Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211462 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Weriansyah
"Pandangan hakim terhadap status kewarganegaraan asing pada penjatuhan pidana dalam perkara peredaran gelap narkotika di Indonesia masih belum konsisten. Dalam beberapa putusan, status kewarganegaraan asing dicantumkan sebagai keadaan yang memberatkan sedangkan pada beberapa putusan lainnya status kewarganegaraan asing tersebut tidak dipertimbangkan sama sekali bahkan terdapat putusan yang menjadikan faktor tersebut sebagai alasan meringankan. Melalui metode penelitian yuridis normatif, dengan pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara terhadap beberapa hakim di Indonesia, penelitian ini berupaya menjelaskan persoalan mengenai relevansi status kewarganegaraan asing dalam penjatuhan pidana ditinjau dari 3 (tiga) aspek yakni falsafah penjatuhan pidana, pengaturan penjatuhan pidana dalam perkara peredaran gelap narkotika dan perbandingannya terhadap Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat, serta pandangan hakim dari masing-masing ketiga negara tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa status kewarganegaraan asing terdakwa dapat dijustifikasi melalui general deterrence theory walaupun justifikasi melalui teori tersebut terbilang lemah. Selanjutnya, ditinjau dari pengaturan penjatuhan pidana, kendati tidak ditemukan status kewarganegaraan asing sebagai faktor yang relevan dalam penjatuhan pidana dari ketiga negara di atas, hakim masih memiliki diskresi untuk menentukan sendiri faktor-faktor yang relevan menurutnya, sehingga masih terbuka kemungkinan untuk faktor kewarganegaraan asing dipertimbangkan. Terakhir, penelitian ini menemukan bahwa hakim di Belanda dan beberapa hakim di Indonesia menilai status kewarganegaraan asing tersebut relevan untuk dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana dengan alasan general deterrence theory dan beberapa alasan yang bersifat politis. Spesifik di Belanda, status kewarganegaraan asing juga dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana karena terkait dengan adanya kendala eksekusi dalam beberapa jenis pidana tertentu. Namun, Amerika Serikat secara tegas menolak status kewarganegaraan asing untuk berpengaruh dalam penjatuhan pidana karena dipandang inkonstitusional.

The perspective of judges regarding foreign citizenship status in sentencing for drug trafficking cases in Indonesia remains inconsistent. In some decisions, the status of foreign citizenship is identified as an aggravating circumstance whereas in several other decisions it is not considered at all or may even be considered as a mitigating factor. Through normative juridical research method, which involves literature review and interviews with several judges in Indonesia, this research aims to elucidate the issue of the relevance of foreign citizenship status in criminal sentencing, considering three aspects: sentencing philosophies, the regulation of criminal sentencing in drug trafficking cases and a comparison with Indonesia, the Netherlands, and the United States, as well as the views of judges from each of the three countries. The research finding indicate that the defendant’s foreign citizenship status can be justified based on the general deterrence theory although the justification relatively weak. Furthermore, in terms of regulations on criminal sentencing, although foreign citizenship status is not recognized as a relevant factor in criminal sentencing from the three countries above, judges still have the discretion to determine the relevant factors themselves, so it is still possible for foreign citizenship factors to be considered. Finally, this study reveals that judges in the Netherlands and several judges in Indonesia considered the status of foreign citizenship relevant to be considered in sentencing for general deterrence theory and several political reasons. Particularly in the Netherlands, foreign citizenship status is also considered in sentencing due to execution constraints in certain types of punishment. However, the United States firmly rejects the notion that foreign citizenship status has an impact on criminal sentencing as it is deemed unconstitutional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Aldinan Robby Jevri Hanter
"Tesis ini membahas mengenai bagaimana kepolisian di lingkungan Direktorat Tindak Pidana Narkoba BARESKRIM POLRI menggunakan kewenangannya dalam melakukan pemidanaan terhadap penyalahguna narkotika untuk direhabilitasi. Kewajiban untuk menerapkan rehabilitasi kepada para penyalahguna narkotika bersumber dari Pasal 54 Undang-Undang Narkotika. Pada tahun 2014, 7 lembaga negara telah mengeluarkan peraturan bersama yang mengatur tentang penerapan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Peraturan bersama tahun 2014 membawa perubahan yang cukup besar bagi penerapan rehabilitasi, termasuk peran kepolisian sebagai penyidik. Peran kepolisian dalam menerapkan rehabilitasi, bagaimana cara menerapkan rehabilitasi, serta dampak rehabilitasi yang diterapkan menjadi pembahasan utama dalam tesis ini.

This thesis discussess how the police in Directorate of Narcotic Crime of BARESKRIM POLRI on using its authority to punish drug abusers to implement the treatment. Obligation of treatment implementation comes from article 54 of Narcotic Act. In 2014, 7 agents of state have released the joint regulation about the implementation of treatment fo drug abusers. Those regulation bring the big change for treatment implementation, including the role of police as an investigator. The role of police on implement the treatment, the way of those implementation, and the impact of those implementation are the main discussion of these thesis."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alrasyidin Fajri
"ABSTRAK
Peredaran dan perdagangan narkoba di Indonesia saat ini menunjukkan kondisi
yang sangat mengkhawatirkan, karena kejahatan Narkoba merambah ke semua kalangan
di seluruh dunia. Perkembangan peredaran perdagangan narkoba memiliki modus
operandi yang kian hari semakin canggih dan harus diungkap melalui ?tehnik
Penyelidikan dan Penyidikan yang tidak biasa? digunakan pada kejahatan lainnya
karena selama ini kejahatan narkoba terindikasi bersifat ?tertutup, luas dan juga
terputus?. Menghadapi modus yang berkembang ini maka peredaran Narkoba juga
harus diberantas melalui perluasan teknik Penyelidikan dan Penyidikan yang salah
satunya dengan menggunakan metode pengawasan (Controlled Delivery).
Dalam distribusi peredaran Narkoba lintas wilayah dimana penelitian ini
dilaksanakan yakni wilayah hukum Jakarta Barat, maka personil Sat Narkoba Polres
Jakarta Barat menggunakan metode penyerahan di bawah pengawasan (Controlled
Delivery). Tesis ini dikupas melalui tiga teori yakni teori Pencegahan dari Muhammad
Kemal Darmawan, teori Sistem Hukum (System of Law) dari Lawrence M. Friedman
dan juga yang paling utama ialah Teori Efektifitas dari Ravianto Selanjutnya
pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif dengan field research (penelitian
lapangan), dimana data diperoleh melalui wawancara, observasi dan telaah dokumen
yang dianalisis melalui reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa peredaran Narkoba di wilayah
hukum Polres Jakarta Barat relatif tinggi dan menjangkau semua kalangan. Dalam
distribusi peredaran Narkoba lintas wilayah, personil satuan Narkoba Polres Jakarta
Barat memilih menggunakan metode penyerahan di bawah pengawasan karena
merupakan metode yang mudah dijangkau dan memiliki beban yang relatif ringan. Serta
metode penyerahan di bawah pengawasan yang dilakukan personil satuan Narkoba
Polres Jakarta Barat cukup efektif karena selain ringan merupakan metode yang paling
mudah dijangkau dalam menghadapi distribusi Narkoba lintas wilayah.
Pelaksanaan metode penyerahan di bawah pengawasan dalam pemberantasan
Narkoba oleh personil Satuan Narkoba Jakarta Barat tentunya harus berjalan optimal
demi menjawab tantangan akan tugas Polri khususnya tugas-tugas yang berkenaan
dengan modus peredaran Narkoba yang senantiasa berkembang

ABSTRACT
Drugs distribution and trade in Indonesia at this time is showing a very alarming
condition, because Drugs crime has penetrated to all spheres in the entire world. The
development of Drugs distribution trade has modus operandi that is becoming more
advanced each day and has to be revealed by ?unusual investigation technique? used by
other crimes, because all this time, Drugs crime is indicated as ?closed, broad, and cut
off?. Facing this expanding modus operandi, hence, Drugs distribution has to be
eradicated through expanded investigation technique, which one of it is using
?Controlled Delivery? method.
In Drugs distribution between region, where this research is executed, namely
the West Jakarta jurisdiction, therefore, Drugs Division West Jakarta Police Resort
personnel is using ?Controlled Delivery? method. This thesis is pared through three
theories, which is, Prevention Theory from Muhammad Kemal Dermawan, System of
Law from Lawrence M. Friedman, and foremost is Effectiveness Theory from Ravianto.
Research approach is done qualitatively from field research, where data are obtained
through interviews, observations, and document study which has been analyzed through
reduction data, and verification.
This research result has shown that drugs distribution in West Jakarta Police
Resort jurisdiction is relatively high and has reached all spheres. In cross regional
Drugs distribution, Drugs Division West Jakarta Police Resort personnel choose to use
?Controlled Delivery? method because this method is the most reachable method, and
relatively has light burden. And Controlled Delivery method performed by Drugs
Division West Jakarta Police Resort personnel is quite effective method, besides the
light burden, it is also the most reachable method in facing Drugs distribution cross
areas.
Controlled Delivery method implementation in Drugs eradication by Drugs
Division West Jakarta Police Resort personnel, indeed has to go optimally for the sake
of responding the challenge of Indonesian Nation Police?s task, particularly the tasks
regarding the Drugs distribution mode that is always developing"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Yohanes Partogi
"Kesalahan merupakan salah satu unsur terpenting untuk meminta pertanggungjawaban pidana terhadap kurir narkotika. Tanpa adanya kesalahan kesengajaan/ kelalaian , maka tidak dapat dipidananya seorang terduga kurir narkotika. Namun, pada penerapannya Hakim dalam mengadili seorang kurir narkotika terkadang luput menggali lebih lanjut mengenai bentuk kesalahan dari siterdakwa. Kesalahan ini sangat erat hubungannya dengan suatu bentuk penyertaan dalam melakukan tindak pidana. Sebab, narkotika sebagai suatu kejahatan terorganisir memiliki suatu mata rantai yang luas dimana terdapat hubungan kerja sama antar para pelaku. Dalam konteks kurir narkotika, perlunya dikaji lebih lanjut pengetahuan dan kesadaran kurir narkotika sebagai pelaku yang bekerja sama dalam suatu sindikasi narkotika.

Fault is one of the most important elements of criminal liability to the narcotics courier. Without a fault deliberate negligent , a narcotics courier cannot be held liable for its crime. However, in the application of the Judge in adjudicating a narcotics courier sometimes escapes further the error of the accused. This error is closely related to a form of participation in committing a crime. Therefore, narcotics as an organized crime has a wide chain where there is a relationship of cooperation between principals. In the context of narcotics couriers, the need to further examine the knowledge and awareness of narcotics couriers as actors who work together in a narcotic syndication."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doddy Monza
"Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan upaya yang dapat dilakukan oleh Polres Kepulauan Seribu dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika di wilayahnya. Hal tersebut merupakan salah satu program prioritas Polres Kepulauan Seribu mengingat wilayahnya terdiri dari pulau-pulau sehingga rawan menjadi sasaran penyelundupan Narkotika. Pada awal tahun 2015 terjadi penangkapan bandar Narkotika bernama Wong Chi Ping beserta anggotanya oleh Badan Narkotika Nasional BNN. Dari penangkapan tersebut BNN menyita 862 kilogram Narkotika jenis sabu yang siap diedarkan di Jakarta dan sekitarnya. Sabu dimaksud berasal dari Guang Zhou yang dibawa menggunakan kapal laut melalui Kepulauan Seribu. Selain itu dalam kurun waktu satu bulan petugas berhasil mengungkap 12 kasus dari 16 laporan polisi yang 3 orang diantaranya merupakan Target Operasi TO Polres Kepulauan Seribu. Polres Kepulauan Seribu dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika melakukan upaya preemtif, preventif, dan represif melalui analisa Rational Choice, SARA, SWOT, dan NKK yang bertujuan untuk menekan tingkat kejahatan narkotika di wilayah Kepulauan Seribu. Melalui metode analisa tersebut diharapkan upaya penanggulangan dapat dilakukan secara menyeluruh, baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan, pemberian pendidikan kesehatan dan bahaya penyalahgunaan narkotika kepada masyarakat di berbagai usia, pencegahan peredaran gelap narkotika, serta kegiatan patroli, razia, sidak baik di kapal,wilayah pesisir maupun darat, yang dilakukan secara rutin maupun acak. Kendala yang dihadapi Polres Kepulauan Seribu dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika umumnya berada pada permasalahan teknis internal. Kendala ini juga ditambah dengan keunikan kondisi Kepulauan Seribu yang meliputi pulau-pulau tidak berpenghuni sehingga para penjahat mudah untuk berpindah-pindah dan melarikan diri. Berkembangnya jenis dan macam narkotika serta kemajuan teknologi dan arus globalisasi mengakibatkan kejahatan narkotika sering diikuti kejahatan trans nasional lainnya seperti pencucian uang dan perdagangan manusia, sementara posisi Kepulauan Seribu merupakan transit masuknya barang dari luar negeri ke wilayah lain di Indonesia. Karenanya, dalam menanggulangi peredaran gelap narkotika di masa mendatang, Polres Kepulauan Seribu dapat lebih meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, baik instansi pemerintah, masyarakat umum, lembaga swadaya masyarakat dan swasta baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

This study aims to formulate efforts to be made by Kepulauan Seribu Police Resort in counter measure narcotics illicit distribution that occurred in Kepulauan Seribu region. Narcotics counter measure is one of the priority programs of Kepulauan Seribu Police Resort considering Kepulauan Seribu region consist of islands which targeted for drugs smuggling. In early 2015 a drug dealer namedWong Chi Ping and their members arrested by the National Narcotics Agency BNN. From the arrest BNN seized 862 kilograms of the illicit drug, methamphetamine sabu ready to be circulated in Jakarta and surrounding areas. Methamphetamine sabu which derived from Guang Zhou brought by ship through Kepulauan Seribu. Additionally within one month officers uncovered 12 cases of 16 police reports where 3 of them are Target Operations TO of Kepulauan Seribu Police Resort. Kepulauan Seribu Police Resort in counter measuring narcotics illicit distribution is done its preemptive, preventive and repressive effort through Rational Choice analysis, SARA, SWOT, and NKK which aims to reduce the level of drug crime in Kepulauan Seribu region. Through the analysis method it is expected the counter measure may be carried out thoroughly, either by reducing the opportunity to commit the crime, provision of health education and the dangers of drug abuse to the society in varieties age level, prevention on narcotics illicit, aswell as patrol, raid, spot inspection on board, coastal and land area, is carried outroutinely and randomly. Obstacles faced by Kepulauan Seribu Police Resort in counter measuring illicit narcotics generally are on technical issues internal. This constraint is also coupled with the unique conditions of Kepulauan Seribu which includes the uninhabited islands so the criminals easy to move around and escape. Expanding the types and kinds of narcotics as well as technological progress and globalization lead to narcotics crime which is often followed by other trans national crimes such as money laundering and human trafficking, while the position of Kepulauan Seribu is as transit entry of goods from abroad to other regions in Indonesia. Therefore, in counter measuring illicit narcotics in the future, Kepulauan Seribu Police Resort can further improve cooperation with various parties, including government agencies, civil society, non governmental organizations andthe private sector both nationally and internationally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anakri Askari
"Kita harus mengatakan bahwa ketahanan nasional kita sedang dihadapkan pada masalah amat serius. Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena Narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang bahkan bisa dikatakan bahwa Narkoba adalah masalah bangsa yang melibatkan semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya yang luar biasa untuk menangani masalah Narkoba yang kemudian dibentuklah Badan Narkotika Nasional. Dimana BNN memiliki Pos Interdiksi Terpadu yang salah satunya di Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta yang berfungsi sebagai upaya Pemutusan dan Pemberantasan Jaringan Sindikat Narkoba yang masuk melalui Bandar Udara.
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas Pos Interdiksi Terpadu di Bandara Soekarno Hatta dalam upaya pemutusan dan pemberantasan jaringan sindikat narkoba dan juga Untuk mengetahui dan menganalisis kendala dan permasalahan di lapangan yang saat ini terjadi, baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh Pos Interdiksi Terpadu di wilayah Bandara Soekarno Hatta dalam upaya pemutusan dan pemberantasan jaringan sindikat narkoba.
Penelitian akan dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode pendekatan deskriftif analisis dengan cara membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki, lalu data yang diperoleh akan dipelajari kemudian di analisis secara mendalam sehingga hasilnya dapat menjelaskan secara jelas tentang permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Pos Interdiksi Terpadu di Bandara Soekarno Hatta sangat efektif yang dibuktikan dengan banyaknya Pemutusan dan Pemberantasan Jaringan Sindikat Narkoba melalui Bandar Udara dengan segala keterbatasannya baik internal maupun eksternal.

We must say that our national security is facing a very serious problem. Drugs are a critical and complex issue that can not be solved by just one party only. Because the drug is not only an individual problem but a problem everyone can even be said that the drug is a problem nation involving all parties, both government and society. Therefore, it required a tremendous effort to deal with drug problems who later formed the National Narcotics Board. Where BNN has Integrated Pos interdiction, one of which at Soekarno Hatta Airport in Jakarta that serves as Termination and Eradication Drugs Syndicates entering through the Airport.
The purpose of this study was to determine and analyze the effectiveness of Integrated Pos Interdiction in the Soekarno Hatta Airport in an effort to termination and eradication of drugs syndicates and also to identify and analyze the constraints and problems in the field that when this happens, both internal and external facing Integrated Pos Interdiction in the Soekarno Hatta Airport in an effort to termination and eradication of drugs syndicates.
Research will be conducted using qualitative research methods with descriptive approach method of analysis by making descriptive, picture or painting in a systematic, factual and accurate information on the facts, as well as the nature of the relationship between the phenomenon investigated, and the data obtained will be studied later on in-depth analysis so the results can explain clearly about the problems studied.
The results showed that the Integrated Pos Interdiction in the Soekarno Hatta very effective as evidenced by the number of Drugs Syndicates Termination and Eradication through the airport with problem limitations both internal and external.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Nadya Fadilla
"ABSTRAK
Hingga saat ini, terjadinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum yang menelan banyak korban luka atau meninggal dunia selalu dinilai sebagai kesalahan sopir terlepas dari laik atau tidak laiknya kendaraan yang dikemudikan. Ketidaklaikan kendaraan seharusnya dapat memberikan bayangan akan suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Dengan menggunakan metode kualitatif dan menganalisis pertanggungjawaban pidana korporasi dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, peraturan-peraturan lain yang terkait, serta doktrin-doktrin pertanggungjawaban pidana korporasi, penelitian ini membuahkan hasil bahwa korporasi yang dalam hal ini adalah perusahaan angkutan umum, secara teoretis perusahaan angkutan umum dapat dibebani pertanggungjawaban pidana atas terjadinya kecelakaan lalu lintas yang melibatkan angkutan umum karena tidak laiknya kendaraan dan perbuatan pembiaran atas ketidaklaikan kendaraan yang dapat menimbulkan kecelakaan adalah suatu bentuk kesengajaan berkeinsyafan kemungkinan dolus eventualis . Akan tetapi sampai saat ini belum pernah ada korporasi yang dijadikan sebagai subjek tindak pidana lalu lintas dikarenakan sulitnya proses pembuktian unsur di dalam persidangan dan tidak ada keinginan untuk itu. Perlu sebuah dorongan dan kemauan untuk menjadikan perusahaan angkutan umum sebagai subjek tindak pidana lalu lintas agar tidak selalu sopir yang menjadi subjek tindak pidana lalu lintas meskipun sebenarnya tindak pidana lalu lintas terjadi karena tidak laiknya kendaraan.

ABSTRACT
Up until now, the occurrence of traffic accident involving public transportation which claimed many injured or died has always been regarded as a driver error regardless of the worthiness of the vehicle. Unworthy vehicle should be able to give an idea of a possible traffic accident. By using qualitative method and analyzing corporate criminal liability in the Law of the Republic of Indonesia Number 22 Year 2009, other related regulations, as well as doctrines of corporate criminal liability, this research led to the conclusion that corporation in this case is a public transportation company, theoretically, may criminally be liable for traffic accident involving public transportation because of the unworthy vehicle, and neglecting the unworthiness of the vehicle that could lead to accident is an intent in the form of dolus eventualis. However, until now, there has never been a corporation as a subject of a traffic crime due to the difficulty of proofing elements in the trial and there is no desire for it. It needs encouragement and willingness to make public transportation company as the subject of traffic crime so that it is not always the driver who will be the subject even though the traffic crime occurs due to the unworthiness of the vehicle."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnoni
"Perilaku sopan santun menjadi hal mendasar yang dibutuhkan dalam aktivitas sosial masyarakat, termasuk di dalam persidangan. Mengenai pemaknaan kesopanan di persidangan sendiri tidak ada pemaknaan yang sama. Meskipun tidak ada pemaknaan yang sama mengenai definisi dari kesopanan terdakwa di persidangan sebagai pertimbangan keadaan yang meringankan. Namun secara umum, sikap sopan terdakwa di persidangan lebih menekankan pada penghargaan terhadap tata tertib persidangan. Beberapa putusan pengadilan ada yang menggunakan sikap sopan terdakwa sebagai faktor yang meringankan pidana. Meskipun tidak ada ketentuan yang secara khusus menyebutkan bahwa sikap sopan dapat menjadi dasar pertimbangan yang meringankan, beberapa putusan pengadilan telah menganggap sikap sopan terdakwa di persidangan sebagai keadaan yang meringankan pidana. Namun, hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, karena ada anggapan bahwa hanya dengan bersikap sopan di persidangan dapat memperingan hukuman, hal tersebut dianggap tidak adil oleh sebagian masyarakat. Peraturan mengenai keharusan untuk bersikap sopan di persidangan diatur oleh Mahkamah Agung melalui protokol persidangan dan keamanan dalam lingkungan pengadilan. Dimana setiap orang yang berada di ruang sidang diwajibkan untuk menunjukkan sikap hormat terhadap peradilan, yang didalamnya termasuk untuk bersikap. Namun, mengenai apakah kesopanan terdakwa di persidangan dapat dipertimbangkan sebagai hal yang akan memperingan hukuman secara khusus tidak ada aturan yang mengatur bahwa sikap sopan terdakwa di persidangan dapat memperingan hukuman. Penentuan mengenai lamanya pidana penjara tidak diatur dengan kalkulasi yang baku, tetapi didalamnya hakim memiliki kebebasan untuk menentukan lamanya penghukuman. Pertimbangan hakim dalam menentukan penghukuman dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk didalamnya sikap terdakwa di persidangan. Namun, penggunaan sikap sopan terdakwa di persidangan sebagai faktor yang meringankan pidana dapat bervariasi antara putusan yang satu dengan putusan yang lain. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis penggunaan sikap sopan terdakwa di persidangan sebagai pertimbangan dalam penjatuhan hukuman.

Polite behavior is a fundamental requirement in social activities within the community, including in the judicial process. However, there is no universal interpretation of courtroom decorum. Although there is no consensus on the precise definition of defendant's courtesy in court as mitigating circumstances, generally the behavior of defendants' courtesies emphasizes respect for courtroom decorum. Several court decisions have used the polite behavior of the defendant as a mitigating factor in sentencing. Even though there is no specific provision stating that politeness can be used as a basis for mitigating sentences, several court decisions considered the polite behavior of the defendant in court as a mitigating measure. However, this remains a matter of debate in society, as some people believe that simply behaving politely in court does not necessarily lead to a reduced sentence, which they consider unfair. The obligation of individuals to show respectful behavior in court is regulated by the Supreme Court through courtroom and security protocols. However, as to whether the modesty of the defendant in court can be specifically considered as a mitigating factor, there is no rule that the courtesy of the defendant in court can reduce the sentence. Determination of the length of imprisonment is not regulated by a fixed calculation, but at the discretion of the judge. The judge's consideration in determining the sentence is influenced by various factors, including the behavior of the accused in court. However, the use of the defendant's polite behavior in court as a mitigating measure may vary between decisions of different courts. In this study, the authors analyze the use of the defendant's polite behavior in court as a consideration in sentencing. Although there are no normative rules governing this, courtroom practice shows that the polite behavior of the accused in court can be considered a mitigating factor in sentencing. However, based on the findings of this study, the researcher concludes that "polite behavior of the accused in court" is not treated as a condition that automatically reduces criminal penalties, considering that behaving politely in court is an obligation for everyone present in the courtroom."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Xavier Junian
"Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (RAN P4GN) merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah narkotika yang ada di Indonesia. Pada tahun 2019, tersangka narkotika di Indonesia mencapai 52.709 orang, yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia sehingga pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No.6 Tahun 2018 tentang RAN P4GN untuk menanggulangi masalah narkotika tersebut dengan melibatkan seluruh aktor, baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Namun, partisipasi aktor secara penuh belum terlihat dalam RAN P4GN tersebut, hal ini dapat dilihat dari hasil laporan terkahir RAN P4GN yang menyebutkan bahwa instansi pemerintah yang terlibat belum mencapai 50% dan belum terlihat adanya keterlibatan swasta dan masyarakat dalam laporan tersebut. Penelitian ini mencoba membahas permasalahan pelaksanaan RAN P4GN yang terjadi dari sudut pandang network governance dengan menggunakan teori karakteristik network governance dari Erik-Hans Klijn dan Joop Koppenjan serta teori efektifitas network governance dari Provan dan Milward. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa karakteristik network governance yaitu actor, interaction, institutional features dan network management telah terdapat dalam RAN P4GN tersebut. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukan adanya beberapa masalah yang menghambat pelaksanaan RAN P4GN yaitu integrasi seluruh aktor yang belum terjalin dengan baik, alat pengawasan berupa aplikasi yang kurang optimal, stabilitas sistem yang belum menjamin partisipasi aktif dari seluruh aktor dan sumber daya yang belum mencukupi, secara umum masalah ini merupakan tanggung jawab BNN sebagai leading sector dalam RAN P4GN ini.

The National Action Plan for the Prevention and Eradication of Narcotics Abuse and Illicit Trafficking (RAN P4GN) is a policy undertaken by the Government to address the narcotics problem in Indonesia. In 2019, there were 52,709 narcotics suspects in Indonesia, scattered in various regions in Indonesia so that the government issued Presidential Instruction of the Republic of Indonesia Number 6 of 2018 concerning RAN P4GN to tackle the narcotics problem by involving all actors including government, private and community. However, the full participation of actors has not been seen in the RAN P4GN, this can be seen from the results of the latest RAN P4GN report which states that the government agencies involved have not reached 50% and there is no private and community involvement in the report. This study tries to discuss the problems of implementing the RAN P4GN that occur from a network governance perspective by using the characteristics of network governance theory from Erik-Hans Klijn and Joop Koppenjan and the effectiveness of network governance from Provan and Milward. The method used in this research is a qualitative approach with qualitative data collection techniques through in-depth interviews and literature study. The results of this research indicate that the characteristics of network governance, namely actor, interaction, institutional features and network management, are contained in the RAN P4GN. In addition, the results of this research also show that there are several problems that hinder the implementation of the RAN P4GN, the integration of all actors that have not been well established, external control tools in the form of less optimal applications, system stability that has not guaranteed active participation of all actors and insufficient resources. In general, this problem is the responsibility of BNN as the leading sector in this RAN P4GN."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Shofie
"ABSTRAK
Fokus disertasi ini membahas pertanggung jawaban pidana korporasi dari sisi pengaturan dan praktiknya dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Sejak tahun 1955 sesudah berlakunya Undang-undang Tinclak Pidana Ekonomi 1955 (Undang-undang No 7/DRT/1955), hingga saat ini tidak satu pun korporasi dijatuhi pidana. Sementara itu Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999 (Undang-undang No.8/ 1999) juga membebani pertanggungiawaban pidana kepada korporasi atas tindak pidana (laku pidana) perlindungan konsumen. Tetapi hal yang sama masih juga terjadi dalam masa rezim perlindungan konsumen. 36 kasus tindak pidana pcrlindungan konsumen telah dikaji dengan menggunakan desain penelitian normatif. Tidak ada korporasi yang dijatuhi pidana. Isu kontroversial tersebut tidak membuat peneliti kccewa. Argumentasi-argumentasi pengadilan terkait ke-36 kasus tersebut dicermati dengan teliti. Hasilnya, yaitu: bahwa sejumlah argumentasi memberi ruang yang Iebih luas bagi pertanggung jawaban pidana korporasi. Sehubungan dengan hal ini, pengadilan masih tetap berperan memberikan argumentasi hukum tentang teori pelaku fungsional dalam tindak pidana. Penjelasan teoritis ini berpijak pada pandangan bahwa mens rea (schuld) pelaku fisik dapat diatribusikan kepada pelaku fimgsional. Pada tahap-tahap selanjutnya mens rea (schuld) tersebut diatribusikan kepada korporasi dengan meuggunakan doktrin agregasi. Dengan pendekatan teoritis ini, korporasi dipertanggungiawahkan secara pidana. Hal ini tidak berarti bahwa penjatuhan sanksi seyogyanya selalu dilakukan pengadilan. Ketika pengadilan menerapkan undang-undang dalam suatu kasus, pengadilan mengkongkritkan norma norma umum menjadi norma individual. Teknik hukum pidana menentukan suatu perilaku (tindak pidana) dengan penjatuhan sanksi terhadap pelanggannya. Menurut pandangan hukum yang sanksionis jika seseorang tidak berperilaku sesuai dengan suatu larangan tertentu, konsekuensinya pengadilan seharusnya menjatuhkan sanksi, apakah pidana ataupun perdata. Preskripsi berupa sanksi tidak selalu dijatuhkan, tergantung pada kondisi-kondisi tertentu, dalam hal suatu perangkat paksaan seyogyanya diterapkan. Pengadilan seyogyanya menjatuhkan sanksi kepada korporasi, jika suatu tindak pidana (laku pidana) menguntungkan korporasi. Sehubungan dengan ini, peneliti mengusulkan agar teori corporate vicarious criminal liability seyogyanya diterapkan dalam rezim perlindungan konsumen.

ABSTRACT
The focus study of this dissertation is the laws and practices of corporate criminal liability concerning consumer protection law in Indonesia. Since 1955 until now after enactment ofthe Law on Economic Crimes 1955 (Law of Republic of Indonesia No. 7/DRT/1955; UU TPE l955), corporation has not been liable for economic crimes in Indonesia. Meanwhile The Law on Consumer Protection 1999 (The Law of Republic of Indonesia No.8/1999; LCP 1999) also provides that a corporation may be criminally liable for consumer offences. But the similar circumstances still have been repeated in the consumer protection regime. 36 cases related to consumer offences have been analyzed with a normative research design. No corporation was made a sentence at all in these cases. The controversial issue does not make the researcher unsuccessfully. The arguments of courts related these 36 cases were examined carefully. The result is that some of them give a wider space for corporate criminal liability. ln regard to this, judicial role still give some legal argumentations on theory of functional perpetrator in criminal acts. This theoretical explanation hold that physical perpetrators mens rea (schuld) can be attributed to functional perpetrator. ln the further steps, the mans rea can be attributed to corporation. It is based on aggregation theory. According to this theoretical approach, corporation may be held criminally responsible. it does not mean that decreeing a sanction should always be taken by judicial. When the judiciary applies the statutory in a litigated case. it concrctizes the general norms which constitutes an individual norm. The penal technique makes conduct (offences) the condition of sanctions to the delinquent. According to sanctionist view of law is that if a person does not comply with a certain prohibition, the consequence is that the courts ought to inflict a penalty, whether criminal or civil. Prescribing a sanction is not always inflicted, it depends on the certain conditions, in which a coercive measure ought to be applied. The court should order a sanction to a corporation, ifa criminal act benefits the corporation. In regard to this, the researcher suggest that the theory of corporate vicarious criminal liability should be adopted in consumer protection regime."
Depok: 2010
D1106
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>