Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178014 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shifa Taranandita
"Dari berbagai sisi, kaum perempuan dan kelompok rentan di Indonesia masih sering mendapat perlakuan yang tidak adil karena kedudukannya, termasuk dalam hal perlakuan dalam kebijakan pajak penghasilan orang pribadi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perspektif gender dalam kebijakan tax reliefs pada pajak penghasilan orang pribadi yang pada dasarnya dirancang agar kebutuhan dasar wajib pajak telah terpenuhi sebelum membayar pajak dan untuk menggambarkan ability to pay wajib pajak. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis perbandingan konten kebijakan tax reliefs PPh OP di negara Singapura, Malaysia, dan Thailand. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kebijakan PTKP yang saat ini berlaku di Indonesia masih berupa general deduction dengan alasan kesederhanaan dan tidak responsif terhadap kondisi kesenjangan gender. Sementara itu, Singapura, Malaysia, dan Thailand, telah menerapkan kebijakan PTKP dengan tidak hanya melihat dari sisi penghasilan, tetapi juga kondisi sebenarnya dari wajib pajak, seperti kaum disabilitas, ibu melahirkan dan menyusui, dan kelompok lansia. Guna mendorong terwujudnya keadilan gender, pemerintah perlu memberikan ruang dan fleksibilitas dalam perencanaan kebijakan pajak yang mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan dari perempuan dan kaum rentan. Selain itu, diperlukan juga penyesuaian terhadap isi kebijakan yang saat ini berlaku dengan mengubah ketentuan yang cenderung hanya memberatkan satu pihak, yaitu perempuan, mengingat perempuan merupakan pihak yang setara dan memiliki kontribusi yang berharga, bukan hanya sebagai kelompok yang rentan dan tidak mampu mendorong perubahan.

From various sides, women and vulnerable groups in Indonesia still often receive unfair treatment because of their position, including in terms of treatment in personal income tax policy. Therefore, the purpose of this study is to find out how the gender perspective in the tax reliefs policy on personal income tax is basically designed so that the basic needs of taxpayers have been met before paying taxes and to illustrate the ability to pay taxpayers. In addition, this research also analyzes the comparison of the content of the tax reliefs policy on personal income tax in Singapore, Malaysia, and Thailand. Through a qualitative approach, this research was conducted with literature study data collection techniques and field studies through in-depth interviews. Based on the results of the research, it is known that the PTKP (personal exemption) policy which currently applicable in Indonesia is still in the form of a general deduction for reasons of simplicity and is not responsive to the conditions of the gender gap. To date, Singapore, Malaysia, and Thailand, have implemented PTKP policies by not only looking at the income side, but also the actual conditions of taxpayers, such as people with disabilities, birth and nursing mothers, and the elderly. To encourage the realization of gender-neutral policy, the government needs to provide space and flexibility in tax policy planning that considers the conditions and needs of women and vulnerable people. In addition, it is also necessary to adjust the content of the current policy by changing provisions that tend to only burden one party, namely women, considering that women are equal parties and have valuable contributions, not just as a group that is vulnerable and unable to drive change."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safina Aulia Sulistianingtyas
"Adanya dua kewajiban pembayaran pajak dan zakat menimbulkan isu ketidakadilan bagi masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Namun, hal tersebut dinilai kurang tepat karena di Indonesia pembayaran zakat masih bersifat sukarela dan belum ada mandatory dari negara, walaupun terdapat BAZNAS sebagai salah satu badan pengelola zakat resmi yang dibentuk oleh pemerintah. Meskipun begitu, seiring berjalannya waktu, kebijakan existing, yaitu zakat sebagai tax deduction masih kurang dapat dirasakan manfaatnya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis prospek alternatif kebijakan Pajak Penghasilan atas Zakat Profesi dalam perspektif tax relief bagi Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan mengadopsi paradigma post-positivisme dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit yang telah diusulkan sejak lama oleh berbagai pihak ini diyakini dapat memberikan dampak yang lebih signifikan dalam mengurangi beban masyarakat, khususnya dalam menjalankan kedua kewajibannya, yaitu pajak dan zakat. Dengan begitu, alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit diyakini memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan muzakki atau Wajib Zakat maupun Wajib Pajak, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan zakat dan pajak di Indonesia. Namun, ada hal-hal yang perlu dipersiapkan kedepannya dalam mendukung dan menunjang keberlangsungan penerapan alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit. Hal-hal tersebut disebut sebagai prakondisi-prakondisi yang harus diperbaiki dan dipenuhi agar penerapan alternatif kebijakan zakat sebagai tax credit ini dapat berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yaitu dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan Wajib zakat secara maksimal.

The existence of two obligations to pay taxes and zakat raises issues of injustice for Muslim communities, especially in Indonesia. However, this is considered inappropriate because in Indonesia zakat payments are still voluntary and there is no mandate from the state, even though there is BAZNAS as one of the official zakat management institutions established by the government. However, as time goes by, the benefits of the existing policy, namely zakat as a tax deduction, are still lacking. Therefore, the aim of this research is to analyze the prospects for alternative Income Tax on Income Zakat policy from the perspective of tax relief for Individual Taxpayers. This research uses a qualitative approach and adopts a post-positivism paradigm with data collection techniques from literature studies and field studies through in depth interviews. The research results show that the alternative policy of zakat as a tax credit, which has been proposed for a long time by various parties, is believed to be able to have a more significant impact in reducing the burden on society, especially in carrying out its two obligations, namely taxes and zakat. In this way, the alternative policy of zakat as a tax credit is believed to have the potential to increase compliance with muzakki or Zakatpayers and Taxpayers, which in the end can increase zakat and tax revenues in Indonesia. However, there are things that need to be prepared in the future to support the implementation of alternative zakat policies as tax credits. These things are referred to as preconditions that must be corrected and fulfilled so that the implementation of the alternative zakat as a tax credit policy can run effectively and efficiently in achieving the goal of maximally increasing taxpayers and zakatpayers compliance."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Nariendra
"Penggunaan cashback sebagai promosi pada Dompet Digital semakin masif. Ditunjukkan melalui pendanaan atas cashback mencapai Rp5,1 Triliun per tahunnya. Perpajakan atas transaksi cashback masih belum mencapai titik kepastian hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis transaksi cashback pada Dompet Digital dari perspektif Pajak Penghasilan di Indonesia serta menganalisis desain kebijakan yang dapat diimplementasikan. Hasil yang diperoleh bahwa cashback secara substansi dikategorikan sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk konsumsi dan menambah kekayaan dari sisi penerima penghasilan. Pengguna Dompet Digital sebagai penerima penghasilan dapat dikategorikan sebagai subjek pajak Orang Pribadi. Peraturan pajak yang berlaku atas transaksi cashback saat ini memberikan kesulitan administrasi. Penelitian ini merekomendasikan desain administrasi pajak penghasilan atas cashback yaitu PPh Final dengan skema withholding tax pada kisaran tarif 0% hingga 5% atas pertimbangan besaran PTKP. Dalam mendesain administrasi pajak atas cashback, perlu legal standing dalam bentuk Undang-Undang dengan mempertimbangkan 3 (tiga) parameter, yaitu besaran dan potensi cashback, biaya efektif dan biaya kepatuhan, serta ketersediaan data yang valid. Pengenaan pajak atas transaksi cashback dapat meningkatkan penerimaan pajak. Oleh karena itu, pertimbangan desain administrasi pajak yang adil serta kesiapan sistem terintegrasi dibutuhkan dalam kesuksesan perlakuan perpajakan pada ekosistem ekonomi digital, khususnya transaksi cashback pada Dompet Digital.

The use of cashback as a promotion on Digital Wallets is increasingly massive. Shown through funding for cashback reaching IDR 5.1 Trillion per year. Taxation on cashback transactions has not yet reached the point of legal certainty. This study uses a qualitative approach that aims to analyze cashback transactions on Digital Wallets from the perspective of Income Tax in Indonesia and analyze the design of policies that can be implemented. The results obtained that cashback is substantially categorized as an additional economic capability that can be used for consumption and increase wealth from the side of the income recipient. Digital Wallet users as income recipients can be categorized as individual tax subjects. The current tax regulations for cashback transactions present administrative difficulties. This study recommends the design of income tax administration for cashback, namely Final Income Tax with a withholding tax scheme at a rate range of 0% to 5% based on the consideration of the amount of non-taxable income. In designing tax administration for cashback, it is necessary to have legal standing in the form of a law by considering 3 (three) parameters, namely the amount and potential of cashback, effective costs and compliance costs, as well as the availability of valid data. The imposition of taxes on cashback transactions can increase tax revenue. Therefore, consideration of a fair tax administration design and the readiness of an integrated system are needed for successful tax treatment in the digital economy ecosystem, especially cashback transactions on Digital Wallets."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrianus Petrus Setuso
"Ketentuan baru dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 menyebutkan adanya perhitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dalam Pasal 25 ayat (7) yang perhitungannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan, terakhir dengan Nomor 8/KMK/03./2002 tanggal 8 Maret 2002 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 171/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002. Dalam ketentuan terakhir tersebut diatur mengenai klasifikasi yang tergolong Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tarif pajak yang berlaku, perlakuan atas pembayaran PPh Pasal 25, perlakuan kompensasi kerugian dan tindakan pengawasannya.
Tesis ini disusun berdasarkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penelitian dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kelapa Gading. Pengumpulan data untuk keperluan analisis diperoleh melalui penelitian dokumen meliputi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang meliputi wawancara dengan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yaitu Kepala Seksi PPh Orang Pribadi KPP Jakarta Kelapa Gading, Kepala Seksi PPh Orang Pribadi I Direktorat Pajak Penghasilan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak serta kuisioner bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
Kerangka teori yang digunakan adalah azas-azas dalam pemungutan pajak, prinsip keadilan horizontal dan vertikal dalam perpajakan dan global taxation. Dari penelitian ini diperoleh data yaitu terdapat kendala dalam menetapkan klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang masih rendah, kontribusi penerimaannya yang masih rendah, tindakan pengawasan yang masih menghadapi kendala karena kurangnya koordinasi, dan bagi Wajib Pajak ketentuan ini tidak mencerminkan keadilan karena adanya pengecualian jenis usaha, besarnya tarif, perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan.
Analisis terhadap data-data tersebut di atas menghasilkan kesimpulan bahwa ada ketidakadilan horizontal maupun vertikal dalam ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Pembedaan jenis usaha dalam klasif kasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu tidak sesuai dengan azas globality. Pengenaan tarif sebesar 2 % dan peredaran bruto sebagai dasar pengenaan pajak tidak sesuai dengan prinsip progression dan net income. Perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 sebagai pelunasan tidak sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pasal 25 UU Pajak Penghasilan yaitu sebagai angsuran pajak. Untuk itu, diharapkan agar ketentuan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu dapat ditinjau kembali. Klasifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu hendaknya tidak membedakan suatu jenis usaha tertentu, perlakuan PPh Pasal 25 ayat (7) sebagai pelunasan hendaknya ditiadakan. Perlu diterbitkan aturan pelaksanaan yang lebih jelas dan tugas berkaitan dengan definisi "Penghasilan Lain" dalam pasal perlakuan pembayaran PPh Pasal 25 dan prosedur dalam tindakan pengawasan kepatuhan Wajib Pajak.

One of the new provisions in The Law Number 7 of 1983 concerning Income Tax, as been amended finally to Law Number 17 of 2000 namely concerning calculation of tax installment for any Particular Individual Entrepreneur in Article 25 paragraph (7) whose calculations is further regulated through The Decree of The Minister of Finance, finally into Number: 8/KMK/03. /2002 dated March 8, 2002 in conjunction with The Decree of Director General of Tax number: 171/PJ/2002 dated March 28. 2002. In such final provision, it is regulated on classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, the prevailing tax tariff, application on payment of income tax Article 25, loss compensation application and its control action.
This thesis is drawn up pursuant to research by using policy research with analyzes descriptive method. The Research was made at Kelapa Gading Jakarta Tax Service Office. Data collection for the purpose of analyzes was obtained through document evaluation comprising bibliography study and site research that shall cover interview with officials in vicinity of Directorate General of Tax and questioner distributed to Particular Individual Entrepreneur Taxpayer.
Theoretical reference applied is the principles in tax collection, horizontal and vertical justice principle within general taxation and global taxation. In this research, data obtained comprises hindrance in stipulating classification of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer, compliance rate of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer which is still low, control action still face hindrances due to poor coordination, and for Taxpayer, this provision does not reflects justice aspects due to exception of business type, rate, application of Article 25 Income Tax payment as the settlement.
Analyzes against such aforementioned data has resulted in conclusion that there is vertical and horizontal injustice in provision concerning Particular Individual Entrepreneur Taxpayer. Unequal treatment of business type of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer Classifications is not in accordance with global principles, rate of 2% and gross circulation as the base of tax impose is not in accordance with the principle of unequal treatment for the unequal and net income. Payment treatment of Tax Income Article 25 as the settlement is not conforming to basic principles set forth in Article 25 Law of Income Tax namely as the tax installment. Therefore it is advisable that provision on Tax Income Article 25 for Particular Individual Entrepreneur Taxpayer is to be re-evaluated. Classifications of Particular Individual Entrepreneur Taxpayer shall not treat unequally on the particular type of business, application of Income Tax Article 25 paragraph (7) as the settlement shall be revoked, more transparent and confirmed implemental regulation is to be applied concerning other income definition in treatment of Article 25 Income Tax payment and procedure in controlling the compliance aspect of Tax Payer."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Iqbal
"Perkembangan strategi pemasaran pada online marketplace menghadirkan adanya suatu profesi baru yaitu pemasar afiliasi (affiliate marketing). Adanya ikatan kontrak antara online marketplace dengan pelaku profesi pemasar afiliasi dalam melakukan pemasaran menimbulkan adanya penghasilan bagi pemasar afiliasi. Namun dalam praktiknya, banyak sekali perspektif mengenai penghasilan atas pelaku profesi pemasar afiliasi pada online marketplace. Belum adanya kepastian mengenai klasifikasi dan sistem pemberian pengasilan terhadap program pemasaran afiliasi ini berpotensi untuk menimbulkan ambiguitas mulai dari online marketplace yang melakukan pemotongan pajak penghasilan, hingga pemasar afiliasi sebagai pihak yang dipotong pajak atas penghasilan yang diterima saat harus melaporkan SPT PPhOP secara self assesment system. Sebab, pada dasarnya pengenaan pajak penghasilan akan mengikuti kategori jenis penghasilan yang ada. Maka dari itu diperlukan adanya peninjauan kembali atas kepastian klasifikasi penghasilan yang bersumber dari program pemasaran afiliasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis terkait klasifikasi kategori pajak penghasilan dan proses penerapan pemotongan pajak pada program pemasaran afiliasi di online marketplace. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik analisis data kualitatif. Teknik pengumpulan data kualitatif diterapkan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa atas penghasilan yang diterima oleh pemasar afiliasi dipotong PPh 21 sebagai imbalan kepada bukan pegawai yang menerima komisi oleh online marketplace selaku badan yang membayarkan penghasilan dan dikategorikan sebagai business income sebagai perkerjaan bebas. Pada praktiknya pemotongan PPh 21 pada program pemasaran afiliasi masih ada beberapa kendala. Kendala tersebut yang paling utama yaitu adanya salah potong tarif PPh 21 dalam perhitungan pajak terutang bagi program pemasar afilaisi dan proses pemberian bukti potong yang belum terpenuhi dari sisi online marketplace.

The development of marketing strategies in the online marketplace presents a new profession, namely affiliate marketing. The existence of a working agreement contract between the online marketplace and the affiliate marketer profession in conducting marketing product indicates the emergence of income for affiliate marketers. However, in practice, there are many perspectives regarding the income of the affiliate marketer profession in the online marketplace. The lack of certainty regarding the classification and income generation system for affiliate marketing programs has the potential to create ambiguity, ranging from online marketplaces that withhold income tax, to affiliate marketers who are taxed on income received because basically the imposition of income tax varies according to the category of income. which exists. Therefore, it is necessary to review the certainty of income classification from affiliate marketing programs. The purpose of this study is to obtain and analyze an overview related to the classification of income tax categories and the process of applying tax deductions to affiliate marketing programs in the online marketplace. This research is qualitative research with qualitative data analysis techniques and data collection techniques through in-depth interviews and literature study. The results of this study state that the income received by affiliate marketers is deducted from Withholding Tax article 21 by the online marketplace as the agency that pays the income and is categorized as business income from free work. In practice, withholding Withholding Tax article 21 in affiliate marketing programs, there are still some obstacles. The main obstacle is the incorrect amount deduction of the Withholding Tax article 21 rate in calculating the tax payable for the affiliate marketer program and the process of Withholding Tax slip that has not been fulfilled from the online marketplace."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harapon Angun Kasogi
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi pengaruh keringanan pajak melalui pengurangan pajak penghasilan badan dan penghapusan dividen sebagai objek pajak terhadap kebijakan dividen perusahaan terbuka di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keringan pajak mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap peningkatan pembagian dividen kepada pemegang saham. Peningkatan ini menurut tax preferences hypothesis dan tax clientele hypothesis mendorong manajer perusahaan meningkatkan dividen yang dibagikan guna memenuhi peningkatan ekspektasi para pemegang saham untuk menerima dividen dari perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan variabel kontrol yang mempengaruhi pembagian dividen meliputi likuiditas, arus kas, efisiensi dan struktur modal perusahaan.

This research aims to see the effect of tax rellief through reducing corporate income tax and eliminating dividends as a tax object on the dividend policy of listed companies in Indonesia. The research results show that tax relief can have a positive influence on increasing dividend distribution to shareholders. According to the tax preferences hypothesis and tax clientele hypothesis, this increase encourages company managers to increase the dividends distributed in order to meet the increasing expectations of shareholders to receive dividends from the company. This research also shows that the control variables that influence dividend distribution are liquidity, cash flow, efficiency, and the company's debt level."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Putri Alifah
"Tax Holiday merupakan salah satu bentuk insentif pajak penghasilan yang sedang digencarkan oleh Pemerintah Indonesia untuk dapat meningkatkan investasi asing di Indonesia. Saat ini kebijkan tax holiday dituangkan dalam PMK Nomor 150/PMK.010/2018, yang mana ketentuan tersebut termasuk ke dalam kebijakan yang tercantum dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI. Penelitian ini akan membahas mengenai faktor apa saja yang membuat kebijakan tax holiday sebelum diterbitkannya PMK Nomor 150/PMK.010/2018 tidak optimal, dan juga membahas mengenai implementasi kebijakan tax holiday dalam PMK Nomor 150/PMK.010/2018. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan juga akan menggunakan teknik analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 3 faktor yang menyebabkan kebijakan tax holiday dalam peraturan sebelumnya tidak berjalan dengan optimal antara lain adalah, faktor ketidakpastian dalam pemberian keputusan tax holiday, faktor birokrasi dan persyaratan yang menyulitkan, serta faktor lain selain pajak, berupa kepastian hukum, stabilitas ekonomi, dan juga ketersediaan infrastruktur. Selain itu, berdasarkan teori implementasi yang dikemukakan oleh Grindle (1980), implementasi kebijakan tax holiday dalam PMK Nomor 150 Tahun 2018 sudah dilakukan dengan cukup baik. Aturan yang tertuang dalam PMK Nomor 150 Tahun 2018 sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, yang ditunjukan dengan kebijakan tax holiday yang lebih mengedepankan kepastian, kemudahan, dan kepercayaan kepada Wajib Pajak. Tetapi tetap saja masih terdapat beberapa kelemahan yang terdapat dalam proses implementasi kebijakan tersebut. 

Tax Holiday is one of the income tax incentives policy that being intensified by Indonesian Government to increase foreign direct investment in Indonesia. Tax holiday policy that contained in the MoF Regulation of the Republic Indonesia Number 150/PMK.010/2018 is included in XVI Economic Policy Package. Therefore this research is intended to analyse factors that make former tax holiday policy before Mof 150/PMK.010/2018 is not optimal, and also to analyse the  implementation of tax holiday policy that contained in MoF Regulation Number 150/PMK.010/2018. This research is using qualitative approach with descriptive researh type and qualitative analysis technique.
The result showed that there are three factors that make tax holiday policy before MoF 150/PMK.010/2018 is not optimal which are, uncertainty of the decision making of tax holiday, bureaucracy and difficult requirements factor, and also other non-tax factors such as certainty of law, economic stability, and infrastructure availibility. Furthermore, based on implementation theory stated by Grindle (1980), the implementation of tax holiday policy in Mof Regulation Number 150/PMK.010/2018 is already quite well. The regulation  itself is better than before, indicated by the fact that the new tax holiday policy is uphold certainty, simplicity, and trust to the taxpayer. However there are still some deficiency found in the implementation process of that policy. 
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyanti Prajab
"Penelitian ini membahas Pajak Penghasilan Pasal 15 yang dikenakan pada perusahaan pelayaran dalam negeri. Penerapan asas cabotage yang dimulai pada tahun 2005 membawa kemajuan bagi industri pelayaran nasional. Keberhasilan penerapan asas ini membawa dampak pada penerimaan PPh Pasal 15. PPh Pasal 15 mengatur penggunaan Norma Penghitungan Khusus bagi perusahaan pelayaran dalam menghitung PPh terutang. Perubahan tarif PPh Badan pada UU PPh terbaru (UU No. 36 Tahun 2008) pun diyakini dapat berdampak pada besaran tarif PPh pelayaran.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah berdasarkan latar belakang penentuan tarif 1,2% pada tahun 1996, tarif PPh pelayaran sebenarnya dapat turun seiring dengan turunnya PPh Badan Pasal 17 UU PPh No. 36 Tahun 2008. Meskipun sisi keadilan kurang ditekankan, penggunaan Norma Penghitungan Khusus dan tarif final dirasakan sudah tepat bagi Wajib Pajak, terutama karena sisi kesederhanaannya. Selain itu, berlakunya asas cabotage dalam dunia pelayaran ternyata turut memengaruhi penerimaan PPh Pasal 15, sehingga fungsi budgetair (revenue productivity) berjalan dengan baik pada pasal ini. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan penerimaan PPh 15 dari tahun ke tahun dari sektor industri pelayaran.

This research is about Income Tax Article 15 Law No.36/2008 of national shipping company. The implementation of cabotage principle has begun on 2005, brings such an improvement for national shipping industry. One of the effect of cabotage is related to the revenue of Article 15. Article 15 contains the use of presumptive taxation for national shipping company namely Norma Penghitungan Khusus, to calculate its corporate income tax payable. The changing rate of corporate income tax on the recent income tax law (Law No.36/2008) can have effect to the rate of shipping income tax.
This research uses qualitative approach and the method of data collection is depth interview and library research. The result of this research is based on the background of rates? adjustment of 1,2% at 1996, actually income tax rates can move decreasely along with corporate income tax Article 17 at Law 36/2008. Although it?s lack of equity, the use of presumptive taxation and Final rate can be considered as a right treatment for Taxpayer, especially because of its simplicity. Besides, the implementation of cabotage priciple on industry shipping can affect to income tax Art.15?s revenue. It shows us that revenue productivity is increased as cabotage principle is implemented.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Haposan Edward Silverius
"[ABSTRAK
Tarif pajak tetap telah menjadi salah satu reformasi pajak yang popular di banyak negara. Kesederhanaan dan tarif pajak tetap yang rendah dapat mengurangi biaya kepatuhan, mengurangi penggelapan pajak, mengurangi disintesif, dan memberikan rasa keadilan. Namun tarif pajak tetap juga diyakini dapat meningkatkan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Penelitian ini menguji efek dari tarif tetap pajak penghasilan pribadi terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012. Dengan menggunakan teknik simulasi mikro, diketahui bahwa efek dari tarif tetap pajak penghasilan pribadi bisa mengakibatkan peningkatan atau penurunan tingkat ketimpangan pendapatan. Penerapan tarif pajak tetap di bawah 9% akan menghasilkan peningkatan ketimpangan pendapatan; Sebaliknya, jika tarif pajak rata lebih dari 10% diterapkan, ketimpangan pendapatan akan berkurang. Dua hasil yang berbeda ini disebabkan lebih dari 53% populasi rumah tangga memiliki penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak karena beberapa pengurangan dan pengecualian penghasilan yang dikenakan pajak.

ABSTRACT
A flat tax rate has become a popular tax reform in many countries. Simplicity and a lower flat tax rate could reduce compliance costs, reduce evasion, reduce disincentives, and provide fairness. However, it is strongly believed that a flat tax rate could increase inequality in a society. This study examines the effect of a personal income flat tax rate on inequality in Indonesia by using National Socioeconomic Survey (Susenas, Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2012. Using a microsimulation technique, the effect of a flat tax rate on personal income could result in an increase or decrease on inequality. Applying a flat tax rate below 9% will result in an increase in inequality; in contrast, if a flat tax rate of more than 10% is applied, inequality will decrease. These two different results take place because more than 53% of households in the population have an income below the taxable tax due to the some deductions and exemptions.;A flat tax rate has become a popular tax reform in many countries. Simplicity and a lower flat tax rate could reduce compliance costs, reduce evasion, reduce disincentives, and provide fairness. However, it is strongly believed that a flat tax rate could increase inequality in a society. This study examines the effect of a personal income flat tax rate on inequality in Indonesia by using National Socioeconomic Survey (Susenas, Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2012. Using a microsimulation technique, the effect of a flat tax rate on personal income could result in an increase or decrease on inequality. Applying a flat tax rate below 9% will result in an increase in inequality; in contrast, if a flat tax rate of more than 10% is applied, inequality will decrease. These two different results take place because more than 53% of households in the population have an income below the taxable tax due to the some deductions and exemptions., A flat tax rate has become a popular tax reform in many countries. Simplicity and a lower flat tax rate could reduce compliance costs, reduce evasion, reduce disincentives, and provide fairness. However, it is strongly believed that a flat tax rate could increase inequality in a society. This study examines the effect of a personal income flat tax rate on inequality in Indonesia by using National Socioeconomic Survey (Susenas, Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2012. Using a microsimulation technique, the effect of a flat tax rate on personal income could result in an increase or decrease on inequality. Applying a flat tax rate below 9% will result in an increase in inequality; in contrast, if a flat tax rate of more than 10% is applied, inequality will decrease. These two different results take place because more than 53% of households in the population have an income below the taxable tax due to the some deductions and exemptions.]"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina I. T. Samban
"Laporan magang ini membahas evaluasi pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang dilakukan oleh divisi Individual Tax DV Indonesia. Subjek evaluasi laporan magang ini adalah seorang ekspatriat dari India bernama Mr. B yang dipilih berdasarkan keunikan kasusnya yang melaporkan SPT Tahunan berstatus Kurang Bayar meskipun hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja dan sudah dipotong PPh 21. Hasil evaluasi menunjukkan perlakuan perpajakan sebagai Wajib Pajaka Dalam Negeri, penghitungan pajak penghasilan terutang, pengisian Formulir SPT Tahunan, pembayaran PPh kurang bayar hingga pelaporan SPT Tahunan secara e-filing sudah dilakukan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. DV Indonesia juga melakukan prosedur verifikasi data penghasilan dan harta untuk menjamin pengisian SPT Tahunan Mr. B telah memenuhi kriteria benar, lengkap dan jelas. Meskipun bukan ranah konsultan pajak, perhitungan PPh 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja juga dibahas pada laporan magang ini untuk mencari penyebab masih terdapatnya pajak kurang bayar pada SPT Tahunan Mr. B.

This internship report discusses the evaluation of reporting of Individual Annual Income Tax Return conducted by the Individual Tax division of DV Indonesia. The subject of this internship report evaluation is an expatriate from India named Mr. B, who was chosen based on the uniqueness of his case, who reported his Annual SPT underpayment status even though he only received income from one employer and had been deducted with Income Tax Art. 21. The evaluation results show that the tax treatment as a domestic taxpayer, the calculation of income tax payable, the filling of the Annual Income Tax Return, the payment of underpaid income tax to the reporting of the Annual Income Tax Return through e-filing have been carried out in accordance with the applicable tax regulations in Indonesia. DV Indonesia also performs procedures for verifying income and assets data to ensure that the filling of Mr. B's Annual Income Tax Return has met the correct, complete and clear criteria. The calculation of Income Tax Art. 21 is also discussed in this internship report, although it is not the realm of tax consultants to find out the cause of the underpayment income tax in Mr. B' Annual Income Tax Return."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>