Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130649 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Jacinda Yasmin Purnama Putri
"Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi salah satu tantangan bagi negara berkembang karena tingginya jumlah kasus yang terjadi jika dibandingkan negara maju. Hal ini dapat berdampak negatif pada aspek ekonomi maupun kesehatan bagi masyarakat. WHO telah merancang indikator pelayanan pasien untuk mengidentifikasi resep dan pelayanan oleh tenaga kesehatan melalui pengadaan nilai optimum sebagai upaya untuk menjaga kerasionalan penggunaan obat. Evaluasi pelayanan obat menggunakan indikator pelayanan pasien masih jarang dilakukan di rumah sakit wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan obat menggunakan indikator pelayanan pasien di Klinik Umum Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan metode observasi untuk waktu konsultasi medis dan penyiapan obat, pelabelan dan kesesuaian penyerahan obat serta melakukan wawancara untuk mengetahui pengetahuan pasien. Sampel diambil secara consecutive sampling yaitu 100 untuk waktu konsultasi medis dan 99 untuk aspek lainnya. Analisis data univariat menunjukkan hasil waktu konsultasi medis 12,44 ± 8,1 menit; waktu penyiapan obat 2738,79 ± 1729,3 detik;  kesesuaian penyerahan obat (96,25%); pelabelan obat memadai (100%); dan pengetahuan pasien (78,78%). Kemudian, dilakukan analisis bivariat terhadap pengetahuan pasien. Uji Korelasi Spearman menunjukkan nilai p=0,111, r=0,161 (usia); uji Mann-whitney U test nilai p=0,014 (tingkat pendidikan), nilai p=0,075 (jenis kelamin). Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa tidak semua aspek indikator memenuhi nilai optimum dan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan pasien, maka dari itu pelayanan pasien di Rumah Sakit Universitas Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Irrational use of drugs is one of the challenges in developing countries because of the high number of cases that occur when compared to developed countries. It can have a negative impact on economic and public health aspects. WHO has designed patient care indicators to identify prescriptions and services by health workers through the provision of optimum values in an effort to maintain rational drug use. Evaluation of drug services using patient care indicators is slightly done in Indonesia, especially in hospitals. This research was conducted to evaluate drug services using patient care indicators in the general outpatient at The University of Indonesia Hospital. It was conducted prospectively with observation for consultation and dispensing time, adequately labeled, and drugs actually dispensed also using the interview to determine patient's knowledge. Samples were taken consecutively with 100 samples for consultation time and 99 samples for other aspects. The univariate data analysis shows results for consultation time is 12,44 ± 8,1 minutes; drugs dispensing time is 2738,79 ± 1729,3 seconds; drugs actually dispensed is (96,25%); adequately labeled (100%); and patient's knowledge is (78,78%). Then, conducted bivariate analysis of patient’s knowledge. Spearman Correlation test analysis showed p=0,111, r=0,161 (age); Mann-whitney U Test showed p=0,014 (educational), p=0,075 (gender). Based on the results, it is concluded that not all aspects of indicators meet the optimum values and there was a relationship between educational level with patient's knowledge, therefore patient care at The University of Indonesia Hospital still needs to be improved."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dewi Lestari
"Waktu pelayanan resep obat merupakan salah satu indikator mutu pelayanan farmasi yang diatur dalam Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM RS). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal, standar waktu tunggu pelayanan obat jadi di depo farmasi rawat jalan ditetapkan £30 menit, sementara untuk obat racikan £60 menit. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif yang berfokus untuk mengkaji indikator mutu waktu tunggu pelayanan resep di Depo Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Universitas Indonesia. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu dengan mengambil sampel data yang terdapat di lapangan secara langsung dalam satu waktu. Berdasarkan hasil evaluasi waktu tunggu pelayanan resep obat di Depo Farmasi Rawat Jalan RSUI pada periode Mei – Agustus 2022, rata-rata waktu tunggu pelayanan obat jadi adalah 45,25 menit ± 0,064. Terdapat sebanyak 40,43% resep obat jadi yang telah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan 59,57% resep dengan waktu tunggu pelayanan tidak sesuai. Rata-rata waktu tunggu pelayanan obat racikan adalah 66,75 menit ± 0,037. Terdapat sebanyak 63,12% resep obat racikan yang telah sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan 36,68% resep dengan waktu tunggu pelayanan tidak sesuai Standar Pelayanan Minimal.

Prescription service time is an indicator of the quality of pharmaceutical services regulated in the Hospital Minimum Service Standards. Based on the Decree of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 129 of 2008 concerning Minimum Service Standards, the standard waiting time for non-concoction drugs service at outpatient pharmacy depots is set at £30 minutes, while for concoction drugs it is £60 minutes. This research is a descriptive non-experimental study that focuses on examining quality indicators of waiting time for prescription services at the Outpatient Pharmacy Depot at the University of Indonesia Hospital. Data collection in this study used a cross-sectional approach, by taking samples of data contained directly at one time. Based on the results of an evaluation of the waiting time for drug prescription services at the University of Indonesia Hospital Outpatient Pharmacy Depot in the period May – August 2022, the average waiting time for non-concoction drug services is 45.25 minutes ± 0.064. There were 40.43% of non-concoction drug prescriptions that were by the Minimum Service Standards and 59.57% of prescriptions with inappropriate service waiting times. The average waiting time for concoction drug service is 66.75 minutes ± 0.037. There were 63.12% of prescriptions for the concoction of drugs that met the Minimum Service Standards and 36.68% of prescriptions with service waiting times that did not comply with the Minimum Service Standards."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bari Ahmad Adhyasta
"Pendahuluan
Berbagai studi menunjukkan obat off-label banyak diberikan pada pasien anak. Pemberian obat off-label dapat menimngkatkan risiko efek samping obat. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi peresepan obat off-label pada pasien anak di Instalasi Gawat Darurat RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (IGD-RSCM) yang selama ini belum pernah diteliti.
Metode
Desain penelitian ini potong lintnag. Sampel peresepan, diambil dari rekam medis pasien anak di IGD-RSCM secara consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah peresepan untuk pasien anak usia 0-18 tahun di IGD RSCM pada periode Januari- Desember 2018. Kriteria eksklusi berupa data tidak terbaca atau tidak lengkap, peresepan elektrolit, suplemen, vitamin, dan obat luar. Data jenis kelamin, usia, dan jenis kelompok obat berdasarkan klasifikasi The Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dicatat. Status peresepan off-label ditentukan berdasarkan usia pasien saat obat diresepkan. Proporsi peresepan off-label pada kelompok gender dan usia anak dianalisis dengan uji Chi-Square.
Hasil
Dari 446 sampel peresepan yang diuji, 24,7% sampel merupakan peresepan off- label berdasarkan kategori usia.Berdasarkan kelompok ATC, kelompok obat yang paling sering diresepkan adalah obat sistem saraf dengan proposi off-label paling tinggi ditemukan pada kelompok agen antineoplastik dan imunomodulasi (88,2%). Tidak ada perbedaan proporsi peroff-label yang signifikan antara pasien anak laki- laki (21,9%) dan perempuan (27,4%) (p = 0,169, PR= 0,662 IK= 0,593 – 1,005). Tidak ada hubungan signfikan antara kelompok usia (bayi, anak, dan remaja) terhadap proporsi peresepan off-label (p = 0,086).
Kesimpulan
Proporsi peresepan obat off-label pasien anak di Instalasi Gawat Darurat RSCM adalah 24,7%. Jenis kelamin dan perbedaan kelompok usia antara bayi, anak, dan remaja tidak berhubungan dengan besar proporsi peresepan off-label.

Introduction
Various studies showed that pediatric patients often received off-label drugs. Off- label drug administration can increase the risk of adverse drug reactions. This study aims to evaluate the off-label prescriptions in pediatric patients at the Emergency Department of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (IGD-RSCM) which has never been studied.
Methods
This is a cross sectional study. Prescription samples were taken from the medical records at IGD-RSCM by consecutive sampling. The inclusion criteria were prescriptions for children aged 0-18 years treated at IGD-RSCM during January- December 2018. The exclusion criteria were unreadable, incomplete prescribing data, electrolytes, supplements, vitamins, and external medications. Data of gender, age, and drug class based on The Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification were recorded. Off-label prescribing status was determined based on the patient's age at the time of prescription. Proportions of Off-label prescriptions in each gender and pediatric age groups were analyzed using the Chi-Square test. Results
Of the 446 prescriptions analyzed , 24.7% were prescribed off-labelly by age category. Based on the ATC, nervous system drugs was the most frequently prescribed medication. The highest proportion of off-label drugs prescription was the antineoplastic and immunomodulating agent (88.2%). There was no significant difference in the off-label prescription proportion between boys (21.9%) and girls (27.4%) (p=0.169, PR=0.662 CI=0.593-1.005). There was no significant association between age groups (infants, children and adolescents) and the proportion of off-label prescriptions (p= 0.086).
Conclusion
The proportion of pediatric off-label prescription at the IGD-RSCM was 24.7%. Gender and pediatric age group differences were not associated with the level of off-label prescriptions proportions.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Syarifah
"Kusta merupakan penyakit yang menyerang sel saraf tepi dan organ tubuh dalam jangka panjang sehingga mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi dengan normal. Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Saat ini Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit kusta. Menurut data WHO tahun 2020, Indonesia masih menjadi negara dengan kasus baru Kusta nomor 3 terbesar di dunia dengan jumlah berkisar 8% dari kasus dunia. RSUP Fatmawati merupakan salah satu rumah sakit yang melayani pengobatan untuk penyakit kusta. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penggunaan obat kusta dan sekaligus mengetahui jumlah pasien yang melakukan pengobatan selama periode Mei – Agustus 2023. Pengambilan data dilakukan dengan melihat arsip data resep fisik dan nantinya data akan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia dan terapi yang digunakan serta lama pengobatannya. Terdapat 84 pasien yang mengidap kusta pada periode Mei – Agustus 2023 yang terdiri dari 26 wanita dan 58 pria dalam rentang usia anak anak hingga lansia. Jenis obat yang digunakan juga beragam dari jenis MB (multibasiller) sampai PB (pausibasiller).

Leprosy is a disease that affects the peripheral nerves and internal organs in the long term, resulting in some of the patient's body parts being unable to function normally. Leprosy is caused by the bacterium Mycobacterium leprae. Currently, Indonesia still faces various challenges in the prevention and control of leprosy. According to WHO data in 2020, Indonesia remains the third largest country in terms of new leprosy cases globally, comprising approximately 8% of worldwide cases. RSUP Fatmawati is one of the hospitals that provides treatment for leprosy. This study aims to identify the usage of leprosy drugs and simultaneously determine the number of patients undergoing treatment during the period from May to August 2023. Data collection was conducted by examining physical prescription records, which will later be categorized by gender, age, type of therapy used, and duration of treatment. There were 84 leprosy patients during the period from May to August 2023, consisting of 26 women and 58 men spanning from children to the elderly. The types of drugs used varied from multibacillary (MB) to paucibacillary (PB).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Gamalliel
"Pendahuluan: Penelitian di beberapa negara menunjukkan tingkat penggunaan obat off-label yang tinggi pada pasien pediatrik. Penggunaan obat off-label sendiri berpotensi meningkatkan kejadian efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan obat off-label kategori usia pada pasien bangsal anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang belum pernah diteliti sebelumnya. Metode: Desain penelitian adalah observasional analitik cross sectional. Sampel merupakan data sekunder dari rekam medis pasien pediatrik yang dirawat di Bangsal Anak RSCM yang dipilih secara consecutive sampling. Kriteria inklusi adalah rekam medik pasien anak 0-18 tahun yang dirawat di Bangsal Anak RSCM periode Januari – Desember 2018, dan kriteria eksklusi berupa data pengobatan yang sulit dibaca, tidak lengkap, serta peresepan elektrolit, suplemen, dan obat luar. Obat yang diberikan dicatat dan ditabulasi. Status peresepan off-label ditentukan berdasarkan usia ketika obat diresepkan dan dicocokkan dengan ketentuan yang tertera pada label atau referensi yang relevan. Beda proporsi penggunaan obat off-label antar kelompok dianalisis menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Dari 456 sampel peresepan, 12,5% (CI95 = [9,46%; 15,54%]) di antaranya diberikan secara off-label kategori usia. Berdasarkan klasifikasi ATC, golongan obat terbanyak yang diberikan secara off-label adalah agen antineoplastik dan imunomodulasi (61,2%) dan sistem muskuloskeletal (20,0%). Tidak didapatkan hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan penggunaan obat off-label (p = 0,571; PR= 1,19; CI95 = [0,732; 1,942]) serta antara kategori usia bayi, anak, dan remaja dengan penggunaan off-label (p = 0,392). Kesimpulan: Tingkat penggunaan obat off-label kategori usia di bangsal anak 12,5%. Dalam penelitian ini, jenis kelamin dan kelompok usia tidak berpengaruh terhadap prevalensi penggunaan obat off-label.

Introduction: Various studies conducted in many countries showed high level of off-label drug use in pediatric patients. Off-label drug use may increase the occurrence of adverse drug reactions. This study aims to evaluate off-label drug use in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSCM) which has never been conducted. Methods: Samples were secondary data from medical records of pediatric patients admitted to RSCM Pediatric Ward and collected using consecutive sampling method. Inclusion criteria were medical records of patient of 0-18 years old admitted in the period of January-December 2018, and exclusion criteria were unreadable or incomplete medication record, and electrolyte, supplement, or external medicine. Collected data were recorded and tabulated. Off-label status was determined based on patients’ age when the drug was prescribed and then was matched with the information on the label of the drug or relevant references. Results: Of 456 evaluated prescriptions, 12,5% (CI95 = [9,46%; 15,54%]) were administered off-label according to age category. Based on Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification, the most frequent drugs prescribed off-label were anti-neoplastic and immunomodulating (61,2%) and musculoskeletal system drugs (20,0%). There was no association between gender and off-label drug use (p = 0,571; PR= 1,19; CI95 = [0.732; 1.942]), and also between infant, children, and adolescent age categories and off-label drug use (p = 0,392). Conclusion: The prevalence of off-label drug use according to age category in the pediatric ward was 12.5%. In this study, gender and also infant, children, and adolescent age categories had no effect on the prevalence of off-label drug use."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrew Johnson Budianto
"Puskesmas berperan sebagai penyedia pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia dengan program-program seperti Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan, termasuk Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan untuk memelihara kesehatan peserta BPJS Kesehatan dengan penyakit kronis. Penelitian ini mengevaluasi data resep pasien Poli PTM di Puskesmas Kecamatan Kalideres selama Januari dan Februari 2023 untuk memperoleh pola penggunaan obat dan pemenuhan obat pada pasien PROLANIS, dengan fokus pada pasien lanjut usia dan polifarmasi. Evaluasi menunjukkan penurunan penggunaan obat dan tekanan darah yang menandakan perbaikan kondisi pasien, serta tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan dianggap memuaskan.

The Public Health Center (Puskesmas) is a primary healthcare provider system in Indonesia, offering comprehensive healthcare services and government-mandated health programs such as Public Health Efforts and Individual Health Efforts. One of its managed programs is the Chronic Disease Management Program (PROLANIS), aimed at maintaining the health of BPJS Kesehatan participants with chronic diseases to achieve optimal quality of life while ensuring effectiveness and efficiency in healthcare service expenditures. This study evaluates prescription data from the Non-Communicable Disease (PTM) Clinic at Kalideres District Health Center during January and February 2023 to analyze medication usage patterns and compliance among PROLANIS patients, focusing on elderly patients and polypharmacy. The evaluation reveals a decrease in medication usage and blood pressure, indicating patient improvement, with satisfactory medication adherence observed among patients at Kalideres Public Health Center.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Meltiara
"Salah satu aspek terpenting dari pelayanan dan peran farmasi adalah pengoptimalan penggunaan obat dan mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat. Salah satu cara adalah memaksimalkan proses pengelolaan obat adalah melalui pengendalian perbekalan farmasi. Persediaan obat yang berlebih akan menimbulkan tempat dan memakan saving cost serta stok yang tersimpan tersebut merupakan modal yang perputarannya berhenti. Sedangkan, jika stok terlalu sedikit akan berakibat pada kemungkinan resep yang tertunda karena persediaan mengalami stockout atau kekosongan sehingga menyebabkan merosotnya mutu pelayanan rumah sakit khususnya instalasi farmasi akibat tertundanya pengobatan pasien. Hal tersebut cukup sering terjadi di depo farmasi rawat inap RSUI. Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kekosongan obat, dilakukan pembuatan sistem reminder restock otomatis saat stok obat sudah menipis. Sistem reminder restock dibuat dengan menghitung stok minimum dengan menghitung penggunaan rata-rata, lead time, dan safety stock, yang kemudian dihubungkan ke sistem melalui fungsi VLOOKUP dan IF Bertingkat.

One of the most important aspects of pharmacy services and roles is optimizing drug use and being able to ensure the availability of safe, quality and efficacious drugs. One of the way to maximize the drug management process is through controlling pharmaceutical supplies. Excessive drug supplies will create unnecessary space and use up extra saving costs while the turnover money for those products gets paused. Meanwhile, if there is too little stock, it will result in the possibility of prescriptions being delayed due to stockouts, causing a decline in the quality of hospital services, especially pharmaceutical installations, due to delays in patient treatment. This happens quite often at the RSUI inpatient pharmacy. To overcome and prevent stockout, an automatic restock reminder system was created when drug stocks ran low. The restock reminder system is created by determining minimum stock by calculating average usage, lead time, and safety stock, which is then connected to the system via the VLOOKUP and Multilevel IF functions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sakinah
"Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Puskesmas salah satunya adalah evaluasi penggunaan obat. Penggunaan obat yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi antibiotik, masalah terapi obat, dan peningkatan biaya obat. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan obat rasional di Puskesmas Kelurahan Cililitan berdasarkan indikator peresepan untuk tiga diagnosis penyakit (ISPA non pneumonia, diare non spesifik, myalgia) serta rerata item per lembar resep pada periode Agustus – Oktober 2022. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil satu data peresepan setiap hari untuk tiap diagnosis penyakit dan dihitung persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, persentase penggunaan injeksi pada myalgia, serta rerata jumlah item obat yang diresepkan. Hasil menunjukkan bahwa persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia adalah 15% (Agustus) dan 10% (September dan Oktober). Persentase penggunaan antibiotik pada diare non spesifik adalah 10% (Agustus – Oktober). Persentase penggunaan injeksi pada myalgia adalah 0% (Agustus – Oktober). Rerata jumlah item obat adalah 3,18 item (Agustus), 3,02 item (September), dan 2,85 item (Oktober). Kesimpulannya adalah persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia dan penggunaan injeksi pada myalgia tidak melebihi batas toleransi yang ditetapkan (20% dan 1%). Sedangkan persentase penggunaan antibiotik pada diare non spesifik dan rerata jumlah item obat melebihi batas toleransi yang ditetapkan (8% dan 2,6 item).

One of the clinical pharmacy services carried out at public health center is the evaluation of drug use. Irrational use of drugs can lead to antibiotic resistance, drug therapy problems, and increased drug costs. The purpose of this special assignment was to evaluate rational drug use at the Cililitan Public Health Center based on prescribing indicators for three disease diagnoses (non-pneumonic URTI, non-specific diarrhea, myalgia) and the average item per prescription in the period August – October 2022. Data collection was carried out using the method of taking one prescription per day for each disease diagnosis and calculating the percentage of antibiotic use in non-pneumonic URTI and non-specific diarrhea, the percentage of injection use in myalgia, and the average of drug items prescribed. The results showed that the percentage of antibiotic used in non- pneumonic URTI is 15% (August) and 10% (September and October). The percentage of the used of antibiotics in non-specific diarrhea is 10% (August - October). The percentage of injections used in myalgia is 0% (August – October). The mean number of drug items was 3.18 items (August), 3.02 items (September), and 2.85 items (October). The conclusions are that the percentage of antibiotic use in non-pneumonic URTI and injection use in myalgia does not exceed the established tolerance limit (20% and 1%). While the percentage of antibiotic use in non-specific diarrhea and the average of drug items exceeded the established tolerance limit (8% and 2,6 items)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mulzimatus Syarifah
"Formularium Nasional (Fornas) merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Evaluasi dan pemantauan penerapan obat Fornas bertujuan untuk melihat tingkat ketaatan dan pemanfaatan obat Fornas di RS. Selain itu, evaluasi tersebut juga dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan fasilitas pelayanan kesehatan terhadap penggunaan obat Fornas, mengidentifikasi masalah terkait penggunaan obat Fornas, dan mengidentifikasi berbagai kendala terkait penerapan Fornas untuk pelayanan kesehatan. Kriteria dalam suatu Formularium RS diperlukan setidaknya >80% sediaan farmasi merupakan bagian dari sediaan farmasi yang berada di Formularium Nasional. Hasil nilai kesesuaian obat Fornas generik ialah 34,26%, Fornas bermerk ialah 37,88%, obat Non-Fornas generik ialah 5,57%, dan obat NonFornas bermerk ialah 22,28% yang terdapat di dalam Farmasi ICU RSUI pada tahun 2022.

Formularium Nasional (Fornas) is a list of selected drugs needed and used as a reference for writing prescriptions in the implementation of health services in the implementation of health insurance programs. Evaluation and monitoring of the application of Fornas drugs in a hospital aims to see the level of compliance and utilization of Fornas drugs in hospitals. In addition, the evaluation was also carried out to determine the level of compliance of health service facilities with the use of Fornas drugs, identify problems related to the use of Fornas drugs, and identify various obstacles related to the application of Fornas for health services. The criteria in an RS Formulary require at least >80% of pharmaceutical preparations to be part of pharmaceutical preparations in the National Formulary. The suitability value of generic Fornas drugs is 34.26%, branded Fornas is 37.88%, generic Non-Fornas drugs are 5.57%, and branded Non-Fornas drugs are 22.28% available in RSUI ICU Pharmacy in 2022."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Saphira Wulandari
"Latar belakang: Glaukoma membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk mencegah perburukan dari saraf optik mata sehingga tingkat kepatuhan pasien menjadi faktor yang sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Tujuan: RSCM Kirana sebagai pusat rujukan penyakit mata di Indonesia belum memiliki data mengenai tingkat kepatuhan pada pasien glaukoma, sehingga penelitian ini ditujukan untuk menyediakan informasi mengenai tingkat kepatuhan pasien serta pengaruh antara lama pemakaian dan frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan pasien.
Metode: Penelitian ini menggunakan teknik potong lintang dan digunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) sebagai instrumen yang disebarkan kepada pasien glaukoma pada RSCM Kirana dengan pengisian kuesioner dilakukan dengan mewawancarai pasien khususnya pasien glaukoma primer sudut terbuka. Pengambilan subjek dilakukan dengan teknik consecutive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 96 pasien.
Hasil: Didapatkan sebesar 50% pasien tergolong memiliki tingkat kepatuhan rendah, 32.29% pasien memiliki tingkat kepatuhan sedang, dan 17.70% lainnya tergolong memiliki tingkat kepatuhan tinggi. Lama pengobatan terbanyak berada pada rentang 1 – 5 tahun yaitu sebesar 42.71% sedangkan untuk frekuensi pemakaian terbanyak berada pada kelompok dengan frekuensi pemakaian 1–3 kali yaitu sebanyak 56.25% pasien. Pengaruh antara lama pemakaian terhadap tingkat kepatuhan pasien cenderung tidak menunjukkan adanya hasil yang signifikan secara statistik yaitu nilai p = 0.355. Pada pengaruh antara frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan juga cenderung tidak menunjukkan adanya makna yang signifikan secara statistik yaitu nilai p= 0.537.
Simpulan: Korelasi antara lama pemakaian dan frekuensi pemakaian terhadap tingkat kepatuhan cenderung tidak memiliki pengaruh (p= >0.05), sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor lain yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan pada pasien.

Background: Glaucoma needs a lifelong time of medication to prevent optic nerve damage, hence patient adherence is crucial to ensure treatment success.
Purpose: RSCM Kirana as a National Central General Hospital for eye disease has not been able to provide the data regarding medical adherence among glaucoma patients, therefore this study was aim to assess level of adherence among primary angle glaucoma patients and to analyze the relationship between length of use and frequency of use against medical adherence among glaucoma patients in RSCM Kirana.
Methods: This study was a cross sectional study. A consecutive sampling was used to select 96 participants. The participants were interviewed and adherence was rated using a Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) questionnaire.
Results: 50% of patients have low level of adherence to medical prescription, 32.29% have moderate level of adherence, and 17.70% other have high level of adherence to medical prescription. Most patients have been using glaucoma medication for 1 – 5 years which is 42.71% while 56.25% of patients were using 1 – 3 times of eye drops daily. There were no association between length of use and frequency of use with medical adherence (p= >0.05).
Conclusions: Medical adherence were not correlated with the length of use and frequency of use of medication. Therefore, we suggested to do a further research to identify other factors that may affect medical adherence among glaucoma patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>