Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202658 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Ayu Ramadanti
"Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan global. Modalitas terapi yang digunakan untuk pasien kanker payudara diataranya agen kemoterapi doksorubisin (DOX). DOX digunakan untuk pengobatan kanker dengan mekanisme interkalasi DNA dan penghambatan topoisomerase II, serta penggunaannya mengalami resistensi. Bahan alam berpotensi digunakan untuk terapi kombinasi mengatasi resistensi doksorubisin. Bahan alam yang digunakan diantaranya dari jahe merah yang mengandung 6-shogaol. Senyawa 6-Shogaol sebagai agen kemoterapi yang meregulasi ekspresi gen yang berhubungan dengan proses proliferasi sel. Pada penelitian ini dilakukan analisis ekspresi gen pada basis data Gene Expression Omnibus (GEO) terkait pengobatan doksorubisin (GSE124597) dan pemberian 6-shogaol (GSE36973) dengan tujuan mengetahui perbandingan pola ekspresi gen yang dipengaruhi keduanya terhadap sel kanker payudara MCF7. Dilakukan juga anotasi fungsi gen yang diekspresikan menggunakan Gen Ontologi (GO) dan KEGG, jejaring farmakologi menggunakan basis data STITCH, serta simulasi penambatan molekuler untuk mengetahui mekanisme kerja antikanker. Sifat antikanker doksorubisin, 6-shogaol, dan ekstrak jahe merah kemudian  dikonfirmasi secara invitro meggunakan metode MTT. Hasil analisis Diffrential Expression Genes (DEG) menghasilkan 227 DEG yang sama (DEG bersama) akibat pemberian doksorubisin dan 6-shogaol. Hasil anotasi fungsi gen dengan GO menunjukkan dari 227 DEG terkait dengan proliferasi sel melalui jalur TP53.Demikian juga terkait hasil analisis jejaring farmakologi menunjukkan doksorubisin dan 6-shogaol terhubung dengan protein TP53. Hasil analisis interaksi protein-protein (PPi) menunjukkan jalur persinyalan TP53 terhubung dengan protein CDKN1A, GADD45A, DDIT3 dan CXCL12. Penambatan molekuler senyawa doksorubisin dan 6-shogaol pada protein TP53 menghasilkan energi ikatan berturut-turut -7.97 kcal/mol dan -6.05 kcal/mol. Nilai IC50 senyawa doksorubisin, 6-shogaol, dan ekstrak jahe pada sel MCF-7 berturut-turut adalah: 15.45 µg/ml, 61.24 µg/ml dan 144.99 µg/ml. Hal ini menunjukkan 6-shogaol dapat digunakan sebagai kandidat komplementer antikanker pada sel MCF-7.

Breast cancer is still a global health problem. Therapeutic modalities used for breast cancer patients include the chemotherapeutic agent doxorubicin (DOX). DOX is used for the treatment of cancer with DNA intercalation mechanisms and topoisomerase II inhibition, and its use has experienced resistance, so a combination therapy of natural ingredients is needed. The natural ingredients used include red ginger which contains 6-shogaol. 6-Shogaol compound as a chemotherapeutic agent that regulates gene expression related to cell proliferation processes. In this study, gene expression analysis was carried out on the Gene Expression Omnibus (GEO) database related to doxorubicin treatment (GSE124597) and 6-shogaol administration (GSE36973) with the aim of knowing a comparison of gene expression patterns affected by both of them on MCF7 breast cancer cells. Functional annotations of expressed genes were also performed using Gene Ontology (GO) and KEGG, pharmacological networks using the STITCH database, as well as molecular docking simulations to determine the mechanism of anticancer action. The anticancer properties of doxorubicin, 6-shogaol, and red ginger extract were then confirmed in vitro using the MTT method. The results of the Differential Expression Genes (DEG) analysis yielded the same 227 DEGs as a result of doxorubicin and 6-shogaol administration. The results of gene function annotations with GO showed that 227 DEGs were related to cell proliferation through the TP53 pathway. Likewise, the results of pharmacological network analysis showed that doxorubicin and 6-shogaol were linked to the TP53 protein. The results of protein-protein interaction (PPi) analysis showed that the TP53 signaling pathway was connected to the CDKN1A, GADD45A, DDIT3 and CXCL12 proteins. Molecular docking of the compounds doxorubicin and 6-shogaol to the TP53 protein produces a binding energy of -7.97 kcal/mol and -6.05 kcal/mol, respectively. The IC50 values ​​of doxorubicin, 6-shogaol, and ginger extract in MCF-7 cells were: 15.45 µg/ml, 61.24 µg/ml and 144.99 µg/ml, respectively. This shows that 6-shogaol can be used as a complementary anticancer candidate in MCF-7 cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Azza Nuraqila
"Kanker payudara merupakan jenis kanker paling umum di dunia. Saat ini, pengobatan kanker payudara memiliki efek samping serius dan memiliki risiko resistensi sehingga diperlukan terapi baru dengan mencari bahan dari alam yang memiliki potensi antikanker sebagai agen chemoprevention, seperti jahe merah dan secang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek sitotoksik ekstrak jahe merah, secang, dan kombinasi keduanya terhadap sel MCF-7 dan T47D, serta efek antioksidan ekstrak ketiga kelompok ekstrak tersebut. Ekstrak kering dari jahe merah dan secang dilakukan uji penapisan fitokimia dan dievaluasi aktivitas antioksidannya menggunakan uji DPPH sedangkan aktivitas sitotoksik diuji menggunakan metode MTT assay untuk menentukan nilai IC50 pada sel MCF-7 dan T47D. Hasil penelitian menunjukkan hasil positif pada uji golongan alkaloid, tanin, fenol, saponin, flavonoid, dan terpenoid untuk kedua ekstrak. Nilai IC50 tertinggi terdapat pada ekstrak secang dengan IC50 325.64 ± 23.57 µg/mL. Kombinasi ekstrak juga tidak meningkatkan aktivitas antioksidan, dengan IC50 433.14 ±31.5935 µg/mL. Uji sitotoksik menunjukkan bahwa ekstrak secang lebih efektif pada sel T47D (IC50 321.46 µg/mL) dibandingkan MCF-7 (IC50 509.93 µg/mL). Secang juga menunjukkan efek sitotoksik yang lebih tinggi dibanding jahe merah dan kombinasi. Hasil studi ini mengindikasikan bahwa ekstrak secang memiliki potensi sebagai agen kemoterapi alami terutama untuk sel T47D.

Breast cancer is the most common type of cancer in the world. Currently, breast cancer treatments have serious side effects and pose a risk of resistance, thus necessitating new therapies by searching for natural substances with anticancer potential as chemopreventive agents, such as red ginger and sappan wood. This study aims to evaluate the cytotoxic effects of red ginger extract, sappan wood extract, and their combination on MCF-7 and T47D cells, as well as the antioxidant effects of these three extracts. The dry extracts of red ginger and sappan wood underwent phytochemical screening and their antioxidant activity was evaluated using the DPPH assay, while the cytotoxic activity was tested using the MTT assay to determine the IC50 values on MCF-7 and T47D cells. The results showed positive outcomes in tests for alkaloid, tannin, phenol, saponin, flavonoid, and terpenoid groups for both extracts. The highest IC50 value was found in sappan wood extract with an IC50 of 352.64 ± 23.57 µg/mL. The combination of extracts did not enhance antioxidant activity, with an IC50 of 433.14 ± 31.59 µg/mL. Cytotoxic tests showed that sappan wood extract was more effective on T47D cells (IC50 321.46 µg/mL) compared to MCF-7 cells (IC50 509.93 µg/mL). Sappan wood also demonstrated higher cytotoxic effects compared to red ginger and their combination. The results of this study indicate that sappan wood extract has potential as a natural chemotherapeutic agent, especially for T47D cells. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Verena Jerissia Murtagh
"Kanker paru menyebabkan sekitar 20% dari seluruh kematian terkait kanker. Kafein merupakan zat psikoaktif yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, kafein ditemukan sebagai molekul aktif di daerah selain otak, yang efeknya sangat bervariasi, dan belum sepenuhnya dipahami. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kafein dapat digunakan dalam pengobatan medis; kafein juga ditemukan meningkatkan ekspresi gen hTERT pada sel MCF-7 dan Hep-G2. hTERT adalah gen yang bertanggung jawab atas regulasi protein hTERT, yang dapat memanjangkan telomer melalui telomerase, suatu enzim yang banyak terdapat pada tumor kanker. Panjang telomer tidak hanya relevan dalam bidang kanker, tetapi juga dalam bidang anti-aging, dalam konteks penyakit degeneratif seperti Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) atau Penyakit Alzheimer (AD). Penelitian ini menyelidiki hubungan antara kafein dan gen hTERT, untuk mengetahui bagaimana kafein mempengaruhi panjang telomer untuk penyakit tersebut. Metode yang digunakan meliputi Reverse Transcriptase Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) untuk mendeteksi ekspresi gen hTERT, dan Uji Trypan Blue untuk mendeteksi viabilitas sel. Sel A549 diberi perlakuan dengan bubuk kafein yang diencerkan dalam Phosphate Buffered Saline (PBS) selama 24 jam, dengan konsentrasi antara 0,5; 1; 2; 3; & 5 mM. Hasil qRTPCR menunjukkan ekspresi hTERT meningkat setelah perlakuan sebesar 0,5; 2; dan 3 mM kafein, namun menurun setelah pengobatan dengan 1 dan 5 mM kafein. Uji Trypn Blue menunjukkan bahwa viabilitas sel A549 setelah diberi perlakuan kafein menghasilkan peningkatan kematian sel yang stabil seiring dengan peningkatan dosis (dose-dependent). Kafein menurunkan viabilitas sel kanker paru dan mempengaruhi ekspresi gen hTERT.

Lung cancer causes around 20% of all cancer-related deaths. Caffeine is a psychoactive substance widely consumed by the public. In the past years, caffeine has been found to be an active molecule in areas other than the brain, of which the effects vary widely, and are not yet fully understood. Previous research has shown that caffeine can be in medical treatment; caffeine has also been found to increase the expression of the hTERT gene in MCF-7 and Hep-G2 cells. hTERT is the gene which regulates the hTERT protein, which in turn can elongate telomeres by way of telomerase, an enzyme abundant in cancer tumours. The length of telomeres is not only relevant in the field of cancer, but also in the field of anti-aging, in the context of degenerative diseases such as Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF) or Alzheimer's Disease (AD). This study investigates the connection between caffeine and the hTERT gene, so that the modification of telomeres by caffeine may be further understood. Methods used include Reverse Transcriptase Quantitative Real- Time Polymerase Chain Reaction (qRT-PCR) for detecting hTERT gene expression, and the Trypan Blue Assay for detecting cell viability. A549 cells were treated with caffeine powder for 24 hours, with concentrations between 0,5; 1; 2; 3; & 5 mM. qRT-PCR results showed that hTERT expression increased after treatment with 0,5; 2; and 3 mM of caffeine, however, decreasing after treatment with 1 and 5 mM caffeine. Caffeine lowers lung cancer cell viability and affects hTERT gene expression"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Muqaddam
"Latar belakang: Kanker serviks merupakan kanker dengan prevalensi terbanyak keempat pada wanita di dunia, sehingga tatalaksana yang tepat dengan efek samping minimal sangat dibutuhkan. Salah satu tatalaksana yang sedang dikembangkan adalah terapi menggunakan herbal jahe (Zingiber officinale) yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan sitotoksik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan aktivitas antioksidan dan sitotoksik ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe.
Metode: Ekstrak jahe yang diujikan adalah ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe. Aktivitas antioksidan ekstrak jahe ditentukan menggunakan metode DPPH [2,2-di(4-tert-octylphenyl)-1-picrylhydrazyl], sedangkan aktivitas sitotoksiknya terhadap sel kanker serviks HeLa ditentukan dengan metode MTT (3-(4,5-dimetilthiazol-2-yl)-2,5 difenil tetrazolium bromida) assay.
Hasil: Ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap DPPH yang tergolong aktif. Minyak esensial jahe dengan nilai IC50 sebesar 51,33 µg/mL, memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada ekstrak air rebusan jahe dengan nilai IC50 sebesar 91,79 µg/mL. Aktivitas sitotoksik ekstrak air rebusan jahe (IC50=7,33 µg/mL) dan minyak esensial jahe (IC50=7,17 µg/mL) terhadap sel kanker serviks HeLa tergolong aktif dan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Ekstrak air rebusan jahe dan minyak esensial jahe memiliki potensi unutk dikembangkan lebih lanjut sebagai antioksidan dan agen antikanker untuk terapi pengobatan kanker serviks.

Introduction: Cervical cancer is cancer with the fourth most prevalence in women in the world, therefore the proper management with minimal side effects is needed. One of the treatments being developed is therapy using ginger (Zingiber officinale) which is known previously to have antioxidant and cytotoxic activity. This study aims to compare the antioxidant and cytotoxic activity of ginger boiled-water extract and ginger essential oil.
Method: The ginger extracts tested were ginger boiled-water extract and ginger essential oil. The antioxidant activity of ginger extracts was measured by the DPPH [2,2-di(4-tert-octylphenyl)-1-picrylhydrazyl] method, whereas cytotoxic activities of the extracts against HeLa cervical cancer cells were evaluated by the MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2- yl)-2,5 diphenyl tetrazolium bromide) assay.
Result: Ginger boiled-water extract and ginger essential oil showed an active antioxidant activity against DPPH free radical. Ginger essential oil with an IC50 value of 51.33 g/mL, has a greater better antioxidant activity than ginger boiled-water extract with an IC50 value of 91.79 g/mL. Ginger boiled-water extract (IC50=7.33 g/mL) and ginger essential oil (IC50=7.17 g/mL) were classified to have an active cytotoxic activity against HeLa cervical cancer cells, and both of extracts did not show a statistically significant difference.
Conclusion: Ginger boiled-water extract and ginger essential oil both have are potential to be developed for as cervical cancer therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Zahira Suhaima
"Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum terjadi pada wanita dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Tata laksana yang dapat dilakukan antara lain pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi, meskipun metode tersebut tidak jarang menimbulkan berbagai efek samping serta biaya yang mahal. Pengobatan alternatif juga kerap dilakukan untuk membantu penanganan kanker, salah satunya dengan obat-obatan herbal. Hibiscus rosa-sinensis diketahui memiliki berbagai senyawa fitokimia yang berpotensi dikembangkan sebagai antikanker.
Metode: Hibiscus rosa-sinensis kering digiling menjadi serbuk, lalu dibuat menjadi ekstrak dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol. Analisis kandungan fitokimia ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan melalui uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan menggunakan metode DPPH, sedangkan aktivitas sitotoksik ekstrak Hibiscus rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metode MTT.
Hasil: Hibiscus rosa-sinensis memiliki kandungan fitokimia triterpenoid, alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Ekstrak Hibiscus rosa-sinensis menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dengan nilai IC50 sebesar 1,56 µg/mL untuk ekstrak etil asetat dan 42,30 µg/mL untuk ekstrak etanol. Aktivitas sitotoksik ekstrak etil asetat H. rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dikategorikan moderat dengan nilai IC50 sebesar 79,37 µg/m, sedangkan ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol H. rosa-sinensis yang masing-masing memiliki nilai IC50 sebesar 125,23 µg/mL dan 210,77 µg/mL, dikategorikan aktivitas sitotoksik lemah.
Simpulan: Hibiscus rosa-sinensis mengandung beberapa senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dan menunjukkan aktivitas Metode: Hibiscus rosa-sinensis kering digiling menjadi serbuk, lalu dibuat menjadi ekstrak dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol. Analisis kandungan fitokimia ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan melalui uji fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT). Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak Hibiscus rosa-sinensis dilakukan menggunakan metode DPPH, sedangkan aktivitas sitotoksik ekstrak Hibiscus rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metode MTT.
Hasil: Hibiscus rosa-sinensis memiliki kandungan fitokimia triterpenoid, alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Ekstrak Hibiscus rosa-sinensis menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dengan nilai IC50 sebesar 1,56 µg/mL untuk ekstrak etil asetat dan 42,30 µg/mL untuk ekstrak etanol. Aktivitas sitotoksik ekstrak etil asetat H. rosa-sinensis terhadap sel kanker payudara MCF-7 dikategorikan moderat dengan nilai IC50 sebesar 79,37 µg/m, sedangkan ekstrak n-heksana dan ekstrak etanol H. rosa-sinensis yang masing-masing memiliki nilai IC50 sebesar 125,23 µg/mL dan 210,77 µg/mL, dikategorikan aktivitas sitotoksik lemah.
Simpulan: Hibiscus rosa-sinensis mengandung beberapa senyawa fitokimia yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal bebas DPPH dan menunjukkan aktivitas sit

Background: Breast cancer is the most common type of cancer in women with a very high mortality rate. Treatments for this malignancy are surgery, chemotherapy, and radiotherapy, however those methods can cause adverse effects and quite expensive. Complementary and alternative medicines (CAMs) are also used to support those treatments, one of them is herbal medicine. Hibiscus rosa-sinensis is known to have various phytochemical components which have the potential to be developed as anticancer.
Method: Dry Hibiscus rosa-sinensis was milled to a powder, then extracted by multilevel maceration method using n-hexane, ethyl acetate and ethanol as solvents. Phytochemical components of Hibiscus rosa-sinensis extracts was analyzed using phytochemical tests and thin layer chromatography (TLC). Its antioxidant activity was determined using DPPH method, meanwhile its cytotoxic activity towards MCF-7 breast cancer cells was evaluated using MTT assay.
Result: Hibiscus rosa-sinensis were proved to contain triterpenoids, alkaloids, flavonoids, tannins and steroids. Hibiscus rosa-sinensis extracts showed antioxidant activity towards DPPH free radicals with IC50 value of 1.56 µg/mL for ethyl acetate extract and 42.30 µg/mL for ethanol extract. Cytotoxicity of Hibiscus rosa-sinensis ethyl acetate extract towards MCF-7 cells was moderately active with the IC50 value of 79.37 µg/mL. Meanwhile, Hibiscus rosa-sinensis n-hexane extract and ethanol extract which had IC50 for 125.23 µg/mL and 210.77 µg/mL, are categorized into weakly active cytotoxicity.
Conclusion: Hibiscus rosa-sinensis contains several phytochemical compounds which showed antioxidant activiy towards DPPH free radicals and cytotoxic activity towards MCF-7 breast cancer cells, thus it can be developed further to be anti-breast cancer agents.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Satrio Faiz
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan jenis kanker invasif yang paling banyak menyerang wanita. Kejadian dan kematian akibat kanker ini tinggi, baik secara global maupun di Indonesia. Subtipe molekuler kanker payudara, terutama kanker payudara triple-negative (TNBC), berperan penting dalam menentukan pilihan pengobatan. Namun, TNBC belum memiliki terapi target khusus dan berpotensi resisten terhadap pengobatan standar. Senyawa alami semakin banyak diteliti sebagai alternatif pengobatan kanker. Asam galat (GA), menunjukkan potensi sebagai antikanker, terutama untuk kanker payudara. Daun Mangifera foetida kaya akan GA dan berpotensi menjadi sumber pengobatan. Metode: Penelitian in-vitro ini menggunakan sel TNBC MDA-MB-231 yang diberi GA murni dan ekstrak daun M. foetida. Setelah nilai IC50 didapatkan, sekuensing RNA dilakukan untuk analisis bioinformatika. Hasil: DEG signifikan setelah pemberian kedua jenis perlakuan. Gen yang mengalami peningkatan ekspresi pada kedua perlakuan sebagian besar terkait dengan respons terhadap stres sel. Gen-gen yang ekspresinya meningkat meliputi MRI1, AKR1B15, NQO1, GSTA3, SRXN1, sedangkan gen-gen yang ekspresinya menurun meliputi ISG15 dan SERPINE1. Analisis jalur menunjukkan adanya pengayaan pada jalur yang berkaitan dengan daur ulang metionin, biosintesis estrogen, respons imun, stres oksidatif, dan kematian sel. Kesimpulan: Baik GA maupun ekstrak M. foetida memengaruhi ekspresi gen pada sel TNBC. Ekstrak M. foetida menunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap beberapa gen yang berkaitan dengan respons stres oksidatif seluler, kemungkinan karena adanya interaksi sinergis dengan metabolit lain dalam ekstrak tersebut

Introduction: Breast cancer is the most prevalent invasive cancer in women, with high incidence and mortality rates globally and in Indonesia. Molecular subtyping, particularly triple-negative breast cancer (TNBC), guides treatment, but TNBC lacks targeted therapies. Chemotherapy with agents like anthracyclines is standard, but with severe side effects and potential resistance. Natural compounds are increasingly explored as alternative anticancer agents. Gallic acid (GA), a phenolic compound, shows promising anticancer activity, especially against breast cancer. Mangifera foetida leaves are a rich source of GA, potentially offering a cost-effective treatment option. Method: This in-vitro study used TNBC MDA-MB-231 cells treated with pure GA and M. foetida leaf extract. IC50 values were determined, and cells were treated at these concentrations. RNA sequencing was performed, followed by bioinformatic analysis of differentially expressed genes (DEGs) and pathway enrichment analysis. Results: Significant DEGs were identified after both treatments. Upregulated genes in both treatments were mainly related to stress response. Upregulated DEGs included MRI1, AKR1B15, NQO1, GSTA3, SRXN1, while downregulated genes included ISG15 and SERPINE1. Pathway analysis revealed enrichment in pathways related to methionine salvage, estrogen biosynthesis, immune response, oxidative stress, and cell death. Conclusion: Both GA and M. foetida extract affected gene expression in TNBC cells, with the extract showing greater effects on several genes linked to stress response, potentially indicating synergistic interactions with other metabolites"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alliya Niandra Diva
"ABSTRACT
Kanker serviks dan payudara adalah dua jenis kanker terjadi pada wanita dan termasuk yang paling mematikan. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, kanker serviks dan payudara terjadi cukup banyak di Indonesia, yaitu dengan angka 0,8 dari seluruh jenis kanker. Terapi yang menarget sel kanker secara spesifik sangat diperlukan. Penelitian ini mengeksplor efek propolis Indonesia dari lebah Tetragonula biroi terhadap sel kanker serviks HeLa dan payudara MCF-7. Ekstrak etanol propolis didapatkan dari propolis padatan dan karang. Sebanyak 250 ppm ekstrak propolis ditambahkan kepada sel kanker untuk analisis. Aktivitas anti kanker propolis diuji menggunakan metode MTT Assay, kemudian didapatkan nilai persentase inhibisi pertumbuhan sel kanker. Ekstrak propolis tersebut juga dianalisis dengan sistem LC-MS/MS untuk mengidentifikasi komponen antikanker yang ada, serta dengan Spektrofotometer UV-Vis untuk kuantifikasi flavonoid dan polifenol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa propolis karang memiliki efek sitotoksik yang lebih tinggi dengan persentase inhibisi sebesar 92,42 untuk MCF-7 dan 86,81 untuk HeLa, sedangkan propolis padatan menginhibisi pertumbuhan MCF-7 dan HeLa sebesar 87,60 dan 77,27. Pada kedua jenis propolis dapat ditemukan senyawa antikanker dari golongan flavonoid, fenol, sesquiterpene, dan steroid. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa propolis memiliki potensial untuk terapi antikanker, namun masih harus dilaksanakan penelitian lanjutan.

ABSTRACT
Cervical and breast cancer are some of the deadliest forms of cancer that may occur in women. According to the Indonesian Ministry of Health, cervical and breast cancer makes up 0,8 of all cancer cases in Indonesia. A form of therapy that specifically targets cancer cells has been a hot topic in novel researches. This research explores the effect of propolis from Indonesian bee Tetragonula biroi on human cancer cell lines HeLa and MCF 7. Ethanolic extract of the Propolis was obtained from raw propolis. 250 ppm of the samples were added to the cell lines. Subsequently, propolis rsquo activity in inhibiting cell growth was analyzed using the MTT Assay method. The inhibition percentage was then obtained. The propolis extracts were also analyzed by LC MS MS to identify anticancer components that exist, also with Spectrophotometer UV Vis to identify the amount of flavonoids and polifenols present in the extract. The results show that rough propolis has the higher cytotoxic effect with inhibition percentages of 92.42 for MCF 7 and 86.81 for HeLa cells, while smooth propolis inhibits MCF 7 growth by 87.60 and HeLa by 77.27. Anticancer components were also found in both types of propolis in forms of phenols, flavonoids, sesquiterphenes, and steroids. It may be concluded in this study that while propolis has potential as an anticancer agent, future research is still very much needed."
2018
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alsyifaa Dharmawan
"Kanker Kolorektal atau Colorectal Cancer (CRC) merupakan keganasan kanker dengan kejadian tertinggi ketiga serta menempati urutan kedua untuk angka kematian pada kanker di dunia. CRC memiliki kaitan yang erat dengan faktor lingkungan serta genetik. Penangan pada CRC dapat dilakukan dengan pemberian obat anti-kanker, radioterapi, serta pengangkatan jaringan. Pemberian obat anti-kanker merupakan langkah terapi yang umum digunakan pada kasus CRC dimana bersifat minimally invasive serta dapat menekan proliferasi sel kanker. Adapun pemberian obat anti-kanker seperti Oxaliplatin dan 5-Fluorouracil seringkali dapat menimbulkan resistensi pada sebagian pasien CRC. Pemberian bahan alam pada pengobatan anti-kanker seperti Jahe Merah (Zingiber officinale roscoe) diketahui dapat mengatasi masalah resistensi tersebut karena kandungan senyawa yang ada didalamnya seperti 6-shogaol dan 6-gingerol. Pada studi ini, dilakukan analisis secara in silico dan in vitro untuk melihat pengaruh senyawa pada Jahe Merah terhadap CRC. Menggunakan lini sel Caco-2, beberapa metode dilakukan dalam studi ini diantaranya analisis Differentialy Expressed Genes (DEGs), Protein Protein Interaction (PPI), Analisis Pengayaan, Molecular Docking, Molecular Dynamics Simulation, kultur lini sel, MTT Assay, serta validasi qRT-PCR untuk menentukan adanya pengaruh senyawa Jahe Merah pada Kanker Kolorektal. Dari hasil eksplorasi secara in silico dan in vitro diketahui bahwa terdapat gen-gen yang diekspresikan bersama pada 6-Shogaol dengan Oxaliplatin dan 5-Fluorouracil masing-masing 9 dan 81 gen yang beririsan, dimana pada analisis selanjutnya diketahui bahwa gen BAX serta TP53I3 merupakan gen yang teregulasi pada treatment Ekstrak Jahe dan obat Anti-kanker. Hasil analisis validasi qRT-PCR menunjukkan gen BAX dapat menjadi gen target karena ekspresinya ter up regulasi terhadap pemberian treatment ekstrak jahe pada sel Caco-2.

Colorectal cancer (CRC) is the third most frequent malignancy and the second leading cause of cancer death worldwide. CRC is tightly associated with environmental and genetic factors. CRC treatment options include anti-cancer medicines, radiation, and tissue excision. The administration of anti-cancer medications is a typical therapeutic procedure utilized in CRC cases since it is minimally invasive and can reduce cancer cell proliferation. Anti-cancer medications such as oxaliplatin and 5-fluorouracil can frequently produce resistance in some CRC patients. The usage of natural components in anti-cancer therapy, such as Red Ginger (Zingiber officinale roscoe), has been shown to overcome resistance due to the compounds found in it, such as 6-shogaol and 6-gingerol. In this work, both in silico and in vitro analyses were performed to determine the effect of Red Ginger components on CRC. This study used the Caco-2 cell line and a variety of methods to determine the effect of Red Ginger compounds on Colorectal Cancer, including Differentially Expressed Genes (DEGs) analysis, Protein Protein Interaction (PPI), Enrichment Analysis, Molecular Docking, Molecular Dynamics Simulation, cell line culture, MTT Assay, and qRT-PCR validation. According to the results of in silico and in vitro exploration, there are genes that are co-expressed in 6-Shogaol with Oxaliplatin and 5-Fluorouracil, 9 and 81 overlapping genes, respectively, and further analysis reveals that the BAX and TP53I3 genes are regulated in Ginger Extract and anti-cancer drug treatment. The qRT-PCR validation results demonstrate that the BAX gene can be used as a target gene since ginger extract therapy increases its expression in Caco-2 cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Prihatni Sabarina
"Latar belakang: Kanker payudara adalah kanker yang paling banyak diderita wanita. Terbatasnya akses kemoterapi serta efek sampingnya yang signifikan, mendorong terus ditemukannya obat baru. Penelitian ini mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder dari Orange cup coral (Tubastraea coccinea) dan menilai potensi anti kankernya melalui daya hambatnya terhadap pertumbuhan lini sel kanker payudara MCF-7. Metode: Identifikasi metabolit yang terkandung pada ekstrak etanol, etil asetat dan n- heksana Tubastraea coccinea yang diperoleh dari perairan laut pulau Kalimantan dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). Uji daya hambat dari ketiga ekstrak T. coccinea terhadap pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 dilakukan dengan metoda MTT pada berbagai variasi konsentrasi (3,125 μg/mL- 200 μg/mL), hasil pengujian dibandingkan dengan doxorubicin sebagai kontrol positif. Hasil: Hasil GCMS menunjukkan adanya kandungan 21 metabolit sekunder dalam ekstrak ethanol T. coccinea dengan persentase tertinggi adalah senyawa 1,2- Benzendicarboxylic acid (13.89 %). Ekstrak etil asetat T. coccinea mengandung 23 metabolit dengan konsentrasi tertinggi adalah senyawa 1,2-Benzenedicarboxylic acid (18.3 %). Ekstrak n-heksana T. coccinea memiliki 28 metabolit, senyawa Cholest-5-en- 3-ol dengan persentase tertinggi (9,06 %). Benzenedicarboxylic acid merupakan metabolit yang teridentifikasi pada ketiga ekstrak. Daya hambat ketiga ekstrak terhadap pertumbuhan sel kanker payudara MCF-7 meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi. Nilai IC50 dari ekstrak etanol, etil asetat dan n-heksana masing-masing adalah 12,08 μg/mL, 18,02 μg/mL, 30,66 μg/mL. Nilai IC50 untuk doxorubicin adalah 5,99E-4 μg/mL, lebih rendah secara sangat signifikan dibanding ketiga ekstrak T. coccinea (p<0.01).

Introduction: Breast cancer is the most prominent cancer affects women in the world. This research is aimed to explore the potency of Orange cup coral (Tubastraea coccinea) as a new nature derived cancer drug, through the identification of secondary metabolites from its extract, and explore its potency in inhibiting breast cancer cell line MCF-7 growth. Method: Identification and analysis of metabolites from ethanol, acetic ethyl, and n- hexane extracts of Tubastraea coccinea, obtained from Kalimantan island, was done using Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). MTT assay using various concentration (3,125 μg/mL-200 μg/mL) was done to analyse the cytotoxicity of all the extracts to MCF-7 cell line compare to doxorubicin. Result: Ethanol extract of Tubastraea coccinea was identified to contain 21 metabolites, with the highest concentration was 1,2-Benzendicarboxylic acid (13.89 %). 23 metabolites was identified from acetic ethyl extract, with 1,2-Benzenedicarboxylic acid, mono (2-ethylhexyl) ester as the highest concentration (18.3 %), whereas from n-hexane extracts was found to have 28 metabolites, and Cholest-5-en-3-ol was the most prominent (9.06 %). Benzenedicarboxylic acid is identified in all extracts. MTT assay showed that the cytotoxicity of all extracts is concentration dependent, with IC50 12.08 μg/mL, 18.02 μg/mL, 30.66 μg/mL, for extracts of ethanol, acetic ethyl and n-hexane respectively. Compared to all the extracts of T. coccinea, doxorubicin showed significantly stronger effect in the inhibition of growth of MCF-7 cell line (p<0.01) , with IC50 5.99E-4 μg/mL. Conclusion: Extracts of Tubastraea coccinea contain metabolites that give it potency to be used as breast cancer chemotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nobian Andre
"Latar Belakang: Kanker payudara masih merupakan kanker yang paling umum pada wanita. Identifikasi sel punca kanker payudara sangat penting dalam memberantas penyakit ini dari akarnya. Beberapa riset telah mengisolasi sel punca kanker payudara berdasarkan protein membran sel CD24/CD44 dan menemukan sel punca kanker payudara pada sel CD24-/CD44+ yang menunjukkan sifat pluripotensi. Namun, beberapa riset lainnya menemukan CD24-/CD44+ tidak ditemukan pada seluruh tipe kanker payudara, dan tidak selalu berhubungan dengan perkembangan tumor. Maka dari itu, tingkat pluripotensi dari sel tersebut masih diperdebatkan. Dalam riset ini, sifat pluripotensi sel punca kanker payudara dinilai berdasarkan ekspresi gen SOX2 yang merupakan gen untuk sifat kepuncaan dimana gen ini dapat mendorong pembelahan sel dan invasi.
Metode: Sampel diambil dari situs primer kanker payudara dan difraksinasi melalui pemisahan sel magnetik. RT-qPCR dan elektroforesis digunakan untuk mempelajari tingkat ekspresi gen SOX2 antara fraksi-fraksi sel punca kanker payudara.
Hasil: Kami berhasil memisahkan sel pluripoten dari spesimen klinis kanker payudara. Fraksi CD24-/CD44- menunjukkan ekspresi gen SOX2 yang lebih tinggi secara signifikan dibanding CD24-/CD44+. Setelah melewati proses ultralow attachment, CD24-/CD44+ menunjukkan peningkatan ekspresi gen SOX2 walaupun lebih rendah dari CD24-/CD44-.
Kesimpulan: Pluripotensi yang tinggi, berdasarkan tingkat ekspresi gen SOX2, ditemukan pada fraksi CD24-/CD44-. Tingkat pluripotensi fraksi CD24-/CD44+ lebih rendah dibandingkan fraksi CD24-/CD44-.

Background: Breast cancer remains as the most prevalent cancer in women. Identification of breast cancer stem cell (CSC) is crucial in eradicating the disease from its root. Multiple research has isolated breast CSC based on CD24/CD44 surface marker and discovered that CD24+/CD44- fraction indicates stemness and pluripotent characteristics. However, it was also found that CD24+/CD44- breast CSC is not present in all breast cancer types, and not always associated with tumor progression. Therefore, its pluripotency level remains debatable. In this research, pluripotency of breast CSCs was assessed. Pluripotency was determined based on SOX2 gene expression, a gene responsible for stem-like properties, which can drive cellular proliferation and invasion.
Method: The samples were taken from primary site of breast cancer and fractionated through magnetic cell sorting. RT-qPCR with subsequent electrophoresis was used to study the expression level of SOX2 gene among breast CSC fractions.
Results: We managed to separate the pluripotent cells from the bulk clinical specimen. CSC subset CD24-/CD44- showed a significantly higher SOX2 expression in comparison to CD24-/CD44+. Following ultra-low attachment, CD24-/CD44+ showed an increase in SOX2 expression level although still lower than CD24-/CD44-.
Conclusions: A high pluripotency based on SOX2 gene expression level was found in fraction CD24-/CD44-. The pluripotency level of fraction CD24-/CD44+ was lower in comparison to fraction CD24-/CD44-.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>