Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176809 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Putri Kusuma Wardani
"Endometriosis merupakan penyakit ginekologi umum yang dipicu terjadinya peradangan kronis yang ditandai dengan produksi beberapa sitokin pro-inflamasi, salah satu yang terbanyak yaitu TNF-α. Di sisi lain, sitokin anti-inflamasi, seperti IL-10, dapat mengakhiri proses inflamasi berlanjut ini. Propolis adalah bahan bioaktif alami produk lebah, sebagai imunomodulator dan efek anti-inflamasi yang dapat menekan proliferasi sel-sel patologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh pemberian propolis terhadap tumor necrosis factor alpha dan interleukin 10. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan double-blinded. 24 wanita dengan terapi Levonorgestrel (LNG) karena endometriosis secara acak ditugaskan untuk menerima propolis yang mengandung 17,5 mg flavonoid per tetes atau plasebo. Intervensi diberikan dua kali sehari, pada pagi dan malam hari, dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah dan penilaian gizi diambil pada kunjungan pertama dan 30 hari setelahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar tumor necrosis factor alpha dan interleukin 10 tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p>0,05). Kadar tumor necrosis factor alpha mengalami penurunan yang lebih besar pada kelompok propolis sebesar 4,17 (44,36-50,05) pg/mL dibandingkan dengan kelompok plasebo. Kadar IL-10 menunjukkan peningkatan sebesar 344,94 setelah 30 hari diberikan intervensi. Pemberian flavonoid dalam propolis tidak menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kadar Tumor Necrosis Factor Αlpha dan Interleukin 10 selama periode intervensi 30 hari.

Endometriosis is a common gynecological disease triggered by chronic inflammation characterized by the production of several pro-inflammatory cytokines, one of which is TNF-α. On the other hand, anti-inflammatory cytokines, such as IL-10, can end this ongoing inflammatory process. Propolis are natural bioactive ingredients contained in bee products, as immunomodulators and anti-inflammatory effects that can suppress the proliferation of pathological cells. This study aimed to determine the effect of propolis supplementation on tumor necrosis factor alpha and interleukin 10. This study used clinical trial design with random allocation and double- blinded. 24 women with Levonorgestrel (LNG) therapy due to endometriosis were randomly assigned to receive propolis-contained 17.5 mg of flavonoids per drop or placebo. The intervention given two times a day,in the morning and at night, with a dose of 1 drop /10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples and nutritional assessment were taken at the first time of visit and 30 days thereafter. The results showed that the levels of tumor necrosis factor alpha and interleukin 10 did not differ significantly between the two groups (p>0.05). Tumor necrosis factor alpha levels experienced a greater decrease in the propolis group by 4.17 (44.36-50.05) pg/mL compared to the placebo group. IL-10 levels showed an increase of 344.94 after 30 days of intervention. The administration of propolis supplementation did not result in significant changes in the levels of Tumor Necrosis Factor Αlpha and Interleukin 10 during the 30- day intervention period."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifah Shabrina
"Endometriosis merupakan penyakit ginekologi kronis yang dapat dipicu oleh stres oksidatif akibat peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS), yang mengakibatkan ketidakseimbangan glutation sebagai antioksidan endogen dan kerusakan sel, dengan 8-Hidroksi-2-Deoksi guanosin (8-OHdG) sebagai biomarker. Levonorgestrel sebagai terapi hormonal untuk endometriosis dapat mengganggu dan mempengaruhi stres oksidatif juga. Flavonoid adalah bahan bioaktif alami seperti produk lebah, sebagai antioksidan yang dapat menekan proliferasi sel-sel patologis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efek Flavonoid terhadap kadar glutation dan kondisi 8-OHdG. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan double-blinded. 24 wanita dengan terapi Levonorgestrel (LNG) karena endometriosis secara acak ditugaskan untuk menerima propolis yang mengandung 17,5 mg flavonoid per tetes atau plasebo. Intervensi diberikan dua kali sehari, pada pagi dan malam hari, dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah dan penilaian gizi diambil pada kunjungan pertama dan 4 minggu setelahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa glutation dan 8-OHdG tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p>0,05), namun glutation mengalami penurunan sebesar 0,01 (-0,01-0,037) μg/mL setelah 4 minggu intervensi. Kadar 8-OHdG menunjukkan penurunan yang lebih besar pada kelompok propolis sebesar 17,30 ng/mL (-13,58 – 37,19) ng/mL dibandingkan dengan kelompok plasebo. Pemberian flavonoid dalam propolis tidak menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kadar glutation dan 8-OHdG selama periode intervensi 4 minggu.

Background: Endometriosis represents a chronic gynecological disease that  can be triggered by oxidative stress due to increased reactive oxygen species (ROS) resulting in an imbalance of glutathione as an endogen antioxidants and cell damage, with 8-Hidroksi-2-Deoxy guanosine (8-OHdG) as biomarker. levonorgestrel as a hormonal therapy for endometriosis can interfere and may affect the oxidative stress either. Flavonoids are natural bioactive ingredients such as bee product, as antioxidants that may suppress proliferation of pathological cells.
Objectives: This study aimed to determine the effect of Flavonoid on glutathione level and 8-OHdG condition.
Methods: This study used clinical trial design with random allocation and double-blinded. 24 women with Levonorgestrel (LNG) therapy due to endometriosis were randomly assigned to receive propolis-contained 17.5 mg of flavonoids per drop or placebo. The intervention given two times a day,in the morning and at night, with a dose of 1 drop /10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples and nutritional assessment were taken at the first time of visit and 30 days thereafter.
Results: The results showed that glutathione and 8-OHdG did not have a significant difference between the two groups (p>0,05), but glutathione decreased 0,01(-0,01-0,037) μg/mL after 4 weeks of intervention. The 8-OHdG levels showed a greater decrease in the propolis group by 17,30 ng/mL (-13.58 – 37.19) ng/mL compared to the placebo group.
Conclusion: The administration of flavonoids in propolis did not result in significant changes in glutathione and 8-OHdG levels during the 4-week intervention period.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syavina Maura Zahrani
"Endometriosis merupakan penyakit inflamasi kronis pada organ reproduksi wanita dengan gejala utama nyeri pelvis kronis, dismenore, dan dispareunia yang dapat disebabkan oleh stres oksidatif akibat rendahnya kadar antioksidan, seperti vitamin C, sehingga terjadi kerusakan sel. Levonorgestrel adalah terapi hormonal yang sering digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada endometriosis, tetapi dapat memperberat proses inflamasi, sehingga dibutuhkan suatu terapi adjuvan, seperti propolis yang mengandung antioksidan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan tersamar ganda. Subjek penelitian adalah 24 wanita yang sedang mendapatkan terapi implan levonorgestrel dan diminta untuk menerima propolis atau plasebo dua kali sehari dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah kemudian diambil pada 4 minggu setelah intervensi dan dilakukan pemisahan serum. Pengukuran kadar vitamin C serum dilakukan dengan metode spektrofotometri dan analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p<0,001), yaitu kadar vitamin C serum lebih tinggi pada kelompok propolis (0,202+0,057) dibandingkan kelompok plasebo (0,069+0,028). Dengan demikian, pemberian propolis meningkatkan kadar vitamin C serum pada pasien endometriosis setelah intervensi 4 minggu. 

Endometriosis is a chronic inflammatory reproductive disease in women which main symptoms are chronic pelvic pain, dysmenorrhea, and dyspareunia that can be triggered by oxidative stress due to decreased antioxidants, such as vitamin C that may cause cell damage. Levonorgestrel is a hormonal therapy that is commonly used for endometriosis to relieve pain but it can worsen the inflammatory process, so an adjuvant therapy is needed, such as propolis that contains high antioxidant level. This study used clinical trial design with random allocation and double-blinded. The study subject is 24 women that receive levonorgestrel therapy and were asked to consume propolis or placebo randomly two times a day with a dose of 1 drop/10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples were then taken after 4 weeks and serum separation was performed. Serum vitamin C levels were measured using spectrophotometric method and statistical analysis used independent t-test if the data were normally distributed. The result showed that there is a significant difference between the two groups (p<0,001), in which the concentration of serum vitamin C is higher in the propolis group (0,202+0,057) compared to the placebo group (0,069+0,028). In conclusion, the administration of propolis results in significantly higher serum vitamin C concentration after 4-week intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Estetika Yuli Asterini
"Meningkatnya penggunaan narkoba (narkotika, psikotropika dan berbahaya lainnya) di dunia, berdampak pada penyalahgunaan Methamphetamin (METH) khususnya di Indonesia. Efek METH dapat menginduksi neurotoksik, dimana terjadi kerusakan pada saraf terminal dopaminergik, serotonergik, apoptosis neuron, astroglia dan aktivasi mikroglia yang mengarah pada respon peradangan saraf di dalam otak. Studi menunjukkan efek NAC yang signifikan dalam memperbaiki TNF-α dan IL-6 pada fase infeksi akut atau kronis memotivasi pelaksanaan penelitian untuk mengevaluasi perubahan kadar IL-6 dan TNF-α pada pasien ketergantungan METH yang mengalami withdrawal pada kelompok yang mendapatkan terapi N- asetilsistein.
Penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan (serum), untuk mengetahui kadar IL-6 dan kadar TNF-α sebagai indikator neuroinflamasi pada pasien dengan ketergantungan METH yang mendapatkan terapi NAC (n=30) atau Placebo (n=30) selama 30 hari (cross-sectional). Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Kinetik FKUI Salemba, Jakarta Pusat dan waktu penelitian pada bulan Agustus 2022 sampai bulan November 2022 dengan menggunakan metode ELISA.
Hasil penelitian didapatkan 15 sampel yang terukur dan hanya 7 sampel yang dapat dianalisis (NAC-Placebo, Pre-Post Intervensi). Hasil mean TNF-α (Pre NAC) = 78.403 (pg/ml) ± 108,02, dan mean TNF-α (Post NAC) = 55,3176 (pg/ml) ± 75,15. Hasil IL-6 didapatkan pre NAC= 13,52 pg/ml, dan post NAC= 7,57 pg/ml. Kesimpulan penelitian adalah kadar IL-6 pada kelompok yang mendapatkan NAC mengalami penurunan dan kadar TNF-α pada kelompok yang mendapat NAC mengalami penurunan. Saran untuk penelitian selanjutnya diperlukan sampel baru dengan subyek yang lebih banyak dengan parameter inflamasi lainnya, dan kit-reader yang sensitif untuk mendapatkan efek potensial anti-inflamasi NAC pada subyek ketergantungan METH.

The increasing use of drugs (narcotics, psychotropics and other dangerous drugs) in the world has had an impact on the abuse of Methamphetamine (METH), especially in Indonesia. The effects of METH can induce neurotoxicity, where there is damage to dopaminergic, serotonergic nerve terminals, neuronal apoptosis, astroglia and activation of microglia which leads to a neuroinflammatory response in the brain. The study shows the significant effect of NAC in improving TNF-α and IL-6 in the acute or chronic phase of infection motivating the implementation of research to evaluate changes in IL-6 and TNF-α levels in METH-dependent patients experiencing withdrawal in the group receiving N-acetylcysteine ​​therapy .
This study used stored biological material (serum), to determine IL-6 levels and TNF-α levels as indicators of neuroinflammation in patients with METH dependence who received NAC therapy (n=30) or Placebo (n=30) for 30 days (cross -sectional). The research was conducted at the Kinetic Pharmacology Laboratory, FKUI Salemba, Central Jakarta and the research period was from August 2022 to November 2022 using the ELISA method.
The research results showed that 15 samples were measurable and only 7 samples could be analyzed (NAC-Placebo, Pre-Post Intervention). Results mean TNF-α (Pre NAC) = 78.403 (pg/ml) ± 108.02, and mean TNF-α (Post NAC) = 55.3176 (pg/ml) ± 75.15. IL-6 results showed that pre NAC= 13.52 pg/ml, and post NAC= 7.57 pg/ml. The conclusion of the study was that IL-6 levels in the group that received NAC decreased and TNF-α levels in the group that received NAC decreased. Suggestions for further research require new samples with more subjects with other inflammatory parameters, and sensitive kit-readers to obtain the potential anti-inflammatory effect of NAC in METH-dependent subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sandhy Prayudhana
"Tujuan : Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar serum petanda biologik: Interleukin-6, Tumor Necrosis Factor-alpha, Matrix-Metalloproteinase-2 Dan Vascular Endothelial Growth Factor pada endometriosis stadium I-II dan stadium III-IV.
Metode : Empat puluh pasien endometriosis yang terdiagnosis berdasarkan laparoskopi diambil sampel serum sebelum operasi untuk pemeriksaan petanda biologik. Pemeriksaan petanda biologik dilakukan di akhir penelitian dengan cara ELISA. Rerata dari kadar serum dilakukan uji T tidak berpasangan. Variabel yang terdapat perbedaan bermakna dilakukan pemeriksaan ROC dan ditentukan titik potong optimal.
Hasil : Rerata kadar serum petanda biologik: IL-6, TNF-a, MMP-2 dan VEGF pada subjek dengan stadium endometriosis I-II dan III-IV adalah [1,39 vs 1,33] pg/ml (p>0,05); [1,5 ±0,47 vs 1,49±0,29] pg/ml (p>0,05); [152,04 ± 27,32 vs 140,98 ± 28,08] ng/ml (p>0,05) dan [238,78 vs 426,57] pg/ml (p<0,05). Perbedaan rerata VEGF memiliki nilai AUC 74,5%. Titik potong optimal VEGF ≥ 323,95 pg/ml dengan sensitivitas 71,4% dan spesifisitas 69,2%.
Kesimpulan : Kadar serum IL-6, TNF-a dan MMP-2 tidak berbeda bermakna pada perempuan endometriosis stadium I-II dan stadium III-IV. Hanya kadar VEGF yang memiliki perbedaan rerata yang bermakna.

Purpose : The focus of this study is to compare serum biomarkers of : interleukin-6, tumor necrosis factor-alpha, matrix-metalloproteinase-2 and vascular endothelial growth factor in endometriosis stage I-II and stage III-IV.
Method : Forty endometriosis patient was diagnosed by laparoscopy. Serum sample was taken before the surgery. The serum biomarkers were analyzed with ELISA method at the end of research. Mean of serum biomarkers were tested with unpaired T test. Variable that had significant mean different was thorough ROC measurement and determined the optimal cut of point.
Result : Mean serum biomarkers level of IL-6, TNF-a, MMP-2 and VEGF of endometriosis stage I-II and stage III-IV were [1,39 vs 1,33] pg/ml (p>0,05); [1,5 ±0,47 vs 1,49±0,29] pg/ml (p>0,05); [152,04 ± 27,32 vs 140,98 ± 28,08] ng/ml (p>0,05) and [238,78 vs 426,57] pg/ml (p<0,05). Mean different of VEGF have AUC 74,5%. Optimal cut of point for VEGF ≥ 323,95 pg/ml with sensitivity 71,4% and spesificity 69,2%.
Conclusion : Mean serum level of IL-6, TNF-a and MMP-2 are not different between endometriosis stage I-II and stage III-IV. Only VEGF has significant mean different.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cherry Presilia Tanudjaja
"Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia, dan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup dan faktor resiko perkembangan berbagai penyakit lainnya. Obesitas juga berhubungan dengan status inflamasi kronik yang berperan dalam perkembangan disfungsi metabolik dan sindrom metabolik. Akupunktur diketahui dapat membantu menurunkan berat badan dengan cara menekan nafsu makan dan mengurangi resiko sindrom metabolik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas terapi kombinasi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet terhadap kadar Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan lingkar perut pada pasien obesitas. Uji klinis acak tersamar ganda dengan pembanding dilakukan pada 36 pasien obesitas yang dialokasikan secara acak menjadi kelompok terapi kombinasi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet (kelompok kasus) atau kelompok akupunktur sham dan intervensi diet (kelompok kontrol).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna kadar TNF-α awal dengan akhir dalam kelompok kasus (p < 0,01) dan terdapat perbedaan bermakna selisih lingkar perut awal dan akhir antara kedua kelompok (p < 0,01; IK 95% 1,68 sampai 6,13). Kesimpulan penelitian ini terapi kombinasi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet memiliki pengaruh terhadap kadar TNF-α plasma darah dan lingkar perut pada pasien obesitas.

Obesity is a health problem in Indonesia and associated with decreased quality of life and a risk factor for the development of other diseases. Obesity is also associated with chronic inflammatory status that play a role in the development of metabolic dysfunction and metabolic syndrome. Acupuncture is known to help you lose weight by suppressing appetite and reducing the risk of metabolic syndrome.
The aim of this study was to establish the effectiveness of acupoint catgut embedding therapy combined with dietary intervention on tumor necrosis factor-α (TNF-α) levels and abdominal circumference in obese patients. This study is a randomized, double-blind and controlled clinical trial involving 36 obese patients that are allocated into groups of catgut embedding method combined with dietary intervention (case group) or sham acupuncture combined with dietary intevention (control group).
The results showed there was significant difference in TNF-α levels within case group (p < 0,01) and there were significant differences in abdominal circumference changes between the two groups (p < 0.01; 95% CI: 1.68 to 6.13). The conclusion of this study is acupoint catgut embedment combined with dietary intervention has effects on TNF-α levels of blood plasma and abdominal circumference in obese patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ines Augustina Sumbayak
"Tubuh akan mengalami penurunan kemampuan menghadapi berbagai stimulus dan stres dari lingkungan saat lansia. Penurunan respons imun merupakan bentuk kemunduran fungsi pada lansia sehingga lansia menjadi lebih rentan terpapar patogen. Periodontitis merupakan penyakit pada jaringan periodontal yang sering terjadi pada lansia. Periodontitis terjadi ketika terdapat interaksi antara respons imun dan patogen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan status periodontal dan kadar sitokin antara lansia dengan dewasa penderita periodontitis, serta menganalisis hubungan status periodontal dengan kadar sitokin. Subjek penelitian berjumlah 40 orang penderita periodontitis yang terdiri dari 20 lansia dan 20 dewasa. Pengukuran klinis status periodontal mencakup Indeks Plak dan Indeks Perdarahan Papila. Pemeriksaan sitokin mencakup sitokin pro-inflamasi Interleukin 1 Beta (IL-1β), Tumour Necrosis Factor Alpha (TNF-α), dan sitokin anti-inflamasi Interleukin 10 (IL-10) yang diambil dari cairan krevikular gingiva (CKG). Pengambilan CKG diperoleh dari gigi yang memiliki kedalaman poket 5-7 mm. Kadar sitokin IL-1β, IL-10 dan TNF-α dalam CKG diukur menggunakan tes ELISA. Rerata nilai Indeks Plak dan Indeks Perdarahan Papila pada lansia lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kadar sitokin pada lansia lebih tinggi pada lansia dibandingkan dewasa, meskipun tidak signifikan secara statistik. Terdapat korelasi yang kuat antara status periodontal dan kadar sitokin dalam CKG. Studi ini menunjukkan penuaan memengaruhi respons peradangan.

Aging can change the ability to respond to various stimuli and stress. The decreased immune response is a form of deterioration of function in the elderly. Periodontitis is an abnormality of periodontal tissue that often occurs in the elderly. Periodontitis occurs when there is an interaction between the host immune system and the pathogen. The aim of this study is to compare periodontal status and cytokine levels between elderly and adults with periodontitis, and to analyze the relationship between periodontal status and cytokines level. This clinical study examined 40 subjects with periodontitis, consisting of 20 adult and 20 elderly. Clinical measurement of periodontal status included Plaque Index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI). Cytokines examination included proinflammatory cytokine Interleukin 1 Beta (IL-1β), Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), and anti-inflammatory cytokine Interleukin 10 (IL-10) from gingival crevicular fluid (GCF). GCF collection was obtained from teeth with a probing depth of 5-7 mm. Cytokine levels of IL-1β, IL-10 and TNF-α in GCF were quantified using ELISA kits. The mean value of PI and PBI in the elderly was higher than in adults. Cytokine levels in the elderly were higher than in adults, although there was no statistical difference. There was a strong correlation between periodontal status and cytokines level in GCF. This study indicates aging affects the inflammation response."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yanti Anggraini
"Sepsis dikenal secara luas sebagai sindrom klinis yang merupakan hasil dari respon sistemik yang hebat terhadap infeksi dan melibatkan gangguan pada berbagai organ penderitanya Sepsis merupakan penyebab kematian tersering pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif Proses inflamasi dengan respon maladaptif terhadap proses tersebut merupakan mekanisme terjadinya disfungsi organ multipel dan kematian pada sepsis. Heparin juga diketahui dapat memodulasi proses inflamasi, namun belum banyak penelitian yang menjelaskan dosis heparin sebagai antiinflamasi. Penelitian ini ingin mengkaji lebih jauh pengaruh dosis heparin terhadap aktivasi faktor transkripsi Nuclear Factor Kappa Beta (NFkB) melalui pengukuran terhadap kadar NFkB sub unit p65 dan produksi sitokin proinflamasi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-?) untuk memberikan dasar ilmiah mengenai penggunaan dosis heparin sebagai antiinflamasi pada pasien dengan sepsis berat. Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik dengan menggunakan sampel dari 5 orang sukarelawan sehat dan 10 orang pasien sepsis berat. Sel mononuklear darah tepi (peripheral blood mononuclear cells/PBMC) dari darah vena diperoleh dengan teknik Ficoll-hypaque. Fraksi non-monosit dari PBMC menggunakan Monoclonal Antibody Cell Sorter (MACS) microbeads. Isolasi monosit diresuspensi pada medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI) yang disuplementasi dengan 10% fetal bovine serum (FBS). Sel kemudian dipaparkan dengan heparin 0.1 IU/ml (1?g/ml), 1 IU/ml (10 ?g/ml), dan 10 IU/ml (100 ?g/ml), sedangkan kontrol tidak diberi perlakuan. Setelah diinkubasi pada 37°C dan 5% CO2 selama 6 jam dan 24 jam, pelet sel diukur NFkB sedangkan supernatan diukur TNF-? dengan metode ELISA. Hasil penelitian menunjukkan kadar NFkB sub unit 65 dan produksi TNF-? pada kultur monosit pasien sepsis berat yang mendapat heparin ditemukan secara signifikan lebih rendah daripada kontrol. Heparin dosis rendah 0.1 IU/ml (1?g/ml), secara signifikan menurunkan aktivasi NF?B dan produksi TNF-? lebih besar. Penelitian ini menunjukkan bahwa heparin menghambat aktivasi NFkB sehingga menurunkan produksi sitokin TNF-?. Heparin dengan dosis rendah menunjukkan pengaruh sebagai antiinflamasi lebih besar. Hasil yang diperoleh diharapkan memberikan pemahaman baru mengenai pengaruh dosis heparin sebagai anti-inflamasi pada pasien sepsis berat.

Sepsis is a severe systemic response to infection, based on the Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) plus infection proven or clinically suspected infection, with evidence of organ failure due to hypo-perfusion. Anti-inflammatory therapy is one of the important therapeutic modality and applied potential as sepsis therapy. Inflammatory process with a maladaptive response to this process is the mechanism for the occurrence of multiple organ dysfunction and mortality in sepsis. Bacterial lipopolysaccharide binds to CD14 receptors and toll-like receptor (TLR) on the surface of monocytes and activates intracellular signal transduction involving beta-Kinase Inhibitor Kappa/IKKB that activates Nuclear Factor Kappa-Beta (NFkB) enter the nucleus and initiate transcription of RNA that encodes the production of cytokines TNF-?. Heparin has long been known as an anticoagulant, but also known to modulate the inflammatory process. This study want to examine further role of heparin as an anti-inflammatory to provide a scientific basis for the use of heparin in sepsis. Peripheral blood mononuclear cells (peripheral blood mononuclear cells/PBMC) of patients with severe sepsis obtained by Ficoll-Hypaque technique. Non-monocyte fraction of PBMC were removed using a Monoclonal Antibody Cell Sorter (MACS) microbeads. Isolation of monocytes resuspended in Roswell Park Memorial Institute medium (RPMI) supplemented with 10% fetal bovine serum (FBS). Cells then exposed to 0.1 IU heparin (1 ?g/ml), 1 IU (10 ug/ml), and 10 IU (100 ?g/ml), whereas controls did not. After incubation at 37°C and 5% CO2 for 6 hours and 24 hours, each sample is aspirated into micro centrifuge tube and rotated at a speed of 400 g for 5 min. Cell pellet was measured for NFkB and supernatant measured for TNF-?. Both were measured by ELISA. The results showed NFkB activation and TNF-? production in cultured monocytes severe sepsis patients who received heparin found to be significantly lower than controls. Low-dose heparin 0.1 IU (1?g/ml), significantly decreased the activation of NFkB and TNF-? production a lot more. This study demonstrates how heparin interfere an inflammatory response in severe sepsis patients monocytes through interrupt NFkB activation that decrease the production of cytokines TNF-?. The results are expected to provide new insights into the role of heparin as an anti-inflammatory in patients with severe sepsis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Crystal Gayle Paduli
"Latar Belakang : Penyakit dekompresi disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya peningkatan biomarker inflamasi. Adanya Nitrox-2 diharapkan dapat mengurangi insiden DCS pada penyelaman, namun terdapat berbagai kontroversi mengenai pemakaian Nitrox-2 dikaitkan dengan peningkatan stress oksidatif yang lebih tinggi. Pengaruh Nitrox-2 terhadap biomaker inflamasi belum pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek Nitrox-2 sebagai media nafas dibandingkan dengan Udara terhadap kadar TNF- ? ? ? pada penyelaman tunggal dekompresi.
Metode : Penelitian ini merupakan true experimental dengan desain double-blind pada 36 penyelam pria terlatih yang dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok, dimana kelompok Udara sebagai kontrol memakai Udara kompresi dan kelompok Nitrox-2 sebagai perlakuan memakai Nitrox-2. Kedua kelompok melakukan penyelaman tunggal dekompresi 28 msw, bottom time 50 menit dalam RUBT. Kadar TNF- ? ? ? diukur menggunakan teknik ELISA, sebelum dan sesudah perlakuan.
Hasil : Terdapat peningkatan kadar TNF- ? ? ? baik kelompok Udara p=0,124 dan kelompok Nitrox-2 p=0,943 . Selisih rerata kadar TNF- ? ? ? kelompok Udara lebih besar dari kelompok Nitrox-2 p=0,394 . Tidak terdapat perbedaan bermakna p > 0,05 setelah perlakuan pada status TNF- ? ? ? antara kedua kelompok.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan efek antara penggunaan Udara dengan Nitrox-2 pada penyelaman tunggal dekompesi 28 msw, bottom time 50 menit.

Background : Decompression sickness DCS is caused by many factors, one of which is the increase of inflammatory biomarkers. Invention of Nitrox 2 was expected to reduce DCS incidence in diving, but there are controversy about Nitrox 2 usage since it produce higher oxidative stress. Effect of Nitrox 2 towards inflammatory biomarkers has not been studied. This study aims to determine the varying effect of Compressed Air Breathing compared to Nitrox 2 on TNF levels in single decompression dive.
Methods : Double blind experiment study was conducted on 34 trained trained male divers, which divided into two groups, control and treatment, using block randomization. The control group undergo the intervention using compressed air breathing, while the treatment group using Nitrox 2. Both group performed a single decompression dive, at 28 msw bottom time 50 minute in hyperbaric chamber using each breathing medium. TNF levels measured before and after the intervention, using ELISA technique.
Results : There are increase of TNF levels in both group, Compressed Air group p 0,124 and Nitrox 2 p 0,943. Mean difference of TNF levels on control higher than treatment group p 0,394. There is no significant difference p 0,05 after treatment on TNF status between the two groups.
Conclusion : There is no varying effect between Compressed Air breathing and Nitrox 2 on single decompression dive at 28 msw bottom time 50 minutes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>