Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Hana Aliyah
"Pengkajian resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, termasuk peracikan obat dan penyerahan disertai pemberian informasi. Tujuan pengkajian resep adalah untuk menganalisa adanya masalah terkait obat dan dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa ada kriteria khusus pasien. Pengkajian resep dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, dan puskesmas. Pada tugas khusus ini, pengkajian resep dilakukan untuk pasien dengan ulkus kornea di Apotek Roxy Sawangan. Ulkus kornea merupakan defek epitel kornea sampai stroma yang disertai dengan inflamasi. Ulkus kornea secara garis besar dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu infeksi dan non-infeksi. Beberapa gejala dari ulkus kornea bakteri yang dapat dialami pasien adalah mata nyeri, kemerahan, penurunan visus, fotofobia, lakrimasi dan sensasi benda asing. Terapi farmakologi untuk pasien ulkus kornea bakteri adalah antibiotik golongan fluorokuinolon atau kombinasi fortified antibiotic topical. Berdasarkan pengkajian resep Nyonya D di Apotek Roxy Sawangan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada medication error pada resep Nyonya D. Akan tetapi, terdapat ketidaksesuaian aspek administratif pada resep Nyonya D. Kemudian, berdasarkan aspek farmaseutik dan klinis yang telah dikaji dapat disimpulkan bahwa Nyonya D mengalami ulkus kornea yang disebabkan infeksi bakteri.

Prescription review is a series of activities consists of receiving, stock assessment, prescription review, preparing the medicine including compounding, dispensing, and providing information about the medicine to the patient. The purpose of prescription review is to analyse medication error and to be conducted for all prescription without any special criteria. Prescription review can be done in health care facilities such as hospital, drugstore, and public health center. On this report, prescription review was done for patient with corneal ulcer in Apotek Roxy Sawangan. Corneal ulcer is a defect in cornea epithelium until stroma with inflammation. In general, corneal ulcer classified based on its cause, with infection and non-infection. Some of the symptoms of bacterial corneal ulcers are eye pain, redness. Pharmacological therapy for patient with bacterial cornea ulcer is fluoroquinolone antibiotic or combination fortified antibiotic topical. Based on prescription review of Miss D in Apotek Roxy Sawangan, it can be concluded that there is no medication error in Miss D’s prescripition. However, there was discrepancy of administrative aspects in Miss D’s prescripition. Furthermore, based on pharmaceutical and clinical aspects of Miss D’s prescription, it can be concluded that Miss D has corneal ulcer caused by bacterial infection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pengkajian resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, termasuk peracikan obat dan penyerahan disertai pemberian informasi. Tujuan pengkajian resep adalah untuk menganalisa adanya masalah terkait obat dan dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa ada kriteria khusus pasien. Pengkajian resep dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, dan puskesmas. Pada tugas khusus ini, pengkajian resep dilakukan untuk pasien dengan ulkus kornea di Apotek Roxy Sawangan. Ulkus kornea merupakan defek epitel kornea sampai stroma yang disertai dengan inflamasi. Ulkus kornea secara garis besar dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu infeksi dan non-infeksi. Beberapa gejala dari ulkus kornea bakteri yang dapat dialami pasien adalah mata nyeri, kemerahan, penurunan visus, fotofobia, lakrimasi dan sensasi benda asing. Terapi farmakologi untuk pasien ulkus kornea bakteri adalah antibiotik golongan fluorokuinolon atau kombinasi fortified antibiotic topical. Berdasarkan pengkajian resep Nyonya D di Apotek Roxy Sawangan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada medication error pada resep Nyonya D. Akan tetapi, terdapat ketidaksesuaian aspek administratif pada resep Nyonya D. Kemudian, berdasarkan aspek farmaseutik dan klinis yang telah dikaji dapat disimpulkan bahwa Nyonya D mengalami ulkus kornea yang disebabkan infeksi bakteri.

Prescription review is a series of activities consists of receiving, stock assessment, prescription review, preparing the medicine including compounding, dispensing, and providing information about the medicine to the patient. The purpose of prescription review is to analyse medication error and to be conducted for all prescription without any special criteria. Prescription review can be done in health care facilities such as hospital, drugstore, and public health center. On this report, prescription review was done for patient with corneal ulcer in Apotek Roxy Sawangan. Corneal ulcer is a defect in cornea epithelium until stroma with inflammation. In general, corneal ulcer classified based on its cause, with infection and non-infection. Some of the symptoms of bacterial corneal ulcers are eye pain, redness. Pharmacological therapy for patient with bacterial cornea ulcer is fluoroquinolone antibiotic or combination fortified antibiotic topical. Based on prescription review of Miss D in Apotek Roxy Sawangan, it can be concluded that there is no medication error in Miss D’s prescripition. However, there was discrepancy of administrative aspects in Miss D’s prescripition. Furthermore, based on pharmaceutical and clinical aspects of Miss D’s prescription, it can be concluded that Miss D has corneal ulcer caused by bacterial infection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anissa Nadia Nurrahmah
"Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Kegiatan pengkajian resep dimulai dari persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis. Pengkajian klinis berupa ketepatan indikasi, dosis obat, waktu penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain, kontraindikasi dan interaksi obat). Pengkajian klinis pada resep obat betujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien untuk mendapatkan outcome terapi yang optimal serta mendukung pelaksanaan keamanan pada pasien.

A prescription is a written request from a doctor or dentist to a pharmacist, either in paper or electronic form to provide and deliver medicine to patients in accordance with applicable regulations. Prescription review activities start from administrative requirements, pharmaceutical requirements, and clinical requirements. Clinical assessment in the form of accuracy of indications, drug dosage, time of drug use, duplication and / or polypharmacy, unwanted drug reactions (allergies, drug side effects, other clinical manifestations, contraindications and drug interactions). Clinical assessment of drug prescriptions aims to improve the quality of service to patients to obtain optimal therapeutic outcomes and support the implementation of safety in patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silmi Fauziyah
"Penggunaan obat-obatan pada sebagian besar pasien dengan komplikasi penyakit, seringkali ditemukan pemberian obat dalam jenis dan jumlah yang banyak untuk sekali konsumsi. Hal ini menjadi salah satu tantangan terbesar dunia kesehatan secara global dengan meningkatnya jumlah pasien yang menerima lima macam obat atau lebih (polifarmasi). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap potensi efek samping yang mungkin terjadi pada pasien dengan resep polifarmasi. Penelitian ini menggunakan desain retrospektif. Hasil penelitian menyatakan resep dengan polifarmasi menimbulkan berbagai potensi efek samping yang mungkin terjadi. Selain itu, potensi interaksi antar obat pun semakin meningkat karena jumlah obat yang diresepkan banyak. Maka dari itu, penting bagi apoteker untuk mempunyai pengetahuan terkait efek samping dan interaksi obat untuk meningkatkan keselamatan dan efektivitas pengobatan pasien.                            

The use of drugs in many patients with complication of disease, it is often found that the administration of drugs should be in large quantities and types for one time consumption. It has become one of the biggest challenges globally with an increasing number of patients receiving five or more drugs (polypharmacy). This study aims to analyze the potential side effect that may occur in patients with polypharmacy prescirptions. This study using retrospective design. The result of study stated that prescriptions with polypharmacy caused various potential side effect that may occur. In addition, the potential drug for drug interaction being increased due to large number of drugs being prescribed. Therefore, it is important for pharmacist to have knowledge regarding side effects, drug interaction and educational capabilities to improve safety and effectiveness therapy. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Manuela
"Narkotika, psikotropika, prekursor, dan obat-obat tertentu (OOT) merupakan golongan obat yang dapat dijual oleh apotek tertentu dan memerlukan perhatian khusus dalam proses pengelolaannya. Apotek Roxy Biak memiliki persediaan yang lengkap hingga mampu memenuhi kebutuhan obat-obat narkotika, psikotropika, prekursor dan OOT sesuai permintaan pada resep. Adanya resep narkotika, psikotropika, prekursor dan OOT yang masuk ke apotek ini setiap harinya, membuat penulis terpicu untuk menelaah profil peresepan obat-obat tersebut guna mengetahui jenis obat yang banyak dibutuhkan dan memiliki frekuensi penggunaan yang tinggi. Penulis juga perlu melakukan analisis pareto untuk menentukan kelompok obat yang butuh diprioritaskan persediaannya. Penulisan laporan ini bertujuan untuk menentukan obat narkotika, psikotropika, prekursor, dan OOT yang paling banyak diresepkan dan memiliki penjualan tertinggi selama tiga puluh satu hari terakhir di periode November hingga Desember 2022 serta memprediksi kebutuhan pengadaan untuk periode berikutnya. Metode yang digunakan adalah studi literatur, pengamatan lapangan, pencatatan resep selama tiga puluh satu hari terakhir, dan penarikan laporan pembelian dan penjualan obat. Hasil menunjukkan bahwa peresepan obat narkotika memiliki persentase 9,41%, psikotropika 44,62%, prekursor 31,68%, dan OOT 14,29%. Obat narkotika yang paling banyak diresepkan adalah Codikaf 20 mg, psikotropika adalah Braxidin, prekursor adalah Rhinos SR, dan OOT adalah Hexymer 2 mg. Dapat disimpulkan bahwa golongan obat yang paling banyak diresepkan adalah obat psikotropika sebanyak 8.269 obat dan persentase 44,62%. Prioritas tertinggi dalam perencanaan kebutuhan obat untuk diadakan di periode berikutnya jatuh pada kelompok obat psikotropia khususnya obat-obat kelas A.

Narcotics, psychotropics, precursors, and certain drugs (OOT) are a class of drugs that can be sold by certain pharmacies and require special attention in the management process. Roxy Biak Pharmacy has a complete inventory to meet the needs of narcotics, psychotropics, precursors, and OOT according to prescription requests. The prescriptions for narcotics, psychotropics, precursors, and OOT that enter this pharmacy every day has motivated the author to examine the prescriptions profiles for these drugs to find out the types of drugs that were much needed and frequently used. A pareto analysis to determine which drug need to be prioritized for supplies. This report aims to determine which narcotics, psychotropics, precursors, and OOT drugs were most prescribed and had the highest sales during the last thirty-one days from November to December 2022 and predict procurement needs for the following period. The methods used were literature studies, observations, recording prescriptions for the last thirty-one days, and withdrawing reports on drug purchases and sales. The results showed the percentage of prescribing narcotics was 9.41%, psychotropics 44.62%, precursors 31.68%, and OOT 14.29%. The most widely prescribed narcotic was Codikaf 20 mg, the psychotropic was Braxidin, the precursor was Rhinos SR, and the OOT was Hexymer 2 mg. In conclusion, the most widely prescribed class of drugs was psychotropic with 8,269 drugs and a percentage of 44.62%. The highest priority in planning the need for drugs in the next period falls on the psychotropic group, especially class A drugs."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentio Daniel Caesar Perdana Putra
"Laporan ini menganalisis beberapa resep, antara lain resep yang mengandung Alprazolam, Valdimex, Tramadol, Riklona, Rhinofed Sirup, Desloratadine, Salbutamol, dan Triamcinolone. Setiap resep dianalisis dengan menggunakan literatur dan aplikasi farmasi untuk memastikan bahwa dosis dan penggunaan obat sudah sesuai serta aman bagi pasien. Terdapat pula pembahasan mengenai potensi duplikasi terapi dan interaksi obat. Pada kesimpulannya, laporan ini menyoroti pentingnya melakukan pengkajian resep secara menyeluruh untuk mencegah medication error dan memastikan bahwa resep yang diterima memenuhi persyaratan administrasi, farmasetik, dan klinis.

This report analyzes several prescriptions, including those containing Alprazolam, Valdimex, Tramadol, Riklona, Rhinofed Syrup, Desloratadine, Salbutamol, and Triamcinolone. Each prescription is reviewed using pharmaceutical literature and applications to ensure that the dosages and drug use are appropriate and safe for the patient. There is also a discussion on the potential for therapeutic duplication and drug interactions. In conclusion, the report highlights the importance of thoroughly reviewing prescriptions to prevent medication errors and to ensure that the prescriptions meet administrative, pharmaceutical, and clinical requirements. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hadra Khalisya
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu tunggu pelayanan resep pasien di Apotek Kimia Farma 115 Pamulang pada periode Desember 2023. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian waktu tunggu pelayanan resep dengan standar yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observatif, di mana data diperoleh melalui observasi langsung dan pencatatan waktu tunggu pasien dimulai saat resep diserahkan hingga obat diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tunggu rata-rata pelayanan resep obat non racik adalah 15,7 menit, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep obat racikan rata-rata adalah 25,1 menit. Waktu tunggu pelayanan obat non racik sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008, tetapi belum memenuhi standar pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016. Waktu tunggu pelayanan obat racikan telah sesuai dengan kedua peraturan tersebut. Berdasarkan hasil observasi, waktu tunggu yang lebih lama pada obat non racik dapat disebabkan oleh faktor penumpukan obat yang telah diberi etiket yang tidak langsung diserahkan kepada pasien. Berdasarkan hasil penelitian ini, direkomendasikan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terkait tingkat kepuasan pasien serta mengidentifikasi lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan lamanya waktu tunggu pelayanan, khususnya pada jam-jam sibuk dan waktu pergantian shift karyawan.

This study aims to analyze the prescription service waiting time for patients at Kimia Farma Pharmacy 115 Pamulang during the period of December 2023. The evaluation was conducted to determine the compliance of prescription service waiting time with the standards set by the Indonesian Ministry of Health. This study utilized a descriptive observational method, where data were obtained through direct recording of patient waiting times, from the moment the prescription was handed over until the medication was dispensed. The results showed that the average waiting time for non-compounded prescriptions was 15.7 minutes, while the average waiting time for compounded prescriptions was 25.1 minutes. The waiting time for non-compounded prescriptions met the requirements of Ministry of Health Regulation No. 129/Menkes/SK/II/2008, but did not comply with the standards set in Ministry of Health Regulation No. 73 of 2016. The waiting time for compounded prescriptions, however, was in accordance with both regulations. Based on observations, the longer waiting time for non-compounded prescriptions was due to the accumulation of medications that had been labeled but were not immediately handed over to the patients. This study recommends conducting further evaluations on patient satisfaction and identifying the factors that cause longer waiting times, especially during peak hours and shift changes. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewinta Rahma Astika
"Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi pernapasan menular dengan persentase kasus kematian yang tinggi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta masuk dalam wilayah zona merah kasus TBC disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu terkait pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kepada pasien penderita TBC. OAT diresepkan oleh dokter terhadap pasien penderita TBC dan tidak menutup kemungkinan terjadi kesalahan pengobatan. Kesalahan pengobatan kepada pasien dapat menyebabkan resistensi hingga kematian. Tugas akhir ini ditulis untuk meninjau resep OAT dari dokter yang diterima oleh Apotek Roxy Biak dengan mengkaji resep OAT pada bulan Januari 2021 secara administratif, farmasetik, dan klinis. Penulis berharap tugas akhir yang telah disusun dapat menunjukkan kesesuaian resep OAT yang diterima oleh Apotek Roxy Biak terhadap kaidah penulisan resep sesuai dengan aturan yang berlaku.

Tuberculosis (TB) is an infectious respiratory disease with a high percentage of deaths in Indonesia. DKI Jakarta Province is included in the red zone of TB cases due to several factors, one of which is related to the administration of Anti Tuberculosis Drugs (OAT) to patients with TB. OAT is prescribed by doctors to patients with TB and does not rule out the possibility of medication errors. Medication errors to patients can lead to resistance or even death. This final project was written to review OAT prescriptions from doctors received by Roxy Biak Pharmacy by reviewing OAT prescriptions in January 2021 administratively, pharmaceutically, and clinically. The author hopes that the final project that has been written can show the suitability of the OAT prescription received by the Roxy Biak Pharmacy to the prescription writing rules in accordance with the regulations."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dilfa Safnia Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu tunggu pelayanan resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Universitas Indonesia periode November 2023 hingga Januari 2024. Tujuan penelitian meliputi: 1) mengidentifikasi faktor yang memengaruhi lamanya waktu tunggu pelayanan resep, 2) menghitung rata-rata waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan obat racikan, serta 3) mengevaluasi kesesuaian waktu tunggu pelayanan dengan standar Kementerian Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014. Penelitian dilakukan melalui observasi langsung terhadap proses pelayanan resep dari tahap verifikasi hingga penyerahan obat. Data dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal. Hasil menunjukkan bahwa jumlah resep non-racikan lebih banyak dibandingkan dengan resep racikan selama periode penelitian. Rata-rata waktu tunggu resep non-racikan berturut-turut adalah 72 menit, 59 menit, dan 57 menit, sedangkan untuk resep racikan adalah 141 menit, 73 menit, dan 69 menit. Kedua kategori waktu tunggu ini belum memenuhi standar yang ditetapkan. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efisiensi pelayanan resep di RS Universitas Indonesia.

This study aims to analyze the waiting time for outpatient prescription services at the Pharmacy Department of Universitas Indonesia Hospital during the period of November 2023 to January 2024. The objectives include: 1) identifying factors influencing the length of prescription service waiting times, 2) calculating the average waiting time for non-compounded and compounded prescriptions, and 3) evaluating the compliance of waiting times with the Indonesian Ministry of Health Standard Number 58 of 2014. The study was conducted through direct observation of the prescription service process from verification to medication handover. Data were descriptively analyzed and compared against the minimum service standards. Results showed that non-compounded prescriptions were more frequent than compounded prescriptions during the study period. The average waiting time for non-compounded prescriptions was 72 minutes, 59 minutes, and 57 minutes, while for compounded prescriptions it was 141 minutes, 73 minutes, and 69 minutes. Both categories did not meet the required standards. This study provides recommendations to improve the efficiency of prescription services at Universitas Indonesia Hospital. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Elisa Br.
"Laporan ini membahas pengkajian resep Program Rujuk Balik (PRB) pada pasien gagal jantung di Apotek Kimia Farma 0048 Matraman. Gagal jantung merupakan kondisi kronis yang memengaruhi jutaan orang di dunia dan memerlukan penanganan medis yang kompleks. Pengkajian resep dilakukan untuk mencegah medication error dan memastikan keamanan serta efektivitas terapi. Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan mengkaji dua resep PRB pasien gagal jantung. Hasil pengkajian menunjukkan beberapa ketidaksesuaian dalam aspek administratif, seperti tidak tercantumnya nomor SIP dokter, jenis kelamin, dan berat badan pasien. Selain itu, terdapat interaksi obat yang perlu pemantauan rutin, seperti interaksi antara asam asetilsalisilat dengan valsartan serta ramipril dengan asetosal. Secara keseluruhan, obat-obatan yang diresepkan telah sesuai dengan indikasi pasien gagal jantung, namun diperlukan penyesuaian dosis dan pemantauan efek samping. Kesimpulannya, pengkajian resep penting untuk memastikan keamanan dan efektivitas terapi, serta menghindari kesalahan pengobatan. 

This report discusses the evaluation of Back Referral Program (PRB) prescriptions for heart failure patients at Kimia Farma 0048 Matraman Pharmacy. Heart failure is a chronic condition affecting millions worldwide, requiring complex medical management. Prescription evaluation is essential to prevent medication errors and ensure therapy safety and effectiveness. The method used was a literature study, analyzing two PRB prescriptions for heart failure patients. The evaluation revealed several administrative discrepancies, such as the absence of the doctor's SIP number, patient gender, and weight. Additionally, there were drug interactions requiring regular monitoring, such as between acetylsalicylic acid and valsartan, and ramipril with acetylsalicylic acid. Overall, the prescribed medications were appropriate for heart failure patients, but dose adjustments and side effect monitoring are necessary. In conclusion, prescription evaluation is crucial to ensure therapy safety and effectiveness, and to avoid medication errors. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>