Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153710 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dharma Kalsuma
"Perumahan merupakan hak asasi manusia dan diamanatkan oleh konstitusi. Kontradiktifnya, perumahan masih jauh dari kata layak karena adanya bencana yang sering terjadi. Pendekatan dalam menentukan lokasi perumahan  seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sistem Kemampuan Lahan (SKL) secara khusus belum mengarus utamakan perubahan iklim ke dalam perhitungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh risiko bencana dan iklim apabila dimasukan ke dalam perhitungan kesesuaian lahan perumahan. Kota Depok dipilih sebagai studi kasus agar dapat melihat contoh penerapannya dan sekaligus mengetahui tingkat kesesuaian lahan perumahan  perkotaan terhadap risiko bencana dan risiko iklim, serta bagaimana arah perkembangan lahan perumahan  kedepan. Dalam penelitian ini, empat aspek utama dipertimbangkan, yaitu aspek permukaan tanah, bawah tanah, risiko bencana, dan risiko iklim. Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran (mix-method) dengan metode yang bertahap, yaitu analisis kuantitatif dan deskriptif kualitatif dengan menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) untuk menentukan bobot kriteria dan sub kriteria, kemudian analisis spasial digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan dan arah pengembangan perumahan  di masa depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko bencana memiliki pengaruh terbesar, diikuti oleh aspek permukaan tanah, aspek bawah tanah, dan risiko iklim. Tingkat kesesuaian lahan perumahan di Kota Depok dengan mempertimbangkan risiko bencana dan risiko iklim menunjukkan bahwa 35,60% wilayah masuk dalam kategori sesuai (S1), 52,50% dalam kategori cukup sesuai (S2), dan 11,90% dalam kategori kurang sesuai (S3). Analisis menunjukkan bahwa risiko bencana dan iklim mempengaruhi kesesuaian lahan perumahan perkotaan. Pada kategori S1 terdapat pengurangan luas wilayah sebesar 28,32%, sementara pada kategori S2 mengalami penambahan area sebesar 18,01%, serta pada kategori S3 mengalami penambahan paling signifikan sebesar 10,31%. Pengembangan perumahan  direkomendasikan ke arah barat dan timur Kota Depok. Pengembangan di pusat kota tidak disarankan karena tingkat kesesuaian yang rendah. Pengembangan ke arah barat dan timur dipilih karena memiliki tingkat kesesuaian yang lebih baik dan lebih aman dari risiko bencana dan iklim.

The constitution mandates housing as one of human rights. Contradictively, housings are still far from feasible due to frequent disasters. In particular, approaches to determining the location of housings, such as the Indonesian National Standard (SNI) and the Land Capability System (SKL), have yet to mainstream climate change into their calculations. This study examines the effect of disaster risk and climate when included in calculating housing land suitability. Depok City was chosen as a case study in order to be able to see examples of its application and to find out the suitability of urban housing land for disaster risk and climate risk, as well as the direction of residential land development in the future. This research considers four main aspects: surface, subterranean, disaster risk, and climate risk. This study uses a mixed methods approach with a stepwise method, namely quantitative and descriptive qualitative analysis using the Analytic Hierarchy Process (AHP) to determine the weight of the criteria and sub-criteria, then spatial analysis is used to evaluate the level of land suitability and the direction of housing development in the future. The study results show that disaster risk has the most significant influence, followed by surface, subterranean, and climate risks. The suitability level of residential land in Depok City, taking into account disaster risk and climate risk shows that 35.60% of the area is in the appropriate category (S1), 52.50% is in the moderately suitable category (S2), and 11.90% is in the less suitable category. (S3). The analysis shows that disaster risk and climate affect land suitability for urban housings. In the S1 category, there was a reduction in area of 28.32%, while in the S2 category, there was an area increase of 18.01%, and in the S3 category, the most significant addition was 10.31%. This study recommends developing housings to the west and east of Depok City. The development around the city center is discouraged due to low conformity rates. Development towards the west and east is more recommended because they have better suitability and are safer from disaster and climate risks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nugroho Firdaus Amar
"Rumah yang menjadi kebutuhan dasar manusia masih menjadi barang yang tersier bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tingginya angka backlog perumahan mendukung pernyataan tersebut. Hal ini belum diperparah oleh harga rumah yang terus melambung hingga angka keterjangkauan rumah semakin menjauhi tidak hanya masyarakat berpenghasilan rendah tapi juga masyarakat kelas menengah. Pemerintah Joko Widodo mengeluarkan program sejuta (satu juta) rumah dan kebijakan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, untuk menciptakan kolaborasi antara pemerintah, badan usaha dan masyarakat. Sayangnya program tersebut tidak pernah sesuai target, diduga terjadi masalah dalam sistem kerjasama atau kolaborasi yang dipraktekan pada program ini. Permasalahan tersebut bahkan menyentuh Perumnas selaku badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerjasama yang terjadi pada program satu juta rumah, khususnya pada sentra timur selaku produk Perumnas dalam program tersebut. Menggunakan teori collaborative governance dan metode post positivist, serta mengumpulkan data dengan melakukan wawancara dan analisis dokumen-dokumen negara, penelitian ini menemukan hasil bahwa kerjasama yang ada pada program satu juta rumah tidak kolaboratif, dimana tidak terpenuhinya unsur inklusifitas, dan unsur proses transparansi.

House which is a basic human needs is still a tertiary goods for some peoplein Indonesia. The high number of backlog in housing industry supports the statement from before. That problem has not been exacerbated by house prices that continue to soar high, made it unaffordable not only to low-income communities but also middle-class society. The Government of Joko Widodo issued a million (one million) home program and Public Private Partnership policy, to create collaboration between government, privates and the community. Unfortunately the program never reach it targets, it is suspected that there is a problem in the system of cooperation or collaboration practiced in this program. The problem even touches Perumnas as a government owned enterprise. Therefore, this study aims to analyze the cooperation that occurred in the program of one million homes, especially in ‘sentra timur’ as Perumnas products in the program. Using the theory of collaborative governance and post-positivist methods, as well as collecting data by conducting interviews and analysis of state documents, this study found out that the existing cooperation on the one million home program is not collaborative, where non-fulfillment happened in the elements of inclusiveness and elements of the transparency process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Euis Arina
"Merebaknya kasus perumahan pada dasarnya diawali dengan ketidaksesuaian
antara apa yang diperjanjikan dengan yang tersurat dalam perjanjian jual beli yang
ditandatangai oleh konsumen. Fakta-fakta yang ada semakin membuka mata bahwa
Konsumen berada pada posisi yang lemah serta perlindungan hukum terhadapnya
belum terjamin sebagaimana yang diharapkan. Faktor utama yang menjadi kelemahan
Konsumen adalah tingkat kesadaran Konsumenakanhaknya masih rendah. Hal ini
terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan Konsumen, sehingga dalam
pelaksanannya, pengembang selalu menjadi pihak yang kuat dan Konsumen sebagai
pihak yang lemah. Pada umumnya Konsumen tidak memahami isi perjanjian bahkan
langsung menandatangani perjanjian, sebelum memastikan apakah pengembang atau
agen pemasarannya itu sudah mencantumkan secara tertulis janji-janji yang sudah
disepakati atau belum dalam perjanjian tersebut, sehingga bias melindungi Konsumen
secara hukum. Demikian juga dalam pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli
antara Developer dengan Konsumen, pengembang secara seragam memberlakukan
Perjanjian Baku (Standart Contract) dalam setiap Perjanjian Pengikatan Jual Beli
rumah, dimana seluruh isi dari Perjanjian Pengikatan Jual-Beli tersebut ditentukan
secara sepihak oleh pengembang yang posisinya lebih kuat disbanding Konsumen.
Penggunaan Perjanjian Baku (Standart Contract) tersebut banyak menimbulkan
kerugian bagi Konsumen pembeli rumah karena ternyata pengaturan hak dan
kewajiban dalam Perjanjian Baku tersebut tidak seimbang dan cenderung
menguntungkan pengembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan
perjanjian pengadaan perumahan antara Developer, Bank dan Konsumen dan
mengetahui upaya perlindungan hokum bagi Konsumen dalam memahami isi
perjanjian serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank apabila ada para pihak yang
tidak memenuhi isi perjanjian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, Kendala yang
dialami oleh Bank akibat macetnya pembayaran yang dilakukan oleh Konsumen
adalah ketidakfahaman Konsumen akan isi perjanjian, dimana mereka menuntut
sesuatu janji dari Developer yang tidak dituangkan dalam perjanjian tersebut sehingga
hal ini yang mengakibatkan lemahnya Konsumen untuk menuntut secara hukum.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian bersifat deskriptif. Deskriptif
dimaksudkan disini untuk memberikan gambaran data tentang pelaksanaan perjanjian
Developer, Konsumen dan Bank serta implikasinya bagi Bank sebagai penyedia dana,
secara khusus dalam pelaksanaannya di Bank BTN cabang Bandung Timur.
Pendekatan yang digunakana dalah bersifat Yuridis Normatif yang mengutamakan
tinjauan dari segi peraturan hukum yang berlaku serta data maupun dokumendokumen
yang mempunyai kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum Konsumen dalam Kepemilikan Perumahan.

The incidence of housing problems basically begins with the discrepancy
between what was agreed and written in the contract of sale which signed by the
consumer. The existing facts will open our eyes that the customers’ position is in a
weak side, so legal protection against not guaranteed as expected. The main factor is, consumer awareness of right levels is too weak. This is mainly due to lower consumer education, so that on the implementation, the customers is always put as a weak group compared to the developer. In general, the consumers has signed the agreement without knowing the contents, before ensuring whether the developer or marketing agent has put in writing the promises that have been agreed or not in the agreement, so that consumers can legally protect. Similarly, in the execution of binding agreements between the developer and the consumer,the developers uniformly
execute contract standard in every binding trading agreement of houses, which all of
the content of the binding trading agreement was determined unilaterally by the
developer that has stronger position then the consumer. The using that standard
contract bring a lot of loss to the house consumer because actually the arrangement of
rights and obligations in standard contract is not equal and tend to exceptionally
beneficial the developer. The purposes of this research are to investigate the
undertaking of an agreement in housing project, between developer, customer, and
Bank and to determine the effort on legal protection for consumer in understanding
the content of the agreement and also to examine the problems faced by Bank BTN,
Bandung Timurbranch in undertaking agreement of housing project, and to recognize
the ways how to overcome the problems if there is one side that does not meet the
contents of the agreement. Based on the research results, the losses suffered by the
bank due to lack of consumer’s understanding into contents of the agreement, where
they demanded a promise from the developer, which is not contained in an agreement
letter, which lead to consumer weakness on legally demand.This research was
conducted with the descriptive research method, Here is intended to provide a
descriptive overview of the data on the implementation of the agreement among
developer, consumers and its implications for Bank BTN as a fund provider
particularly on the implementation at Bank BTN in East Bandung branch in terms of
applicable legislation as well as the data and documents which is concerned with the
problems in this research. The approach used was juridical-normative which
emphasized the use of the prevailing laws and regulations as well as data and
documents that were related to this research to form a point of view.
Keywords: Law of Consumer Protection in Real Estate Ownership.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Arini Larasati
"Maraknya pembangunan perumahan dan rumah susun beberapa tahun terakhir ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat salah satunya dalam hal menarik perhatian dari calon pembeli atau konsumen. Dampaknya ialah banyak pelaku usaha yang melakukan berbagai macam cara untuk memudahkan mereka melakukan penjualan rumah susun secara cepat. Salah satu strategi yang digunakan oleh pelaku usaha ialah melakukan pemasaran rumah susun dengan sistem Pre Project Selling, yakni penjualan yang dilakukan sebelum proyek pembangunan properti dimulai. Pelaksanaan Pre Project Selling diatur dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun serta peraturan-peraturan pelaksana lainnya. Walaupun sudah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, dalam praktiknya masih ditemukan banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha selaku pengembang yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, salah satunya terjadi pada praktik pembangunan rumah susun hunian Meikarta Cikarang, Bekasi yang dilakukan oleh PT Mahkota Sentosa Utama. Dalam Penulisan ini membahas mengenai penerapan konsep pembangunan rumah susun dengan sistem pemasaran pre project selling dengan melakukan perbandingan praktik pembangunan rumah susun di Singapura dengan sistem Build Under Construction, selain itu dalam penulisan ini akan dibahas perlindungan hukum yang disediakan oleh Pemerintah untuk melindungi konsumen dalam transaksi jual beli rumah susun dengan sistem pemasaran Pre Project Selling.

The rise of residential and flat development for the last couple of years, has created a very tight competition on, among other, how to attract the attention of potential buyers or consumers. The impact of it made many developers undertook various methods to be able to rapidly facilitate the sale of their flats. One of the strategies that’s being used by the developers would be, marketing their flats using Pre Project Selling system, which is, sales that is made before the property development project begins. The implementation of the Pre Project Selling system is regulated in Act Number 20/2011 concerning about flats, and other of its implementing regulations. Although it has been clearly stipulated through regulations, in practice, there are still many violations committed by developers that cause harm to consumers, one of it occurred in the Meikarta residential flats constructions, located in Cikarang, Bekasi, conducted by PT Mahkota Sentosa Utama. This thesis discuss about the applications of flats development concept using pre project selling marketing system, by comparing it to Build Under Construction system which applied in Singapore. In addition, this thesis will also discuss about the legal protections provided by the Government, to protect consumers in flats sales and purchase transactions using Pre Project Selling marketing system."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Tri Baskoro
"Penelitian ini membahas mengenai penerapan manajemen risiko pada proyek konstruksi rumah tinggal di PT X. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan instrumen wawancara dan analisis dokumen. PT X yang merupakan perusahaan jasa konstruksi sering mengalami kerugian karena keterlambatan dan pembengkakan biaya pada proyek konstruksi rumah tinggal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya selama proyek konstruksi rumah tinggal dan penerapan manajemen risiko pada proyek konstruksi rumah tinggal di PT X. Hasil dari penelitian ini berupa risk register yang berisikan hasil identifikasi risiko, analisis risiko, dan rekomendasi penanganan risiko terkait faktor penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya pada proyek konstruksi rumah tinggal di PT X.

This study discusses the implementation of risk management in residential construction projects at PT X. This research uses a qualitative approach with a case study method. The data collection method in this study used interview instruments and document analysis. PT X, which is a construction service company, often experiences losses due to time and cost overruns during construction projects. This study aims to determine the factors that cause time and cost overruns during residential construction project and the implementation of risk management in residential construction projects at PT X. The results of this study are in the form of a risk register containing the results of risk identification, risk analysis, and recommendations for risk responses related to factors causing time and cost overruns in residential construction projects at PT X."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Dewi
"Perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary selalu berhubungan dengan risiko. Sehingga dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank harus dapat mengelola risikonya dengan baik. Selain itu, bisnis perbankan yang mengalami perkembangan pesat, juga membuat risiko kegiatan usaha perbankan menjadi semakin kompleks. Oleh karena itu bank dituntut untuk menerapkan manajemen risiko agar memiliki keunggulan kompetitif dalam persaingan bisnis perbankan. Basel Committee on Banking Supervision pada bulan Januari 1996 mengeluarkan Amendment terhadap Basel Capital Accord (BCA) 1988, perbankan diharapkan untuk memasukkan unsur risiko pasar dalam perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR). Bank Indonesia (BI) sebagai regulator perbankan di Indonesia mewajibkan perbankan untuk menerapkan manajemen risiko di bank masing-masing sesuai peraturan yang dikeluarkan oleh Basel Committee on Banking Supervision tersebut.
Salah satu risiko yang dihadapi perbankan adalah risiko pasar. Risiko pasar adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variable pasar (adverse movement) dari portfolio yang dimiliki oleh bank yang dapat merugikan bank itu sendiri. Risiko pasar yang dibahas dalam karya akhir ini adalah risiko nilai tukar pada portfolio Bank XYZ yang terdiri dari tiga mata uang. Dalam BCA 1996 disebutkan baln-va pengukuran risiko dapat dilakukan dengan standardized approach maupun internal model. Basel mensyaratkan penggunaan Value at Risk (VaR) untuk melakukan penghitungan risiko karena VaR adalah tool yang efektif untuk menggambarkan dan mengkomunikasikan risiko. VaR mengukur maksimum potensi kerugian pada portfolio instrumen keuangan yang diyakini akan terjadi dimasa mendatang dengan tingkat kepercayaan tertentu dan pada holding period tertentu.
Pengukuran risiko nilai tukar dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitan ini adalah variance covariance. Sedangkan metode yang dipakai untuk mengbitung volatilitas return mata uang asing adalah deviasi standar normal dan Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Aset yang dipilih adalab tiga jenis mata uang asing pada portfolio Bank XYZ, yaitu Dolar Amerika (USD), Euro (EUR) dan Dolar Singapura (SGD) pada periode 2 Desember 2002 sampai dengan 27 Februari 2004 atau sebanyak 298 titik. Pemiliban atas tiga mata uang tersebut dikarenakan USD, EUR dan SGD merupakan tiga aset terbesar didalam portfolio mata uang asing Bank XYZ.
Untuk melakukan perhitungan VaR perlu dilakukan pengujian data terlebih dahulu, yang meliputi uji stasioneritas dengan ADF Test, uji normalitas dan uji volatilitas data (white heteroscedastic lest). Berdasarkan basil pengujian data diketahui bahwa data return USD dan SGD memiliki volatilitas homoscedaslic, sehingga perbitungan volatilitasnya menggunakan deviasi standar normal. Sedangkan data return EUR yang memiliki volatilitas heteroscedastic. perbitungan volatilitasnya menggunakan GARCH. Setelab didapat basil volatilitas untuk ketiga mata uang tersebut, kemudian dilakukan perhitungan VaR untuk masing-masing mata uang dan portfolio dengan menggunakan confidence level 95% dan holding period I hari.
Dari basil perhitungan VaR. diketahui potensi kerugian maksimum yang dihadapi Bank XYZ pada tanggal 27 Februari 2004 akibat memegang posisi mata uang USD adalah sebesar Rp3.582.910.169; akibat memegang posisi mata uang EUR adalah sebesar Rp19.193.059 dan akibat memegang posisi SGD adalah sebesar Rp2.118.359.962. Sedangkan potensi kerugian maksimum yang dihadapi Bank XYZ pada tanggal 27 Februari 2004 pada portfolio yang terdiri dari USD, EUR dan SGD adalah sebesar Rp5.720.463.191 dengan menggunakan metode undiversified VaR. Sedangkan potensi kerugian maksimum pada portfolionya dengan menggunakan metode diverstfied VaR adalah sebesar Rp5.417.153.223.
Uji validasi model perlu dilakukan untuk mengetahui apakah model volatilitas untuk masing-masing mata uang tersebut valid. Uji validasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan Kupiec Test berdasarkan Total Number of Failures (TNoF) maupun Time Until First Failure (TUFF). Dari hasil uji validasi dapat disimpulkan bahwa model volatilitas untuk mata uang USD, EUR dan SGD adalah valid, karena nilai likelihood ratio (LR) yang lebih kecil dari 3,841. Sehingga, nilai VaR yang dihasilkan dapat rnenangkap pergerakan actual loos yang ada dan nilai akumulasi penyimpangan (overshooting) yang terjadi masih berada didalam batas toleransi sehingga dapat memberikan hasil yang cukup akurat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Irawan
"Mengukur risiko yang mungkin terjadi pada suatu portofolio, diperlukan suatu nilai yang merupakan kuantifikasi dari risiko tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghitung risiko adalah metode Value at Risk. Value at Risk merupakan suatu nilai yang merupakan ringkasan atau nilai risiko kerugian yang mungkin terjadi pada suatu portfolio, pada saat tertentu, dengan jangka waktu / periode pengamatan (holding period) tertentu serta dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Dalam tulisan ini penulis mencoba untuk menghitung risiko pada asset kredit dengan menggunakan Metode Value at Risk, yaitu terhadap portfolio per jenis kredit pada bank. Terlebih dahulu akan dilakukan observasi terhadap nilai-nilai posisi outstanding dari asset kredit yang merupakan risk drivers. Dengan menggunakan nilai return kredit yang telah dinilai berdasarkan mark-to-market, maka hasil olah data akan mendapatkan deviasi standar yang merupakan penyebaran atau dispersi dari return kredit itu. Selanjutnya untuk mengukur sensitivitas terhadap gerakan pasar, maka perlu untuk membandingkan hasil perhitungan VaR yang telah dilakukan dengan kredit bermasalah bank tersebut.
Kredit bermasalah merupakan risiko yang tidak dapat di diversifikasi, karena perusahaan tidak mampu menghadapi gejolak pasar yang sangat berfluktuasi. Tapi kredit portfolio merupakan risiko yang dapat didiversifikasi oleh salah satunya seperti loan concentration."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi CORRY
"ABSTRAK
Karya akhir ini dilaksanakan dengan tujuan utama untuk mcngetahui bcsarnya risiko krcdit khususnya pada bisnis Mikro sektor usaha di Bank BRI. Perhitungan ini teramat sangat ,penting dilakukan mcngingat bahwa, pertama, Usaha Mikro adalah merupakan usaha yang paling banyak di Indonesia, namun para pengusaha mikro tidak mampu berhubungan dengan
bank Kedua, adanya anggapan bahwa sektor usaha mikro berisiko tinggi karena pengusaha mikro tidak bankable dan tidak mampu menyediakan agunan, Ketiga, Bank BRI adalah bank
umum yang paling banyak menyalurkan pembiayaan di sektor mikro dan komposisi kredit
mikro adalah 30 % dari sduruh kredit Bank BRL Keempat, Adanya ketentuan Basel tcntang
keharusan menghitung risiko kredit sebagai salah satu unsur dalam pcrhitungan CAR
Bank BRI telah memberikan pelilyanan Krcdit Mikro tanpa subsidi pemerintilh adalah
sejak tahun 1984, Kredit Mikro Scktor Usaha Bank BRT diberikan kcpada nasabah pcrorangan yang merupakan pengusaha mikro, dengan maksimum Rp, 50,000.000,-. Rata-rata pinjaman untuk setiap debitur sampai akhir tahun 2003 adalah Rp. 4,36 juta. Sampai saat ini Bank BRI telah memberikan pinjaman kepada 32.728.335 debitur. Jumlah debitur yang masih memiliki pinjaman adalah sebesar 3 juta nasabah dengan total outstanding kredit mencapai Rp. 13.273 miliar.
Berdasarkan ketentuan pada Basel II, dalam perhitungan risiko kredit dapat menggunakan beberapa pendekatan, antara lain dengan standardized dan internal model. Pada penelitian ini, akan dilakukan pcrhitungan dengan menggunakan internal model dengan pendekatan Credit Risk. Credit Risk* adalah model yang tepat untuk mengukur risiko kredit dengan jumlah pinjaman yang kecil dan nasabah yang sangat banyak. Model Credit Risk* adalah merupakan model unconditional sehingga tidak memerlukan tambahan data makro dan merupakan default model. Risiko Kredit yang dihitung adalah berupa potensi kerugian yang
dialami dari suatu portfolio kredit mikro sektor usaha. Credit Risk+ mengabaikan penyebab
dari terjadinya default.
Penerapan Credit Risk dilakukan untuk menghitung risiko kredit mikro Bank BRI dengan batasan sebagai berikut. Pertama, Kredit Mikro yang diteliti adalah hanya pada sector usaha dengan data selama 3 tahun, yaitu dari Januari 2001 sampai dengan Desember 2003. Kedua, Kriteria Default diasumsikan sama dengan kolektibilitas macet sesuai ketentuan Bank Indonesia, karena Bank BRI belum mempunyai credit scoring. Ketiga, Bank BRI tidak mempunyai data agunan, karena agunan pada kredit mikro hanya sebagai aspek psikologis.
Dalam Model Credit Risk * digunakan dua tahapan, yaitu pertama mencari Frecuency of Default dan Severity of Losses. Kedua Distribution ofDefault Losses. Setelah mendapatkan Loss Distribution, akan dapat diketahui besarnya potensi kerugian berupa expected losses dan
unexpected losses serta besamya economic capital untuk menutup kerugian yang terjadi.
Hasil simulasi perhitungan kredit mikro sektor usaha dengan menggunakan Credit Risk + dengan asumsi tingkat keyakinan 95 % dan probability of default dihitung dengan Poisson Model menunjukkan sebagai berikut.
Pertama, Perhitungan Probability of Default menunjukkan bahwa kredit mikro sector usaha yang memiliki kemungkinan untuk te1jadinya no default lebih besar dari kemungkinan terjadinya default pada tahun 2001 adalah kredit diatas Rp. 3 juta, pada tahun 2002 kredit diatas Rp. 5 juta dan pada tahun 2003 kredit diatas Rp. I 0 juta. Sedangkan untuk kredit diatas
Rp. 10 juta sampai dengan Rp. 20 juta, walaupun memiliki kemungkinan tetjadinya no default lebih besar dibandingkan dengan kemungkinan default, namun kemungkinan default tersebut adalah lebih besar dibandingkan kemungkinan default kredit dibawah Rp. 2 juta
Kedua, Besarnya potensi kerugian kredit mikro sektor usaha yang diperoleh dari perkalian probability of default dengan loss given default adalah sebesar Rp. 57.247.955.748, pada
tahun 2001, sebesar Rp. 158.886.611.142,- pada tahun 2002 dan menjadi sebesar Rp. 550.014.556.136,- pada tahun 2003. Potensi kerugian tersebut bila dibandingkan dengan outstanding kredit mikro sektor usaha adalah sebesar 1 ,08°/c, pad a tahun 2001, sebesar 2,86% pada tahun 2002 dan sebesar 7,69% pada tahun 2003.
Ketiga, Expected Loss sesuai perhitungan denganmodel Credit Risk dapat ditutup oleh cadangan yang dibentuk oleh bank, yaitu pada tahun 2001 sebesar Rp.l9.823.793.748,- jauh
lebih kecil dari pembentukan PPAP sebesar Rp. 134.613.934.416,-, tahun 2002 expected loss
sebesar Rp.52.793.866.260,- lebih kecil dari PPAP sebesar Rp. 187.314.166.50 I,-, tahun 2003 expected loss sebesar Rp 293.321.124.509,- sedikit lebih kecil dari PPAP sebesar Rp.300.371.973.033,-.
Keempat, Untuk menutup unexpected loss diambilkan dari modal. Dan besarnya economic capital yang harus disediakan meningkat setiap tahunnya, yaitu dari Rp. 37.424.162.038,- pada tahun 2001, menjadi Rp. 106.092.744.882,- pada tahun 2002 dan Rp. 256.693.431.672,- pada tahun 2003. Dengan mengetahui jumlah dan peningkatan Economic Capital dapat digunakan untuk melakukan analisa strategi untuk melakukan alokasi asset yang tepat dan paling menguntungkan.
Hasil backtesting pada tingkat keyakinan 95% tahun 2001 adalah kondisi aktual credit at risk atau jumlah kredit default pada kredit mikro sesuai dcngan prcdiksi. Namun pada tahun 2002, posisi aktual kredit sampai dengan Rp. 2 juta berada sedikit diatas prediksi, dan pada tahun 2003 posisi aktual yang melewati prediksi meningkat menjadi kredit sampai dengan Rp. 5 juta. Hal ini dapat terjadi karena antara lain, pertama adanya komposisi pertanian semakin besar hampir menyamai kredit untuk perdagangan. Sektor pertanian adalah sektor yang faktor kegagalannya sulit diprediksi karena faktor ekstern seperti kondisi alam dan Iingkungan sangat mempengaruhi. Kedua, adanya perubahan ketentuan kolektibilitas terhadap kredit
mikro menyebabkan jumlah default menjadi meningkat. Ketiga, Underestimated pada estimasi dibandingkan dengan kondisi aktual dapat tetjadi karena adanya volatility default
rates. Mean dapat berubah tergantung pada siklus bisnis. Namun mengingat sempitnya waktu
dan data yang ada maka dampak pengaruh siklus bisnis tidak diteliti.
Penerapan Credit Risk* pada perhitungan risiko kredit mikro sektor usaha Bank BRI menunjukkan bahwa kerugian yang dialami relatif rendah dan masih dapat ditutup oleh cadangan yang dibentuk dan economic capital. Penyediaan modal minimum yang digunakan
juga lebih rendah dibandingkan ketentuan Basel sebesar 8 %. Hal ini menunjukkan bahwa
kredit mikro sektor usaha adalah merupakan sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan karena risiko kredit rendah dan pasar masih terbuka luas.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Minjari Damayanti
"ABSTRAK
Beberapa peneliti telah melakukan kajian untuk mengetahui determinan manajemen risiko yang efektif dan hubungannya dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian Gordon, Loeb, Tseng 2009 menunjukkan bahwa efektivitas manajemen risiko dan hubungan manajemen risiko dengan kinerja perusahaan bergantung pada kecocokan yang tepat antara manajemen risiko korporasi ERM perusahaan dan variabel-variabel kontekstualnya. Selain itu, hasil penelitian Kaplan dan Mikes 2014 menunjukkan bahwa manajemen risiko yang efektif bergantung pada konteks dan kondisi perusahaan. Mereka juga mengindikasikan bahwa manajemen risiko akan paling efektif bila sesuai dengan karakter dasar dan kemampuan mengendalikan berbagai jenis risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada penelitian empiris yang menelaah signifikansi pengaruh tipe-tipe risiko terhadap hubungan antara keefektifan manajemen risiko dan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan dukungan terhadap teori kontingensi yang diajukan oleh Gordon et. Al. 2009 dan memberikan bukti empiris tentang pentingnya pengaruh tipe-tipe risiko pada hubungan antara keefektifan manajemen risiko, yang diukur dengan indeks dari Florio dan Leoni 2017 , dan kinerja perusahaan. Analisis logistik dan analisis residual digunakan untuk menganalisa signifikansi variabel kontekstual tipe-tipe risiko terhadap hubungan antara keefektifan manajemen risiko dan kinerja perusahaan pada sektor perbankan Eropa di periode 2013-2016. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan pemahaman bahwa faktor-faktor kontekstual, tipe-tipe risiko dan unsur-unsur di luar neraca, mempengaruhi hubungan antara keefektifan manajemen risiko dan kinerja perusahaan. Dengan pemahaman ini, diharapkan sektor perbankan dan pihak-pihak yang terkait dengan regulasi dapat lebih baik dalam mengelola risiko, yang disesuaikan dengan tipe-tipe risiko dan eksposure dari unsur-unsur di luar neraca untuk memperoleh kinerja perbankan yang lebih baik, sesuai dengan kerangka kerja COSO 2016 serta dapat memenuhi regulasi Basel III di tahun 2018.

ABSTRACT
Several attempts have been made to enlighten the determinants of effective risk management and its relations to the entities performance. Gordon, Loeb, Tseng 2009 show that risk management effectiveness and performance relation is dependent upon the proper match between a firm rsquo s enterprise risk management ERM and its contextual variables. Additionally, Kaplan and Mikes 2014 indicates that the effective risk management depends on the organization rsquo s context and circumstances. Further, they have indicated that risk management will be most effective when it matches the inherent nature and controllability of the different types of risk the organization faces. Nonetheless, there is no known empirical research that has focused on exploring the significance of risk types on the relationship between effective risk management and entities rsquo performance. Thus, this study aims to provide support to contingency theory proposed by Gordon et. al. 2009 and provide empirical evidence on the significance of risk types on the relationship between effective risk management using measurement by Florio and Leoni 2017 and entities rsquo performance. A logistic and residual analysis is used to assess the significance of contextual variable risk types on the ERM and performance relationship in European banking sectors for the period 2013 2016. The contribution of this study is to offer some important insights into the significance of risk coverage and off balance sheet exposure in incentivizing banks to better manage their risk by meeting the upcoming 2018 Basel III requirements that are in line with the new 2016 COSO framework "
2018
T49509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Widianto
"ABSTRAK
Krisis ekonomi yang berlanjut kepada krisis multi dimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 tidak hanya memberikan kesulitan, tetapi juga pelajaran yang berharga bagi banyak perusahaan di Indonesia. Tata kelola perusahaan yang baik dan tuntutan akan pentingnya manajemen risiko merupakan suatu keharusan yang mutlak akan keberlangsungan suatu perusahaan (going concern). Terkait dengan manajemen risiko tersebut, risiko perubahan nilai tukar merupakari 'trigger' dari krisis ekonomi dan banyak perusahaan yang tidak siap menghadapi hal tersebut. Ilmu Ekonomi yang menegaskan bahwa mekanisme pasar memang lebih banyak ditentukan oleh permintaan dan penawaran memang terbuktikan. Intervensi pemerintah untuk mengatur nilai tukar USD/IDR yang selama bertahun-tahun dilakukan pada akhimya memang seperti bom waktu yang tinggal menunggu saatnya saja. Intervensi untuk selalu menjaga nilai tukar dengan mendepresiasi nilai mpiah terhadap USD diterima oleh pemsahaan sebagai jaminan dan kepastian, sehingga lindung nilai terhadap nilai tukar pada saat itu lebih dipandang sebagai pengeluaran biaya yang tidak perlu.
Begitu pula bagi PT Astra International yang memiliki banyak pinjaman dalam mata uang asing, depresiasi rupiah otomatis akan meningkatkan kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjamannya. Meskipun sempat terseok-seok dan mengalami gagal bayar (default) namun perusahaan akhimya mampu untuk mencapai kesepakatan dengan para krediturnya untuk merestrukturisasi pinjamannya. Meskipun banyak aturan dan pembatasan-pembatasan akibat dari restrukturisasi tersebut, namun perusahaan akhimya mampu untuk bangkit dari keterpurukan, menata kembali bisnisnya, menerapkan good corporate governance dan manajemen risiko yang baik. Hasil nyata dari segala keseriusan tersebut adalah tercermin dari laba bersih perusahaan, dari mengalami kerugian Rp 1.8 triliun pada tahun 1998 hingga mencapai Iaba bersih sebesar Rp 4.4 triliun (yang merupakan laba tertinggi perusahaan).
Keberhasilan Astra keluar dari krisis ekonomi dan menjadi perusahaan yang sehat merupakan suatu yang menarik untuk dipelajari. Dengan beragam bisnis dari anak-anak perusahaan dan pinjaman yang besar dalam mata uang asing, pengelolaan risiko (risk management) yang baik merupakan hal yang sangat penting.
Pemikiran yang menganggap pengelolaan risiko melalui instrument-instrument lindung nilai hanya merupakan biaya dan spekulasi harus dirubah. Risiko memang suatu ketidakpastian, sehingga untuk mengurangi risiko tersebut memang dibutuhkan biaya. Meskipun tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan, tetapi pemilihan tingkat risiko yang dapat diterima sesuai dengan 'risk appetite' dan kemampuan perusahaan akan membatasi perusahaan dari kerugian yang lebih besar atau kebangkrutan.
Dengan risiko yang beragam dan keterbatasan pilihan produk-produk lindung nilai yang ada, Astra Intemational membuktikan mampu dengan baik mengelola risiko nilai tukar dan suku bunga. Bagaimana Astra dapat mengelola risiko nilai tukar dan suku bunga dengan baik selama tahun 2003 dan bagaimana jika perusahaan melakukannya dengan rnenggunakan teknik lindung nilai yang lain? . Tulisan ini memang merupakan analisa dari past performance data. Namun dari situ penulis mengharapkan dapat mengambil pelajaran dari bagaimana Astra mengelola risiko nilai tukar dan suku bunga selama tahun 2003 dan memberikan gambaran jika perusahaan melalukan dengan teknik Iindung nilai yang lain; sehingga dapat diambil benang merah tentang pengelolaan risiko yang baik dimasa depan.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>