Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175658 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hastrina Mailani
"Meningioma merupakan tumor primer intrakranial yang tersering, sebagian dapat bersifat agresif dengan kemungkinan rekurensi yang lebih tinggi. Diperlukan parameter klinikopatologik yang dapat memprediksi terjadinya rekurensi dan progression meningioma sehingga dapat dilakukan strategi tatalaksana yang lebih agresif dan follow-up ketat. Penilaian ekspresi Ki-67 pada meningioma diharapkan dapat menjadi salah satu prediktor rekurensi dan progression tumor. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi Ki-67 pada meningioma yang mengalami rekurensi dan progression dengan yang tidak mengalami rekurensi dan progression. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain kasus kontrol. Populasi penelitian adalah pasien yang telah didiagnosis sebagai meningioma dengan pemeriksaan histopatologi di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM dari tanggal 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2021. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada meningioma yang mengalami rekurensi dan progression serta yang tidak mengalami rekurensi dan progression. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan menggunakan antibodi primer anti-Ki-67 (SP6) rabbit monoclonal antibody (Diagnostic BioSystems). Data kemudian dievaluasi untuk menentukan ekspresi Ki-67.Didapatkan 34 kasus meningioma yang terdiri atas 17 kasus dengan rekurensi dan progression serta 17 kasus tanpa rekurensi dan progression. Median ekspresi Ki-67 pada kelompok yang mengalami rekurensi dan progression (2,1%)  lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak mengalami rekurensi dan progression (0,5%). Ekspresi Ki-67 berkaitan dengan kejadian rekurensi dan progession meningioma dengan adjusted odds ratio sebesar 4,2. Nilai titik potong yang direkomendasikan adalah sebesar 0,95%. Ekspresi Ki-67 merupakan faktor prediksi kejadian rekurensi dan progression pada meningioma.

Meningioma represents the most frequent primary intracranial tumor, and some subtypes may demonstrate aggressive characteristics with a correspondingly elevated risk of recurrence andprogression. To predict the likelihood of recurrence and progression, clinical and pathological parameters are essential. More aggressive treatment strategies and strict follow-up can be implemented using these parameters. Proliferation assesment using Ki-67 expression is expected to be one of the predictor of tumor recurrence and progression. This study aims to evaluate Ki-67 expression in meningioma with recurrence and progression and those without recurrence and progression. This was an analytic case control study including specimens diagnosed as meningioma recorded in archives of Anatomical Pathology Departemen, FMUI/CMH from January 1st. 2019 to December 31th, 2021. Consecutive sampling method was used. Ki-67 immunostaining was conducted using anti-Ki-67 (SP6) rabbit monoclonal antibody (Diagnostic BioSystems). Data was analyzed statistically to evaluate Ki-67 expression. Thirty-four cases were selected, consisted of 17 cases with recurrence and progression and 17 cases without recurrence and progression. Median expression of Ki-67 in meningioma with recurrence and progression (2,1%) was higher than median expression of Ki-67 in meningioma without recurrence and progression (0,5%). Ki-67 expression was associated with recurrence and progression in meningioma (aOR=4,2) Recommended cut off value to predict recurrence and progession in this study was  0,95%. Ki-67 expresssion was independent factor for recurrence and progession of meningioma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Sari
"Adenoma hipofisis merupakan salah satu tumor primer intrakranial tersering yang sebagian dapat bersifat agresif dengan risiko rekurensi/regrowth yang lebih tinggi sehingga berdampak buruk pada kualitas hidup pasien. Identifikasi awal adenoma hipofisis yang agresif dapat membantu menentukan strategi tatalaksana dan follow-up untuk mencegah terjadinya rekurensi/regrowth. Penilaian aktivitas proliferasi dengan ekspresi Ki-67 pada adenoma hipofisis diharapkan dapat memprediksi terjadinya rekurensi/regrowth. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi Ki-67 pada adenoma hipofisis yang mengalami rekurensi/regrowth dan yang tidak mengalami rekurensi/regrowth. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan desain potong lintang. Sampel berupa kasus adenoma hipofisis di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2016-2020. Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia Ki-67 dan penilaian persentase sel tumor yang terpulas positif. Analisis statistik dilakukan dengan uji komparatif numerik di antara dua kelompok tersebut. Nilai titik potong untuk prediksi rekurensi/regrowth ditentukan dengan analisis kurva receiving operator characteristic. Didapatkan 46 kasus adenoma hipofisis yang terdiri atas 23 kasus dengan rekurensi/regrowth dan 23 kasus tanpa rekurensi/regrowth. Rerata ekspresi Ki-67 pada kelompok yang mengalami rekurensi/regrowth lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami rekurensi/regrowth. (1,58% vs 0,88%, p=0,003). Nilai titik potong untuk yang direkomendasikan untuk prediksi rekurensi/regrowth sebesar 1,37%. Ekspresi Ki-67 yang lebih tinggi berhubungan dengan rekurensi/regrowth pada adenoma hipofisis.

Pituitary adenoma is one of the most common primary intracranial tumor that some can behave aggresively with higher reccurrence/regrowth risk and have bad impact to patient’s quality of life. Early identification of aggressive pituitary adenoma can help for deciding aggressive treatment strategies and strict follow-up to prevent recurrence/regrowth. Proliferation assesment using Ki-67 expression is expected to be one of the predictor of tumor recurrence/regrowth. This study aims to evaluate Ki-67 expression in pituitary adenoma with recurrence/regrowth and without recurrence/regrowth. This is an analytic retrospective study with cross sectional study design including specimens diagnosed as pituitary adenoma recorded in archives of Anatomical Pathology Departement FMUI/CMH from 2016-2020. Ki-67 immunostaining was conducted and Ki-67 expression in percentage was evaluated. Data was analyzed statistically to evaluate Ki-67 expression. Cut-off point to predict recurrence/regrowth was determined using receiving operator charasteristic curve analysis. Forty-six cases were selected, consisted of 23 cases with recurrence/regrowth and 23 cases without recurrence/regrowth. There was higher expression of Ki-67 in adenoma with recurrence/regrowth than adenoma without recurrence/regrowth (1,58% vs 0,88%, p=0,03). Recommended cut off value to predict recurrence/regrowth in this study was 1,37%. Higher Ki-67 expression was associated with recurrence/regrowth in pituitary adenoma."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Steven
"Pendahuluan : Giant Cell Tumor tulang (GCT) merupakan tumor tulang jinak yang dapat secara lokal bersifat agresif dengan tingkat rekurensi mencapai 20%. Antigen Ki-67 dan p53 adalah penanda imunohistokimia pada GCT yang menandakan proliferasi sel dan supresi tumor. Penelitian ini menganalisis hubungan antara penanda Ki-67 dan p53 dengan rekurensi pada kasus GCT.
Metode : Penelitian adalah suatu studi Cross-sectional kategorikal. Data yang dikumpulkan adalah data demografis pasien, keterangan terkait diagnosis dan tindakan serta hasil pemeriksaan Ki-67 dan p53. Data pasien Ekspresi Ki-67 dan p53 dievaluasi dengan teknik pewarnaan imunohistokimia menggunakan metode avidin-biotin complex perioxidase dengan menggunakan kit LSAB2.
Hasil : Terdapat 26 laki-laki dan 37 perempuan dengan usia rata-rata adalah 34,77 tahun berkisar antara 16 sampai 61 tahun. 13 kasus dengan rekurensi lokal. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, ukuran tumor, lokasi tumor, stadium tumor dan tindakan operasi). Tidak ada hubungan antara Ki-67 (p=0.524) dan rekurensi lokal serta terdapat hubungan yang signifikan antara p53 dengan rekurensi lokal (p=0.048).
Kesimpulan : Ekspresi Ki-67 tidak berhubungan dengan rekurensi, sedangkan ekspresi p53 berhubungan dengan rekurensi giant cell tumor tulang. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi lokal dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, lokasi tumor, ukuran tumor, stadium tumor dan tindakan operasi).

Introduction : Giant cell tumor of bone (GCTB) is a benign neoplasm that may be locally aggressive with recurrence rate reaching 20%. Ki-67 and p53 are immunochemistry markers that marked cell proliferations and tumor suppression. This research analyze the association between Ki-67 and p53 with recurrence of GCT.
Method :This study is a Cross-sectional categorical study. Demography of the patients, diagnosis and treatment related to the GCT, and Ki-67 and p53 results were taken. The expression of Ki-67 and p53 were evaluated using a immunochemistry staining with avidin-biotin complex peroxidase by using KSAB2 kit.
Result : There are 26 men and 37 women with an average age is 34.77 years ranged from 16 to 61 years. 13 cases with local recurrence. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage and operation). There is no association between Ki-67 with local recurrence (p=0,524) and a significant association between p53 and local recurrence (p=0,048).
Conclusion : Ki-67 was not associated with recurrence, mean while p53 was associated with recurrence of GCT. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage, and operation)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Tjuatja
"Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.Tujuan: Mengetahui peran indeks proliferasi Ki-67 sebagai salah satu faktor prognosis dalam memperkirakan respons radiasi pada meningioma. Metode: Telaah sistematis berdasarkan PRISMA dari tiga pangkalan data online yaitu Pubmed, Scopus, EbscoHost/CINAHL. Dilakukan ekstraksi data secara manual dari literatur yang memenuhi eligibilitas. Hasil: 465 literatur terhimpun dari pencarian untuk dua pertanyaan studi dengan 15 literatur yang akhirnya memenuhi kriteria eligibilitas. Dua belas studi menilai hubungan Ki-67 dengan derajat meningioma melaporkan adanya korelasi Ki-67 dengan derajat meningioma. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Sedangkan satu studi lainnya tidak mendapatkan adanya hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada meningioma. Kesimpulan: Ki-67 memiliki korelasi searah dengan derajat meningioma. Sejumlah dua dari 3 studi tentang hubungan Ki-67 dengan respons radiasi pada pasien meningioma melaporkan bahwa nilai Ki-67 yang lebih tinggi memberikan respons yang lebih baik terhadap radiasi.

Aims: Identifying the role of the Ki-67 proliferation index as a prognostic factor in
estimating radiation therapy response in meningiomas. Methods: A systematic review of
PubMed, Scopus, EBSCOhost/CINAHL was performed following the Preferred
Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses guideline. Data extraction
was completed manually from selected studies. Results: 465 of the literature were
compiled from a literature search for the two study questions and finally, 15 articles met
the eligibility criteria. Twelve studies demonstrated that Ki-67 proliferation index had a
significant correlation with the grade in meningiomas. Meanwhile, two studies reported
that in meningiomas treated with radiation therapy a higher Ki-67 proliferation index
would provide better local control than a lower Ki-67 proliferation index. One other study
found no correlation between Ki-67 and radiation response. Conclusion: Ki-67
proliferation index has a unidirectional correlation with the grade of meningioma. A total
of two out of 3 studies on the correlation of Ki-67 with radiation response in meningiomas
reported that higher Ki-67 responded better to radiation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Noor Muhammad
"Latar Belakang: Kanker nasofaring (KNF) adalah keganasan yang terjadi pada epitel mukosa daerah nasofaring dengan angka kejadian di dunia sekitar 1,2 per 100.000 penduduk. Perkembangan mekanisme penanda molekuler yang berhubungan dengan proliferasi, apoptosis, dan invasi tumor yaitu Ki-67 dan p16, dapat memberikan indikasi tentang tingkat proliferasi sel dan status penghambatan siklus sel.
Metode: Penelitian ini menggunakan disain kohort retrospektif dengan subjek pasien KNF stadium local lanjut yang berobat di RSCM pada periode 2015-2020. Penelusuran data klinis dilakukan bersamaan dengan pewarnaan imunohistokimia p16 dan Ki-67 menggunakan antibodi monoklonal. Ekspresi dihitung secara manual menggunakan piranti imageJ. Analisis hubungan p16 dan Ki-67 terhadap progression-free survival (PFS) 3 tahun menggunakan kurva Kaplan Meier dan uji log rank dengan batas kemaknaan p<0,05.
Hasil: Angka PFS 3 tahun pada subjek sebesar 44% dengan median 29 bulan. Ekspresi p16-negatif dideteksi pada 56 (56,0%) sampel, dan peningkatan ekspresi Ki-67 pada 53 (53,0%) sampel. Kurva Kaplan-Meier menunjukkan PFS 3 tahun untuk p16-negatif yaitu 8,9% (p<0,0001). PFS untuk peningkatan ekspresi Ki-67 11,3% (p<0,0001).
Simpulan: Penelitian ini menunjukkan pasien KNF stadium ocal lanjut dengan peningkatan ekspresi Ki-67 dan p16-negatif memiliki progression-free survival 3 tahun yang lebih rendah.

Background: Nasopharyngeal cancer (NPC) is a malignancy that occurs in the mucosal epithelium of the nasopharyngeal area with a worldwide incidence of around 1.2 per 100,000 population. To date, the development of molecular marker mechanisms, including Ki-67 and p16 which are related to proliferation, apoptosis, and tumor invasion can indicate the level of cell proliferation and status of cell cycle inhibition.
Methods: A retrospective cohort study was conducted in subjects of NPC patients at RSCM from 2015 until 2020. Clinical data was collected from hospital registries, and immunohistochemistry staining of Ki-67 and p16 was perfomed by using monoclonal antibody. The expression of Ki-67 and p16 were calculated manually using the imageJ tool. Association of Ki-67 and p16 expression with 3 years- progression-free survival (PFS) was analyzed using Kaplan Meier with log-rank test p<0.05.
Results: The 3-years PFS in subjects was 44% with a median of 29 months. p16-negative expression was detected in 56 (56,0%) samples, and Ki-67 overexpression in 53 (53,0%) samples. The Kaplan-Meier curve shown the 3-years PFS for p16-negative was 8,9 (p<0,0001). PFS for Ki-67 overexpression was 11,3%, (p<0,0001).
Conclusion: This study shows that locally advanced NPC patients with Ki-67 overexpression and p16-negative have lower 3-year progression-free survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rossalyn Sandra Andrisa
"Latar Belakang. Meningioma orbita merupakan tumor jinak saraf optik tersering setelah glioma. Walaupun termasuk dalam kelompok tumor jinak, meningioma memiliki perilaku progresif. Sebagian besar pasien datang dalam keadaan lanjut sehingga harus ditangani dengan operasi radikal. Oleh karena tanda dan gejala klinis yang tidak khas serta variabel penilaian histopatologis masih bersifat kualitatif sehingga tidak objektif, maka untuk memprediksi progresivitas, diperlukan faktor prediktor lain di tingkat molekular.
Tujuan. Menilai ekspresi Ki-67, Bcl-2, MDM-2, RP, E-kaderin, MMP-2, TIMP-2, dan polimorfisme gen mdm-2 SNP-309 sebagai prediktor progresivitas meningioma orbita.
Metode. Sebanyak 27 kasus meningioma orbita di Departemen Ilmu Kesehatan Mata, FKUI-RSCM mulai Juni 2010 sampai dengan Desember 2011, yang blok parafinnya tersedia dan telah dikonfirmasi diagnosisnya secara histopatologis, dikumpulkan data medisnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan IHK Ki-67, Bcl-2, MDM-2, RP, E-kaderin, MMP-2, TIMP-2. Pemeriksaan gen mdm-2 SNP-309 dilakukan dengan teknik sekuensing DNA. Data yang terkumpul diolah secara statistik.
Hasil. Ekspresi MDM-2 sejalan dengan progresivitas meningioma orbita (p < 0,05) IK95 % (1,31;125,71). Ekspresi TIMP-2 memiliki efek protektif terhadap meningioma orbita (p < 0,10) IK95 % (0,01;1,26). Pemeriksaan polimorfisme gen mdm-2 SNP-309 dengan sampel terbatas menunjukkan 9 heterozigot (t/g) dan 2 homozigot (t/t), tetapi tidak bermakna secara statistik. Peningkatan ekspresi biomarker Ki-67, Bcl-2, MMP-2, tidak berhubungan dengan progresivitas meningioma orbita dan penurunan ekspresi E-kaderin dan RP tidak berhubungan dengan progresivitas meningioma orbita.
Simpulan. Dari semua faktor prediktor yang telah diperiksa pada penelitian ini, MDM-2 dan TIMP-2 lebih berperan memprediksi progresivitas meningioma orbita dibandingkan dengan pemeriksaan IHK lain dan pemeriksaan polimorfisme gen mdm-2 SNP-309. Pemeriksaan IHK lain dan polimorfisme SNP-309 tidak dapat digunakan sebagai prediktor progresivitas meningioma orbita. Penelitian ini menemukan satu model skoring probabilitas progresivitas meningioma orbita yang dapat digunakan dalam manajemen pasien pascaoperasi meningioma orbita.

Background. Orbital meningioma is the second most common benign optical nerve tumor. Even though it is considered to be benign, it has progressive characteristics. Most patients were admitted at advance stage so they must be treated with radical surgery. Because clinical signs and symptoms are not specific, and histopathological variables are not objective to determine progressivity, another predicting factors at molecular level are needed.
Aim. To determine expression of Ki-67, Bcl-2, MDM-2, PR, E-cadherin, MMP- 2, TIMP-2, and to identify mdm-2 gene SNP-309 polymorphism, as factors to predict progressivity of orbital meningioma.
Methods.Twenty seven orbital meningioma cases with available paraffine blocks were collected between June 2010 and December 2011. Afterwards, Immuno- histochemistry (IHC) examinations of Ki-67, Bcl-2, MDM-2, PR, E-cadherin, MMP-2, TIMP-2 were performed. The outcome was subsequently processed with statistical program to determine a scoring model. DNA sequencing technique was used to identify polymorphism of mdm-2 gene SNP-309. Data were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate statistical analysis.
Result. MDM-2 expression is associated with orbital meningioma progressivity ( p < 0.05) CI95 % (1.31;125.71). TIMP-2 expression has a protective effect against orbital meningioma (p < 0.10) CI 95 % (0.01;1.26). Nine out of eleven cases of orbital meningioma are positive for mdm-2 gene SNP-309 polymorphism with 9 heterozygote (t/g) and 2 homozygote (t/t), the difference, however is not statistically significant. Increase on Ki-67, Bcl-2, MMP-2, expressions and decrease on E-cadherin and RP are not correlated with orbital meningioma progressivity (p < 0.05).
Conclusion. Compared with other prediciting factors that have been investigated in this research, MDM-2 and TIMP-2 have larger role in predicting orbital meningioma progressivity. With limited number of samples, we found no association between polymorphism of mdm-2 gene SNP-309 and progressivity of orbital meningioma. One scoring model to predict orbital meningioma?s progressivity is proposed, this model is recommended in the management of orbital meningioma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Zulhulaifah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor proliferasi sel sebagai peyebab ketidaksiapan endometrium untuk implantasi setelah pemberian berbagai dosis rekombinan FSH (rFSH) dengan melihat tingkat ekspresi FSH-Reseptor (FSHR) dan ekspresi protein KI-67. Sampel penelitian ini adalah bahan biologi tersimpan (BBT) dari jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel 15, sampel terdiri dari tiga kelompok yang diberikan GnRH agonis dosis tetap dan rFSH dengan dosis stimulasi berbeda, yaitu 30IU, 50IU, dan 70IU dan satu kelompok kontrol. Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara berbagai dosis rFSH yang diberikan dengan ekspresi FSHR dan ekspresi protein Ki67 pada sel endometrium Macaca nemestrina. Tingkat ekspresi FSHR dan ekspresi Ki67 ditemukan tidak berkorelasi siginifikan. Dosis rFSH yang lebih tinggi tidak menurunkan ekspresi FSHR dan Ki67 serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi FSHR dengan ekspresi Ki67.

This study was conducted to look at cell proliferation factors as causes of endometrial unpreparedness for implantation after administration of various recombinant FSH doses (rFSH) by looking at FSH-receptor (FSHR) expression and expression of KI-67 proteins. The study sample was stored biological material (SBM) from endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample was 15, the sample consisted of three groups given fixed-dose GnRH agonists and different stimulation doses, namely 30IU, 50IU, and 70IU and one control group. we found not significantly different between various doses of rFSH with FSHR and Ki67 expression in endometrial tissue Macaca nemestrina. We found not correlation significantly between FSHR expression and Ki67 Expression endometrial tissue Macaca nemestrina. Higher rFSH doses did not reduce FSHR expression and Ki67 and there was no correlation between FSHR expression and Ki67 expression."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Auliya
"Latar belakang: Meningioma memiliki kemampuan menyebabkan inflamasi seperti tumor lainnya. Adapun posisi meningioma yang diluar sawar darah otak menyebabkan gambaran inflamasi pada lingkungan mikro tumor lebih tergambarkan pada darah tepi dibandingkan tumor yang berada di intraparenkim. Hal ini dibuktikan dengan tinkat c-reactive protein yang lebih tinggi pada meningioma dibandingkan tumor intraaksial walaupun derajat meningioma lebih rendah. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivasi inflamasi perifer berdasarkan NLR dan MLR dengan gejala klinis, edema peritumoral, dan rekurensi meningioma.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan studi kohort retrospektif untuk mengetahui hubungan penanda inflamasi perifer terhadap gejala klinis, edema peritumoral, dan rekurensi meningioma di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Januari 2016-Desember 2019. Penanda inflamasi perifer diambil dari data hitung jenis, edema peritumoral dihitung langsung dari data radiologi, dan data lainnya diambil dari catatan rekam medis. Analisis data bivariat Chi Square dan Mann Whitney, dilanjutkan dengan analisis multivariat regresi logistik.
Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 173 subjek dengan rata-rata usia 46,98±8,26 tahun. Meningioma didominasi derajat I (94,2%) dengan meningothelial merupakan histologi terbanyak. Nyeri kepala merupakan klinis terbanyak (64,7%) diikuti gangguan penglihatan (59%). Nilai titik potong NLR (neutrophil lymphocyte ratio) adalah 2,415 dan MLR (monocyte lymphocyte ratio) 0,295. Klinis yang berhubungan dengan NLR dan MLR yang lebih tinggi adalah nyeri kepala (p<0,001). NLR dan MLR tinggi juga berhubungan dengan gambaran peritumoral edema (p<0,001). Faktor-faktor yang memengaruhi rekurensi adalah edema peritumoral, NLR, MLR, dan derajat simpson. Dari faktor-faktor tersebut, yang berhubungan secara independent adalah MLR dengan aOR 12,647 (IK 95% 2,355-67,919); p: 0,003.
Kesimpulan: NLR dan MLR sebagai faktor penanda inflamasi perifer memiliki median yang lebih tinggi pada pasien meningioma dengan nyeri kepala dan gambaran edema peritumoral. Inflamasi pada meningioma juga berhubungan dengan kejadian rekurensi.

Background: Meningioma, like the other tumors, have the ability to cause inflammation like other tumors. It is located in areas without blood brain barrier and make the inflammation in this tumor microenvironment to be more depicted in peripheral blood than intraparenchymal tumors. This fact provable by the higher levels of c-reactive protein in meningiomas compared to intraaxial tumors even though the low grade of meningiomas. Therefore, this study aimed to determine the relationship between peripheral inflammatory activation based on NLR and MLR with clinical symptoms, peritumoral edema, and meningioma recurrence.
Methods: This is retrospective cohort study to determine the relationship between peripheral inflammatory markers and clinical symptoms, peritumoral edema, and meningioma recurrence at Cipto Mangunkusumo General Hospital in January 2016-December 2019. Peripheral inflammatory markers were taken from type count data, peritumoral edema was calculated directly from radiological data. , and other data taken from medical records. Chi Square and Mann Whitney bivariate are used for data analysis, followed by multivariate logistic regression analysis
Results: 173 subjects were obtained with an average age of 46.98 ± 8.26 years. Subject predominately grade I (94,1%) with meningothelial is the most common histology. Headache was the most clinical manifestation (64,7) followed by visual disturbances (59%). The cut-off point for the NLR is 2.415 and the MLR is 0.295. The clinical association with higher NLR and MLR was headache (p<0.001). High NLR and MLR were also associated with features of peritumoral edema (p<0.001). Factors for tumors recurrence were peritumoral edema, NLR, MLR, and Simpson's grade. Of these factors, which were independently related were MLR with an aOR of 12.647 (95% CI 2.355-67.919); p: 0.003.
Conclusion: NLR and MLR as markers of peripheral inflammation had a higher median in meningioma patients with headache and peritumoral edema features. Inflammation in meningiomas is also associated with recurrence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Diyana
"Peran reseptor progesteron pada meningioma masih diperdebatkan. Namun ekspresi reseptor ini cenderung memberikan prognosis yang baik bagi pasien. Berbagai studi telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prognosis yang mempengaruhi luaran meningioma. Telaah sistematis ini mengevaluasi berbagai studi yang menilai hubungan ekspresi reseptor progesteron terhadap derajat meningioma, serta luaran klinis berupa rekurensi, recurrence free survival (RFS), progression free survival (PFS), local control (LC), dan overall survival (OS) pada pasien meningioma. Berdasarkan hasil telaah sistematis ini, ekspresi reseptor progesteron mempunyai hubungan terbalik dengan peningkatan derajat meningioma. Ekspresi reseptor progesteron positif juga memberikan luaran yang lebih baik pada pasien pasca operasi. Studi mengenai respons radiasi terkait reseptor progesteron masih sangat jarang.

The role of progesterone receptors in meningiomas is still debatable. However, the expression of these receptors tends to provide a good prognosis. Various studies have been conducted to identify progesterone receptors as a prognostic factors. This systematic review evaluates various studies assessing relation of progesterone receptor expression to the grade of meningioma and clinical outcomes in the form of recurrence, recurrence free survival (RFS), progression free survival (PFS), local control (LC), and overall survival (OS). Based on the results of this systematic review, progesterone receptor expression has an inverse relation with an increased grade. Positive progesterone receptor expression also have a better outcome in postoperative patients. Studies of the radiation response associated with progesterone receptors are rare."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isabelle Deli
"[ABSTRAK
Latar belakang: Neoplasma sel plasma (NSP) adalah proliferasi sel plasma neoplastik yang tumbuh soliter menjadi plasmasitoma tulang soliter (PTS) dan plasmasitoma ekstrameduler (PEM) serta multipel (MM)). Saat ini perjalanan penyakit dari plasmasitoma menjadi MM sulit diprediksi. Bartl mengklasifikasikan derajat keganasan berdasarkan histomorfologik menjadi rendah, sedang dan tinggi. Penelitian ini bertujuan menggunakan klasifikasi Bartl untuk menilai perjalanan PTS dan PEM menjadi MM dihubungkan dengan ekspresi TP53 dan Ki-67.
Bahan dan cara: Pada 32 kasus NSP yang berasal dari PTS 14 kasus, PEM 5 kasus, maupun MM sebanyak 13 kasus, diklasifikasikan menjadi 3 kelompok derajat keganasan menurut Bartl yaitu derajat keganasan ringan, sedang dan tinggi. Selanjutnya dilakukan pulasan IHK TP53 dan Ki-67 pada seluruh kasus dan dihitung persentase positifitas.
Hasil: Berdasarkan derajat keganasan, derajat rendah ditemukan pada 10 (31,2%) MM, derajat sedang pada 5 (15,6%) PTS dan derajat tinggi pada 2 (6,2%) PTS dan PEM. Peningkatan ekspresi TP53 ditemukan pada derajat Bartl yaitu median derajat rendah 4%, derajat sedang 16%, dan derajat tinggi 10%. Terdapat perbedaan ekspresi TP53 yang bermakna antara derajat keganasan rendah dan sedang (p=0,004). Rerata indeks proliferasi Ki-67 pada derajat keganasan rendah 57%, derajat sedang 44,6%, dan derajat tinggi 32,6%. Tidak ditemukan perbedaan antara indeks proliferasi Ki-67 dengan derajat keganasan menurut Bartl (p=0,339). Tidak terdapat hubungan antara ekspresi TP53, Ki-67 dengan usia. Kesimpulan: Peningkatan ekspresi TP53 pada NSP sejalan dengan peningkatan derajat keganasan Bartl, terutama pada derajat rendah dan sedang. Klasifikasi Bartl ditambah dengan pulasan TP53 saja tidak cukup untuk memprediksi perkembangan PTS dan PEM menuju MM.

ABSTRACT
Background: Plasma cell neoplasm (PCN) is a neoplastic plasma cells proliferation including solitary bone plasmacytoma (SBP) and extramedullary plasmacytoma (EMP) and multiple myeloma (MM). Until now the development of disease to MM is unpredictable. Bartl classifies the degrees of malignancy histomorphologically as low, intermediate and high. This research aims using Bartl's classification and expression of TP53 and Ki-67 to assess the development of SBP and EMP to MM.
Materials and methods: In 32 cases of PCN derived from 14 cases of SBP, 5 cases of EMP, and 13 MM case, then classified into 3 groups based on Bartl's degrees of malignancy as low, intermediate, and high. Furthermore all cases stained by IHC TP53 and Ki-67 and evaluated the percentage of positivity. Results: Bartl's low degree was found in 10 (31,2%) MM case, intermediate in 5 (15,6%) SBP and high in 2 (6,2%) SBP and EMP. TP53 expression, obtainable at 4% of low, 16% of intermediate, and 10% of high degree. There is significant difference between TP53 expression in low and intermediate degree (p = 0,004). Mean proliferation index of Ki-67 is 57% in low, 44,6% in intermediate and 32,6% in high degree. There is no significant difference of Ki-67 proliferation indexes among the group (p = 0,339). There is no correlation between expressions TP53, Ki-67 and age.
Conclusion: Increasing expression TP53 is in line with Bartl's degrees of malignancy, especially on low and inter.;Background: Plasma cell neoplasm (PCN) is a neoplastic plasma cells proliferation including solitary bone plasmacytoma (SBP) and extramedullary plasmacytoma (EMP) and multiple myeloma (MM). Until now the development of disease to MM is unpredictable. Bartl classifies the degrees of malignancy histomorphologically as low, intermediate and high. This research aims using Bartl?s classification and expression of TP53 and Ki-67 to assess the development of SBP and EMP to MM.
Materials and methods: In 32 cases of PCN derived from 14 cases of SBP, 5 cases of EMP, and 13 MM case, then classified into 3 groups based on Bartl?s degrees of malignancy as low, intermediate, and high. Furthermore all cases stained by IHC TP53 and Ki-67 and evaluated the percentage of positivity. Results: Bartl?s low degree was found in 10 (31,2%) MM case, intermediate in 5 (15,6%) SBP and high in 2 (6,2%) SBP and EMP. TP53 expression, obtainable at 4% of low, 16% of intermediate, and 10% of high degree. There is significant difference between TP53 expression in low and intermediate degree (p = 0,004). Mean proliferation index of Ki-67 is 57% in low, 44,6% in intermediate and 32,6% in high degree. There is no significant difference of Ki-67 proliferation indexes among the group (p = 0,339). There is no correlation between expressions TP53, Ki-67 and age.
Conclusion: Increasing expression TP53 is in line with Bartl?s degrees of malignancy, especially on low and inter, Background: Plasma cell neoplasm (PCN) is a neoplastic plasma cells proliferation including solitary bone plasmacytoma (SBP) and extramedullary plasmacytoma (EMP) and multiple myeloma (MM). Until now the development of disease to MM is unpredictable. Bartl classifies the degrees of malignancy histomorphologically as low, intermediate and high. This research aims using Bartl’s classification and expression of TP53 and Ki-67 to assess the development of SBP and EMP to MM.
Materials and methods: In 32 cases of PCN derived from 14 cases of SBP, 5 cases of EMP, and 13 MM case, then classified into 3 groups based on Bartl’s degrees of malignancy as low, intermediate, and high. Furthermore all cases stained by IHC TP53 and Ki-67 and evaluated the percentage of positivity. Results: Bartl’s low degree was found in 10 (31,2%) MM case, intermediate in 5 (15,6%) SBP and high in 2 (6,2%) SBP and EMP. TP53 expression, obtainable at 4% of low, 16% of intermediate, and 10% of high degree. There is significant difference between TP53 expression in low and intermediate degree (p = 0,004). Mean proliferation index of Ki-67 is 57% in low, 44,6% in intermediate and 32,6% in high degree. There is no significant difference of Ki-67 proliferation indexes among the group (p = 0,339). There is no correlation between expressions TP53, Ki-67 and age.
Conclusion: Increasing expression TP53 is in line with Bartl’s degrees of malignancy, especially on low and inter]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>