Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 232372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Octa Amalia
"Kekerasan terhadap anak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berpengaruh pada kesehatan dan kesejahteraan anak di sepanjang hidupnya. Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada tahun 2022, lebih dari separuh kasus kekerasan terjadi pada anak dan 34,27% pada anak berusia 13-17 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berkontribusi pada kejadian kekerasan terhadap anak usia 13-17 tahun di Indonesia. Penelitian menggunakan kerangka model sosio-ekologi yang menganalisis faktor individu (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan), interpersonal (status domisili, status orang tua kandung, pengalaman menyaksikan kekerasan, dan status pernikahan), dan komunitas (tempat tinggal) terhadap kekerasan anak berusia 13-17 tahun. Penelitian ini menggunakan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) di Indonesia tahun 2021 dengan studi cross sectional dan sampel sebanyak 4.903 anak berusia 13-17 tahun, yang dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari anak-anak usia 13-17 tahun mengalami kekerasan, dengan tingkat prevalensi sebesar 46,2% (95% CI: 43,6%-48,8%). Kekerasan ini terjadi pada anak perempuan sebanyak 50,6% dan anak laki-laki sebanyak 42,1%. Bentuk kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik (13,8%), kekerasan emosional (41,6%), dan kekerasan seksual (6,9%). Faktor yang berhubungan dengan kekerasan terhadap anak adalah status pekerjaan anak (OR: 1,852; 95% CI: 1,478-2,320), status domisili (OR: 1,253; 95% CI: 1,018-1,541), dan pengalaman anak menyaksikan kekerasan (OR: 6,784; 95% CI: 5,778-7,966) yang merupakan faktor paling dominan. Anak yang berpengalaman menyaksikan kekerasan berisiko hampir 7 kali untuk mengalami kekerasan dibanding yang tidak memiliki pengalaman, setelah dikontrol oleh status pekerjaan dan status domisili. Diperlukan peningkatan kesadaran, penguatan intervensi, dan deteksi dini dalam pencegahan kekerasan terhadap anak.

Violence against children is a public health concern that has long-term impacts on their health and well-being. In 2022, the Online System for the Protection of Women and Children (SIMFONI PPA) reported that more than half of the violence cases involved children, with 34.27% of these cases affecting children aged 13-17 years. This study aims to identify the factors contributing to violence against children aged 13-17 years. Using a socio-ecological model framework, it analyzes individual factors (sex, education level, and employment status), interpersonal factors (living arrangement, biological parents' status, witnessing violence, and marital status), and community factors (place of residence), related to child abuse among 13-17 years olds. The study used data from the National Survey on Children and Adolescent’ Life Experience (SNPHAR) conducted in Indonesia in 2021. It employed a cross-sectional design, which involved a sample of 4,903 children aged 13-17 years, and conducted data analysis using logistic regression. The research findings indicate that nearly half of children aged 13-17 experience violence, with a prevalence rate of 46.2% (95% CI: 43,6%-48,8%). This violence occurs in 50,6% of girls and 42,1% of boys. The forms of violence include physical violence (13.8%), emotional violence (41.6%), and sexual violence (6.9%). The factors associated with violence against children include the child's employment status (OR: 1.852; 95% CI: 1.478-2.320), living arrangement (OR: 1.253; 95% CI: 1.018-1.541), and witnessing violence (OR: 6.784; 95% CI: 5.778-7.966), with witnessing violence being the most dominant factor. Children who have witnessed violence are at nearly 7 times higher risk of experiencing violence compared to those without such experiences, after controlling for employment status and living arrangement. There is need for increased awareness, strengthened interventions, and early detection in the prevention of violence against children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Dyah Kartika Sari
"Kekerasan seksual pada anak merupakan silent health emergency yang mempengaruhi status kesehatan dan kesejahteraan anak sepanjang hidupnya. Berdasarkan data SIMFONI PPA pada tahun 2023, kasus kekerasan seksual di Indonesia tahun 2019 hingga 2023 terus mengalami peningkatan dan lebih dari 30% terjadi pada anak usia 13-17 tahun. Anak di bawah 17 tahun memiliki kerentanan dasar, namun status disabilitas membuat anak menjadi 2-4 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan dengan anak tanpa disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berkontribusi pada kejadian kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas usia 13 – 17 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kerangka Teori Dependensi Ganda yang menganalisis faktor internal (jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan kesehatan reproduksi, dan status pekerjaan) dan faktor eksternal (tingkat ekonomi, keberadaan orang tua kandung, tempat tinggal, status pasangan, dukungan keluarga, dan dukungan teman) terhadap kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas berusia 13-17 tahun. Penelitian ini menggunakan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) di Indonesia pada tahun 2021 dengan desain studi potong lintang dan sampel sebanyak 1.213 anak disabilitas berusia 13-17 tahun, yang dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 13,4% anak disabilitas mengalami kekerasan seksual, dengan 72,4% merupakan kekerasan seksual kontak dan 42,9% adalah kekerasan seksual non-kontak. Faktor yang berkontribusi pada kekerasan terhadap anak adalah jenis kelamin (OR: 1,50; 95% CI: 1,04-2,13), status pasangan (OR: 1,98; 95% CI: 1,41-2,78) yang merupakan faktor dominan, dan dukungan keluarga (OR: 1,73; 95% CI: 1,23-2,43). Anak disabilitas yang memiliki pasangan hampir 2 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak disabilitas yang tidak memiliki pasangan, setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan dukungan keluarga. Diperlukan peningkatan kesadaran, penguatan intervensi, dan deteksi dini dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dengan disabilitas.

Sexual violence against children is a silent health emergency that affects the health and well-being of children throughout their lives. According to SIMFONI PPA data in 2023, cases of sexual violence in Indonesia from 2019 to 2023 have continued to increase, with more than 30% occurring in children aged 13-17 years. Children under 17 have inherent vulnerabilities, but having a disability makes them 2-4 times more likely to experience sexual violence compared to children without disabilities. This study aimed to analyze the factors contributing to the occurrence of sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years in Indonesia. This study used the Double Dependency Theory framework to analyze internal factors (gender, education level, reproductive health knowledge, and employment status) and external factors (economic level, presence of biological parents, place of residence, relationship status, family support, and peer support) affecting sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years. This study used data from the 2021 National Survey of Children's and Adolescents' Life Experiences (SNPHAR) in Indonesia with a cross-sectional study design and a sample of 1,213 children with disabilities aged 13-17 years, analyzed using logistic regression tests. The findings of this study indicated that 13.4% of children with disabilities experience sexual violence, with 72.4% being contact sexual violence and 42.9% being non-contact sexual violence. Factors contributing to violence against children include gender (OR: 1.50; 95% CI: 1.04-2.13), relationship status (OR: 1.98; 95% CI: 1.41-2.78), which is a dominant factor, and family support (OR: 1.73; 95% CI: 1.23-2.43). Children with disabilities who have partners are almost twice as likely to experience sexual violence compared to children with disabilities who do not have partners, after controlling for gender and family support. Increased awareness, strengthened interventions, and early detection are needed to prevent sexual violence against children with disabilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Shafa Mutiara Putri
"Parental verbal abuse atau kekerasan verbal yang dilakukan orang tua terhadap anak merupakan kekerasan yang paling banyak dilaporkan dan prevalensinya mengalami peningkatan. Kekerasan verbal pada anak dapat memberikan dampak negatif seperti rendah diri, perilaku bermasalah, perilaku agresif, dan perilaku viktimisasi. Oleh sebab itu, peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara parental verbal abuse terhadap perilaku bullying pada anak usia 13-17 tahun di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional pada 122 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data dengan metode cluster sampling dengan meminta responden mengisi kuesioner Verbal Abuse Questionnaire (VAQ) dan Olweus Bully/Victim Questionnaire-Revised (OBVQ-R). Data menunjukan anak yang mengalami parental verbal abuse tingkat tinggi banyak yang terlibat bullying (16,4%). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara parental verbal abuse terhadap perilaku bullying anak (p=0,000). Peneliti menyarankan perlu adanya intervensi pencegahan dan penanganan bullying yang dilakukan dengan kerja sama antara orang tua, pihak sekolah, dan tenaga profesional.

Parental verbal abuse or verbal violence perpetrated by parents against children is the most frequently reported type of violence and its prevalence is increasing. verbal abuse in children can have negative impacts such as low self-esteem, problematic behavior, and victimization/bullying behavior. Therefore, researchers aim to identify the relationship between parental verbal abuse and bullying behavior in children aged 13-17 years in Depok City. This study used a cross sectional approach on 122 respondents who met the inclusion criteria. Data were collected using a cluster sampling method by asking respondents to fill out a Verbal Abuse Questionnaire (VAQ) and Olweus Bully/Victim QuestionnaireRevised (OBVQ-R). The data shows that many children who experience high levels of verbal abuse are involved in bullying (16.4%). The results of the study show that there is a significant relationship between parental verbal abuse behavior and children's bullying behavior (p=0.000). Researchers suggest the need for preventive interventions and bullying management involving collaboration among parents, schools, and professionals."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caroline Rafaella Siasta
"Anemia terjadi saat jumlah hemoglobin dalam darah berada di bawah batas normal. Prevalensi anemia pada anak usia sekolah di Indonesia mencapai 26,8%, angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional. Kondisi ini dapat berdampak negatif seperti gangguan pertumbuhan, penurunan daya tahan tubuh, keterlambatan pubertas, dan penurunan tingkat kecerdasan. Gejala yang umum muncul antara lain lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai (5L), serta menghambat perkembangan otot dan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi prevalensi anemia, faktor-faktor yang berhubungan, dan faktor dominan pada anak usia sekolah di Indonesia menggunakan data dari IFLS tahun 2014 dengan desain studi cross-sectional. Hasilnya menunjukkan prevalensi anemia pada anak usia sekolah sebesar 25,9%. Analisis menemukan hubungan signifikan antara status gizi, konsumsi makanan (hewani, sayuran, buah), diare, perilaku buang air besar, dan daerah tempat tinggal dengan n anemia (p<0,05). Faktor dominan anemia dari analisis multivariat adalah daerah tempat tinggal, dengan risiko 2,88 kali lebih besar. Pemerintah menyediakan akses pemeriksaan Hb di sekolah melalui UKS, serta edukasi tentang kesehatan bagi pendidik dan siswa. Masyarakat juga diminta untuk melakukan perilaku hidup sehat dengan memperhatikan asupan gizi sekaligus mencegah infeksi pencernaan

Anemia occurs when the blood's hemoglobin level is below normal. The prevalence of anemia among school-aged children in Indonesia reaches 26.8%, higher than the national average. This condition can have negative impacts such as growth disturbances, decreased immunity, delayed puberty, and reduced intelligence levels. Common symptoms include lethargy, weakness, tiredness, fatigue, and negligence (5L), which can hinder muscle and bone development. This study aims to identify the prevalence of anemia, related factors, and dominant factors in school-aged children in Indonesia using data from the 2014 IFLS with a cross-sectional study design. The results show a prevalence of anemia among school-aged children of 25.9%. The analysis found significant relationships between nutritional status, food consumption (animal-based, vegetables, fruits), diarrhea, defecation behavior, and residential areas with anemia (p<0.05). The dominant factor for anemia from multivariate analysis is the residential area, with a risk 2.88 times greater. The government provides access to Hb tests in schools through UKS and health education for educators and students. The community is also encouraged to practice healthy living by paying attention to nutritional intake while preventing digestive infections."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Aprilicia
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit inflamasi saluran pernapasan yang sering
dijumpai pada anak-anak dengan insiden kejadian yang lebih tinggi dibanding
kelompok umur lainnya. Diperkirakan, sekitar 300 juta penduduk dunia saat ini
menderita asma dan akan meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2025. Selain
dari faktor pejamu yang tidak dapat dimodifikasi, peningkatan prevalens asma
diduga juga berhubungan dengan adanya peran dari faktor lingkungan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
asma dan pencetus serangan asma anak usia 0-11 tahun di Indonesia pada tahun
2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskedas tahun 2013 dengan
desain cross sectional deskriptif. Responden terdiri dari 237.992 anak usia 0-11
tahun di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis chi square. Hasil
analisis univariat diperoleh prevalensi asma pada anak usia 0-11 tahun di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 3,6% dengan faktor pencetus yang paling sering adalah flu
atau infeksi sebesar 56,2%. Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa kejadian asma
pada anak usia 0-11 tahun berhubungan dengan umur, jenis kelamin, wilayah
tinggal, keadaan sosioekonomi, asap dapur, paparan pestisida dalam rumah, jenis
lantai rumah, jenis dinding rumah, jenis plafon rumah, kebersihan ruang tidur,
kebersihan ruang masak, dan kebersihan ruang keluarga. Penelitian ini menemukan
bahwa peluang mendapatkan asma lebih tinggi ditemukan pada anak laki-laki,
berumur 2 tahun, tinggal di wilayah pedesaan, mempunyai keadaan sosioekonomi
rendah, terdapat asap dapur dalam rumah, terdapat paparan pestisida dalam rumah,
mempunyai lantai rumah berjenis tanah, dinding berjenis bambu, plafon berjenis
bambu, serta kebersihan ruang tidur, ruang masak, dan ruang keluarga yang tidak
bersih.

ABSTRACT
Asthma is an inflammatory disease of respiratory tract are often found in children
with a higher incidence of events than other age groups. It is estimated that around
300 million people worldwide currently suffer from asthma and will increase to 400
cases in 2025. Due to a host factors can?t be modified, there are a role of
environmental factors which contributed to increase the prevalence of asthma. This
study aims to determine the factors associated with asthma and trigger asthma attack
among children aged 0-11 years in Indonesia on 2013. This study using secondary
data from National Basic Health Research 2013 with a study design descriptive
cross-sectional. The respondents are 237.992 children aged 0-11 years in Indonesia.
Data was analyzed using chi square analysis. Result of univariate analysis shows
prevalence of asthma in children aged 0-11 years in Indonesia on 2013 amounted
to 3,6% with a trigger factor that most often is cold or infection by 56,2%. Results
of bivariate analysis shows that the prevalence of asthma among children aged 0-
11 years are associated with age, sex, region of residence, socioeconomic status,
kitchen smoke, exposure to pesticides in the home, the type of floor of the house,
the type of house wall, ceiling type of house, cleanliness of the bedroom, cleanliness
of cooking space, and cleanliness of the living room. This study found that the risk
chances of getting asthma was found higher in boys, 2 years old, live in rural areas,
have socioeconomic status is low, there is a kitchen smoke in the house, there is
exposure to pesticides in the house, has a house floor manifold earthen, wall
manifold bamboo, ceiling manifold bamboo, and the cleanliness of the bedroom,
kitchen, and family rooms are not clean.;;;"
2016
S65579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resita Nurbayani
"Wasting merupakan kurangnya berat badan terhadap tinggi badan (low weight for height). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian wasting pada anak usia 0-23 bulan di 13 provinsi di Indonesia (Studi Data IFLS-2 Tahun 1997, IFLS-3 Tahun 2000, dan IFLS-5 Tahun 2014). Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel anak yang berusia 0-23 bulan pada tahun 1997 sebanyak 582, tahun 2000 sebanyak 1263, dan tahun 2014 sebanyak 1609. Wasting diperoleh dari pengukuran berat badan dan panjang badan dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi wasting pada tahun 1997 adalah sebesar 12,20 %, pada tahun 2000 sebesar 11,96 % dan pada tahun 2014 sebesar 10, 13 %. Hasil bivariat menunjukkan bahwa pada tahun 1997 terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI, status kemiskinan, dan jenis kelamin dengan kejadian wasting,  sedangkan pada tahun 2000 tidak terdapat variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian wasting, dan pada tahun 2014 terdapat hubungan yang signifikan antara status kemiskinan dan panjang lahir. Hasil multivariat menunjukkan bahwa status kemiskinan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian wasting pada tahun 1997 dan 2014. Pencegahan wasting sebaiknya dilakukan sebelum masa kehamilan dan berfokus pada masyarakat dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Wasting is low weight for height. This study aims to determine the difference factors associated with wasting in children aged 0-23 months in 13 provinces in Indonesia (Study of IFLS-2 in 1997, IFLS-3 in 2000, and IFLS-5 in 2014).The research design was used cross sectional with  total sample of children aged 0-23 months was 582 in 1997, 1263 in 2000, and 1609 in 2014. Wasting was measured using weight scale, length board with  level of accuracy was 0,1 cm.
The results showed the decrease in the prevalence of wasting from 12,20%  in 1997, 11,96%  in 2000 and 10,13% in 2014. Bivariate results showed that in 1997 there were a significant relationship between provision of companion breastfeeding food, poverty status, and sex with wasting events, while in 2000 there were no variables that significantly associated with wasting events, and in 2014 poverty status and body length birth were the significant factors. Multivariate results showed the poverty status was the dominant factor associated with wasting in 1997 and 2014. Prevention of wasting should be started prior pregnancy and focused on community with high poverty level."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhsinin
"ABSTRAK
Kemoterapi untuk mengobati kanker pada anak-anak menyebabkan berbagai efek samping, efek samping yang sangat dikeluhkan adalah berupa mual muntah. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk menguji hubungan karakteristik anak dan karakteristik obat kemoterapi terhadap kejadian mual dan muntah anak yang menjalani kemoterapi di rumah sakit di Banjarmasin. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 42 anak dengan menggunakan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna antara karakteristik anak dan karakteristik obat terhadap kejadian mual dan muntah. Dari hasil analisis multivariat didapat 3 variabel yang berhubungan dengan kejadian mual dan muntah (tingkat kecemasan, jenis obat kemoterapi dan dosis obat kemoterapi). Baik kejadian mual ataupun kejadian muntah, jenis obat kemoterapi dan kecemasan merupakan variabel yang paling dominan berhubungan. Disarankan perawat anak diharapkan dapat memberikan kenyamanan kepada anak sebelum memberikan kemoterapi dengan memberikan relaksasi dan distraksi.

ABSTRACT
Chemotherapy in children with came causing several side effects, include nausea and vomiting.The research was correlation description and cross sectional design. The purpose to indentified with correlation between children?s characteristic and character of medicine used in chemotherapy towards nausea and vomiting in children during chemotherapy at Banjarmasin hospital. The sample in this research was 42 children with consecutive sampling technique.
The result shows that children?s characteristic and character of medicine is related of nausea and vomiting. From the result of analisis multivariate there is that 3 variables related with record of nausea and vomiting (anxiety level, type of medicine and distribution method of chemotherapy?s). Either nausea or vomiting of type of medicine and anxiety level from chemotherapy is a dominant variable related to with nausea and vomiting. Nurse must be helped children to be comfort before chemotherapy with relaxation and distraction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28467
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paskalinda Maria Yosefa Bandur
"Preferensi jumlah anak ideal dan preferensi kontrasepsi remaja saat ini dapat mempengaruhi fertilitas dan pemakaian kontrasepsi dimasa yang akan datang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan preferensi jumlah anak ideal dan preferensi pemakaian kontrasepsi pada remaja usia 15-24 tahun, belum menikah di Indonesia tahun 2017 dengan menggunakan analisis data SDKI-KRR tahun 2017. Penelitian menggunakan desain cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa preferensi jumlah anak ideal yaitu sebanyak 69,9% dan preferensi pemakaian kontrasepsi yaitu sebanyak 82,5%. Berdasarkan model multivariat preferensi jumlah anak ideal pada remaja dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, status ekonomi, akses intenet dan diskusi dengan teman sebaya. Pada preferensi pemakaian kontrasepsi pada remaja dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, status ekonomi, akses internet dan diskusi dengan tokoh masyarakat. Dengan demikian, diharapkan kepada pemerintah dalam pelaksanaan program remaja dapat difokuskan pada faktor-faktor tersebut.

The ideal number of child preferences and current adolescents contraceptive preferences can affect fertility and contraceptive use in the future. The purpose of this study was to determine the determination of the number of child preferences and preferences for contraceptive use in adolescents aged 15-24 years, unmarried in Indonesia in 2017, using data analysis of SDKI-KRR in 2017. The design of this study was cross sectional. The results of this study indicate that the ideal number of children preference is 69.9% and the preference for contraception use is 82.5%. Based on the multivariate model, the ideal number of children preference in adolescents is influenced by age, gender, education, knowledge about reproductive health, economic status, internet access and discussions with peers. The preference for contraception among adolescents is influenced by age, sex, education, knowledge about reproductive health, economic status, internet access and discussions with community leaders. Thus, it is expected that the government in creating and implementing youth programs can refer to these factors."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriah Siti Nurjanah
"Secara global setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian hampir sebanyak 1 juta pada anak usia dibawah 5 tahun. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun (Baduta). Period prevalence pneumonia pada anak Baduta berdasarkan data Riskesdas 2013 sebesar 1,7%.
Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak baduta di Indonesia dengan menggunakan data Riskesdas tahun 2013. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan masingmasing variabel yang diteliti, dan analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Hasil penelitian menunjukkan berhubungan secara statistik dengan kejadian pneumonia pada baduta: umur 13-23 bulan berisiko 1,7 dibandingkan umur 0-12 bulan, tidak diberikan kolostrum (OR=1,742; 95% CI= 1,140-2,664), belum diberikan imunisasi campak karena umur anak (OR= 0,548; 95% CI= 0,388-0,773), tinggal di perdesaan (OR=1,448; 95% CI= 1,093-1,919), ada asap hasil pembakaran (OR=1,511; 95% CI= 1,142-1,998), ventilasi ruangan masak/dapur kurang (OR=1,829; 95% CI= 1,279-2,614), dan status sosial ekonomi rendah (OR=1,807). Belum dapat disimpulkan hubungan yang pasti bermakna secara statistik karena analisis dilakukan sampai bivariat, perlu dilakukan analisis multivariat.

Globally each year, pneumonia causes almost 1 million deaths in children under 5 years of age. Populations susceptible to pneumonia are children aged less than 2 years. Period prevalence of pneumonia in children under two years based on data Riskesdas 2013 by 1.7%.
The aim of this study is to reveal the factors associated with the incidence of pneumonia in children under two years in Indonesia using data Riskesdas 2013. The study design was cross-sectional. Univariate analysis is used to describe each of the variables studied, and bivariate analysis is used to examine the relationship between the dependent and independent variables.
The results showed statistically associated with the incidence of pneumonia in children under two years old: age 13-23 months of age at risk of 1.7 compared to 0-12 months, not given colostrum (OR = 1.742; 95% CI = 1.140 to 2.664), not given measles immunization for the child's age (OR = 0.548; 95% CI = .388 to .773), live in rural areas (OR = 1.448; 95% CI = 1.093 to 1.919), there was the smoke of burning (OR = 1.511; 95% CI = 1.142 -1.998), ventilate the room cookware / kitchen less (OR = 1.829; 95% CI = 1.279 to 2.614), and lower socioeconomic status (OR = 1.807). Can not be concluded definite relationship was statistically significant due to the bivariate analyzes were performed, multivariate analysis is needed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S61406
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desyana Endarti Hendraswari
"Anak usia 0-23 tahun merupakan masa golden period namun sangat rentan mengalami kurang gizi yang akan mengganggu pertumbuhan baik fisik maupun otak anak. Gangguan pertumbuhan pada masa ini bersifat irreversible. Penyakit infeksi menjadi salah satu penyebab langsung anak mengalami kekurangan gizi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan penyakit infeksi (ISPA, diare, kecacingan, campak, TB paru, Pnemonia) dengan wasting dan underweight pada anak usia 0-23 bulan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan design studi cross sectional dengan menggunakan data SSGI 2021 dengan jumlah sampel 32.084 balita. Pada hasil penelitian proporsi underweight 14,32%, wasting 9,56% dan penyakit infeksi 31,54%. Anak dengan riwayat infeksi memiliki risiko 1,03 kali lebih tinggi untuk wasting dibandingkan anak tanpa riwayat penyakit infeksi setelah dikontrol dengan variabel berat badan saat lahir serta IMD dan tidak bermakna secara statistik. Sedangkan anak dengan penyakit infeksi berisiko 1,1 kali (95% CI:1,00-1,14) lebih tinggi untuk underweight dibandingkan anak tanpa riwayat penyakit infeksi setelah dikontrol dengan variabel usia anak serta berat badan saat lahir dan bermakna secara statistik.

Children aged 0-23 years are the golden period but are very vulnerable to malnutrition which will interfere with the growth of both the physical and brain of the child. Growth disturbance at this time is irreversible. Infectious diseases are one of the direct causes of children experiencing malnutrition. The purpose of this study was to determine the relationship between infectious diseases (ARI, diarrhea, helminthiasis, measles, pulmonary tuberculosis, pneumonia) with wasting and underweight in children aged 0-23 months in Indonesia. This study used a cross-sectional study design using SSGI 2021 data with a total sample of 32,084 toddlers. In the results of the study the proportion of underweight was 14.32%, wasting was 9.56% and infectious disease was 31.54%. Children with a history of infection had a 1.03 times higher risk of wasting than children without a history of infectious disease after controlling for birth weight and IMD variables and were not statistically significant. Meanwhile, children with infectious diseases had a 1.1 times (95% CI: 1.00-1.14) higher risk of being underweight than children without a history of infectious diseases after controlling for the variables of child's age and birth weight and statistically significant."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>