Ditemukan 68915 dokumen yang sesuai dengan query
Naila Ashyla Azzahra
"Berkembangnya rasa ingin tahu manusia memunculkan inovasi di berbagai sektor yang juga melibatkan teknologi. Non-Fungible Token (NFT) lahir dari turunan teknologi blockchain, dan menjadi objek yang dapat ditransaksikan oleh masyarakat luas. NFT dan lapisan asetnya memberikan kemudahan bagi orang-orang yang tertarik dengan karya seni bentuk digital dengan memberikan keamanan dan nilai unik seolah-olah NFT tidak jauh berbeda dengan seni yang berbentuk tradisional. Namun, kemungkinan transaksi lintas negara dengan elemen asing telah menciptakan narasi di mana dalam beberapa kasus elemen hukum perdata internasional dapat mengatur transaksi NFT. Tulisan ini akan menganalisis dan menjawab bagaimana NFT dan karya di dalamnya dapat memperoleh perlindungan hukum bahkan tanpa kerangka hukum yang ada menyebut tentang NFT secara eksplisit, dan bagaimana hukum perdata internasional mengatur transaksi NFT. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji literatur, undang-undang terkait yang sudah ada sebelumnya, dan dokumen hukum lain yang ada dan terkait dengan topik tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun tanpa peraturan yang saat ini mencakup NFT, aset yang mendasarinya masih dilindungi oleh undang-undang tentang hak cipta yang ada di seluruh dunia dan berbagai negara. Selain itu, hukum perdata internasional dapat mengatur transaksi dengan menggunakan beberapa teori terkait. Kemungkinan adanya sifat asing dalam diri para pihak menjadi salah satu faktor penghubung terkuat yang menjadikan transaksi NFT dapat menjadi kasus hukum perdata internasional. Jika tidak ada pilihan hukum tentang transaksi oleh para pihak, maka hukum dipilih secara diam-diam dengan menilai pihak mana yang memiliki hubungan terbesar dengan transaksi tersebut, dalam hal ini penjual NFT memiliki karakteristik hubungan terbesar dalam transaksi tersebut.
The development of human’s curiosity led to innovation in various sector where technology was also involved. Non-Fungible Token (NFT) was born from the derivatives of blockchain technology, and became a transactable object. NFT and its layers of assets brings easiness for people who are interested in digital form of artworks as it gives reassurance and unique value as if it was a traditional form of arts. However, the possibilities of cross border transactions with foreign elements have create a narrative where in some cases a private international law elements could regulate an NFT transaction. This paper will analyze and answer how can NFT and the underlying assets within can gain legal protection even without existing legal framework that explicitly mentioned about NFT, and how does private international law regulate an NFT transaction. This research was conducted by examining literatures, related preexisting laws, and other existing legal documents that is in relation with the topic. The research came into a conclusion that even without any regulations that currently cover the NFT, underlying assets is still protectable with existing laws regarding copyright throughout the world. In addition, private international law could regulate the transaction by using several theories. The possibilities of the existence of foreign nature within the parties become one of the strongest connecting factors that determines an NFT transaction can be a private international law case. If there is no choice of law regarding the transaction by the parties, then the laws were chosen tacitly by judging which party has the biggest connection to the transaction, in this case, an NFT seller has the biggest characteristic connection within the transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nathania Alifiani Prameswari Larasati
"Sejak tahun 2021, Non-Fungible Token (NFT) menjadi pusat perhatian dunia, berbagai pihak mulai terjun ke dalam industri NFT, baik sebagai pencipta maupun pembeli. NFT dapat dianggap sebagai sebuah bukti kepemilikan seseorang atas sebuah karya seni digital, yang memiliki nilai jutaan hingga triliunan rupiah. Meskipun NFT terlihat aman dikarenakan disimpan dalam sebuah blockchain, tetapi NFT nyatanya memiliki berbagai risiko. Sudah banyak ditemukan kasus pencurian dan kehilangan NFT yang menyebabkan terjadinya kerugian bagi pencipta dan pembeli NFT. Dengan nilai yang dimiliki oleh NFT, maka diperlukan suatu mekanisme pengalihan risiko, seperti asuransi, untuk dapat melindungi pencipta maupun pembeli NFT dari kerugian-kerugian yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis mengenai risiko yang dimiliki NFT, bagaimana peraturan perundang-undangan perasuransian serta teori hukum asuransi mengatur mengenai objek asuransi, dan apakah NFT dapat dijadikan sebagai objek dalam perjanjian asuransi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa NFT dapat diasuransikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, serta teori hukum asuransi yang berlaku.
Since 2021, Non-Fungible Token (NFT) has been the center of attention of the world, many companies and individuals entered the NFT industry, as a creator or as a buyer. NFTs can be considered as proof of ownership of a digital work of art, which values for millions to trillions of rupiah. Although NFTs look safe because they are stored inside a blockchain, NFTs still possess various risks. There have been cases of theft and loss of NFTs which have caused losses to creators and buyers of NFTs. With the value possessed by NFTs, there must be a risk transfer mechanism, such as insurance, to be able to protect creators and buyers to avoid losses that might occur. Therefore, this thesis will discuss and analyze risks owned by NFTs, how Indonesian insurance regulations and insurance law theories regulates insurance objects, and whether NFTs can be an object of an insurance agreement. Based on the research conducted, it can be concluded that NFTs can be insured based on Indonesian Code of Business Law, Law No. 40 Year 2014 on Insurance, and based on existing insurance law theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jesslyn Diva Amelia
"Anonimitas merupakan salah satu fenomena yang kerap terjadi dalam perjanjian, tak terkecuali pada perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT). Hingga saat ini, baik secara regional maupun global belum terdapat suatu kesepahaman tentang batasan umum terhadap anonimitas. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kejelasan identitas para pihak yang melakukan perjanjian merupakan salah satu unsur yang sangat esensial. Hal tersebut guna mengetahui seberapa cakap para pihak dalam mengemban hak dan kewajiban dalam perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keabsahan perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan menggunakan studi kasus pada marketplace OpenSea. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan studi hukum kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim melanggar dua syarat sah perjanjian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, terhadap perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim dapat dinyatakan batal demi hukum.
Anonymity is a phenomenon that often occurs in the trading world, not least in the sale and purchase of Non-Fungible Tokens (NFT). To date, both regionally and globally there has been no common understanding on the general limits of anonymity. Based on the Civil Code, the clarity of the identity of the parties in the agreement is a very essential element. This is to find out how capable the parties are in carrying out the rights and obligations in the agreement. This study aims to find out how the validity of the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously based on the Civil Code using case studies on the OpenSea marketplace. This research is in the form of normative juridical using a literature law study approach. The results of the study conclude that the sale and purchase agreement of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously violates two legal conditions of the agreement as formulated in the Article 1320 of Indonesian Civil Code. Thus, the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously can be declared null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Edria Pavitaruni
"Non-Fungible Tokens (NFT) adalah salah satu bentuk token digital yang menunjukkan kepelimilikan dari sebuah aset digital. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor yang mempengaruhi intensi membeli dari Non-Fungible Tokens (NFT). Dalam hal ini, sikap terhadap skema NFT dilihat sebagai mediator yang mempengaruhi hubungan persepsi resiko (perceived risk) dan persepsi kesenangan (perceived enjoyment) terhadap intensi membeli Non-Fungible Tokens (NFT). Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan data penelitian yang diperoleh melalui survei secara daring kepada seseorang yang mengikuti perkembangan NFT selama kurang lebih 3 bulan. Perekrutan partisipan dilakukan dengan teknik accidental sampling dengan partisipan yang didapatkan sebanyak 191 partisipan. Analisis mediasi dilakukan dengan menggunakan model 4 dari Hayess’s PROCESS model pada IBM SPSS PROCESS versi 4. Berdasarkan Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa sikap tidak memediasi hubungan antara persepsi kesenangan dan intensi membeli terhadap Non-Fungible Tokens (NFT). Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya efek langsung maupun efek tidak langsung antara persepsi kesenangan dan intensi membeli pada Non-Fungible Tokens (NFT). Lalu, ditemukan pula bahwa sikap tidak memediasi hubungan antara persepsi risiko dan intensi membeli Non-Fungible Tokens (NFT), namun terdapat efek langsung antara persepsi risiko dan intensi membeli pada Non-Fungible Tokens (NFT).Dengan dengan demikian persepsi terhadap resiko perlu menjadi perhatian terhadap perilaku membeli NFT.
Non-Fungible Tokens (NFT) is a form of digital token that shows ownership of a digital asset. Therefore, this study aims to look at the factors that influence the intention to buy Non-Fungible Tokens (NFT). In this case, attitudes towards the NFT scheme are seen as a mediator influencing the relationship between perceived risk and perceived enjoyment of the intention to buy Non-Fungible Tokens (NFT). This research is a correlational study with research data obtained through an online survey of someone who has followed the development of NFT for approximately 3 months. Participant was recruited using accidental sampling technique with total of 191 participants. Mediation analysis was carried out using model 4 from Hayess's PROCESS model on IBM SPSS PROCESS version 4. Based on the results of the mediation analysis, shows that attitude does not mediate the relationship between perceived enjoyment and purchase intention towards Non-Fungible Tokens (NFT). This is indicated by analysis result that shows no direct or indirect effects between perceived enjoyment and purchase intentions for Non-Fungible Tokens (NFT). Then, it was also found that attitude does not mediate the relationship between perceived risk and intention to buy Non-Fungible Tokens (NFT) but there was a direct effect between perceived risk and purchase intention for Non-Fungible Tokens (NFT). Therefore, perceived risk should be a concern to predicts NFT buying behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Faradina Elmahda
"Non-fungible token (NFT) adalah hak yang diperdagangkan dengan blockchain atas aset digital apapun; termasuk gambar, video, musik, dan karya virtual. Minat dan hype terhadap pasar NFT terus berkembang secara signifikan sejak awal 2021. Penelitian ini menginvestigasi keterkaitan antara pengembalian NFT dengan aset keuangan lainnya (saham, obligasi, emas, minyak mentah, dan cryptocurrency) dari periode bulan Januari 2019 hingga Desember 2022. Peneliti menggunakan metode pengolahan data timevarying parameter vector autoregression model (TVP-VAR) untuk mempelajari hubungan antara NFT dengan aset keuangan lainnya sekaligus untuk membangun jaringan konektivitas di antaranya. Hasil empiris atas penelitian ini mengungkapkan bahwa bahwa terdapat peningkatan keterhubungan antara total pengembalian selama pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina. Dan secara garis besar, NFT tidak tergantung pada guncangan dari aset lainnya. Analisis dinamis sepanjang waktu mengungkapkan bahwa selama periode normal, NFT bertindak sebagai transmitter risiko sistemik sampai tingkat tertentu, tetapi selama masa krisis dan setelah vaksin COVID-19 peran tersebut bergeser menjadi penyerap spillover risiko. Hal tersebut menunjukkan bahwa NFT mungkin memiliki manfaat diversifikasi selama masa-masa sulit, seperti yang terlihat selama krisis COVID-19, dan terutama di sekitar market crash pada bulan Maret 2020.
Non-fungible tokens (NFTs) are blockchain-traded rights to any digital asset; including images, videos, music and virtual works. Interest and hype in the NFT market has continued to grow significantly since the beginning of 2021. This research investigates the relationship between NFT returns and other financial assets (stocks, bonds, gold, crude oil, and cryptocurrencies) from the period January 2019 to December 2022. Researchers use the method time-varying parameter vector autoregression model (TVP-VAR) data processing to study the relationship between NFTs and other financial assets as well as to build a connectivity network between them. The empirical results of this research reveal that there is an increasing link between total returns during the COVID-19 pandemic and the Russian-Ukrainian war. And broadly speaking, NFTs are independent of shocks from other assets. Dynamic analysis over time reveals that during normal periods, NFTs act as transmitters of systemic risk to some degree, but during times of crisis and after the COVID-19 vaccine the role shifts to absorbing risk spillovers. This suggests that NFTs may have diversification benefits during difficult times, as seen during the COVID-19 crisis, and especially around the market crash in March 2020."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Canissa Maharani
"Perkembangan teknologi dan digitalisasi melahirkan ruang-ruang inovasi dalam berbagai hal baik sosial, budaya, hukum, dan tidak terkecuali dalam hal seni. Dalam bidang seni, kemajuan teknologi tersebut juga merupakan titik awal keterlibatannya untuk merambah ke ekonomi modern. Dewasa ini, terdapat inovasi berupa Non-Fungible Token (NFT) yang berbasis internet dalam bidang seni yang dapat berbentuk karya seni lukisan, foto, video, gambar, animasi, musik, dan karya kreatif lainnya yang tersimpan dalam satu teknologi arsip data atau buku besar digital bernama blockchain. NFT merupakan sebuah inovasi dari produk hasil intelektualitas manusia dan disinyalir sebagai sebuah benda dalam kacamata hukum. NFT yang berdiri diatas sistem bernama blockchain dikategorikan sebagai intellectual property dan melekat hak kekayaan intelektual (HKI) berupa hak cipta di dalamnya. Selain itu, NFT juga memiliki nilai ekonomis yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. Berkaitan hal tersebut, pesatnya perkembangan industri ekonomi kreatif dan pelaku yang berkecimpung di dalamnya membuat Pemerintah mengesahkan PP No. 24 Tahun 2022 yang dapat menjadikan HKI sebagai objek jaminan fidusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat eksploratoris dengan pendekatan interdisipliner antara hukum perdata dan hukum kekayaan intelektual serta berbentuk evaluatif. Sebagaimana hak cipta merupakan salah satu dari HKI, dalam hal ini menimbulkan pembahasan menarik apabila menyangkut mengenai hak cipta NFT. Dengan demikian maka penelitian ini membahas mengenai NFT sebagai sebuah benda dan kekayaan intelektual untuk dijadikan jaminan fidusia dalam pembiayaan pelaku ekonomi kreatif berdasarkan PP No. 24 Tahun 2022. Dimana berdasarkan definisi dan konsep hak cipta serta PP No. 24 Tahun 2022 NFT dapat menjadi objek jaminan fidusia. Namun hal ini harus terus didukung dengan banyak persiapan yang matang, kolaborasi dan sinergi antar para pihak, serta harus menempuh jalan yang panjang.
The evolution of technology and digitalization generates opportunities for innovation in a variety of social, cultural, legal, and artistic fields. These technological advancements in the field of art are also the starting point for its integration into the modern economy. Today, there is an innovation in the field of art in the form of an internet-based Non-Fungible Token (NFT) that can take the form of paintings, photos, videos, drawings, animations, music, and other creative works stored in blockchain, a data archive technology or digital ledger. In the eyes of the law, NFT is an innovation derived from human intellect and is designated as an object. Blockchain-based non-fungible tokens are classified as intellectual property and are accompanied by intellectual property rights (IPR) in the form of copyright. NFTs possess economic value that can generate profits for their owners. In this regard, the rapid growth of the creative economy industry and its participants prompted the government to ratify PP No. 24 of 2022, which can make intellectual property rights an object of fiduciary guarantee. This is an exploratory and evaluative normative legal study with an interdisciplinary approach between civil law and intellectual property law. As copyright is one of the IPR, this situation gives rise to an intriguing discussion regarding NFT copyright. Based on PP No. 24 of 2022, this study discusses NFTs as an object and intellectual property as a fiduciary guarantee for financing creative economic actors. Where the definition and concept of copyright and PP No. 24 of 2022 permit NFTs to be the subject of fiduciary assurances. However, this must continue to be supported by a great deal of careful planning, collaboration, and synergy among the parties, and must go a long way."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sazkia Balhqis Kemalajati
"Penelitian ini dilatarbelakangi adanya perbedaan pengakuan objek penghasilan atas transaksi non-fungible token (NFT) antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, pada Maret 2022, pemerintah menetapkan PMK Nomor 68 Tahun 2022 yang mengatur tentang pajak penghasilan atas transaksi aset kripto. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan asas kepastian hukum dalam pengenaan pajak atas transaksi NFT dan permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam pengenaan pajaknya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan post-positivisme dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah pemungutan pajak penghasilan atas transaksi NFT belum sepenuhnya memenuhi asas kepastian hukum. Adapun indikator yang belum memenuhi kepastian hukum yaitu materi/objek, subjek, pendefinisian dengan menggunakan tafsiran otentik, penyempitan/perluasan materi, dan ruang lingkup. Selain itu, dalam praktik implementasinya permasalahan yang dihadapi pemerintah adalah kepatuhan pajak dan perkembangan variasi transaksi NFT.
The background of this research is that there are differences in recognition of income objects for non-fungible token (NFT) transactions between taxpayers and the Directorate General of Taxes. Then, in March 2022, the government issued PMK 68/2022, which regulates income tax on crypto-asset transactions. This study aims to analyze the fulfillment of the principle of legal certainty in collecting taxes on NFT transactions and the problems faced by the government in levying taxes. The approach used in this study is a post-positivism approach with data collection techniques through literature studies and in-depth interviews. This study's results show that the income tax collection on NFT transactions still needs to comply with the certainty of law principle fully. The indicators that have not met a certainty of law principle are material/object, subject, definition using authentic interpretation, narrowing/expanding material, and scope. Apart from that, in practice, the problems faced by the government are tax compliance and the development of variations in NFT transactions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Titan Arsya Shalihanafie
"Pada tahun 2021, industri aset kripto mengalami perkembangan dengan meningkatnya transaksi jual-beli Non-Fungible Token (NFT) secara global. Di Indoenesia sendiri, pengaplikasian NFT sudah marak digunakan bagi para kreator dan seniman sebagai media untuk memasarkan karyanya. Akan tetapi, peraturan di Indonesia belum sepenuhnya mengakomodir perdagangan aset kripto. Di mana ketentuan yang ada umumnya ditujukan bagi aset kripto yang bersifat fungible. Sehingga terhadap perdagangan NFT belum terdapat ketentuan yang mengatur secara tegas baik dalam hal legalitas NFT sebagai komoditas aset kripto maupun terkait pemajakan jual-beli nya. Kurangnya regulasi tersebut menimbulkan ketidakpastoan hukum dan risiko tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi legalitas NFT sebagai komoditas aset kripto yang dapat diperjualbelikan beserta pemajakan yang dapat dikenakan terhadap jual-beli NFT. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis-normatif yang data-datanya diperoleh melalui studi dokumen peraturan perundang-undangan dan literatur. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa status hukum NFT belum dinyatakan secara tegas oleh Bappebti. Namun berdasarkan unsur manfaat sebagai dasar pemungutan pajak, penghasilan dari jual-beli NFT dapat dikenakan pajak penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan.
In 2021, the crypto asset industry has developed with the increase in Non-Fungible Token (NFT) buying and selling transactions globally. In Indonesia itself, the application of NFTs has been widely used by creators and artists as a medium to market their work. However, regulations in Indonesia have not fully accommodated crypto asset trading. Where the existing provisions are generally intended for fungible crypto assets. So that for NFT trading, there are no provisions that strictly regulate both the legality of NFTs as crypto asset commodities and related to the taxation of their sale and purchase. The lack of regulation creates legal uncertainty and certain risks. This study aims to identify the legality of NFTs as a tradable crypto asset commodity and the potential taxation that can be imposed on the sale and purchase of NFTs. The method used in the research is juridical-normative whose data is obtained through document studies of laws and regulations and literature. The conclusion obtained from this research is that the legal status of NFTs has not been expressly stated by Bappebti. However, based on the element of benefit as the basis for tax collection, income from the sale and purchase of NFTs can be subject to income tax based on the provisions of Law Number 36 concerning Income Tax."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arminta Kinanti
"Munculnya era digital beserta perkembangan teknologi seharusnya didampingi oleh hukum yang memadai. Salah satu perkembangan yang dimaksud adalah munculnya Non-Fungible Token (NFT) sebagai objek yang diperjualbelikan pada blockchain. NFT merupakan hasil tokenisasi atau konversi suatu aset, yang kepemilikannya direpresentasi oleh token pada blockchain. Adapun aset yang dimaksud memiliki bentuk yang beragam, salah satunya karya seni yang dikonversi bentuknya menjadi token. Eksistensi NFT pada blockchain menimbulkan pertanyaan bagaimana perlindungan atas suatu karya yang dijadikan NFT berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan ini akan menjawab bagaimana NFT atas suatu karya dapat dilindungi oleh undang-undang hak cipta di Indonesia, serta apakah peraturan di Indonesia mengenai aset kripto dibawah Bappebti dapat mengakomodir kegiatan NFT di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelusuran literatur, serta wawancara dari lembaga pemerintah untuk perolehan data. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Penulis sampai pada kesimpulan bahwa NFT bukan merupakan hal yang dilindungi hak cipta namun karya dalam NFT dapat dilindungi hak cipta. Disamping itu, peraturan mengenai aset kripto di Indonesia oleh Bappebti tidak dapat mengakomodir sepenuhnya tokenisasi aset sebagai NFT. Hal tersebut dikarenakan NFT yang belum diatur dan ditetapkan sebagai aset kripto, serta peraturan Bappebti sendiri yang tidak memperhatikan proses tokenisasi suatu karya menjadi token dalam blockchain.
The emergence of the digital era with technological developments should be accompanied by adequate laws. One of the developments is Non-Fungible Tokens (NFT) as objects that are traded on the blockchain. NFT is the result of tokenization or asset conversion, whose ownership is represented by a token on the blockchain. The assets themselves have various forms, one of which is works of art that are converted into tokens. The NFT’s existence on the blockchain raises the question of how a work that is made into an NFT is protected based on applicable laws and regulations. This paper will answer how the NFT of work can be protected by Indonesia’s copyright laws, and whether Indonesia's regulations on crypto assets under The Commodity Futures Trading Authority (CoFTRA/Bappebti)can accommodate NFT activities in Indonesia. This research was conducted by using a study of statutory regulations, literature researches, and interviews for data collection. The author concluded that NFT is not copyright protected but works in NFT can be copyrighted. In addition, the COFTRA’s regulation regarding crypto assets cannot fully accommodate asset tokenization as NFT. Since NFT has not been regulated and qualified as a crypto asset, CoFTRA's regulations do not cover the tokenization process of work into a token."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Naufal Harits
"Perkembangan teknologi pada era revolusi insutri keempat menghadirkan inovasi pada berbagai industri tidak terkecuali industri keuangan. Salah satu inovasi terbesar dalam bidang keuangan adalah teknologi blockchain yang menghadirkan cryptocurrency dan non-fungible token atau NFT. Pergerakan harga dari mata uang kripto dan NFT yang melonjak tinggi pada tahun 2021 kemudian memunculkan pertanyaan bagi praktisi keuangan di seluruh dunia. Apakah mata uang kripto dan NFT dapat digunakan sebagai alternatif investasi? Bila iya, apakah penggunaannya sebagai instrumen investasi dapat meningkatkan performa portofolio investasi secara umum? Penelitian ini dibuat untuk mengeksplorasi dampak penambahan mata uang kripto dan NFT ke dalam portofolio saham dari Bursa Efek Indonesia. Optimisasi portofolio yang dilakukan menggunakan Markowitz modern portfolio theory dengan pendekatan maksimisasi Sharpe ratio dan minimisasi standard deviation. Hasil evaluasi return, standard deviation, dan Sharpe ratio sebelum dan setelah penambahan mata uang kripto serta koin NFT menunjukkan peningkatan performa portofolio yang cukup besar dengan mata uang kripto pada periode sebelum COVID-19 dan koin NFT pada periode gabungan. Hal tersebut menunjukkan adanya peluang diversifikasi dari mata uang kripto serta koin NFT pada saham-saham Indonesia.
Technological developments in the era of the fourth industrial revolution brought innovation to various industries, including the financial industry. One of the biggest innovations in finance is blockchain technology, which brings cryptocurrencies and non-fungible tokens or NFTs. The soaring price movements of cryptocurrencies and NFTs in 2021 then raise questions for financial practitioners around the world. Can cryptocurrencies and NFTs be used as investment alternatives? If so, can its use as an investment instrument improve investment portfolio performance in general? This study was created to explore the impact of adding cryptocurrencies and NFTs to the stock portfolio of the Indonesia Stock Exchange. Portfolio optimization is carried out using Markowitz modern portfolio theory with a Sharpe ratio maximization approach and standard deviation minimization. The results of the evaluation of return, standard deviation, and Sharpe ratio before and after the addition of cryptocurrencies and NFT coins show a significant improvement in portfolio performance with cryptocurrencies in the period before COVID-19 and NFT coins in the combined period. This shows that there is an opportunity for diversification from cryptocurrencies and NFT coins to Indonesian stocks."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library