Ditemukan 68314 dokumen yang sesuai dengan query
Zahwa Rezqita Aulia
"Skripsi ini membahas mengenai kegagalan pembayaran klaim karena alasan likuidasi oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama. Kegagalan pembayaran klaim oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama ini telah memicu terjadinya aksi demo di Kantor Pusat Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Pada skripsi ini, penulis membahas berkenaan dengan kegagalan pembayaran klaim karena alasan likuidasi oleh perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama dengan membaginya menjadi tiga buah pembahasan. Pembahasan pertama membahas mengenai pengertian asuransi berdasarkan hasil tinjauan dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, pengertian perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019, target tingkat solvabilitas internal berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.05/2018 pengertian risiko, peril, hazard, asuransi jiwa. Kedua, penulis membahas berkenaan dengan asuransi jiwa hingga klaim asuransi. Ketiga, penulis mengenai tanggung jawab pemegang polis ketika terjadi likuidasi, alasan penanggung mengundurkan waktu pelaksanaan pembayaran klaim asuransi. Dalam hal ini dibahas berdasarkan penelitian atas Putusan Nomor 482/PDT.G/2020/PN JKT. SEL antara Alexander Phuk Tjilen melawan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang berdasar pada bahan hukum utama dengan cara mempelajari hal-hal yang mempunyai sifat teoretis yang berkenaan dengan asas-asas hukum, doktrin hukum di mana hal-hal tersebut memiliki kaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Di mana dalam hal ini penulis mencapai suatu simpulan bahwa dalam perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama, para pemegang polis harus turut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.
This thesis discusses the failure to pay claims due to liquidation by mutual insurance. Failure to pay claims by mutual insurance has triggered a demonstration at the Head Office of Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. In this thesis, the author discusses the failure to pay claims for reasons of liquidation by mutual insurance by dividing it into three discussions. The first discussion discusses the definition of insurance based on the results of a review of the Commercial Code and Law Number 40 of 2014, the definition of mutual insurance in Government Regulation Number 87 of 2019, the target level of internal solvency based on Financial Services Authority Regulation Number 1 /POJK.05/2018 definition of risk, peril, hazard, life insurance. Second, the author discusses life insurance and insurance claims. Third, the author discusses the failure to pay claims for reasons of liquidation by mutual insurance, the reasons for the insurer delaying the implementation of insurance claim payments. In this case, it is discussed based on research on Decision Number 482/PDT.G/2020/PN JKT. SEL between Alexander Phuk Tjilen against Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. The method used in this study is normative juridical, namely legal research based on the main legal material by studying things that have the nature of theoretical relating to legal principles, legal doctrines where these things have to do with the problem under study. The data used in this study are secondary data obtained through primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Where in this case the authors reach a conclusion that in mutual insurance, the insured must also be responsible for the losses suffered by the mutual insurance Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Paruhum, Alexander Samuel
"Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban perusahaan asuransi usaha bersama AJBB 1912 atas terjadinya gagal bayar klaim asuransi dalam Putusan Pengadilan Negeri Maumere Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Mme. dan Jakarta Selatan Nomor: 482/PDT.G/2020/PN Jkt. Sel. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terbagi atas dua masalah, yakni: pertama, bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan pemegang polis AJBB 1912 atas perintah eksekusi putusan untuk membayar klaim asuransi berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Maumere dan Jakarta Selatan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah berkekuatan hukum tetap namun eksekusi tetap tidak dilaksanakan oleh AJBB 1912; dan kedua, bagaimanakah pertanggungjawaban AJBB 1912 yang tidak mau menjalankan perintah eksekusi atas kedua putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan data sekunder, dan analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Para Pemegang Polis AJBB 1912 adalah dengan menempuh upaya litigasi dan mengadukan permasalahan yang dihadapi ke OJK. Selanjutnya, bentuk pertanggungjawaban dari AJBB 1912 atas tidak dilaksanakannya perintah eksekusi atas kedua putusan tersebut adalah dengan melakukan penjualan sebagian asetnya untuk melaksanakan perintah eksekusi atas putusan pengadilan. Saran dari penelitian ini adalah bahwa OJK perlu untuk memberikan peringatan dan tekanan kepada AJBB 1912 untuk melaksanakan perintah eksekusi atas putusan pengadilan dan agar AJBB 1912 segera menjual sebagian asetnya untuk dapat melaksanakan perintah eksekusi atas putusan pengadilan.
This thesis presents the results of research or studies on the liability of The Mutual Insurance Company AJBB 1912 for failure of payment in insurance claims on the Maumere District Court Decision No. 2/PDT.G/2021/PN Mme and South Jakarta No. 482/PDT.G/2020/PN Jkt.Sel. The problems discussed in this research are divided into two problems, namely: first, how are the legal efforts that can be taken by the AJBB 1912 policy holders against the order to execute both court decisions which have executable legal force but the execution is still not carried out by AJBB 1912; and second, how are the liabilities of AJBB 1912 who doesn’t want to carry out the execution order of both the court decisions. The research method used in this research is juridical-normative with secondary data, and data analysis is carried out qualitatively. The results of this study indicate that the legal efforts that can be taken by the AJBB 1912 Policy Holders are by taking litigation efforts and reporting the problems they face to the OJK. Furthermore, the form of liability from AJBB 1912 for not carrying out the execution order for the two decisions is by selling part of its assets to carry out the execution order for the court decision. The suggestion from this research is that the OJK needs to give a warning and pressure towards AJBB 1912 to carry out the execution order on the court decisions and so that AJBB 1912 immediately sells some of its assets so that it can carry out the execution order on the court decisions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Adhiwira Rifky Taufikurrahman
"Terjadinya keadaan sulit dapat menyebabkan perubahan terhadap keseimbangan dalam sebuah kontrak sehingga mengakibatkan kesulitan bagi debitur dalam melaksanakan kewajiban kontraktualnya. Kesulitan ini juga terjadi dalam kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Bakrie (PT AJB). Berdasarkan Putusan No. 21/Pdt.G.S/2022/PN.JKT SEL, PT AJB dinyatakan wanprestasi atas kegagalannya dalam melakukan pembayaran kepada seorang pemegang polis. Hakim menghukum PT AJB untuk melakukan pembayaran kepada pemegang polis tersebut. Namun dikarenakan izin usaha PT AJB telah dicabut, pembayaran tidak boleh dilakukan oleh pihak PT AJB. Seharusnya tim likuidasi PT AJB yang melakukan pembayaran tersebut, namun bertahun-tahun sejak dicabutnya izin usaha PT AJB, belum dibentuk tim likuidasi. Skripsi ini membahas tentang konsekuensi hukum dari kegagalan PT AJB dalam membayar klaim tertanggung dengan alasan finansial perusahaan dan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyikapi putusan pengadilan yang menghukum perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya untuk melakukan pembayaran kepada tertanggung. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian berbentuk yuridis-normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini adalah konsekuensi hukum dari kegagalan PT AJB dalam membayar klaim tertanggung adalah dijatuhkannya sanksi administratif terhadap PT AJB serta dapat digugatnya PT AJB atas dasar wanprestasi. Sementara peran OJK dalam menyikapi putusan pengadilan yang menghukum perusahaan asuransi yang telah dicabut izin usahanya untuk melakukan pembayaran kepada tertanggung adalah OJK harus membentuk tim likuidasi berdasarkan Pasal 42 ayat (2) UU Perasuransian dan OJK berwenang menetapkan kebijakan di bidang perasuransian yang bertujuan menjaga stabilitas industri asuransi dan meringankan perusahaan asuransi yang terdampak bencana berdasarkan Pasal 54A ayat (1) POJK No. 5 Tahun 2023.
The occurrence of hardship can cause changes to the balance of a contract, resulting in difficulties for the debtor in carrying out his contractual obligations. This difficulty also occurred in the case of PT Asuransi Jiwa Bakrie (PT AJB). Based on Decision No. 21/Pdt.G.S/2022/PN.JKT SEL, PT AJB was declared to have failed to make payments to a policyholder. The judge sentenced PT AJB to make payments to the policyholder. However, because PT AJB's business license has been revoked, payment may not be made by PT AJB. PT AJB's liquidation team should have made the payment, but many years since PT AJB's business license was revoked, a liquidation team has not been formed. This thesis discusses the legal consequences of PT AJB's failure to pay the insured's claims for financial reasons and the role of Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in responding to court decisions that punish insurance companies whose business licenses have been revoked to make payments to the insured. The research method used in this thesis is a normative-juridical research by analyzing laws and regulations. The result of this study is that the legal consequences of PT AJB's failure to pay the insured's claims are the imposition of administrative sanctions against PT AJB and a lawsuit by said policyholder. While the role of OJK in responding to court decisions that punish insurance companies whose business licenses have been revoked to make payments to the insured is that OJK must form a liquidation team based on Article 42 (2) of the Insurance Law and OJK has the authority to establish policies in the insurance sector aimed at maintaining the stability of the insurance industry and relieve insurance companies affected by disasters based on Article 54A (1) POJK No. 5 Year 2023."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Febriansyah
"Skripsi ditulis dilatarbelakangi oleh pengajuan para pemegang polis asuransi PT Adisarana Wanaartha yang mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang kepada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pengajuan ini merupakan dampak ketidakpercayaan dari proses likuidasi yang sedang dijalani oleh PT Adisarana Wanaartha akibat pencabutan izin usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan. Status badan hukum perusahaan asuransi dalam likuidasi menjadi pertanyaan besar apakah secara hukum perusahaan asuransi dapat dimohonkan PKPU oleh para kreditornya, pula apakah kreditor dapat langsung memohonkan PKPU ke Pengadilan Niaga atau ada prosedur lain yang wajib dilakukan sebelum memohon PKPU, ini menjadi masalah pertama dalam pengajuan PKPU oleh pemegang polis PT Adisarana Wanaartha yang akan dibahas oleh penulis. Kewenangan pengajuan permohonan PKPU berdasarkan pasal 223 UUK-PKPU memberikan hak eksklusif kepada Menteri Keuangan untuk mengajukan PKPU kepada perusahaan berizin khusus khususnya perusahaan asuransi. Kewenangan ini beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan lewat pasal 55 UU OJK dan dikuatkan kembali di Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian jo. Pasal 52 ayat (1) POJK Nomor 28 Tahun 2015. Diketahui bahwa pemohon PKPU tersebut bukanlah OJK melainkan dua orang pemegang polisnya, hal ini menjadi masalah utama yang akan dibahas dan dianalisis dalam penelitian ini dimana apakah mereka para pemegang polis mempunyai kedudukan hukum bertindak sebagai pemohon PKPU untuk perusahaan asuransi PT Adisarana Wanaartha. Dalam putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 21/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Jkt.Pst menyatakan menolak permohonan para pemgang polis PT Adisarana Wanaartha, penulis akan menganalisis apakah pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Niaga berkesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang Kepailitan dan PKPU
The background of this thesis was written by the submission of insurance policy holders of PT Adisarana Wanaartha who filed an Application for Postponement of Debt Payment Obligations to the Central Jakarta Commercial Court. This submission is the result of distrust from the liquidation process currently being undertaken by PT Adisarana Wanaartha due to the revocation of its business license by the Financial Services Authority. The status of an insurance company legal entity in liquidation is a big question whether legally an insurance company can be filed for PKPU by its creditors, also whether creditors can directly apply for PKPU to the Commercial Court or are there other procedures that must be carried out before applying for PKPU, this is the first problem in filing PKPU by PT Adisarana Wanaartha policyholders which the author will discuss. The authority to submit PKPU applications based on article 223 UUK-PKPU gives the Minister of Finance the exclusive right to submit PKPU to specially licensed companies, especially insurance companies. This authority is transferred to the Financial Services Authority through article 55 of the OJK Law and is reinforced in Article 50 paragraph (1) of the Insurance Law jo. Article 52 paragraph (1) POJK Number 28 of 2015. It is known that the PKPU applicant is not the OJK but two of the policyholders, this is the main problem that will be discussed and analyzed in this study where do the policyholders have legal standing to act as applicants PKPU for the insurance company PT Adisarana Wanaartha. In the decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 21/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Jkt.Pst stated that it rejected the application of PT Adisarana Wanaartha's policyholders, the author will analyze whether the considerations of the Panel of Judges of the Commercial Court are in accordance with the existing laws and regulations. applicable in the field of Bankruptcy and PKPU"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Amanda Julia
"Dalam perjanjian asuransi Penanggung bertanggungjawab atas klaim yang diajukan oleh Tertanggung bilamana Tertanggung mengalami peristiwa yang merugikan. Namun terdapat beberapa kondisi dimana Penanggung dapat dibebaskan dari tanggung jawab tersebut. Seperti halnya pada sengketa klaim asuransi yang terjadi antara PT Baruna Shipping Line (Tertanggung) dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Penanggung) yang menunjuk PT Global Insurance Broker (Broker) sebagai pialang asuransi. Dalam sengketa terkait adanya pelanggaran undang-undang pelayaran yang dilakukan oleh Tertanggung dan keterlambatan pembayaran premi yang dilakukan oleh Broker, Penulis melakukan penelitian mengenai bagaimana tanggung jawab Penanggung atas pembayaran klaim yang timbul karena kedua hal tersebut dan apakah putusan Peninjauan Kembali yang menghukum Penanggung untuk membayar nilai pertanggungan sebesar dua puluh delapan miliar Rupiah kepada Tertanggung telah sesuai dengan KUHD dan polis asuransi. Penelitian ini berjenis yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Teori yang digunakan yaitu Teori Legal Sistem dari Lawrence M. Friedman, yang mana teori tersebut menitikberatkan antara lain pada struktural hukum dan substansi hukum. Adapun kesimpulan jawaban dari permasalahan tersebut adalah dengan terbuktinya adanya pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh Penanggung maka merujuk pada Polis Asuransi dan Pasal 276 KUHD Penanggung dapat dibebaskan dari pembayaran klaim. Atas keterlambatan pembayaran premi yang dilakukan oleh Broker merujuk pada Pasal 5 ayat (1) POJK No.70/2016 konsekuensinya adalah Broker yang bertanggung jawab atas pembayaran klaim. Oleh karenanya Putusan Peninjauan Kembali yang menghukum Penanggung untuk membayar nilai pertanggungan kepada Tertanggung tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan polis asuransi dan Pasal 276 KUHD.<
In the insurance agreement the Insurer is responsible for claims submitted by the Insured if the Insured experiences an adverse event. However, there are a number of conditions where the Insurer can be freed from these responsibilities. As with the insurance claim dispute that occurred between PT Baruna Shipping Line (the Insured) with PT Asuransi Jasa Indonesia (the Insurer) who appointed PT Global Insurance Broker (the Broker) as an insurance broker. In a dispute related to violations of shipping laws carried out by the Insured and late premium payments made by the Broker, the Author conducts research on how the Insurer is responsible for paying claims arising because of both these matters and whether the Judicial Review Verdict punishes the Insurer to pay the insured value twenty-eight billion Rupiah to the Insured is in accordance with the Commercial Code (KUHD) and insurance policy. This research is a normative juridical type using secondary data which is analyzed qualitatively. The theory used is the Legal System Theory from Lawrence M. Friedman, in which the theory focuses on, among others, structural law and legal substance. The conclusion of the answer to this problem is to prove the existence of a violation of the law carried out by the Insurer, then referring to the Insurance Policy and Article 276 Commercial Code (KUHD) the Insurer can be exempted from payment of claims. For late premium payments made by the Broker referring to Article 5 paragraph (1) POJK No. 70/2016 the consequence is a Broker responsible for payment of claims. Therefore the Judicial Review Verdict which punishes the Insurer to pay the insurance coverage to the Insured is not in accordance with the terms and conditions of the insurance policy and Article 276 Commercial Code (KUHD)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53689
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Valencia Wijaya
"Prinsip itikad paling baik atau utmost good faith menitikberatkan pada adanya pengungkapan informasi material yang benar dan sejujur-jujurnya. Apabila prinsip ini tidak dipenuhi, perjanjian tersebut akan batal demi hukum. Dengan demikian, prinsip ini pun harus dipenuhi oleh para pihak, baik oleh penanggung maupun tertanggung. Akan tetapi, nyatanya di dalam pelaksanaanya prinsip ini kerap kali mendapati berbagai pelanggaran. Dalam Putusan Nomor 240/Pdt.G/2020/PN JKT. SEL, terdapat pembatalan sepihak perjanjian asuransi oleh PT Prudential Life Insurance selaku penanggung terhadap Alm. Waozaro Harefa selaku tertanggung atas dasar Alm. Waozaro Harefa telah menyembunyikan fakta material berupa penyakit yang dideritanya sebelum adanya penutupan asuransi. Akan tetapi, apabila dicermati lebih lanjut, ditemukan fakta bahwa melalui agennya PT Prudential Life Insurance telah melakukan pemeriksaan medis setelah pembayaran premi pertama. Selain itu, agen asuransi juga memintakan biaya premi setelah Alm. Waozaro meninggal dunia dan biaya untuk pengurusan klaim yang nyatanya tidak sesuai dengan prosedur dari perusahaan PT Prudential Life Insurance. Melalui metode penulisan doktrinal, tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai pemenuhan prinsip utmost good faith dan bentuk pertanggungjawaban dari agen asuransi dalam pelanggaran prinsip utmost good faith. Dalam hal ini, ditemukan bahwa penanggung telah memenuhi prinsip utmost good faith dengan baik karena pembayaran premi pertama tidak serta merta mengartikan bahwa asuransi telah ditutup, tetapi biaya tersebut hanya merupakan “titipan” belaka. Kemudian, yang telah melakukan pelanggaran prinsip utmost good faith adalah tertanggung karena telah melakukan misrepresentasi ketika melakukan pengisian SPAJ. Kemudian, terkait pertanggungjawaban agen, agen dapat dimintakan pertanggungajawaban karena telah melakukan tindakan yang melebihi kewenangan yang diberikan kepadanya. Dalam tulisan ini, ditemukan juga kekeliruan hakim dalam memutuskan perkara karena hakim menghukum perusahaan asuransi, perusahaan keagenan, dan ahli waris agen asuransi untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng atas pembayaran klaim.
The principle of utmost good faith emphasizes the disclosure of true and honest material information. This principle is one of the essences of insurance agreements because if this principle is not fulfilled, the contract will be null and void. Thus, this principle must be fulfilled by both parties, the insurer and the insured. However, in practice, this principle often encounters various violations. In Decision Number 240/Pdt.G/2020/PN JKT. SEL, there is an issue regarding the unilateral cancellation of the insurance agreement by PT Prudential Life Insurance as the insurer against the late Waozaro Harefa as the insured based on the late Waozaro Harefa concealing material facts, namely a pre-existing illness, before the insurance contract is concluded. However, it was found that through its agent PT Prudential Life Insurance had conducted a medical examination after the first premium payment. In addition, the insurance agent also asked for premium fees after the late Waozaro died and fees for managing claims which in fact were not in accordance with the procedures of the company PT Prudential Life Insurance. Through the doctrinal writing method, this paper will further discuss the fulfilment of the principle of utmost good faith and the form of liability of insurance agents in violation of the principle of utmost good faith. In this case, it is found that the insurer has fulfilled the principle of utmost good faith well because the payment of the first premium does not necessarily mean that the insurance has been closed, but the fee is only a mere "deposit". Then, the one who has violated the principle of utmost good faith is the insured because he has made a misrepresentation when filling out the SPAJ. Then, regarding the agent's liability, the agent can be held liable because he has taken actions that exceed the authority given to him. In this paper, there was also a misjudgement by the judge in deciding the case because the judge punished the insurance company, the agency company, and the heirs of the insurance agent to be jointly and severally liable for the payment of the claim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siti Irniarti Pratiwi
"Polis adalah akta perjanjian dalam asuransi, polis dalam kegiatan asuransi merupakan salah satu bentuk dari klausula baku, yakni suatu ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Hal ini telah menimbulkan banyak ketidakpuasan terhadap pihak tertanggung, dimana selama ini tertanggung selalu berada di pihak yang lemah. Fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit sengketa mengenai asuransi yang telah diajukan, seperti pihak penanggung membatalkan polis ditengah-tengah masa periode yang masih berlangsung. Membahas mengenai masalah pembatalan terhadap polis, di dalam praktek kegiatan asuransi memang biasanya selalu diusahakan jangan sampai pembatalan polis itu dilakukan berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata.
Dalam skripsi ini dapat dilihat bagaimana Penulis mencoba meneliti kembali hukum perikatan secara teoritis khususnya yang berkaitan dengan pangkal sengketa mengenai pembatalan polis dalam hukum yang dijadikan dasar serta alasan gugatan, serta Penulis mengharapkan agar nantinya perusahaan asuransi dapat memberikan perlindungan hukum sebagaimana mestinya terhadap pihak tertanggung. Penelitian yuridis normatif dilakukan melalui studi kepustakaan, dimana bahan penelitian berasal dari bahan bacaan yang dapat memberikan gambaran umum dan pengetahuan mengenai topik yang dibahas.
In insurance, the insurance policy is a contract which generally considered as unilateral, which means that only the insurer makes legally enforceable clauses in the contract. Consequently, the insured, also known as the policyholder, often forced to be in a weaker position. It seems that some insurers tend to cancel their insurance policy in between the running period unilaterally, leading them to be sued before the court. In any insurance policy annulment, there were found some pattern that the annulment itself tend to be done without basing the conduct to Article 1266 of Indonesian Civil Code.This thesis shows the application of theory of the law of contracts to any insurance policy annulment case. Furthermore, it is expected that insurance companies are willing to give legal protection for the insurers in case of any annulment of insurance policies more properly. A juridicalnormative research is done through literature study methods, where research materials sourced from reading materials which gave adequate general description and knowledge regarding the current topic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52984
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Haafizh Al Khatiiri
"Surety bond merupakan salah satu produk penjaminan yang umum ditawarkan oleh Perusahaan Asuransi Umum dalam pelaksanaan proyek untuk menjamin bahwa kontraktor atau principal dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian pokok. Apabila kontraktor wanprestasi maka pihak asuransi akan memberikan ganti kerugian kepada pemberi kerja atau obligee. Meskipun demikian, terdapat permasalahan yang mungkin timbul mengenai pertanggungjawaban perusahaan asuransi apabila kegagalan principal terjadi karena kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan oleh principal. Skripsi ini menggunakan metode Yuridis Normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan menganalisis putusan-putusan yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik mengenai surety bond yang seringkali terjadi adalah mengenai pencairan ganti kerugian. Pada umumnya, ketika kontraktor gagal melaksanakan prestasinya maka pihak pemberi kerja (obligee) akan meminta perusahaan asuransi untuk membayar klaim. Meskipun demikian, dalam hal principal mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan wanprestasi, maka perlu dilakukan peninjauan apakah surety bond tersebut bersifat conditional atau unconditional. Hal ini karena implikasi dari sifat surety bond yang tercantum sebagai klausul perjanjian suretyship akan berbeda dalam proses pencairan klaimnya. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan dilakukan analisis terhadap kasus yang mengacu pada Putusan Nomor 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan bagi para pihak untuk memahami hubungan hukum para pihak, hak dan kewajiban para pihak, jenis dan sifat surety bond, hal apa yang dimaksud dengan wanprestasi, dan proses pencairan klaim surety bond.
Surety bond is one of the common guarantee products offered by General Insurance Companies in project implementation to ensure that the contractor or principal can carry out its obligations in accordance with the main agreement. If the contractor defaults, the insurance company will provide compensation to the employer or obligee. However, there are problems that may arise regarding the liability of the insurance company if the principal's failure occurs due to negligence or default committed by the principal. This thesis uses the Normative Juridical method and is descriptive in nature by using secondary data in the form of literature studies and analyzing related decisions. The results show that the conflict regarding surety bonds that often occurs is regarding the disbursement of compensation. In general, when the contractor fails to perform its performance, the obligee will ask the insurance company to pay the claim. However, in the event that the principal claims that it has not defaulted, it is necessary to review whether the surety bond is conditional or unconditional. This is because the implications of the nature of the surety bond listed as a clause of the suretyship agreement will be different in the process of disbursing the claim. Therefore, this thesis will analyze the case referring to Decision Number 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Based on the results of this research, it is recommended for the parties to understand the legal relationship of the parties, the rights and obligations of the parties, the type and nature of surety bond, what is meant by default, and the process of disbursing surety bond claims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ananda Fathima Awanis
"Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam hal pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal 223 UUK-PKPU hanya memberikan kewenangan untuk mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Menteri Keuangan. Namun sejak lahirnya Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan amanat Pasal 55 ayat (1) UU OJK, kewenangan Menteri Keuangan beralih seluruhnya ke Otoritas Jasa Keuangan, termasuk untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepailitan dan PKPU. Penegasan kewenangan OJK untuk mengajukan kepailitan dan/atau PKPU tersebut juga diatur dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian jo. Pasal 52 ayat (1) POJK Nomor 28 Tahun 2015. Dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, diketahui bahwa Termohon PKPU merupakan PT. Asuransi jiwa Kresna yang merupakan perusahaan asuransi dan Pemohonnya adalah Pemegang Polis Asuransi PT. Asuransi Jiwa Kresna. Namun, Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pemayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh Pemohon. Oleh karena hal tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai kewenangan (legal standing) Pemegang Polis dalam mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi sekaligus menganalisis dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan PKPU PT. Asuransi Jiwa kresna melalui analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst.
This thesis is motivated by the existence of problems regarding the authority (legal standing) of the Policyholder in terms of submitting a Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Article 223 UUK-PKPU only grants permission to apply for a Suspension of Debt Payment Obligation (PKPU) to the Minister of Finance. However, since the enactment of the Law on the Financial Services Authority (OJK), in accordance with the mandate of Article 55 paragraph (1) of the OJK Law, the authority of the Minister of Finance has shifted entirely to the Financial Services Authority, including matters relating to bankruptcy and PKPU. Article 50 paragraph (1) of the Insurance Law juncto also regulates the affirmation of OJK's authority to file for bankruptcy or PKPU. Article 52 paragraph (1) of POJK Number 28 of 2015. In the Decision of the Commercial Court Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst, it is known that the Respondent for PKPU is PT. Kresna life insurance is an insurance company, and the applicant is the owner of the insurance policy of PT. Krishna Life Insurance. However, the Panel of Judges stated in their judgment that the Petitioner's application for the Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU) was granted. Therefore, this thesis will discuss the authority (legal standing) of the Policyholder in submitting a PKPU application to an insurance company as well as analyzing the basis for the consideration of the Panel of Judges in the PKPU decision of PT. Krishna Life Insurance through the analysis of the Commercial Court Decision Number 389.Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt Pst."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
abednego
"Penelitian ini membahas mengenai pengaturan perundangan mengenai asuransi kredit dan kedudukan hukum perusahaan asuransi yang dimohonkan pailit akibat gagal membayar utang klaim polis asuransi kredit. Metode penelitan yang dilakukan ialah yuridis normatif dengan data sekunder. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori transfer of risk, teori penjaminan dalam hukum jaminan, dan teori permohonan pailit dalam hukum kepailitan. Adapun hasil penelitian ini ialah peraturan perundangan mengenai asuransi kredit masih tersebar di banyak peraturan perundangan, pengaturan mengenai asuransi kredit belum cukup diatur secara spesifik hanya mengacu pada peraturan perundangan asuransi secara umum dan kedudukan hukum perusahaan asuransi yang dimohonkan pailit akibat gagal membayar utang klaim polis asuransi kredit ialah badan hukum perseroan terbatas yang dapat dimohonkan pailit secara limitatif. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan agar dibuatnya peraturan perundangan yang memuat ketentuan asuransi kredit yang dapat menjadi pegangan para pihak pemangku kepentingan dalam asuransi kredit, jika timbul permasalahan maka lebih jelas peraturan yang dapat diterapkan dalam permaslahan tersebut.
This thesis discusses the regulatory arrangements regarding credit insurance and the legal standing of insurance companies filed for bankruptcy as a result of failing to pay debts claimed by credit insurance policies. The research method used is normative juridical with secondary data. The theories used in this study are the theory of transfer of risk, the theory of guarantees in guarantee law, and the theory of petition for bankruptcy in bankruptcy law. The results of this study are that laws and regulations regarding credit insurance are still scattered in many laws and regulations, regulations regarding credit insurance are not sufficiently regulated specifically, only referring to general insurance laws and regulations and the legal position of insurance companies that are filed for bankruptcy as a result of failing to pay debt claims on credit insurance policies, namely limited liability company legal entities that can be filed for bankruptcy on a limited basis. From the results of this study, the researchers suggest that legislation be made that contains credit insurance provisions that can be used as a guide for stakeholders in credit insurance, if problems arise, the regulations that can be applied to these problems are clearer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library