Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181744 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raisa Berliana Nadhifah
"Tanah ulayat kaum merupakan harta milik bersama suatu kaum dan diwarisi secara turun-temurun. Dalam praktik pendaftaran sertipikat hak atas tanah harta pusaka tinggi di Minangkabau, banyak terjadi pensertipikatan atas nama perorangan tanpa sepengetahuan dan persetujuan anggota kaum atau disertipikatkan pertama kali oleh orang yang tidak berhak atas Harta Pusaka Tinggi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akibat hukum sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga karena perbuatan melawan hukum, serta mengungkap peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah harta pusaka tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah Doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Akibat sertipikat hak milik atas tanah harta pusaka tinggi kaum yang dinyatakan lumpuh dan tidak berharga adalah tidak mempunyai kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah serta segala dokumen yang dilahirkan sebelum ataupun setelah diterbitkan sertipikat, perbuatan hukum yang dilakukan setelah diterbitkannya sertipikat lumpuh dan tidak berharga, kembali ke keadaan semula, pemilik yang sebenarnya dapat mengajukan permohonan pembatalan sertipikat dan ganti kerugian. PPAT dalam melakukan tindakan hukum harus senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah pusaka tinggi, peranan PPAT antara lain memastikan bahwa penghadap benar sebagai pemilik tanah, melakukan checking terhadap sertipikat, melakukan pengecekan terhadap warkah, melakukan konfirmasi faktual mengenai Harta Pusaka Tinggi tersebut ke nagari tempat objek tersebut berada, melakukan pengecekan SKPT, meminta dokumen lain seperti Ranji, Sporadik, Surat Penyataan Kepemilikan Tanah, Surat Kesepakatan atau Persetujuan Kaum, Surat Keterangan Wali Nagari atau Lurah setempat, Bukti bayar PBB serta KTP dan KK penghadap serta mengerti tentang hukum adat daerah di mana PPAT berkedudukan.

The customary land of the people is a joint property of a people and is inherited from generation to generation. In the practice of certifying high inheritance land rights in Minangkabau, there are many certificates in the name of individuals who do not get approval from members of other customary clans or are certified for the first time by individuals who are not entitled to the land which causes disputes over inherited land in the future. This study aims to analyze the legal consequences of ownership certificates on the High Inheritance’s land of people who are declared paralyzed and worthless due to acts against the law and to reveal the role of the Land Deed Making Officer (PPAT) in the transfer of rights to High Inheritance’s Land. The research method used is Doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This study uses primary and secondary data with qualitative analysis methods. Legal consequences of land ownership certificates of high inheritance that has been declared paralyzed and worthless due to unlawful acts is certificates of land rights do not have the force of law, and all documents issued before or after the issuance of the certificate and legal actions taken after the issuance of the certificate are paralyzed and worthless, returning to their original state, the actual owner can apply for cancellation of the certificate and compensation. In carrying out legal actions, PPAT must always apply the precautionary principle. Concerning the transfer of rights to heritage high land, the role of the PPAT includes ensuring that the claimant is genuinely the owner of the land, checking the certificate, checking the Warkah, making factual confirmation regarding the inheritance to the Nagari where the object is located, checking the SKPT, ask for other documents such as Ranji, Sporadic, Declaration of Land Ownership, Letter of Agreement or Clan Agreement, Certificate of Wali Nagari or local Lurah, Proof of PBB payment and KTP and KK of the party and understand the customary law of the area where the PPAT is domiciled, thus can minimize disputes over high inheritance land within the scope of PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliana Gunawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.
71/PDT/G/2007 juncto No. 418/PDT/2007/PT.DKI tentang sengketa tanah antara PT. Roda Kencana Mendiri melawan Perusahaan Umum Pelabuhan II Tanjung Priok (sekarang PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) dan PT. Maju Terus Jaya yang bermula dari permintaan Perum Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok kepada PT. Roda Kencana Mandiri untuk melakukan pembayaran kembali atau pembayaran ulang atas tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No.105/Kalibaru yang dikuasainya dengan alasan tanah tersebut merupakan tanah Hak Guna Bangunan (HGB) diatas tanah Hak Pengelolaan (HPL) dimana pihak Perum Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok sebagai Pemegang HPL atas tanah objek sengketa tersebut. Penulisan tesis ini dengan metode penelitian yuridis normatif untuk
mengetahui dan menganalisis norma-norma/asas-asas hukum dalam Putusan
Pengadilan dan bahan hukum pustaka atau data sekunder (berupa peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan, khususnya mengenai pemberian Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan). Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 71/Pdt/G/2007 jo. No. 418/PDT/2007/PT.DKI. menyatakan bahwa Akta Jual Beli No. 454/Cilincing/1998 adalah sah dan berharga dan PT. Roda Kencana Mandiri dinyatakan sebagai pemilik yang sah atas tanah objek sengketa dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 105/Kalibaru tersebut. Pertimbangan hukum yang diberikan oleh Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 71/Pdt/G/2007 jo. No. 418/PDT/2007/PT.DKI. tidak sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku mengenai pemberian HGB di atas tanah HPL

ABSTRACT
This thesis is to analyze the Verdict of North Jakarta District Court Number
71/PDT/G/2007 jo. Number 418/PDT/2007/PT.DKI concerning land dispute between PT. Roda Kencana Mandiri versus Perusahaan Umum Pelabuhan II Tanjung Priok (now PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) and PT. Maju Terus Jaya which was caused by the petition of Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok towards PT. Roda Kencana Mandiri to perform re-payment or recompense onto land under Building Utilization Title Number 105/Kalibaru occupied by PT. Roda Kencana Mandiri by reason that the land under the Certificate of Right of Building (HGB) located within the area of Right of Management (HPL) whereas Pelabuhan Indonesia II Tanjung Priok as the holder of the Certificate of HPL to such disputed land. This thesis writ with normative juridical research method to study and analyze the norms / principles of law on the Verdict and legal material libraries or secondary
data (in form of legislations on the land sector, particularly regarding the provision of Right of Building upon Land under Right of Management). The Verdict of North Jakarta District Court Number 71/PDT/G/2007 jo. Number 418/PDT/2007/PT.DKI stated that the Sales and Purchase Deed Number 454/Cilincing/1998 is lawfully valid and recognized hence PT. Roda Kencana Mandiri declared as a rightful owner upon disputed land under the Certificate of Right of Building Number 105/Kalibaru. Juristical judgment provided by the Panel of Judges in the Verdict of North Jakarta District Court Number 71/PDT/G/2007 jo. Number 418/PDT/2007/PT.DKI is not in according with the prevailing laws and regulations regarding the issuance of HGB upon the HPL."
2016
T46701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Totong Suharto
1983
S19464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Archam
"Indonesia setelah ditinggalkan oleh penjajah memiliki ungang-undanga yang mengatur bidang pertanahan yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria kemudian di tahun 1997 lahir Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kedua peraturan perundang- undangan tersebut diciptakan untuk melindungi dan menjamin kepada rakyat khususnya bagi pemegang hak atas tanah agar status kepemilikan atas tanah tidak tumpang tindih atau terjadi perselisihan /sengketa. Namun kenyataannya yang terjadi di masyarakat banyak sengketa pertanahan khususnya menyangkut kepemilikan baik itu menyangkut identitas pemelik maupun letak dan lokasi tanah. Yang lebih serng terjadi di masyarakat adalah menyangkut identitas pemilik hak atas tanah. Berdasarkan itu Penulis tertarik terhadap study kasus yang dialami oleh MIRSAD SUDARGO di Pengadilan Negeri Cibinong dan YANDIH S di Pengadilan Negeri Tngerang masing-masing terjadi pada tahun 2006, untuk dijadikan sebagai bahan tesis ini. Dalam kedua kasus tersebut diatas kepemilikan hak atas tanah beralih kepada orang lain tanpa diketahui oleh pemiliknya atau si pembeli tanah. Bagaimanan hal itu bisa terjadi? Mengapa Undang-undang Nomor : 5 tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 tidak bisa melindungi pemegang hak atas tanah. Berdasarkan literatur dan sumber-sumber yang Penulis peroleh dilapangan, Penulis bermaksud memberikan suatu ide atau usulan yang dituangkan dalam tesis ini yang memungkinkan untuk bisa dilaksanakan dengan harapan sengketa kepemilikan hak atas tanah dapat berkurang dimasa-masa yang akan datang.

After being left by colonialist, Indonesia has a law provision regulating the area of land, namely Law Number 5 of 1960 on Basic Agrarian Law; furthermore in 1997 the Government issued a Government Regulation Number 24 of 1997 on Land Registration. Both laws were provided to give protection and assurance for the people, particularly the holders of land rights, so that the status of land ownership will not overlap an resulting in conflicts / disputes. But it turns out that many land disputes occur in society, particularly those pertaining to the ownership, both related to the identity of the owner and the location of the land. The most common problem on society is related to the identity of the owner of land rights. Accordingly, the Author was interested in case studies which were experienced by MIRSAD SUDARGO in Cibinong District Court and YANDIH S in Tangerang District Court, took place in 2006 respectively to be used as the materials of this thesis. In both cases, the ownership of land rights had been transferred to another person without being noticed by the owner or those who bought the land. How did it happen? Why the Law Number 5 of 1960 and Government Regulation Number 24 of 1997 could not protect the holders of land rights. Based on literatures and other sources that obained by the Author from the field, the Author intends to give an idea or suggestions as provided in this thesis which might be implemented, with the hope that land ownership disputes can be reduce in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31496
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Hadiwidjayanti
"Jaminan hukum kepemilikan tanah dapat diwujudkan dengan penerbitan sertifikat tanah, salah satunya melalui proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Timbulnya pajak terhutang saat peralihan hak yang tidak diketahui oleh para peserta membuat terhambatnya proses PTSL. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) penerapan ketentuan peraturan perpajakan terhadap transaksi yang diakui sebagai dasar peralihan pada sertipikat melalui proses PTSL dan (2) jaminan hukum sertipikat yang telah terbit melalui proses PTSL yang masih tercatat terhutang pajak PPh dan BPHTB. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang didukung hasil wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa masih belum ada pengaturan yang jelas mengenai mekanisme penagihan dan sampai kapan biaya ini dibayarkan sehingga mengikuti pengaturan perpajakan yang berlaku, yaitu jumlah bruto dari nilai pengalihan hak atas tanah dan/bangunan, dengan dasar pengenaan BPHTB yaitu NPOP. Pasal 33 Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2018 mengatur bahwasanya masyarakat yang tidak mampu membayar pajak peralihan akan dituliskan PPh dan BPHTB terhutang di dalam buku tanah dalam sertipikat yang akan diterbitkan. Sertipikat produk PTSL memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sporadik selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Perlu dibentuk pengaturan khusus mengenai pajak terhutang dalam Peraturan Pemerintah agar penerapan asas lex specialis derogat legi generali dapat diterapkan.

Legal guarantees for land ownership can be realized by issuing land certificates, one of which is through the Complete Systematic Land Registration (PTSL) process. Incurring tax payable during the transfer of rights that the participants were unaware of made the PTSL process obstructed. The formulation of the problems in this study is (1) the application of the provisions of tax regulations to transactions that are recognized as a basis for the transfer of certificates through the PTSL process and (2) legal guarantees for certificates that have been issued through the PTSL process which are still recorded as paying PPh and BPHTB taxes. The research method is normative juridical with secondary data types supported by interview results. The results of the study state that there is still no precise regulation regarding the billing mechanism and how long this fee is paid so that it follows the applicable tax regulations, namely the gross amount of the transfer value of land and/building rights, on the basis of the imposition of BPHTB, namely NPOP. Article 33 Permen ATR/BPN No. 6 of 2018 stipulates that people who are unable to pay the transitional tax will be written down the income tax and BPHTB owed in the land book in the certificate to be issued. PTSL product certificates have the same legal force as sporadic as long as they cannot be proven otherwise. It is necessary to establish special arrangements regarding tax payable in a Government Regulation so that the application of the lex specialis derogat legi generali principle can be applied."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Irvan Muhammad
"Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah ditujukan untuk menjamin pelunasan atas piutang Kreditur, akan tetapi salah satu penyebab hapusnya Hak Tanggungan adalah hapusnya Hak Atas Tanah. Hapusnya Hak Atas Tanah dapat terjadi melalui habisnya jangka waktu ataupun pelepasan hak berdasarkan Pembaharuan Hak Atas Tanah. Pembaharuan Hak Atas Tanah adalah prosedur yang harus ditempuh bagi Hak Atas Tanah yang telah berakhir haknya atau jangka waktu perpanjangannya telah berakhir. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dan bersifat deskriptif analitik, dikarenakan penelitian ini menggambarkan masalah yang kemudian dianalisa terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder, dengan alat pengumpulan data primer yaitu wawancara dan data sekunder melalui studi dokumen. Wawancara dilakukan dengan narasumber yang ditentukan secara porposif yaitu Notaris dan PPAT serta Kepala Kantor Pertanahan. Data-data yang terkumpul akan dianalisa menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini pertama, Pembaharuan Hak Atas Tanah adalah suatu prosedur yang bersumber dari Hak Bangsa dan hak Menguasai Negara. Kedua, Pembaharuan Hak Atas Tanah menyebabkan hapusnya Hak Atas Tanah, sehingga Hak Tanggungan yang melekat di atasnya menjadi hapus. Hapusnya Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijaminnya, akan tetapi kreditur kehilangan kedudukannya sebagai kreditur preferen. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa Pembaharuan Hak Atas Tanah adalah prosedur yang bersifat imperatif, sehingga keberadaan Hak Tanggungan tidak dapat mengenyampingkannya, akan tetapi guna menjaga kedudukan preferen kreditur dapat dilakukan mitigasi oleh para pihak serta Notaris dan PPAT, melalui pengikatan jaminan sebelum dilakukannya permohonan Pembaharuan Hak Atas Tanah atau penggunaan jaminan umum terlebih dahulu sebagai underlying hapusnya Hak Tanggungan.

Encumbrance Right (regulated by Encumbrance Law ('EL')) as a form of security for land titles which intended to guarantee repayment of creditor's, an expired Land Titles is one of the reason causing Encumbrance Right expiration. Land Titles expiration happens through the expiration of the period or release of right based one Land Titles Renewal. Land Titles Renewal is a mandatory procedure for an expiring Land Titles or a Land Titles which it's period of extension expired. This research is normative-juridical and conducted using an analytical description type of methods, which describe and analyze the problem based on Basic Agrarian Law ('BAL') and other Indonesia's land regulations. Data on this research consist of primary and secondary data, primary data is gathered using an interview and secondary data is gathered using literature studies. The informant on this research is deliberately determined i.e. Notary Public, Land Deed Official, and head of the Land Office. Data analysis conducted using qualitative methods. The results of this research, first Land Titles Renewal is a procedur sourced from Nation's Right and State's Right to Control. Second, Land Titles Renewal caused expiration of Land Titles, expired Land Titles is one of the reason causing Encumbrance Right expiration. Encumbrance Right expiration does not write off guaranteed debt, however creditor lose it's privilege of being preference creditor. The conclusion are Land Titles Renewal is a mandatory procedure, hence the existance of encumbrance right can't put aside Land Titles Renewal procedures. In order to maintain creditor's preferred position, mitigation can be carried out by the parties including Notary Public and Land Deed Official. This mitigation conducted through encumbrance of other Land Titles before existing Land Titles Renewal is proceeded, or using other methods of security as an underlying agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lismana
"Salah satu tugas pemerintah di bidang pertanahan melaksanakan fungsi pelayanan umum. Fungsi ini diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang sebagian tugas pokoknya adalah pemberian pelayanan berupa pemberian hak atas tanah bagi masyarakat dengan menerbitkan sertipikat hak atas tanah.sistem publikasi yang dianut dalam pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menganut stelsel negatif yang mengandung unsur positif memberikan kesempatan bagi mereka yang merasa lebih berhak untuk selanjutnya membuktikan dirinya adalah pemilik sebenarnya dari tanah yang dimaksud, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PP No. 24/1997.Tesis ini membahas tentang penerbitan sertipikat hak atas tanah yang mengandung cacad hukum di wilayah Kotamadya Jakarta Timur.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah penerbitan sertipikat No.22 s/d 25 Rawa Terate atas nama Arta Sugiarto telah sesuai dengan prosedur perundangan yang berlaku, bagaimanakah tanggung jawab kepala kantor pertanahan dalam menyelesaikan kasus sertipikat yang cacad hukum dan cara pencegahannya serta bagaimakah perlindungan hukum bagi pemilik tanah yang sebanarnya atas penerbitan sertipikat yang cacad hukum.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian dituangkan dalam simpulan berbentuk evaluatif analistis dengan harapan dapat menjadi rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas dan kinerja Kantor Pertanahan khususnya Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Timur dalam menyelesaikan masalah penerbitan sertipikat yang mengandung cacad hukum serta peningkatan pelayanan pada masyarakat dibidang pertanahan.
Dalam kasus ini terbukti bahwa sertipikat tersebut diterbitkan atas dasar Perbuatari Melawan Hukum dan penggelapan serta tidak sesuai dengan syarat syahnya jual beli dan juga prosedur tata cara penerbitannya melanggar ketentuan dalam PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.Tanggung jawab kepala kantor jika terbukti cacad hukum adalah menarik dari peredaran dan membatalkan sertipikat tersebut serta mengganti dengan sertipikat yang Baru. Pemilik tanah yang sebenarnya akan terlindungi oleh PP No.10/1961.

One of government duty in land area executes this public service. Function is carried out by Body of National Land (BPN), what is some of duty in essence service gift in the form of gift of land right for society by publishing certificate rights for land. Publicizing system embraced in land registry as arranged in Government Regulation of Number 24 in 1997 embracing contain negative stelsel of positive element give the opportunity for the man who feel more is entitled to hereinafter prove the their self is owner in fact from such land, as according to section 2 sentence (1) PP No. 24 1 1997. This thesis study about contain publication certificate land right of broken law in region of Municipality of East Jakarta.
That become the problems whether publication of certificate No.22 to 25 Rawa Terate on behalf of Arto Sugiarto have as according to invitation procedure going into effect, what will be responsibility of land chief in finishing case certificate which broken law and way of its prevention and also how protection punish for land owner which real for publication certificate which broken law.
Method research used by bibliography have the character of the juridical normative by learning various literature and invitation regulation of related to this research, result of research poured in node of in form of evaluative annalistic on the chance of can become the recommendation to increase effective and performance of Land Office specially Office of Land of Municipality of East Jakarta in finishing contain publication certificate problem of broken law and also the make-up of service at society of this area land.
In this case proven that the certificate published on the basis of Deed Against Punish and embezzlement and also disagree with condition of sales legality as well as its publication procedures procedure impinge the provisions in PP No. 24 / 1997 about Registration of Land. Responsibility the chief of if proven by the broken law it is interesting from circulation and cancel the certificate and also change by certificate is new. Land owner which in fact will be protected by PP No.10/1961.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Peralihan hak atas tanah, salah satunya melalui jual beli harus dilakukan sesuai prosedur dan peraturan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya sengketa kepemilikan tanah dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dalam jual beli. Salah satu syarat formil dalam jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menerima sertipikat asli dan memeriksa kesesuaian data pada sertipikat tanah dengan data pada Kantor Pertanahan. Salah satu sengketa dalam jual beli tanah terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Penelitian ini menganalisis kedudukan hukum pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat dan tanggung jawab PPAT yang membuat akta jual beli yang bersangkutan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3081 K/Pdt/2021. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris yang menggunakan studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah pihak yang menguasai secara fisik hak atas tanah berdasarkan akta jual beli tanpa kepemilikan sertipikat tidak memiliki kedudukan sebagai pihak yang berhak atau pemilik yang sah atas hak atas tanah yang bersangkutan karena jual beli tidak sah sesuai peraturan yang berlaku. PPAT yang membuat akta jual beli tanpa melakukan pengecekan sertipikat dapat dimintakan tanggung jawab secara administratif, perdata, dan pidana. PPAT seharusnya menolak untuk membuat akta jual beli apabila tidak diserahkan sertipikat asli.

The transfer of land rights, such as through buying and selling, should be done according to the procedure and prevailing regulations. This must be fulfilled to prevent conflict of land rights ownership and to give legal certainty for the parties. One of the formal requirements in the buying and selling of land rights is The Land Deed Official (PPAT) must receive the authentic land certificate and verify the data in the certificate with the data in the National Land Agency. An example of this issue happens in Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research analyses the legal standing of a party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate and the responsibility of The Land Deed Official who makes the sale and purchase deed in the Supreme Court Decision Number 3081 K/Pdt/2021. This research uses juridical normative method with explanatory typology using document studies. As the result of this research, the party who physically own land right based on sale and purchase deed without owning the certificate does not have the legal standing as the rightful owner of the land right because the sale and purchase deed does not fulfil the formal requirements and regulations. The Land Deed Official who made the sale and purchase agreement without verifying the certificate can be held responsible either administrative, civil, or criminal. The Land Deed Official should refuse to make the sale and purchase deed if there is no authentic certificate provided."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Al Makki
"ABSTRAK
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sebagai akta otentik merupakan alat bukti yang kuat yang mempunyai peranan penting dalam setiap peristiwa hukum berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Dengan akta ini menjamin kepastian hukum, yang sekaligus diharapkan pula dapat dihindari permasalahan hukum (sengketa) di masa yang akan datang. PPAT sebagai pejabat umum yang berwenang membuat alat bukti tertulis yang otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat serta memberikan kepastian hukum yang diberikan oleh Undang-undang demi kepentingan masyarakat umum, sehingga PPAT mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang cukup berat dalam menjalankan jabatannya. Pokok permasalahan dari tesis ini adalah: 1. Apakah sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta tanah tanpa persetujuan dan sepengetahuan istri dan ahli waris? (Khususnya pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan). 2. Apakah sudah tepat dan cermat pertimbangan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan Akta Hibah batal demi hukum karena mengandung cacat hukum? Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif, yaitu dilakukan dari kepustakaan yang bersifat data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan bahan hukum sekunder seperti buku-buku dan artikel serta bahan hukum tertier. Jadi dalam tesis ini dapat ditarik kesimpulan PPAT dapat dikenakan sanksi yang berupa administratif, berupa teguran, maupun pencabutan ijin, dan juga dapat dikenakan sanksi pidana menurut pasal 263, 264, 372, dan 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tindakan hakim dalam memutus perkara ini sudah tepat, karena PPAT dalam membuat akta hibah ini tidak mengikut sertakan isteri pertama sebagai penggugat. Sehingga akta ini dapat dibatalkan dengan putusan pengadilan negeri, yang dimohonkan oleh pihak yang merasa dirugikan.

ABSTRAK
Deed of Land Deed Official (PPAT) is an authentic certificate used as a hard evidence and play an important role in every law event of land ownership right and "Hak Milik atas Satuan Rumah Susun" (Strata Title). This deed guarantees certainty of law and can be used to avoid any lawsuit in the future. Land Deed Official as a public official has authority to make authentic and legal deed that bears power of verification and Law certainty allotted by government regulation for public interest. This special competency made PPAT as a relatively heavy responsibility and obligation in performing their occupation. The objective of this thesis is to review the law consequences of Deed made by PPAT which runs the process by violating The PPAT Code of Conduct (Peraturan Jabatan PPAT), that it can be classified as a criminal action with kind of accusations are document adulteration, deception and/or fraud if making a mistake/omission in performing their occupation. The main problem to be discussed in this thesis are: 1. What kind of sanction that can be applied to Land Deed Official whose drawing up a deed of bequest (Hibah) without any approval or consent of his spouse and beneficiary ? (particularly in the case of the District Court of South Jakarta); 2. Is it accurate for the legal consideration from the District Court of South Jakarta stating that the Deed of Bequest is void by law due to legal defection?; The research method applied is the official normative research method, which focuses on researching based on records and documentation. PPAT can be sanctioned by administrative, such as written warning, or Annulations of License by Minister of Law (Menteri Kehakiman), and also can be punished by Civil Law according to Article 263, 264, 372 and 378. The Panel of Judges has been correct in considering based on Judgment of that PPAT in written the deed without involving spouse/the wife as a party. Therefore this deed can be annul by the law with the verdict of Court of Justice, which must be request from the party that feeling loss.
"
2007
T19600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen F.W.
"Undang-undang Pokok Agraria adalah Undang-undang yang dibentuk untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional. Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah sengketa tanah antara Ny. Tatty Hertika cs selaku ahli waris almarhum Wagianto dengan Yayasan UMS {Union Makes Strength) berkaitan dengan penerbitan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 31-XI--1998 tanggal 30 Oktober 1998 tentang pembatalan Sertipikat Hak Milik nomor 129/Mangga Dua (dahulu Kebon Jeruk). Surat Keputusan tersebut didasari permohonan dari Yayasan UMS yang mengaku sebagai pemilik dari SHM Nomor 129/Sisa/Mangga Dua tersebut. Tanah tersebut semula adalah bekas hak Eigendom Verponding nomor 457, ternyata telah dijual oleh pemilik semula kepada Yayasan UMS berdasarkan Akta Jual Beli Tanah Nomor 53 tanggal 6 Maret 1954 yang dibuat di hadapan Notaris Raden Kadiman, yang sampai saat berlakunya UUPA tidak pernah didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah. Kepala Badan Pertanahan Nasional selaku Pejabat Tata Usaha Negara adalah berwenang untuk menerbitkan Surat Keputusan TUN, untuk membatalkan suatu Sertifikat Tanah yang ternyata mengandung cacat hukum {Juridische gebreken). Suatu keputusan yang dibuat oleh Pejabat TUN yang tidak sesuai dengan prosedur atau suatu peralihan hak atas tanah yang dilakukan tidak sesuai dengan hukum dan keadilan adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan yang bersifat normatif empiris. Ditinjau dari sudut berlakunya penelitian ini berbentuk evaluatif-perspektif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menilai putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan dan memberikan jalan keluar berupa saran atau rekotnendasi terhadap Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengenai pembatalan Sertipikat Hak Milik Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dibatalkannya Sertipikat Hak Milik haruslah didahului dengan persidangan perkara perdata pada peradilan umum untuk menentukan siapa pemilik tanah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>