terhadap proses evaluasi program. Hal tersebut disinyalir akibat adanya kekurangan dalam pelaksanaan mekanisme berupa faktor internal dan eksternal: (1) secara internal, perdebatan dan keputusan yang terkadang kurang substansial akibat adanya tumpang tindih kepentingan; (2) secara eksternal, political will pemerintah yang masih rendah membuat proses pengawasan hanya sebatas formalitas. Tanpa adanya political will yang tinggi dari seluruh lembaga terkait, akan sulit untuk mencapai akuntabilitas pemerintah guna mewujudkan good governance.

As a legislative element, Commission IV DPR RI, which oversees the agricultural sector, is obliged to ensure government accountability in managing the national strategic Food Estate project so that it does not suffer the same fate as the previous food barn project, which failed due to environmental and social problems. By using qualitative methods, this paper uses primary data through interviews and observations, also secondary data through previous literature and DPR RI databases to strengthen the result. This article explores the mechanisms of parliamentary function in understanding how the DPR RI carries out three oversight mechanisms: debates, committees, and questions. This study shows that Commission IV had implemented these three mechanisms, but its implementation still needed to impact the program evaluation process significantly. This is allegedly due to deficiencies in the implementation of mechanisms in the form of internal and external factors: (1) internally, debates and decisions are sometimes less substantial due to overlapping interests; (2) externally, the government's weak political will means that the monitoring process is only a formality. Without cooperation and high political will from all related institutions, keeping the government accountable for achieving good governance will be challenging."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>