Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puti Aulia Rahma
"Di masa remaja, meningkatnya kebutuhan interaksi sosial membuat pengaruh kedekatan teman sebaya terhadap penyesuaian psikologis menjadi lebih dominan. Sejumlah penelitian meta analisis telah membuktikan adanya hubungan antara peer attachment dengan penyesuaian psikologis remaja. Akan tetapi mekanisme yang mendasari hubungan tersebut belum diketahui secara jelas. Attachment memiliki hubungan yang erat dengan resiliensi, sementara resiliensi telah terbukti memprediksi penyesuaian psikologis. Oleh karena itu secara teoritis, diasumsikan bahwa resiliensi mungkin berperan sebagai mediator dalam hubungan antara peer attachment dan penyesuaian psikologis pada remaja. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 remaja dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun. Penyesuaian psikologis diukur dengan Brief Adjustment Scale (BASE-6), peer attachment diukur dengan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited), dan resiliensi diukur dengan Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Analisis mediasi menemukan bahwa sense of relatedness memediasi secara penuh hubungan peer attachment terhadap penyesuaian psikologis remaja. Sementara itu sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara parsial hubungan antara variabel prediktor dan outcome. Temuan ini mengindikasikan pentingnya resiliensi dalam meningkatkan penyesuaian psikologis remaja.

In the context of adolescents’ development, peer attachment plays a significant role in psychological adjustment. Meta-analysis studies found a significant moderate correlation between peer attachment and adolescents’ psychological adjustment. The result indicating possibility of unknown mediating factors that could influence psychological adjustment in adolescents. Peer attachment has a strong correlation with resiliency, meanwhile, studies found that resiliency predicts psychological adjustment. Hence, it is assumed that resiliency might play a mediating role in the relationship between peer attachment and psychological adjustment. A total of 377 adolescents aged 12-18 years old participated in this research. The measurement instruments used are Brief Adjustment Scale (BASE-6) to assess psychological adjustment, Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited) to measure peer attachment, and Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) to assess attributes of resiliency. Mediation analysis showed that resiliency that reflected by participant’s sense of relatedness fully mediated the relationship between peer attachment and psychological adjustment. Meanwhile, sense of mastery and emotional reactivity attributes of resiliency partially mediated the relationship. The result of this research emphasizes the importance of close peer relationship and resiliency in the means to increase adolescents’ psychological adjustment."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Aisha Maghfira
"Remaja rentan mengalami masalah kesehatan mental karena banyak perubahan yang terjadi di fase ini, serta berkaitan erat dengan kemampuan penyesuaian diri remaja dalam menghadapi tantangan. Fleksibilitas kognitif berperan penting dalam penyesuaian diri remaja dan menarik untuk dieksplorasi karena pemikiran remaja ditemukan unik dibandingkan dengan tahapan perkembangan lainnya. Penelitian sebelumnya juga menemukan hasil yang belum konsisten antara hubungan fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri di konteks yang berbeda, kemungkinan karena adanya faktor lain yang memediasi kaitan di antara keduanya, yaitu resiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resiliensi sebagai mediator pada hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri remaja. Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional, menggunakan instrumen Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) untuk mengukur penyesuaian diri, Cognitive Flexibility Inventory (CFI) untuk mengukur fleksibilitas kognitif, dan Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 orang partisipan berusia 12─18 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa resiliensi yang dilihat melalui sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara penuh hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri, sedangkan sense of relatedness memediasi secara sebagian hubungan antara keduanya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan intervensi berbasis resiliensi bagi remaja.

Adolescence is a critical period marked by numerous changes, making it a vulnerable phase for mental health problems. The ability of adolescents to adjust and cope with the challenges they face is crucial for their overall well-being. One cognitive aspect that has been suggested to play a significant role in their adjustment is cognitive flexibility, which intriguing to explore because adolescents’ thinking is found to be unique compared to other developmental stages. However, previous research has yielded inconsistent findings regarding the direct relationship between cognitive flexibility and adjustment in various contexts. This may be due to the presence of mediating factors, such as resilience, which also plays a vital role in adolescents' adjustment. The present study aims to investigate the mediating role of resilience in the association between cognitive flexibility and adolescents’ adjustment. To achieve this, a cross-sectional research design was employed, utilizing three standardized instruments: the Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) to assess adolescent adaptation, the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) to measure cognitive flexibility, and the Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) to evaluate resilience. A total of 377 participants, aged between 12 and 18 years, were recruited for this study. The results of the mediation analysis revealed that resilience, as observed through its components, namely, sense of mastery and emotional reactivity, fully mediated the relationship between cognitive flexibility and adolescent adaptation. Moreover, the sense of relatedness partially mediated this relationship. The study's implications lie in the potential development of targeted interventions based on resilience to promote positive adjustment among adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentynia Pradnya Paramita
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara resiliensi dan coping pada remaja akhir yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis. Responden penelitian ini sebanyak 42 orang remaja akhir berusia 18-22 tahun. Resiliensi responden diukur dengan alat ukur bernama Resilience Scale-14 yang disusun oleh Wagnild dan Young (1993) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Coping diukur dengan alat ukur Brief COPE yang disusun oleh Carver (1997) dan telah diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Hasil penelitian menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara resiliensi dan coping pada remaja yang memiliki orangtua penderita penyakit kronis.

This research was conducted to find the correlation between resilience and coping stress in late adolescence with parental chronic illness. The participants of this research were 42 late adolescence in age 18 to 22 years old. Resilience was measured by using Resilience Scale-14 which was constructed by Wagnild and Young (1993) and had been adapted to Indonesian context. Coping was measured by using Brief COPE which was constructed by Carver (1997) and had been adapted to Indonesian context. The results of this research show that there were not significant correlation between resilience and coping stress in adolescence with parental chronic illness."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Rahmawati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi dan kemampuan pada remaja tunanetra-ganda. Gambaran resiliensi diperoleh melalui identifikasi tujuh karakteristik resiliensi, faktor risiko, dan faktor protektif serta gambaran kemampuan subjek dari masa kanak-kanak sampai tahap remaja. Ketunaan yang dialami oleh subjek adalah hambatan penglihatan sebagai ketunaan utama dan keterbelakangan mental tingkat ringan sebagai ketunaan tambahan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Gambaran resiliensi subjek diperoleh dari wawancara yang dilakukan terhadap remaja tunanetra-ganda, orang tua (dalam hal ini ibu), dan guru dari remaja tersebut. Hasil yang diperoleh adalah satu subjek lebih mampu mengembangkan karakteristik resiliensi dibandingkan subjek lainnya. Kedua subjek memiliki faktor risiko yang sama dalam hal hambatan ketunanetraan ganda dan faktor lingkungan; namun subjek kedua memiliki faktor risiko lainnya yaitu faktor kondisi ekonomi keluarga dan faktor keluarga besar. Kedua subjek sama-sama memiliki faktor protektif eksternal dari keluarga, sekolah, dan komunitas.

The research was undertaken to get information of adolescents with resilience and competence in multiple disabilities with visual impairment. The focus of the study is the description of their resiliency according to the seven factor resilience, the risk factor and protective factors, and also their competence that occur with an assessment developmentcompetence. Their primary disability is visual impairment and the secondary is mental retardation. The research is qualitative. Interviews had been done directly to the subjects, and also to their mothers and teachers. Both subjects had similar risk factors, such as multiple disabilities with visual impairment, social background, and external protective factors from the family, school, and community. One subject had other risk factors, such as family financial problem and wide family members. One of the subject was shown to be able to improve resilience characteristics better than another subject."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Herlina Magdalena
"Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai gambaran resiliensi yang remaja yang memiliki adik penyandang autis. Mengingat dampak dari faktor risiko pada remaja yang memiliki adik penyandang autis ini dapat berbeda-beda, maka dibutuhkan penelitian yang dapat menggali subyektifitas penghayatan, variasi serta kedalaman resiliensi yang dimiliki oleh partisipan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif.
Proses pengambilan data dilakukan dengan metode open ended interview dan metode observasi. Wawancara sendiri akan dilakukan pada tiga partisipan yang memenuhi syarat partisipan pada penelitan ini.
Dari analisis data didapatkan bahwa: 1) Perasaan malu, perhatian orang tua yang berkurang, keterlibatan pengasuhan, kesulitan bergaul, serta tuntutan untuk berakademis adalah dampak yang dialami oleh ketiga partisipan. 2) Partisipan kedua dan ketiga justru menganggap keluarga adalah tekanan. Pada partisipan ketiga, keluarga merupakan faktor protektif. 3)Dimensi regulasi emosi pada ketiga partisipan belum berkembang dengan baik. Sedangkan dimensi empati, efikasi diri dan optimis belum berkembang secara optimal pada partisipan pertama dan ketiga. Sedangkan pada partisipan kedua dapat dilihat bahwa hampir semua dimensi telah berkembang dengan baik.

The study focused on understanding about resiliency in adolescence who have brother with autism. Considering the impact of risk factor happened differently to each participants, this study conducted qualitative method so that researcher can explore the subjectivity, variety, and depth of resiliency each participant.
The information is acquired using open-ended interview and observation methods. The interview is conducted to three adolescence who have brother with Autism.
The study shows theree results : 1) humility, decreasing in parent attention, involving in nurturing, difficulting socializing and high demand for academic achievement are effect of brother with autism in three participants, 2) family are pressure to second and third participants. But are protectif factor to third participant, 3) regulation emotion are still not well developed on each participant. Emphaty, self efficacy, and optimism are not well developed on first and three participants and there is no dimension have already develop in first participant.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Adriana Swarnaputra
"ABSTRAK
Komitmen perubahan merupakan hal yang dibutuhkan dalam implementasi perubahan organisasi. Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komitmen perubahan, resiliensi merupakan salah satunya (Langvardt, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah resiliensi merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dan seberapa besar pengaruhnya terhadap komitmen perubahan. Responden dari penelitian ini adalah karyawan yang berasal dari dua perusahaan asuransi (BUMN dan swasta) di Indonesia. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah C2C Inventory (Herscovitch & Meyer, 2002) untuk mengukur komitmen perubahan dan Modified CD-RISC (Frank Dong et al., 2013) untuk mengukur resiliensi. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh yang siginifikan dari resiliensi terhadap komitmen perubahan (β = .317, p = .000, p<.01), komitmen perubahan afektif (β = .402, p = .000, p<.01), dan komitmen perubahan normatif (β = .340, p = .000, p<.01), namun tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara resiliensi dengan kontinuans (β = .042, p = .537, p<.01). Peneliti merekomendasikan penelitian selanjutnya dapat melihat perbandingan antara perusahaan asuransi BUMN dengan swasta karena terdapat perbedaan budaya dan nilai-nilai perusahaan yang berkemungkinan besar dapat mempengaruhi hasil penelitian.

ABSTRACT
Employee’s commitment to change is one of important factors that contributes to organizational change successful implementation. Among those factors that can influence employee’s commitment to change, resilience is one of them (Langvardt, 2007). Current research aims to prove that resiliency is indeed one of the contributing factors and how can it affect commitment to change. The respondent of current research is consisted of employees from two insurance company in Indonesia (one being state owned and the other being private owned). This research used C2C Inventory (Herscovitch & Meyer, 2002) to measure commitment to change and Modified CD-RISC (Frank Dong et al., 2013) to measure resilience. Results found that there is significant effect between resiliency and commitment to change (β = .317, p = .000, p<.01), affective commitment to change (β = .402, p = .000, p<.01), and normative commitment to change (β = .340, p = .000, p<.01), but there is no significant effects found between resiliency and continuance commitment to change (β = .042, p = .537, p<.01). Researcher recommends that future research can be done by comparing state owned insurance company and private owned insurance company, since there are some different culture and values between those company that can affect the results of research."
2015
S60014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ardhya Irawan
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada remaja penyintas erupsi Gunung Merapi tahun 2010 serta untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya Jawa yang berhubungan dengan kemampuan resiliensi masyarakat suku Jawa yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, khususnya di Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gambaran resiliensi remaja di Desa Krinjing ini diperoleh dengan menggunakan alat ukur resiliensi Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) juga melalui wawancara mendalam yang merujuk kepada karak-teristik resiliensi yang dikemukakan oleh Wagnild (2010), yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, dan existential aloneness. Wawancara secara mendalam juga digunakan untuk menggali penghayatan nilai-nilai budaya Jawa dari partisipan. Partisipan penelitian terdiri dari 15 orang remaja berusia 15-20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja di Desa Krinjing telah menunjukkan resiliensi dalam tingkat yang sedang. Adapun budaya Jawa yang terkait dengan kemampuan resiliensi mereka adalah gotong royong, sopan santun, kebersamaan, dan berbakti pada orang tua. Sejumlah saran untuk menindaklanjuti penelitian ini, termasuk untuk mengatasi keterbatasan yang ditemui, disertakan.

This research was carried out to get an idea of resilience in young survivors of the eruption of Mount Merapi in 2010 and to identify the Javanese cultural values that related to the resilience ability of the Javanese community who live around Mount Merapi, particularly in Krinjing, Magelang regency, Central Java. The idea of resilience in young survivors in Krinjing is achieved by using a measuring instrument Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) and by in-depth interviews refers to the characteristics proposed by Wagnild (2010): meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, and existential aloneness.. Interviews were also used to explore the appreciation of Javanese cultural values of the participants. The participants consisted of 15 adolescents aged 15-20 years. The results showed that young survivors in Krinjing have shown resilience in the medium level. The Javanese culture associated with the resilience ability of survivors of the eruption of Mount Merapi are mutual cooperation, courtesy, togetherness, and dutiful to parents. A number of suggestions to follow-up this research, and to overcome the limitations that were encountered, are included"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Novia Shabhati
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran hubungan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin. Pengukuran resiliensi keluarga menggunakan alat ukur Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) yang disusun oleh Walsh (personal communication, 1 April, 2012) dan pengukuran harapan menggunakan alat ukur State Hope Scale (SHS) yang disusun oleh Snyder (1994). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 247 mahasiswa S1 Reguler yang berasal dari keluarga miskin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi keluarga dan harapan pada mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin (r = 0.388; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi resiliensi keluarga yang dimiliki suatu keluarga, semakin tinggi harapan yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 15.1% skor resiliensi keluarga dapat dijelaskan oleh skor harapan. Berdasarkan hasil tersebut, penting dilakukan intervensi pengembangan harapan, sebagai faktor pendorong terbentuknya resiliensi keluarga.

This research was conducted to find the correlation between family resilience and hope among college students from poor families. Family resilience was measured using Walsh Family Resilience Questionnaire (WFRQ) that originally constructed by Walsh (personal communication, April 1, 2012) and hope was measured using the original version of State Hope Scale (SHS) by Snyder (1994). The participants of this research are 247 college students who come from poor families.
The main results of this research show that family resilience positive significantly correlated with hope (r = 0.388; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family resilience, the higher showing hopes. In addition, the result shows that 15.1% of family resilience score can be explained by the score of hope. Based on these results, it is important to develop hope intervention, as one of protective factor of family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Awaliyah Mardiani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak Autistic Spectrum Disorder. Pengukuran keberfungsian keluarga menggunakan alat ukur family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) dan pengukuran resiliensi menggunakan alat ukur resiliet quotient (Reivich & Shatte, 2002). Partisipan berjumlah 40 ibu yang memiliki karakteristik sebagai ibu yang memiliki anak ASD.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian keluarga dan resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD (r = 0.507; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Artinya, semakin tinggi keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi resiliensi pada ibu yang memiliki anak ASD. Berdasarkan hasil tersebut, maka dukungan dari keluarga untuk ibu yang memiliki anak ASD sangat penting agar dapat meningkatkan kapasitas resiliensinya sehingga mampu bangkit dari trauma yang dialaminya dan mampu menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.

This research was conducted to find the correlation between family functioning and reseiliece on mother who have children with Autistic Spectrum Disorder (ASD). Family functioning was measured using a modification instrument named family assessment device (Epstein, Bishop, & Levin, 1978) and resilience was measured using a modification instrument named reseilient quotient (Reivich & Shatte, 2002). The participants of this research are 40 mother who have children with ASD.
The main results of this research show that family functioning positively correlated significantly with resilience (r = 0.507; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher family functioning, the higher showing resilience. Based on these results, the support of the family for mothers of children with autistic spectrum disorder is important in order to increase her resiliece capacity so as able to rise from the trauma and able to face difficulties in everyday life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Zahrin Desinaz
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah self-compassion merupakan prediktor resiliensi pada penyintas erupsi Gunung Kelud. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya hubungan antara self-compassion dan resiliensi, namun belum ada studi yang meneliti mengenai self-compassion dan resiliensi pada konteks bencana. Self-compassion diukur dengan menggunakan Self Compassion Scale-Short Form SC-SF , sementara resiliensi diukur dengan Connor-Davidson Resilience Scale CD-RISC . Partisipan dalam penelitian ini adalah 115 warga Desa Puncu, Kec. Puncu, Kab. Kediri. Desa Puncu dipilih sebagai tempat pengambulan data karena merupakan salah satu desa yang terkena dampak terparah akibat erupsi Gunung Kelud 2014 lalu. Analisis regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa self-compassion meningkatkan resiliensi pada penyintas erupsi Gunung Kelud.

This research was conducted to determine self compassion as a predictor for resilience among Kelud eruption survivor. Previous research have shown a link between self compassion and resilience, but there is no study yet about self compassion and resilience in disaster context. Self compassion is measured by Self Compassion Scale Short Form SC SF , while resilience is measured by Connor Davidson Resilience Scale CD RISC . Participants in this research are 115 people lived in Desa Puncu, Kec. Puncu, Kab. Kediri. Desa Puncu is chosen for data retrieval because it was one of the area that has the most severe impact from Kelud eruption. Linear regression statistical techniques showed that self compassion contribute to increase resilience among Kelud eruption survivor."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S66467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>