Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yedida Ayuningtyas
"Stunting merupakan masalah pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi, infeksi berulang, dan kurangnya rangsangan psikososial. Stunting memiliki konsekuensi negatif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk peningkatan kejadian penyakit, gangguan perkembangan dan keterampilan belajar yang buruk, peningkatan risiko terkena penyakit tidak menular, penurunan kemampuan kerja, serta dampak antargenerasi. Kejadian stunting dikaitkan dengan berbagai faktor, di antaranya asupan tidak adekuat, penyakit infeksi, kerawanan pangan, pola asuh yang kurang tepat, serta kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 melaporkan bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kelima dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia dan termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat kategori sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting serta faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder SSGI tahun 2021. Terdapat 600 subyek baduta yang dilibatkan dalam penelitian ini. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat pada analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda pada analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan, yaitu usia anak, jenis kelamin, partisipasi ibu dalam kelas ibu hamil, dan berat badan lahir. Anak dengan riwayat berat badan lahir rendah diketahui sebagai faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan dengan p-value 0,001 dan OR 3,560 (CI 95%: 1,777-7,132). Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian untuk masyarakat melakukan pencegahan dini kejadian stunting dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, memerhatikan kecukupan gizi sejak dini, menerapkan pola asuh yang sesuai, dan menggunakan akses sanitasi yang layak. Selain itu, instansi kesehatan diharapkan dapat mengoptimalkan dukungan kepada masyarakat melalui Komuikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Gizi yang berkaitan dengan stunting. Program-program pencegahan stunting yang sudah ada perlu dioptimalkan oleh instansi kesehatan guna memberikan manfaat yang maksimal dalam mencegah stunting di masyarakat.

Stunting is a growth and development problem in children caused by malnutrition, reccurent infections, and lack of psychosocial stimulation. Stunting has negative consequences in both the short and long term, including increased incidence of disease, impaired development and poor learning skills, increased risk of non-communicable diseases, decreased ability to work, and intergenerational impacts. The incidence of stunting is associated with various factors, including inadequate intake, infectious diseases, food insecurity, inadequate caregiving practices, and inadequate environmental health and health services. According to the 2021 Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) report, it is known that Southeast Sulawesi Province is the fifth province with the highest prevalence of stunting in Indonesia and is classified under the category of very high public health problem. This study aims to analyze the factors associated with stunting incidence and identify the dominant factors among children aged 6-23 months in Southeast Sulawesi Province. This research was conducted using a cross-sectional design using secondary data from the 2021 SSGI. A total of 600 children aged 6-23 months subjects were involved in this study. Data were analyzed using chi-square test in bivariate analysis and multiple logistic regression in multivariate analysis. The results of the study show that there are four variables significantly associated with the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, namely child age, gender, maternal participation in maternity classes, and low birth weight. Children with a history of low birth weight were identified as the dominant factor in the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, with a p-value of 0,001 and an odds ratio (OR) of 3,560 (95% CI: 1,777-7,132). Based on the research, suggestions for the community to prevent stunting include utilizing healthcare facilities for early prevention, paying attention to early nutritional adequacy, implementing appropriate parenting practices, and using proper sanitation facilities. In addition, healthcare institutions are expected to optimize support to the community through Nutrition Communication, Information, and Education (KIE Gizi) related to stunting. Existing stunting prevention programs need to be optimized by healthcare institutions to provide maximum benefits in preventing stunting in the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Firna
"Stunting adalah kondisi gagal tumbuh baik secara fisik maupun kognitif karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Anak stunting tidak akan mencapai pertumbuhan tinggi badan dan perkembangan kognitif optimal. Stunting di Provinsi Sulawesi Barat (33,8%) menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko stunting pada anak usia 6-23 bulan di Provinsi Sulawesi Barat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan 552 sampel yang diperoleh dari total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021. Variabel independen meliputi faktor anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan. Analisis bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi stunting pada anak usia 6-23 bulan sebesar 31,9%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah usia anak (OR=1,802), berat badan lahir (OR=3,08), dan panjang badan lahir (OR=2,283). Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah berat badan lahir. Anak yang memiliki riwayat BBLR berisiko 2,6 kali lebih tinggi untuk mengalami stunting dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat BBLR setelah dikontrol variabel usia anak, panjang badan lahir, dan status menyusui.

Stunting is a condition of failure to thrive both physically and cognitively due to chronic malnutrition and repeated infections. Children with stunting will not achieve optimal height growth and cognitive development. Stunting in West Sulawesi (33,8%) is the second highest after East Nusa Tenggara Province. This study aims to analyze the risk factors of stunting in children aged 6-23 months in West Sulawesi Province. The research design used was cross sectional with 552 samples obtained from total sampling based on inclusion and exclusion criteria. The data used is Indonesian Nutrition Status Survey 2021. The independent variables included child factors, parental factors, and environmental factors. Bivariate analysis used chi-squared test and multivariate used multiple logistic regression as the determinant model. The results showed that the proportion of stunting in children 6-23 months was 31,9%. Bivariate analysis showed that the variables associated with the incidence of stunting were child’s age (OR=1,802), birth weight (OR=3,08), and birth length (OR=2,283). Multivariate analysis showed that the dominant factor associated with stunting was birth weight. Children with a history of LBW are at risk of stunting 2.6 times higher than those without a history of LBW after being controlled by child’s age, birth length, and breastfeeding status.="
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Kharisa Aurora
"Diperkirakan diseluruh dunia sebanyak 21,3% atau 144 juta anak bawah lima tahun (balita) hidup dalam keadaan stunted. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menemukan sebanyak 28% anak balita di Provinsi Bengkulu mengalami stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu pada tahun 2018. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari Riskesdas tahun 2018. Penelitian dengan desain potong lintang ini menemukan prevalensi kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu adalah sebesar 25,3%. Pekerjaan ibu (PR: 2,26; 95% CI: 1,39-3,68), tinggi badan ibu (PR: 1,78; 95% CI: 1,27-2,51), umur anak (PR: 1,83 95% CI: 1,09-3,08), dan tempat tinggal (PR: 2,26; 95% CI:1,46-3,5) ditemukan berhubungan secara signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu. Tempat tinggal ditemukan menjadi confounder dalam hubungan antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia 12-59 bulan di Provinsi Bengkulu. Meningkatkan awareness masyarakat luas terhadap isu stunting, kerjasama lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting, serta pelaksanaan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan memberikan perhatian lebih pada kelompok-kelompok berisiko dapat mencegah dan menanggulangi stunting pada anak balita.

It is estimated that around the world as many as 21.3% or 144 million children under five years (toddlers) live in stunted condition. The 2018 Basic Health Research (Riskesdas) found that 28% of children under five in Bengkulu Province were stunted. This study aims to determine the factors associated with stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province in 2018. The data in this study are secondary data from Riskesdas 2018. This cross-sectional study found the prevalence of stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province is 25.3%. Mother's occupation (PR: 2,26; 95% CI: 1,39-3,68), mother's height (PR: 1,78; 95% CI: 1,27-2,51), child’s age (PR: 1,83; 95% CI: 1,09-3,08) and place of residence (PR: 2,26; 95% CI:1,46-3,5) was found to be significantly associated with stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province. Place of residence was found to be a confounder in the relationship between birth length and stunting in children aged 12-59 months in Bengkulu Province. Increasing public awareness of stunting, multisectoral cooperation in preventing and handling stunting, as well as Maternal and Child Health (MCH) services implementation by paying more attention to risk groups can prevent and overcome stunting in children under five."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudini
"Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya stunting adalah kehamilan usia remaja. Angka prevalensi stunting di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih diangka 18,6% di tahun 2021, padahal targetnya harus dibawah 10,38% di tahun 2024. Disamping itu, data terkait pernikahan usia remaja terus meningkat dari tahun ke tahun yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hingga mencapai 18,76% pada tahun 2020 sehingga menempatkan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi urutan pertama dari 34 provinsi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat kontribusi kehamilan usia remaja dengan kejadian stunting pada anak usia 0-59 bulan di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2021. Peneliti menggunakan desain studi cross sectional dimana data yang digunakan merupakan total sampling dari SSGI Tahun 2021 wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 2.969 responden. Analisis data dengan regresi logistik menggunakan sofware STATA 13. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting dapat diturunkan sebesar 3,4% jika kehamilan usia remaja dapat dikendalikan, dimana risiko kehamilan usia remaja untuk terjadi stunting pada anak usia 0-59 tahun sebesar 1,25 kali (95% CI: 0,70 – 2,23) setelah dikontrol oleh variabel ASI Ekslusif dan variabel BBLR. Adanya kontribusi dan pengaruh kehamilan usia remaja terhadap kejadian stunting mengharuskan adanya intervensi dalam pengendalian pernikahan usia dini dengan melibatkan sektor kesehatan, pendidikan, agama, dan adat.

One of the factors that can cause stunting is teenage pregnancy. The stunting prevalence rate in the Bangka Belitung Islands Province is still at 18.6% in 2021, even though the target must be below 10.38% in 2024. In addition, data related to teenage marriage continues to increase from year to year in the Province Bangka Belitung Islands reached 18.76% in 2020, placing the Bangka Belitung Islands Province in first place out of 34 provinces in Indonesia. The purpose of this study was to see the contribution of teenage pregnancy to the incidence of stunting in children aged 0-59 months in the Bangka Belitung Islands Province in 2021. The researchers used a cross-sectional study design where the data used was total sampling from SSGI in 2021 in the Bangka Islands Province. Belitung as many as 2,969 respondents. Data analysis using logistic regression using STATA 13 software. The results showed that the prevalence of stunting could be reduced by 3.4% if teenage pregnancies could be controlled, where the risk of teenage pregnancies for stunting in children aged 0-59 years was 1.25 times (95% CI: 0.70 – 2.23) after being controlled by exclusive breastfeeding and LBW variables. The contribution and influence of teenage gestational age on the incidence of stunting requires intervention in controlling early marriage by involving the health, education, religion, and customary sectors."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azkia Nur Zahrah
"Anak di bawah 5 tahun (balita) merupakan populasi dengan risiko anemia tertinggi dibandingkan dengan populasi kelompok usia lainnya (WHO, 2023). Prevalensi anemia pada populasi balita di Indonesia cenderung terus mengalami peningkatan dari 27,7% pada tahun 2007, kemudian meningkat sedikit menjadi 28,1% pada tahun 2013 dan meningkat tajam menjadi 38,5% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Pada kelompok usia balita, anak usia 6 – 23 bulan menjadi kelompok usia dengan risiko tertinggi untuk mengalami anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan data sekunder dari Riskesdas 2018. Sampel penelitian merupakan anak usia 6-23 bulan di Indonesia dengan total sampel sejumlah 331 anak. Hasil penelitian menemukan besar prevalensi anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia sebesar 58,9%. Berdasarkan hasil analisis bivariat, terdapat hubungan positif yang signifikan antara jenis kelamin (PR = 1,339; 95% CI  1,033-1,635) dan hubungan negatif yang signifikan (protektif) antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian anemia pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia (PR = 0,613 95% CI 0,537-1,290). Penggalakan program pemeriksaan Hb anemia pada anak usia 6-23 bulan, pemberian PMT yang kaya zat besi kepada anak usia 6-23 bulan dengan anemia, serta edukasi mengenai anemia pada anak melalui posyandu maupun puskesmas setempat diperlukan untuk mencegah dan mengendalian anemia pada anak.

Toddlers are the population with the highest risk of anemia compared to other age group populations (WHO, 2023). The prevalence of anemia in the under-five population in Indonesia tends to continue to increase from 27.7% in 2007, then increased slightly to 28.1% in 2013 and increased sharply to 38.5% in 2018 (Ministry of Health RI, 2018). In the toddler age group, children aged 6-23 months are the age group with the highest risk for anemia. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia. This study used a cross-sectional study design with secondary data from the 2018 Riskesdas. The research sample was children aged 6-23 months in Indonesia with a total sample of 331 children. The results of the study found that the prevalence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia was 58.9%. Based on the results of bivariate analysis, there was a significant positive relationship between gender (PR = 1.339; 95% CI 1.033-1.635) and a significant negative (protective) relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of anemia in children aged 6-23 months in Indonesia ( PR = 0.613 95% CI 0.537-1.290). Promoting programs for checking Hb anemia in children aged 6-23 months, giving PMT which is rich in iron to children aged 6-23 months with anemia, as well as education about anemia in children through posyandu and local health centers is needed to prevent and treat anemia in children."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Lawas
"Wasting merupakan bentuk kekurangan gizi akut sebagai akibat dari keadaan kekurangan asupan makanan atau mengalami penyakit infeksi yang terjadi dalam waktu yang singkat yang ditandai dengan berat badan yang kurang menurut tinggi badan. Angka wasting di Provinsi Maluku (12%) pada tahun 2021 lebih tinggi dibandingkan dengan angka wasting Nasional (7,1%) pada tahun yang sama menurut data SSGI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan kejadian wasting pada baduta usia 0-23 bulan di Provinsi Maluku tahun 2021. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional dan memanfaatkan data sekunder SSGI 2021 dengan jumlah sampel sebesar 978 baduta. Data dianalisis menggunakan uji chi square, fischer test, dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menunjukan terdapat 10.9% baduta yang mengalami wasting. Hasil analisis bivariat menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara wasting dengan jenis kelamin, umur, penyakit diare, dan penyakit ISPA, namun tidak ada hubungan yang signifikan antara wasting dengan status berat badan lahir, pneumonia, TB paru, kecacingan, campak, MDD, IMD, ASI Eksklusif, status imunisasi, kepemilikan buku KIA, pemberian Vitamin A, status pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, kerawanan pangan, wilayah tempat tinggal, sumber air minum, pemanfaatan posyandu, dan ketersediaan jamban. Faktor dominan kejadian wasting pada baduta di Provinsi Maluku tahun 2021, yaitu pemanfaatan layanan posyandu (OR = 2.12). Kesimpulan dari penelitian ini adalah baduta yang tidak pernah memanfaatkan layanan posyandu memiliki risiko 2.12 kali untuk mengalami wasting.

Wasting is a form of acute malnutrition as a result of a lack of food intake or experiencing an infectious disease that occurs in a short time which is characterized by underweight for height. The wasting rate in Maluku Province (12%) in 2021 is higher than the National wasting rate (7.1%) in the same year according to SSGI data. This study aims to determine the dominant factor for wasting in children aged 0-23 months in Maluku Province in 2021. This quantitative study used a cross-sectional design and utilized secondary data from SSGI 2021 with a total sample of 978 children. Data were analyzed using the chi square test, Fisher's test, and multiple logistic regression. The results of this study showed that there were 10.9% of toddlers who experienced wasting. The results of the bivariate analysis showed that there was a significant relationship between wasting and gender, age, diarrheal disease, and ARI, but there was no significant relationship between wasting and birth weight status, pneumonia, pulmonary TB, helminthiasis, measles, MDD, IMD , exclusive breastfeeding, immunization status, ownership of MCH handbook, provision of Vitamin A, mother's employment status, education level of mother, food insecurity, area of ??residence, source of drinking water, utilization of posyandu, and availability of latrines. The dominant factor for wasting in toddlers in Maluku Province in 2021 is the utilization of posyandu services (OR = 2.12). The conclusion of this study is that toddlers who have never used Posyandu services have a 2.12 times risk of experiencing wasting.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Khaira Wardi
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami anak akibat asupan makanan maupun penyakit infeksi yang berulang ditandai dengan tinggi/panjang badan anak terhadap usia <-2 SD kurva pertumbuhan WHO. Prevalensi Stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6%. Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi yang mengalami kenaikan prevalensi stunting dari 29,5% pada tahun 2021 menjadi 34,6% pada tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu faktor risiko penyebab stunting pada anak usia 12-23 bulan di Provinsi Papua. Desain dalam penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data SSGI 2022. Sampel dalam penelitian ini anak anak usia 12-23 bulan di Provinsi Papua yang terpilih menjadi responden SSGI 2022. Analisis data dilakukan menggunakan chi-square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin, BBLR, panjang badan lahir, imunisasi, penimbangan berat badan, keragaman makanan, sumber air minum, akses sanitasi, ketahanan pangan, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan jumlah balita dalam keluarga berhubungan dengan kejadian stunting (p<0,05). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 12-23 bulan di Provinsi Papua adalah BBLR yang dipengaruhi jenis kelamin anak setelah dikontrol oleh variabel panjang badan lahir, imunisasi, sumber air minum, ketahanan pangan, pendidikan ibu, jumlah balita dalam keluarga, dan ISPA (OR: 3,589; 95%CI : 1,311-9,825).

Stunting is a growth disorder experienced by children due to food intake or recurring infectious diseases, characterized by the height/length of the child's body for age <-2 SD on the WHO growth curve. The prevalence of stunting in Indonesia in 2022 is 21.6%. Papua Province is one of the provinces that has experienced an increase in the prevalence of stunting from 29.5% in 2021 to 34.6% in 2022. This research aims to determine the risk factors that cause stunting in children aged 12-23 months in Papua Province. The design of this study was cross-sectional using SSGI 2022 data. The sample in this study was children aged 12-23 months in Papua Province who were selected as respondents to the SSGI 2022. Data analysis was carried out using chi-square and multiple logistic regression. The results of the study showed that gender, low birth weight, birth length, immunization, body weight measurement, food diversity, drinking water sources, access to sanitation, food security, maternal education, maternal employment, and the number of children under five in the family were related to the incidence of stunting (p<0.05). The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 12-23 months in Papua Province is low birth weight which is influences by the sex of the child after being controlled by the variables birth length, immunization, source of drinking water, food security, maternal education, number of toddlers in the family. and ARI (OR: 3.589; 95%CI: 1.311-9.825"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Joellyn Sherapine
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai yang ditandai dengan indeks TB/U < -2 SD. Stunting dapat menghambat seorang anak dalam mencapai potensi fisik dan kognitifnya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 mencatat penurunan prevalensi stunting sebesar 2,8% dari tahun 2021 menjadi 21,8%. Prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong kategori tinggi. Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi kedua. Terdapat peningkatan prevalensi secara khusus pada kelompok usia 24-59 bulan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian stunting dan faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel yang digunakan adalah 2479 sampel menggunakan total sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder SSGI tahun 2022 yang diperoleh sesuai prosedur yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,8% anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat tergolong stunting. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir (p <0,001; OR = 2,537), panjang badan lahir (p <0,001; OR = 2,355), jumlah anggota keluarga (p = 0,037; OR = 1,194), akses air minum (p = 0,004; OR = 1,382), akses sanitasi (p <0,001; OR = 1,942), dan wilayah tempat tinggal (p = 0,003; OR = 1,333) dengan kejadian stunting. Namun, tidak ditemukan adanya hubungan antara riwayat penyakit infeksi, jumlah anak umur 0-59 bulan, ketahanan pangan, status imunisasi dasar, pemanfaatan posyandu, suplementasi vitamin A, dan pemberian obat cacing dengan kejadian stunting. Penelitian ini menemukan bahwa faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi Sulawesi Barat adalah panjang badan lahir.

Stunting is a growth and development disorder experienced by children due to poor nutrition, recurrent infections, and inadequate psychosocial stimulation which is characterized by a HAZ index < -2 SD. Stunting can prevent a child from reaching his physical and cognitive potential, not only in the short but also in the long term. The 2022 Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) recorded a reduction in stunting prevalence of 2.8% from 2021 to 21.8%. The prevalence of stunting in Indonesia is still in the high category. West Sulawesi is the province with the second-highest prevalence of stunting. There is a particular increase in prevalence in the 24-59 months age group. Therefore, this study aims to determine the description of stunting and the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province in 2022. This research is a quantitative study with a cross-sectional approach. The number of samples used was 2479 samples using total sampling. This research uses SSGI secondary data for 2022 which was obtained according to applicable procedures. The research results show that 34.8% of children aged 24-59 months in West Sulawesi Province are classified as stunted. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between birth weight (p < 0.001; OR = 2.537), birth length (p < 0.001; OR = 2.355), number of family members (p = 0.037; OR = 1.194), access to water (p = 0.004; OR = 1.382), access to sanitation (p < 0.001; OR = 1.942), and area of ​​residence (p = 0.003; OR = 1.333) with the incidence of stunting. However, no relationship was found between the history of infectious diseases, number of children aged 0-59 months, food security, basic immunization status, use of integrated service post (posyandu), vitamin A supplementation, and administration of deworming drug (p > 0,05) with the incidence of stunting. This research found that the dominant factor in the incidence of stunting in children aged 24-59 months in West Sulawesi Province is birth length."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Diah Karasita
"Stunting pada anak merupakan sebuah cerminan adanya gangguan pada pertumbuhan
dan perkembangan anak di seribu hari pertama kehidupan. Menurut Riset Kesehatan
Dasar tahun 2018, prevalensi balita stunting di Indonesia masih tinggi yaitu 30,8%
terdiri dari 11,5% severe stunting dan 19,3% stunting. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia
0-59 bulan di Kabupaten Mamuju pada tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain
studi cross-sectional dan data sekunder Riskesdas 2018. Sampel penelitian ini adalah
seluruh balita usia 0-59 bulan di Kabupaten Mamuju yang terpilih sesuai kriteria inklusi
dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada balita usia 0-59
bulan sebesar 43,4%. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara variabel independen dan dependen. Namun, data faktor-faktor stunting
di Kabupaten Mamuju dan Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan rendahnya cakupan
imunisasi, pendidikan tinggi, akses sumber air minum yang bersih dan sanitasi yang
layak. Penyakit infeksi terutama ispa dan diare masih menjadi penyakit yang sering
terjadi di Kabupaten Mamuju. Pemerintah diharapkan dapat memperdalam
pengumpulan data Riskesdas dari faktor yang mempengaruhi kejadian stunting
sehingga dapat dilakukan penelitian yang lebih lanjut. Penelitian lebih lanjut diharapkan
menggunakan data primer atau meneliti faktor-faktor stunting yang berbeda

Stunting among children reflects disruption in the growth and development of children
that occurs in the first thousand days of life. According to the 2018 Basic Health
Research (Riskedas), prevalence of stunting in Indonesian children under the age of 5
remains high, namely 30.8% with 11.5% severe stunting and 19.3% stunting. This study
aimed to determine the factors associated with stunting among children aged 0-59
months in Mamuju Distric in 2018. This study used a cross-sectional study and
secondary data from Riskedas 2018. The sample of this study was children aged 0-59
months in Mamuju Distric which was selected according to inclusion and exclusion
criteria. The results showed the prevalence of stunting among children aged 0-59
months was 43.4%. Bivariate analysis showed no significant relationship between the
independent and dependent variables. However, factors stunting data in Mamuju and
West Sulawesi Districts show low percentage of immunization coverage, higher
education, access to clean drinking water sources and proper sanitation. Infectious
diseases, especially ispa and diarrhea, are still common diseases in Mamuju Distric. The
government expected to deepen Riskesdas data collection from the factors that affect
stunting so that further research can be carried out. Further studies are expected to use
primary data or examine different stunting factors."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Weny Wulandary
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, kesehatan dan gizi ibu yang buruk, pola asuh dan stimulasi psikososial tidak memadai. Tesis ini membahas determinan stunting pada anak usia 6 – 23 bulan di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada anak usia 6 – 23 bulan di provinsi NTT sebesar 32,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan dengan stunting di antaranya adalah usia anak (OR: 1,723 CI 95% 1,215-2,445), jenis kelamin (OR: 1,777 CI 95% 1,305-2,419), BBLR (OR: 2,106 CI 95% 1,206-3,423), PBLR (OR: 1,768 CI 95% 1,133-2,759), riwayat penyakit infeksi (OR: 1,548 CI 95% 1,141-2,099), tingkat pendidikan ibu (OR: 1,555 CI 95% 1,136-2,127), dan sanitasi jamban (OR: 1,881 CI 95% 1,384-2,555). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor paling dominan terhadap stunting yaitu riwayat penyakit infeksi dengan nilai OR terbesar (p-value 0,003; OR: 2,244). Anak yang memiliki riwayat penyakit infeksi berisiko stunting sebesar 2,2 kali lebih tinggi dibandingan dengan anak yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi setelah dikontrol variabel usia anak, jenis kelamin, berat badan lahir, panjang badan lahir, dan sanitasi jamban.

Stunting is the impaired growth and development that children experience from chronic malnutrition, repeated infection, poor maternal health, and inadequate psychosocial stimulation. The focus of this study is determinants of stunting on 6 – 23 months children in East Nusa Tenggara Province using data from the Study of Indonesian Nutritional Status in 2021. This research is a quantitative study used cross sectional design. The results showed that the proportion of stunting in 6-23 months in NTT province was 32.8%. The results of bivariate analysis showed that variables significantly associated with stunting included child age (OR: 1.723 CI 95% 1.215-2.445), gender (OR: 1.777 CI 95% 1.305-2.419), LBW (OR: 2.106 CI 95% 1.206-3.423), LBH (OR: 1.768 CI 95% 1.133-2.759), history of infectious disease (OR: 1.548 CI 95% 1.141-2.099), maternal education (OR: 1.555 CI 95% 1.136-2.127), and toilet sanitation (OR: 1.881 CI 95% 1.384-2.555). The results of multivariate analysis showed that the most dominant factor of stunting was history of infectious disease (p-value 0,003; OR: 2.244). Children who have history of infectious disease are at risk of stunting by 2.2 times higher than children who do not have history of infectious disease after being controlled by child age, gender, LBW, LBH, and toilet sanitation."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>