Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135314 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Imam Faizal
"Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi pengaruh migrasi, motivasi dan arah bermigrasi terhadap hazard memiliki anak pertama. Dengan menggunakan data IFLS  gelombang 1-5, hasil regresi Cox menunjukkan bahwa perempuan kawin yang menjadi migran memiliki anak pertama lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang non-migran. Lebih lanjut, perempuan migran yang pindah menuju daerah perkotaan, mereka  memiliki hazard yang lebih kecil untuk memiliki anak pertama dibandingkan dengan yang pindah antardesa. Kemudian, mereka yang bermigrasi karena alasan pekerjaan dan pendidikan memiliki hazard untuk memiliki anak pertama yang lebih kecil dibandingkan dengan mereka yang pindah karena alasan keluarga.

This study investigates the effects of migration, reason and direction of migration on the hazard of having a first child. Using ever-married women from IFLS Wave 1-5, the results of Cox Regression show that those ever migrated is slower to have their first child than those who did not migrate. Furthermore, women migrants who moved to urban area have a lower hazard to have a first child compared to those who moved between villages. Also, those who migrated because of work or study have a lower hazard to have their first child than those who moved because of family reason."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endi Djunaedi
"Konsep Merantau mengacu pada konsep Migrasi Sirkuler, yaitu migrasi tidak tetap. Migrasi Sirkuler didefinisikan sebagai perginya penduduk keluar melewati batas administrasi desa asal pada waktu tertentu untuk mencari pekerjaan tanpa diikuti oleh perpindahan tempat tinggal.
Merantau Masyarakat Dusun Cisayong identik dengan definisi migrasi sirkuler di atas. Merantau masyarakat Dusun Cisayong berkaitan erat dengan tradisi budaya orang Tasik. Tradisi turun temurun dari satu kurun waktu ke kurun waktu lainnya. Seseorang perantau tidak saja akan menambah penghasilan, tetapi juga mendudukkan mereka pada strata yang terpandang.
Kajian ini berusaha menjelaskan faktor-faktor pendorong dan penarik merantaunya masyarakat Dusun Cisayong. Penelitian difokuskan pada satu Dusun (Kampung) dari tiga Dusun yang ada di Desa Cisayong. Penelitian lapangan yang menjadi acuan tesis ini dilakukan di Dusun Cisayong Desa Cisayong Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Lama Penelitian 12 bulan (Februari 1994 - Februari 1995) dengan efektivitas waktu tinggal 12 minggu (satu minggu per bulan). Melalui Pendekatan partisipasi terlibat dan sensus di satu Rukun Tetangga, dapatlah disimpulkan lima faktor pendorong dan satu faktor penarik. Kelima faktor pendorong tersebut adalah faktor ekologis, faktor ekonomi dan demografi, faktor pendidikan, keresahan politik dan faktor sosial. Sementara faktor penariknya adalah daya tarik kota yang menjanjikan harapan memperoleh nafkah.
Letak Dusun Cisayong secara ekologis mudah dicapai kendaraan umum roda empat ke dan dari daerah tujuan mendukung dorongan mereka untuk merantau. Sawah dan ladang yang menjadi tumpuan utama nafkah keluarga di desa makin menciut baik karena perubahan penggunaan untuk non pertanian maupun pertambahan jumlah penduduk, mendorong penduduk Dusun Cisayong untuk merantau.
Terbatasnya sarana pendidikan hanya sampai sekolah menengah pertama mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke luar desa. Keresahan politik akibat pemberontakan DI/TII ditahun lima puluhan sampai tahun tujuh puluhan membawa pengaruh terhadap penduduk untuk merantau (perantau pemula) yang kemudian kebiasaan ini diikuti pula oleh generasi selanjutnya kendati secara politik daerah mereka sudah aman. Kedudukan sosial yang berbeda antara yang kaya dengan yang miskin, antara yang memiliki sawah dan tidak memiliki sawah, mendorong penduduk untuk merantau, dan kesiapan istri yang akan menggantikaii sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah selama ditinggal merantau, memperbesar semangat suami pergi merantau.
Keberhasilan perantau secara material menarik perhatian calon-calon perantau. Kekayaan dalam bentuk rumah, sawah, kolam ikan dan ternak domba hasil usaha perantau di kota, dan informasi mudahnya mencari nafkah di kota menarik penduduk untuk merantau."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratry Chairunnisa
"Perkotaan seringkali menjadi tujuan migrasi, salah satu nya adalah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Peningkatan jumlah penduduk seringkali tidak dapat terakomodasi dengan baik oleh kemampuan menyerap tenaga kerja sehingga banyak terdapat sektor informal yang tumbuh di Jakarta. Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat adalah salah satu pusat perkonomian terbesar di Jakarta, banyak sektor informal yang tumbuh disekitarnya termasuk pedagang kaki lima. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui migrasi pedagang kaki lima yang terkait daerah asalnya serta faktor-faktor dalam migrasi. Faktor tersebut adalah faktor pendorong dan faktor penarik yang menjadi alasan migran untuk bermigrasi dan berdagang ke Jakarta serta cara mengatasi hambatan dalam migrasi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dan deskriptif.
Hasil yang di dapat adalah migran berasal dari 41 Kabupaten/Kota, sebagian besar dari Pulau Jawa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar motif ekonomi yang menjadi faktor negatif di daerah asal yang mendorong untuk pindah, yaitu minimnya lapangan pekerjaan. Faktor positif paling dominan dari daerah tujuan yang menarik migran untuk pindah adalah motif sosial, yaitu adanya kerabat. Adapun faktor penghambat bagi pedagang dalam bermigrasi yaitu jarak, pertalian keluarga dan keinginan kembali ke daerah asal. Penghambat tersebut di atasi migran dengan mengirimkan uang ke daerah asal dan pulang ke daerah asal secara rutin.

Urban often to be a migration objectives, one of which is DKI Jakarta as a capital of country, Indonesia. Sometime, increasing number of people is not able to be accommodated well by the carrying capacity of labor force opportunities, so that many informal sectors are growing in Jakarta. Tanah Abang Market in Central Jakarta is one of the largest economic center in Jakarta, many informal sectors growing around, including sidewalk vendors. This study aims to identify activity of sidewalk vendor’s migration related with region of origin and the factors in doing migration as well. Those factors are the push and pull factors that could be the reason for migrants to do migration, become sidewalk vendors in Jakarta and how to overcome the barriers in migration. The analysis in this study is using spatial and descriptive analysis.
The result of this study mentions that migrants come from 41 districts or city, most of them from Java Island. In this study, the economic motives become a negative factor from region of origin to push migrant to move, there is no job in the origin. Social motives become positive factors in the destination to pull migrant to move, there is migrant's relatives in the destination. The barriers for the sidewalk vendor while migration, that is distance, family bonds, and the desire to return to their hometown. The barriers can be overcome by sending money home and going back hometown regularly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clark, W.A.V
Beverly Hills: Sage Publications, 1986
304.82 CLA h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The Minangkabau of West Sumatra have long been noted for both a high level of outmigration and a tradition of an eventual return home, but some writers believe that migration from west Sumatra has become more permanent in recent years. Survey data collected in 1970-71 point to 4 main types of mobility in West Sumatra: commuting, local trading, circular migration and medium and long-term migration, with the last type being by far the most important is most of the villages surveyed. An analysis of Census and survey data suggests that perhaps half of all medium and long-term migrants from West Sumatra are now permanent migrants, and there is some evidence that this proportion is increasing with successive generations. The consequent decline in the degree of circularity in Minangkabau mobility is likely to result in a reduction in the flow of resources from migrants back to their home villages, leaving fewer positive benefits to counteract th negative effects of out migration."
GEOUGM 9:37 (1979)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Darmawan
"Migrasi (perpindahan penduduk) sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Faktor ekonomi merupakan motif yang paling sering dijadikan sebagai "center back" (alasan utama) keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.
Tujuan dari peneiitian ini adalah untuk mengetahui pola migrasi yang terjadi antar provinsi di Indonesia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, yang secara khusus faktor-faktor ekonomi yang digunakan dalam tesis ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Atas Dasar Harga Konstan, Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Pengangguran, perlu dilakukan perhitungan terhadap proporsi migrasi yang dipengaruhi faktor-faktor ekonomi tersebut.
Analisis yang digunakan untuk dapat melakukan perkirakan perubahan proporsi migrasi antar provinsi di Indonesia adalah dengan menggunakan Model Hybrida, yaitu model gravitasi yang sudah dimodifikasi sedemikian sehingga analisis hanya berpedoman pada sate perubahan indikator ekonomi saja. Karena data migrasi di Indonesia bersumber dari Sensus Penduduk yang dilakukan 10 tahun sekali dan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) yang dilakukan diantara dua sensus, maka Model Hybrida yang dikemukakan dalam tesis ini mengacu pada data dengan periode 5 tahunan.
Hasil analisis yang dilakukan untuk masing-masing indikator ekonomi menunjukan ketiganya mempunyai pengaruh yang signifikan dan bila ketiganya dianalisis secara bersama-sama ternyata indikator ekonomi Pengangguran menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap migrasi yang terjadi. Namun demikian dari kedua tahap analisis yang dilakukan, indikator ekonomi UMP menunjukan hasil yang sama yaitu tidak sesuai perkiraan semula karena migran justru cenderung menuju provinsi yang mempunyai UMP lebih rendah dibandingkan provinsi asalnya. Hasil itu diduga karena dalam analisis ini migran tidak dikelompokan menurut umur, terutama umur pekerja, disamping itu alasan migran melakukan migrasi seperti alasan pendidikan, pernikahan, keluarga dan lain-lainnya turut mempengaruhi hasil tersebut."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Karib
"ABSTRAK
Penduduk Koto Gadang banyak yang melakukan migrasi ke luar. Hal ini ditandai dengan adanya kenyataan bahwa jumlah penduduk asli lebih sedikit daripada jumlah penduduk pendatang. Jumlah penduduk asli hanya 538 orang. Sedangkan jumlah penduduk pendatang sebanyak 749 orang. Bukti lainnya adalah 161 buah rumah tidak dihuni lagi oleh pemiliknya. Dengan kata lain anggota keluarga dari rumah-rumah yang kosong tersebut telah bermigrasi seluruhnya. Dengan banyaknya penduduk Koto Gadang yang bermigrasi ke luar tersebut, merupakan hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini akan menyelidiki, apakah yang menjadi penyebab penduduk bermigrasi dari Kato Gadang ?
1. Apakah lahan pertanian sebagai penyebab penduduk bermigrasi ?
2. Apakah umur seseorang menentukan keputusannya untuk bermigrasi ?
3. Apakah tingkat pendidikan mempengarulii jumlah migrasi ?
4. Apakah sempitnya lapangan pekerjaan penyebab bermigrasinya penduduk ?.
Penelitian ini diawali dengan membahas penggunaan tanah di daerah terpencil yang berdasarkan teori dari Von Thunen (dalam Sandy, 1989: 61). Von Thunen mengatakan bahwa di daerah terpencil pola penggunaan tanah berbentuk sebuah lingkaran konsentrik. Di mana intensitas penggunaan tanah yang paling tinggi terdapat di sekitar pemukiman atau kampung. Makin menjauh dari tempat pemukiman itu, intensitas penggunaan tanah secara bertahap berkurang.
Akan tetapi, gambaran penggunaan tanah Von Thunen itu tidak memperlihatkan dinamika atau perkembangan yang terjadi sesuai dengan waktu dan pertambahan penduduk.
Untuk melihat dinamika penggunaan tanah di suatu lokasi terutama tanah di desa Koto Gadang, maka dipakai teori tahapan-tahapan penggunaan tanah konsepsi wilayah tanah usaha yang dikemukakan oleh Sandy (dalam Sajogyo, 1980: 161).
Berdasarkan teori tahapan-tahapan penggunaan tanah konsepsi wilayah tanah usaha, maka penggunaan tanah di Koto Gadang baru pada tahap G. Tahap penggunaan tanah tersebut dimulai dari tanah masih berupa hutan lebat dan belum ada manusia di situ. Kemudian tanah tersebut digunakan manusia untuk berbagai keperluannya.
Akhirnya penggunaan tanah itu mencapai tingkat penggunaan yang merusak lingkungan (tahap H dan I).
Apabila perjalanan penggunaan tanah di Koto Gadang terus berlanjut, maka kerusakan lingkungan akan terjadi sebagai akibat dari kurangnya tanah usaha bagi petani yang hidup di desa Koto Gadang ini.
Untuk menghindarkan kerusakan lingkungan, penduduk Koto Gadang dihadapkan pada 2 pilihan yaitu: pindah profesi selain petani atau pindah tempat dengan kata lain bermigrasi.
Penduduk Koto Gadang telah melaksanakan kedua hal tersebut. Dalam pindah profesi penduduk ada sebagai pengrajin, pedagang, tukang atau buruh dan pegawai. Akan tetapi penduduk yang telah berubah profesi tersebut tidak dapat menjamin suatu kehidupan yang layak.
Penduduk yang bermigrasi telah diteliti dengan agak rinci. Hasil penelitian itu menuniukkan bahwa:
1. Penduduk yang bermigrasi yang paling banyak berasal dari anggota keluarga yang memiliki lahan sempit (di bawah 0,5 ha).
2. Penduduk yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak bermigrasi darinada penduduk yang berpendidikan rendah. Penduduk Koto Gadang yang bermigrasi yang terbanyak berpendidikan SLTA ke atas.
3. Penduduk Koto Gadang yang bermigrasi kebanyakan mereka belum bekerja atau menganggur.
4. Penduduk yang bermigrasi umumnya yang berusia produktif (15 sampai 39 tahun).
Makna migrasi di sini berbeda dengan transmigrasi. Penduduk yang bermigrasi tidak dibantu oleh pemerintah. Tidak pula migrasi 'bedol deso' dan tidak ada pula pindah satu keluarga sekaligus. Melainkan bentuk migrasi penduduk Koto Gadang ini adalah migrasi swakarsa.
Sebagai akibat penduduk Koto Gadang bermigrasi, tidak kurang dari 161 buah rumah tidak lagi dihuni oleh pemiliknya. Karena penduduk yang tua-tua mungkin sudah meninggal. Sedangkan penduduk yang berumur relatif muda terpaut dengan usahanya di tempat baru.
Akan menjadi penelitian yang baik bagaimana kelanjutan dari kehidupan warga desa Koto Gadang di kemudian hari. Apakah desa itu akan kosong ataukah masih tetap dihuni oleh banyak penduduk asli?
Kasus Koto Gadang mungkin tidak akan merupakan satu-satunya kasus untuk desa-desa yang terpencil di Indonesia. Tidak mustahil kasus seperti di Koto Gadang ini akan terdapat pula pada desa-desa lain, apabila industrialisasi di Indonesia telah mencapai taraf perkembangan yang tinggi.

ABSTRACT
Out-Migration Of West Sumatra Population: Koto Gadang Case StudyA large number of the population of Koto Gadang, a remote village in West Sumatera, had migrated to other places. This can clearly be seen from the ratio between the number of indigenous inhabitants of Kato Gadang used the relatively new arrivals in the village. The number of new arrivals is 749, whereas that of the indigenous people is only 538. There is also the fact that no less than 161 homes have been left empty by their original owners, who moved out. One might wonder why those people left the village which is no less prosperous then other villages around.
This research addressed the following issues:
1. Is agricultural land the cause of this migration ?
2. Does one's age affect one's decision to migrate ?
3. Do educational levels affect the number of migrants ?
4. Does lack of job opportunities lead to migration ?.
This thesis opens with a discussion of land use in remote areas, based on Von Thunen's theory (in Sandy, 1989: 61). Von Thunen argued that the patern of land use in remote areas take the form of a concentric circle in which the highest intensity of land use is found in areas closest to the village. The farther away the areas are from the village, the intensity of land use gradually decreases. Von Thunen's thesis, however, does not take into account the dynamic aspect of settlement based on time and population growth.
The static nature of Von Thunen's model, however has been corrected by Sandy (Saiogyo, 1980: 161) by introducing the time factor and the development of land use due to population growth. According to this theory, land use proceed at several stages of development depending on population growth but in a community consisting of small scale farmers.
In view of this theory, land use in Koto Gadang has now reached stage G. If agriculture continues to expand environment damage is inevitable. To avoid environmental damage, people in the village are faced with the options by either switch trade or migrate. People in Kato Gadang have chosen both which is either switch trade or migrate.
A detailed study has been made of the migrants from Kato Gadang. The results of this study show that:
1. The largest number of migrants came from families having a small area of agricultural land (i.e. less than 0,5a ha.)
2. The higher the level of education of the people of Kota Gadang the more they migrate
3. They also migrate in order to escape unemployment in the village
4. Migrants were mostly of the productive age range (i.e. from 15 to 39 years old).
Migration in this sense is not similar to transmigration in its official meaning of the word. The migration of the people of Koto Gadang is entirely a personal affair. It is not organized nor subsidized by the government, no common plan and no common goal. It is mainly an individual initiative and quite voluntary.
As a consequence of the migration of a substantial part of the population of Koto Gadang, their owners leave no less than 161 homes empty at present.
The question now is: What will happen next ?. Will these homes remain empty forever or what kind of development are going to happen further?
I believe that Kato Gadang will not be alone in its predicament. Industrialization will bring about urbanization. This means that other "Kato Gadangs" will be found elsewhere, which makes the case the more interesting to investigate.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabir Ahmad
"Sulawesi Tenggara yang setiap tahunnya mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yakni untuk tahun 1980-1985 angka pertumbuhan rata-rata mencapai sebesar 3,52 per sen per tahun. Angka ini bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan penduduk Indonesia dalam periode yang sama (1980-1985) sebesar 2,13 per sen, maka laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Tenggara masih jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia. Tingginya angka pertumbuhan tersebut diperkirakan salah satu penyebab adalah besarnya perpindahan penduduk dari daerah lain di Indonesia masuk ke Sulawesi Tenggara yakni, migrasi masuk pada tahun 1980 adalah sebesar 11,1 per sen dari jumlah penduduk Sultra pada tahun tersebut. Sedangkan tahun 1985 migrasi masuk adalah sebesar 14,3 per sen dari jumlah penduduk Sultra.
Untuk melihat arus perpindahan tersebut serta dampaknya terhadap produktivitas penduduk Sultra, maka dalam studi ini dilakukan dua pendugaan dengan tujuan yaitu, pertama, ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menarik migrasi masuk dan keluar ke dan dari daerah Sulawesi Tenggara. Ke dua, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, serta kaitannya dengan migrasi. Terakhir ini akan diungkapkan secara deskriptif.
Dalam menunjang pendugaan di atas, maka digunakan metode analisis regresi berganda dengan menggunakan data Agregat yang diperoleh dari publikasi Biro Pusat Statistik berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1971, 1980, SUPAS 1985 dan SAKERNAS 1976, serta Sulawesi Tenggara Dalam Angka.
Dari dua pendugaan yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: Pertama, faktor yang mempengaruhi tingkat migrasi masuk dan keluar di Sulawesi Tenggara yakni; Industrialisasi, Urbanisasi, Tingkat kesempatan kerja, Kualitas penduduk (penduduk yang berpendidikan tamat SLTA dan Akademi/peguruan tinggi), Kepadatan penduduk, Jarak dan Dummy dengan indikator; 1 untuk migrasi keluar dan 0 untuk migrasi masuk.
Dari variabel tersebut di atas bila dilihat secara relatifitas antara daerah asal dan daerah tujuan (Sulawesi Tenggara), madan nampak bahwa:
1. Industrialisasi di daerah asal lebih menarik relatif terhadap Sultra, sehingga tingkat migrasi masuk ke Sultra menjadi berkurang dan tingkat migrasi keluar cenderung semakin besar.
2. Urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal pertumbuhannya lebih tinggi relatif terhadap Sultra, sehingga Sultra lebih menarik relatif terhadap daerah asal. Akibatnya tingkat migrasi masuk semakin besar dan migrasi keluar semakin berkurang. Nadi semakin tinggi tingkat urbanisasi, kepadatan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin besar tingkat migrasi.masuk ke Sultra. Urbanisasi dapat memiliki hubungan positif dan negatif terhadap migrasi.
3. Tingkat kesempatan kerja pertumbuhannya lebih cepat di Sultra bila dibandingkan daerah asal, maka hal ini lebih baik dan lebih menarik di Sultra relatif terhadap daerah asal, sehingga tingkat migrasi cenderung meningkat, dan migrasi keluar semakin berkurang.
4. Proporsi penduduk yang berpendidikan tamat SLTA berhubungan negatif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang keluar. lni relevan dengan hipotesis yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan (kualitas) penduduk di daerah asal relatif terhadap Sultra semakin sedikit migran masuk, sebab semakin tinggi kualitas akan semakin tinggi pula produktivitasnya pada akhirnya pendapatannya akan semakin tinggi pula. Sedangkan untuk proporsi penduduk tamat Akademi/perguruan tinggi mempunyai arah yang berbeda yakni, berhubungan positif dengan tingkat migrasi baik yang masuk maupun yang ke luar. Ini menolak hipotesis yang diajukan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk di daerah asal relatif terhadap Sulawesi Tenggara semakin besar pula tingkat migrasi masuk ke Sultra. Hal terjadi sebab, proporsi penduduk yang berpendidikan tinggi (tamat akademi/perguruan tinggi) di daerah asal lebih tinggi relatif terhadap Sultra. Berarti peluang bagi migran yang berpendidikan tinggi untuk meningkatkan produksi dan penghasilan masih terbuka lebar di daerah Sultra.
5. Jarak antara daerah asal (Sultra) dengan daerah Sultra (tujuan) memiliki hubungan negatif. Jarak merupakan proksi dari baiay transportasi, opportunity cost, phsychic cost. Untuk itu, semakin jauh jarak antara daerah asal (Sultra) dan Sultra (tujuan) semakin sedikit tingkat migrasi masuk dan keluar dari dan ke Sultra.
Ke dua, dengan menggunakan alpha 5 per sen, variabel yang berpengaruh (signifikan) terhadap produktivitas tenaga kerja adalah urbanisasi, dan kualitas penduduk (kecuali kematian bayi). Sedangkan variabel industrialisasi, dan pengeluaran pemerintah signifikan pada tingkat kepercayaan (alpha) 10 per sen. Variabel tersebut memiliki hubungan masing-masing urbanisasi negatif, kualitas tenaga kerja, industrialisasi, dan pengaluaran positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini (kecuali urbanisasi) menunjukkan bahwa semakin tinggi variabel tersebut akan semakin tinggi pula produktivitas tenaga kerja. Sedangkan variabel urbanisasi, semakin tinggi variabel ini akan semakin mengurangi produktivitas tenaga kerja.
Secara deskriptif memperlihatkan bahwa migran lebih banyak yang berpendidikan tamat perguruan tinggi, sedang non migran kebanyakan terkosentrasi pada jenjang pendidikan maksimal tamat SLTA. Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja migran, lebih tinggi jika dibandingkan dengan non migran. Dan tenaga kerja migran memberi sumbangan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja Sultra. Sebagai bukti yakni, di satu pihak jumlah migrasi masuk (absolut) meningkat setiap periode, di pihak lain produktivitas tenaga kerja juga meningkat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T34
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akrom
"Fenomena migrasi yang terjadi di daerah Panguragan, Cirebon. Fenomena migrasi tersebut merupakan bagian dan gejala yang muncul di Jawa Barat maupun di daerah lainnya. Masalah pokok yang menjadi perhatian studi ini adalah pertama Bagaimana pola migrasi yang difokuskan pada pola kepulangan/balik ke kampung. Kedua, bagaimana keterkaitan dimensi sosio-kultural masyarakat Panguragan dengan proses migrasi. Dan ketiga dampak migrasi terhadap proses pertumbuhan sosio-ekonomi daerah asal.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus. Informasi diperoleh dari 10 orang informan dengan pendekatan participant observation. Mereka terdiri dari 5 warga perantau, 3 pejabat pemerintah desa dan 2 tokoh masyarakat.
Studi ini didasarkan pada tesis bahwa "seorang migran mempunyai komitmen terhadap kampung halamann. Pelbagai cara dan bentuk seorang migran mengungkapkan kesetiaannya terhadap kampung halaman. Dari cara dan bentuk bentuk ungkapan tersebut akan menimbulkan pelbagai dampak di kampung halaman. Tentunya studi ini tidak mengesampingkan keterkaitkan dengan perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi dewasa ini.
Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa ada beberapa pola balik/pulang yang biasa dilakukan oleh masyarakat Panguragan. Mereka pulang pada waktu; 1) lebaran Idul Fitri, 2) acara maulidan pada bulan Maulud, 3) musim panen padi, 4) 3-4 kali dalam setahun bagi yang di Jabotabek dan 1-2 kali dalam setahun bagi yang di luar Pulau jawa, 5) apabila ada keperluan mendadak, 6) jika ada pemilihan kepala desa dan, 7) pulang dengan membawa barang rongsok dari rantau. Bentuk remiten yang dilakukan sebagian masyarakat Panguragan cukup unik, tidak hanya uang yang dibawa tetapi barang dagangan yang berpeluang mendatangkan keuntungan di daerah asal juga menjadi sesuatu yang bernilai lebih dari sekedar uang untuk di bawa pulang. Bukan hanya kota yang menjadi sasaran transaksi bisnis tetapi juga daerah asal mereka. Ada kecenderungan keterkaitan antara proses migrasi dan kondisi sosio-kultural masyarakat Panguragan, yaitu ; 1) retigiusitas seorang migran, 2) nilai, norma atau aturan (tatakrama) yang berlaku di dalam masyarakat Panguragan, 3) terjaganya keharmonisan interaksi antara perantau dengan masyarakat dan pemerintah daerah lokal maupun di daerah rantau, dan 4) adanya tekanan psikologis dari orang tua.
Mobilisasi dari sebagian masyarakat Panguragan membawa pelbagai perubahan, seperti perubahan dalam 1) keterbukaan dalam perbedaan pendapat, 2) lebih berfikir ke masa depan, 3) ekonomi subsitensi telah ditinggalkan, cara berfikir ekonomi modern telah mendominasi,) 4) semangat kerja semakin meningkat dan, 5) kepekaan sosial terhadap kondisi masyarakat daerah asal semakin meningkat.
Perubahan yang terjadi dari aspek sosial dicirikan dengan naikya status sosial mereka di tengah-tengah masyarakat. Dan aspek ekonomi nampak dengan banyaknya Para perantau yang sukses. Keberhasilan yang disimbolkan dengan kepemilikan materi pribadi yang menonjol. Dan aspek pemikiran adalah cara bertikir modern lebih mendominasi gaya berfikir mereka. Kebiasaan pulang panen pun sudah mulai ditinggalkan. Namun dalam bersikap yang dianggap relatif negatif oleh masyarakat kampung halaman ada kecenderungan tidak mengalami perubahan. Artinya sikap mereka sejauh ini tidak mengalami perubahan yang berarti.
Dampak lain dari proses migrasi terhadap pertumbuhan daerah asal adalah terwujudnya sarana-sarana umum seperti, pembangunan/renovasi masjid, mushola-mushola, pembangunan jalan umum, setapak, gang, saluran irigasi, pembangunan rumah-rumah jompo dan aksi-aksi sosial lainnya. Aksi sosial tersebut, seperti khitanan masal, santunan fakir miskin dan anak yatim. Kegiatan ini dilakukan baik melalui partisipasi individu migran maupun perkumpulan-perkumpulan migran yang cenderung semi organisasi dan sarat dengan nuansa religius."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Fanda Fadly
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang migrasi yang terjadi di Kelurahan Pondok Cina. Migrasi yang terjadi di Kelurahan Pondok Cina sangat berdampak pada kehidupan sosial masyarakat setempat. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat di Kota Depok, khususnya Kelurahan Pondok Cina. Oleh karena itu, dengan penelitian yang dilakukan ini diharapkan akan diperoleh gambaran dan pemahaman tentang terjadinya perubahan pola kehidupan sosial masyarakat di lingkungan Kelurahan Pondok Cina yang tidak terlepas dari kedatangan penduduk pendatang.
Untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan Pondok Cina tersebut, diperlukan data yang didapat dari beberapa kasus. Untuk memperoleh data tersebut, maka dilakukan wawancara kepada beberapa penduduk, baik itu penduduk asli Pondok Cina yaitu Betawi, maupun penduduk pendatang. Penduduk pendatang pada umumnya datang dari berbagai daerah di Indonesia, yang kemudian menetap di Kota Jakarta dan akhimya pindah ke wilayah Pondok Cina. Selain dari wawancara, penelitian ini juga mengambiI data melalui beberapa dokumentasi dan observasi. Perubahan sosial yang terjadi di Kelurahan Pondok Cina dibatasi pada perubahan sosial di lapangan pekerjaan, perubahan sosial pada kehidupan keluarga, dan perubahan sosial pada pola gaya hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3922
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>