Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172167 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Elfa Safitri
"Penelitian ini membahas mengenai penerapan hacktivism sebagai bentuk aktivisme digital yang dilakukan oleh IT Army dalam melawan invasi Rusia terhadap Ukraina pada tahun 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mendorong legitimasi dari hacktivism yang dilakukan oleh IT Army tersebut. Penelitian ini menggunakan kerangka kerja etis untuk operasi peretasan sebagai kerangka analisisnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hacktivism yang dilakukan oleh IT Army dalam melawan invasi Rusia terhadap Ukraina dapat dibenarkan karena adanya ancaman terhadap hak hidup masyarakat Ukraina yang dilakukan oleh Rusia. Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh penyerangan jaringan digital yang dilakukan oleh IT Army kepada Rusia juga sebanding dengan apa yang dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina. Namun, terdapat implikasi negatif yang tidak dapat dihindari dari hacktivism yang dilakukan oleh IT Army di mana pihak-pihak yang tidak terlibat dalam invasi yang dilancarkan oleh Rusia turut merasakan kerugian dari bentuk aktivisme digital tersebut, khususnya kerugian atas pelanggaran hak privasi yang menjadi bagian dari HAM.

This research discusses the implementation of hacktivism as a form of digital activism conducted by the IT Army against the Russian invasion of Ukraine in 2022. The purpose of this research is to analyze the factors that can encourage the legitimacy of hacktivism conducted by the IT Army. This research uses an ethical framework for hacking operations as its analytical framework. The results of this research indicate that the hacktivism conducted by the IT Army can be justified because of the threat against the right to life of the Ukrainian people conducted by Russia. The losses caused by the digital network attack conducted by the IT Army against Russia are also comparable to what Russia did to Ukraine. However, there are unavoidable negative implications of hacktivism carried out by the IT Army where parties who were not involved in the Russian invasion also feel the loss from this form of digital activism, especially the loss for violations of privacy rights which are part of human rights."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedrian Purdianto
"Rawls mendefinisikan pembangkangan sipil sebagai pelanggaran hukum yang dianggap publik, non kekerasan dan conscientious yang berusaha membawa perubahan dalam hukum serta kebijakan pemerintahan. Seiring perkembangan zaman, pembangkangan sipil tidak hanya secara ekslusif dilakukan dalam ruang fisik saja, melainkan juga ruang siber. Bentuk pembangkangan sipil dalam ruang siber terutama dilakukan melalui peretasan, yang dinamakan sebagai hacktivism atau electronic civil disobedience (ECD). Dalam perkembangan hacktivisme, muncul berbagai macam pro dan kontra terutama dalam permasalahan justifikasi dan generalisasi aksi yang dilakukan. Hacktivisme sendiri sangatlah beragam, dari serangan DDoS dan defacing hingga whistleblowing. Dari variasi aksi hacktivisme sendiri, diperlukannya analisis secara matang dengan mengkategorisasikan serangan ke dalam serangan yang dapat dianggap sebagai pembangkangan sipil dan juga serangan yang hanya berbentuk resistensi biasa yang cenderung justru menghasilkan kerugian tanpa menghasilkan manfaat apapun terhadap misi yang dilakukan. Pembahasan aksi DDoS dan defacing menggunakan berbagai contoh kasus yang terjadi di Indonesia, dengan maraknya penggunaan teknik ini sebagai bentuk perlawanan. Metode yang lebih terarah seperti whistleblowing dan leaking seperti yang dilakukan Aaron Swartz dan Snowden dijadikan contoh dalam mengkomparasi berbagai bentuk hacktivisme serta resistensi digital.

Rawls defines civil disobedience as a violation of the law that is considered public, non-violent, and conscientious that seeks to bring about changes in laws and government policies. Along with the times, civil disobedience is not only carried out exclusively in the physical space, but also in cyberspace. Forms of civil disobedience in cyberspace are mainly carried out through hacking, which is known as hacktivism or electronic civil disobedience (ECD). In the development of hacktivism, various pros and cons emerged, especially in the issue of justification and generalization of the actions taken. Hacktivism itself is very diverse, from DDoS attacks and defacing to whistleblowing. From the variety of hacktivism actions themselves, careful analysis is needed by categorizing attacks into attacks that can be considered civil disobedience and also attacks that are only in the form of ordinary resistance 2 which tends to produce losses without producing any benefits for the mission carried out. The discussion of DDoS and defacing actions uses various examples of cases in the world, with the widespread use of this technique as a form of resistance. More targeted methods such as whistleblowing and leaking such as Aaron Swartz’s and Snowden’s are used as examples in comparing various forms of hacktivism and digital resistance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bible Septian Rahardjo
"Energi adalah aspek vital dalam keberlangsungan kehidupan manusia yang dipengaruhi dan mempengaruhi banyak faktor sosial-politik. Pemutusan suplai gas alam Rusia terhadap Uni Eropa sejak pertengahan 2022 menyebabkan krisis energi, salah satunya bagi Belanda. Sebagai negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan energi primer melalui produksi domestik, Belanda harus mengimpor gas alam sebagai salah satu sumber energi terbesar. Artikel ini menganalisis fenomena krisis energi Belanda pasca pemutusan suplai gas alam Rusia dengan menggunakan neksus konsep keamanan manusia dan keamanan energi. Neksus keamanan energi dan keamanan manusia hadir dalam bentuk relasi di antara keduanya, yaitu aspek keamanan ekonomi dan keamanan kesehatan. Keberadaan neksus keamanan energi dan keamanan manusia dalam kebijakan-kebijakan energi Belanda dikaji menggunakan teori implementasi kebijakan (Grindle,1980). Teori implementasi kebijakan berfokus pada konten dan konteks kebijakan yang digunakan untuk menganalisis substansi kebijakan-kebijakan energi Belanda. Pengumpulan data dilakukan melalui tinjauan pustaka yang bersumber dari rilis resmi dokumen pemerintah, media massa, buku, dan artikel ilmiah relevan. Temuan menunjukkan bahwa Belanda merespon krisis dengan tetap mengacu kepada Rencana Energi dan Iklim (NECP) 2021-2030 sebagai haluan kebijakan energi nasional. Lima dimensi dalam NECP 2021-2030 yaitu dekarbonisasi, efisiensi, keamanan energi, integrasi pasar energi, dan riset & inovasi energi merefleksikan neksus keamanan manusia dan keamanan energi dalam kebijakan energi nasional.

Energy is vital in the continuity of human life, influencing many socio-political factors. The termination of Russia's natural gas supply to the European Union since mid-2022 has caused an energy crisis, one of which is for the Netherlands. As a country that cannot meet its primary energy needs through domestic production, the Netherlands must use natural gas as one of the largest energy sources. This article analyzes the phenomenon of the Dutch energy crisis after the cut-off of Russia's natural gas supply by using the concept of human security and energy security nexus. The nexus of energy security and human security exists in the form of a relationship between economic security and health security. The existence of a nexus of energy security and human security in Dutch energy policies is studied using policy implementation theory (Grindle, 1980). Policy implementation theory focuses on the content and policy context used to analyze the substance of Dutch energy policies. Data was collected through a literature review from official releases of government documents, mass media, books and relevant scientific articles. The findings show that the Netherlands responded to the crisis while referring to the Energy and Climate Plan (NECP) 2021-2030 as the national energy policy direction. The five dimensions of NECP 2021-2030 are decarbonization, efficiency, energy security, energy market integration, and energy research & innovation, and they reflect the nexus of human security and energy security in national energy policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhistira Pranadarma
"Sanksi dari dunia internasional menjadi salah satu ancaman bagi stabilitas politik suatu negara, sehingga dapat memberikan dampak negatif terhadap legitimasi suatu rezim pemerintahan. Ancaman terhadap stabilitas rezim juga terjadi di Rusia khususnya pasca terjadinya aneksasi Krimea dan invasi Ukraina pada tahun 2014 dan 2022. Kedua invasi ini menyebabkan dunia internasional menjatuhkan sanksi terhadap Rusia yang menargetkan sektor-sektor seperti energi, perbankan, dan industri teknologi militer, sehingga berdampak terhadap performa perekonomiannya. Dampaknya Rusia mengalami krisis ekonomi, sehingga menimbulkan protes dari sebagian masyarakat, termasuk melakukan emigrasi dari negeri tersebut, terutama setelah kebijakan mobilisasi militer terbatas. Akan tetapi situasi politik domestik Rusia cenderung stabil setelah dua gelombang sanksi internasional tersebut. Dengan menggunakan metode kualitatif, tugas akhir ini mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi stabilitas politik Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin setelah dijatuhkannya sanksi dunia internasional pasca aneksasi Krimea dan invasi Ukraina pada tahun 2014 dan 2022.

Sanctions from the international community can threaten the political stability of a country and have a negative impact on the legitimacy of a government regime. Threats to regime stability have also occurred in Russia, particularly after the annexation of Crimea and the invasion of Ukraine in 2014 and 2022. These two invasions caused the international community to impose sanctions on Russia, targeting sectors such as energy, banking, and the military technology industry, thus affecting its economic performance. As a result, Russia experienced an economic crisis, leading to protests from some citizens, including emigration from the country, especially after the policy of partial military mobilization. However, Russia's domestic political situation tends to stabilize after the two waves of international sanctions. By using qualitative methods, this final project identifies the factors that influenced Russia's political stability under the leadership of President Vladimir Putin after the imposition of international sanctions following the annexation of Crimea and the invasion of Ukraine in 2014 and 2022."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta Nathania
"Skripsi ini mengangkat fenomena pergeseran kebijakan energi Jerman setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 di bawah kepemimpinan Kanselir Olaf Scholz. Dengan memanfaatkan Teori Permainan Dua Tingkat (Two-Level Game Theory) karya Robert Putnam, penelitian ini mengkaji interaksi antara negosiasi internasional, khususnya sanksi pembatasan harga minyak, dan negosiasi domestik yang berfokus pada percepatan transisi energi. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa bahwa win set yang tumpang tindih dalam perundingan internasional dan domestik memungkinkan keberhasilan kesepakatan dan ratifikasi sanksi pembatasan harga minyak. Peristiwa ini menandakan perubahan penting dalam kebijakan energi Jerman, menyoroti langkah menuju pengurangan ketergantungan pada energi Rusia dan mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan.

This thesis investigates the shift in Germany's energy policy following the Russian invasion of Ukraine in 2022 under Chancellor Olaf Scholz. Utilizing Robert Putnam's Two-Level Game Theory, the study examines the interplay between international negotiations, specifically the oil price cap sanction, and domestic negotiations focusing on accelerating the energy transition. The analysis concludes that the overlapping win sets of international and domestic negotiations enabled the successful agreement and ratification of the oil price cap sanction. This event signifies a pivotal change in Germany's energy policy, highlighting a move towards reducing dependency on Russian energy and hastening the transition to renewable energy sources."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gede Satya Wicaksana Abyuda
"Sektor energi memiliki peran penting dalam perekonomian global, namun sektor ini juga rentan terhadap krisis ekonomi, pandemi, dan konflik geopolitik yang dapat memicu volatilitas harga saham. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perilaku herding investor selama dua krisis utama, yaitu pandemi COVID-19 dan invasi Rusia terhadap Ukraina, pada saham sektor energi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2018–2022, dengan fokus pada identifikasi indikasi perilaku herding pada return saham sektor energi selama kedua periode krisis tersebut. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan menganalisis data time series harian, dan sampel penelitian terdiri dari 57 saham yang dipilih melalui metode purposive sampling berdasarkan kriteria relevan. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan perilaku herding selama kedua periode krisis serta mengevaluasi dampak fluktuasi harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) terhadap perilaku herding di sektor energi. Hasil penelitian menunjukkan adanya indikasi perilaku herding di perusahaan sektor energi selama periode 2018–2022, namun tidak ditemukan bukti yang cukup kuat bahwa perilaku herding terjadi selama periode krisis COVID-19 dan invasi Rusia terhadap Ukraina, sementara fluktuasi harga minyak mentah WTI tidak terbukti secara signifikan memicu perilaku herding di sektor energi. Temuan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi regulator dan akademisi dalam merancang kebijakan yang lebih efektif untuk mengelola perilaku pasar selama periode ketidakpastian global serta mendorong penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi faktor-faktor lain yang memengaruhi perilaku herding di sektor-sektor lain.

The energy sector plays a vital role in the global economy but is also vulnerable to economic crises, pandemics, and geopolitical conflicts that can trigger stock price volatility. This study aims to explore investor herding behavior during two major crises, namely the COVID-19 pandemic and Russia’s invasion of Ukraine, on energy sector stocks listed on the Indonesia Stock Exchange during the 2018–2022 period. The objective is to identify indications of herding behavior in energy sector stock returns during these crisis periods. A quantitative approach is employed, analyzing daily time series data. The sample consists of 57 stocks selected through purposive sampling based on relevant criteria. Hypothesis testing is performed to identify differences in herding behavior during the two crisis periods and to evaluate the impact of fluctuations in the price of West Texas Intermediate (WTI) crude oil on herding behavior in the energy sector. The results indicate the presence of herding behavior in energy sector companies during the 2018–2022 period, but there is no strong evidence that herding behavior occurred during the COVID-19 crisis or the Russia-Ukraine invasion. Meanwhile, fluctuations in the WTI crude oil price were not found to significantly trigger herding behavior in the energy sector. These findings are expected to serve as a reference for regulators and academics in designing more effective policies to manage market behavior during global uncertainty periods and to encourage further research into other factors influencing herding behavior in other sectors."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yaldi Ilham Sanubari
"Penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis respon Rusia dalam pembongkaran monumen-monumen Rusia yang dilakukan Ukraina melalui pemberitaan media yang didanai oleh Rusia yaitu Russia Today (RT) yang dianalisis dengan model framing. Selama terjadinya invasi yang dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina, media menghasilkan banyak berita dengan beragam kasus mengenai Invasi Rusia ke Ukraina. Pembongkaran empat tokoh monumen Rusia dapat diasumsikan sebagai bentuk Russophobia yang dilakukan oleh otoritas Ukraina di beberapa kota, yaitu Dnepr, Kyiv, Kharkiv, Odesa, dan Zhitomir. Penelitian ini menggunakan analisis framing Semetko & Valkenburg (2000) didukung dengan lima bentuk frame yang telah diidentifikasi dari penelitian sebelumnya yaitu frame konflik, frame human interest, frame konsekuensi ekonomi, frame moralitas, dan frame tanggung jawab. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah unit-unit berita milik Russia Today (RT) periode 16 Agustus—29 Desember 2022 berbasis bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan Russia Today (RT) secara aktif menggunakan empat frame untuk mendukung pemerintah Rusia dalam mendiskreditkan pemerintah Ukraina dalam menghilangkan simbol-simbol budaya dengan melakukan pembongkaran monumen milik Rusia.

This study identifies and analyzes Russia's response to the dismantling Russian monuments by Ukraine through media coverage funded by Russia, namely Russia Today (RT), which is analyzed using the framing model. During the Russian invasion of Ukraine, the media produced much news with various cases regarding the Russian invasion of Ukraine. The demolition of four Russian monument figures is assumed to be a form of Russophobia by the Ukrainian authorities in several cities, namely Dnepr, Kyiv, Kharkiv, Odesa, and Zhytomyr. This study uses Semetko & Valkenburg (2000) framing analysis supported by five forms of frames identified from previous research: conflict, human interest, economic consequence, morality, and responsibility. The data used in this study are from English-based news units owned by Russia Today (RT) for the period August 16—December 29, 2022. The study results show that Russia Today (RT) actively uses four frames to support the Russian Government in discrediting the Ukrainian Government in eliminating cultural symbols by dismantling Russian monuments."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Josefine Nasya
"Medium penyebarluasan ideologi dan propaganda terkhusus dalam konflik Rusia-Ukraina tahun 2022 mayoritas bersumber dari media sosial. Selama konflik berlangsung, sebuah platform media sosial terkemuka di Rusia, Telegram, telah berperan penting dalam pendistribusian informasi yang faktual maupun non-faktual. Penelitian ini bertujuan untuk membahas konsep dan strategi proyek pemeriksa fakta, yang diusung administrator Telegram non-politik Rusia, berupa Telegram dengan nama Война с фейками dengan misi menangkal berita palsu yang dilanjut dengan paparan data faktual. Analisa juga mengkaji kritik penilaian terhadap saluran Telegram sebagai bentuk pembelaan Rusia terhadap perlawanan atas disinformasi narasi yang marak terjadi semasa konflik Rusia dan Ukraina di Bucha tahun 2022 berlangsung. Peneliti menggunakan kerangka teori Analisis Framing oleh Robert N. Entman (1993) dan metode pengumpulan data melalui Internet Searching berdasarkan referensi, artikel berita, hingga perundang-undangan yang relevan dengan objek penelitian. Data membuktikan, saluran Telegram Война с фейками telah berhasil menginvestigasi lebih dari 3000 berita palsu di wilayah Ukraina dan wilayah Bucha selama tahun 2022. Lebih lanjut, konsep dan strategi yang diterapkan oleh Telegram Война с фейками membuktikan efektivitasnya sebagai instrumen dalam mengcounter disinformasi yang disebarkan oleh media-media propaganda Ukraina terkait pembantaian di Bucha pada April 2022, yang ditujukan kepada Rusia.
The medium for disseminating ideology and propaganda, particularly during the Russia-Ukraine conflict in 2022, primarily stems from social media. Throughout the conflict, a prominent Russian social media platform, Telegram, has played a crucial role in distributing both factual and non-factual information. This study aims to discuss the concepts and strategies of a fact-checking project initiated by a non-political Russian Telegram administrator, named Война с фейками, with a mission to counter fake news followed by the presentation of factual data. The analysis also examines the criticism and assessment of the Telegram channel as a form of Russia's defense against the widespread disinformation narratives during the Russia-Ukraine conflict in Bucha in 2022. The researcher employs the Framing Analysis theory by Robert N. Entman (1993) and the data collection method through Internet Searching based on references, news articles, and relevant legislation to the research subject. The data shows that the Telegram channel Война с фейками has successfully investigated more than 3,000 fake news items in Ukraine and the Bucha area during 2022. Furthermore, the concepts and strategies implemented by Telegram Война с фейками demonstrate its effectiveness as an instrument in countering disinformation spread by Ukrainian propaganda media regarding the Bucha massacre in April 2022, which was directed at Russia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Astuti Suryaningsih
"Media visual, khususnya grafiti memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat Rusia pada saat terjadinya konflik antara Rusia-Ukraina tahun 2022. Grafiti merupakan suatu fenomena budaya yang biasanya digunakan untuk mengekspresikan diri melalui tagging dan spraying. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk mengkaji beberapa grafiti yang merepresentasikan antiperang serta mengetahui kegunaan grafiti sebagai alat komunikasi untuk menyuarakan kritik terhadap konflik di Moskow. Sumber data penelitian diambil dari portal berita Meduza.io dengan jumlah 9 gambar grafiti di Moskow dari total 41 gambar grafiti, selebaran, spanduk, dan mural yang tersebar di beberapa kota Rusia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori Analisis Wacana Kritis. Data penelitian dikumpulkan melalui dokumentasi grafiti dibuat oleh masyarakat Rusia yang tidak setuju dengan kebijakan pemerintah pada laman Meduza.io. Penelitian ini menunjukkan bahwa grafiti digunakan sebagai media alternatif untuk menyuarakan pendapat karena mudah dibuat, anonim, dan dapat disebarkan dengan cepat. Grafiti tersebut menggunakan bahasa yang lugas dan sederhana, serta kombinasi tulisan yang mencolok untuk menarik perhatian publik. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa grafiti merupakan bentuk perlawanan masyarakat secara spontan terhadap sensor dan kontrol pemerintah di Rusia.
Visual media, especially graffiti, played an important role in Russian society during the Russia-Ukraine conflict in 2022. Graffiti is a cultural phenomenon that is usually used for self-expression through tagging and spraying. Therefore, this study aims to analyze several graffiti that represent anti-war sentiment and to understand the use of graffiti as a communication tool to voice criticism against the conflict in Moscow. The research data source was obtained from the news portal Meduza.io, with a total of 9 graffiti images in Moscow from a total of 41 graffiti images, flyers, banners, and murals spread across several Russian cities. This study employed a qualitative method with a Critical Discourse Analysis theoretical approach. Research data was collected through documentation of graffiti created by anti-government Russian citizens on the Meduza.io website. This study shows that graffiti is used as an alternative media to express opinions because it is easy to make, anonymous, and can be spread quickly. The graffiti employs straightforward language, as well as eye-catching lettering combinations, to attract public attention. This study also demonstrates that graffiti is a form of spontaneous public resistance to government censorship and control in Russia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Resna Anggria Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kepentingan Rusia dalam intervensi militer yang dilakukan pada konflik Ukraina tahun 2013? 2015. Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan melalui analisis dokumen. Hasil analisis yang dilakukan sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan sebelumnya, yakni adanya kepentingan Rusia di Ukraina yang terkait dengan strategi compellence dan kegagalan sanksi ekonomi yang diberikan Uni Eropa karena sanksi yang dianggap tidak kredibel serta tidak memiliki dampak yang signifikan bagi Rusia. Penelitian ini menggunakan dua teori, yaitu teori yang dikemukakan Robert Art mengenai penggunaan kekuatan militer dan teori yang dikemukakan Hovy, Huseby, dan Sprintz mengenai sanksi ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kepentingan tersebut terkait dengan strategi compellence yang dilakukan Rusia untuk mengubah tindakan Ukraina yang dianggap sebagai ancaman, yakni orientasi pemerintahan yang semakin pro-Barat. Selain itu, kepentingan tersebut juga terkait dengan kepentingan keamanan Rusia yang lebih menjadi prioritas dibandingkan kepentingan ekonomi. Hal tersebut menyebabkan sanksi ekonomi yang diberikan Uni Eropa tidak mampu menghentikan intervensi yang dilakukan Rusia. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa hipotesis penulis teruji secara empiris.

This study was carried out to obtain the description of Russian interests in military intervention conducted in the Ukraine conflict in 2013 to 2015. The qualitative data were collected by conducting document analysis. The result of the analysis showed that it was in accordance with the hypothesis. This study used two theories. First, this study used the theory of the use of force by Robert Art. Second, this study used the theory of economic sanction by Hovy, Huseby, and Sprintz.
Based on the result of this study, Russian interests in Ukraine conflict could be related to compellence strategy conducted by Russia to change Ukraine's behavior that could be seen as a threat, that is its more pro-Western government orientation. Beside that, those interests could be related to Russian security interests that became their major priority compared to its economy interests. It made the European Union economic sanctions towards Russia could not stop the intervention. The result of this study showed that the hypothesis was tested empirically.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>