Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123067 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Raihan
"Suntik filler merupakan salah satu perawatan kecantikan non bedah yang memasukkan sejenis cairan atau zat ke dalam kulit dengan menggunakan jarum dan bertujuan untuk menyamarkan akibat penuaan atau mempercantik penampilan seseorang. Pemulihan tindakan suntik filler tidak memerlukan waktu yang cukup lama jika dibandingkan dengan bedah plastik estetika, membuat lonjakan terhadap penggunaan suntik filler oleh berbagai kalangan terus meningkat setiap tahunnya. Pastinya tindakan ini memiliki risiko dan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi. Maraknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh dokter akibat tidak adanya pemberian persetujuan tindakan kedokteran dalam melakukan tindakan medis perlu dibahas lebih lanjut. Oleh karena itu, setiap tindakan kedokteran harus memberikan persetujuan tindakan kedokteran dengan terlebih dahulu dokter menjelaskan kepada pasiennya secara rinci dan lengkap, karena persetujuan tindakan medis termasuk ke dalam bagian etik profesi kedokteran. Hal ini bertujuan mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh dokter sebagaimana penelitian ini yang tidak memberikan persetujuan tindakan medis secara tertulis dalam memberikan tindakan suntik filler berdasarkan Putusan Nomor 1441/Pid/Sus/2019/PN Mks. Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan bahan data sekunder sebagai pendukung. Data ini diperoleh dari studi dokumen maupun wawancara yang dilakukan dengan narasumber. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemberian persetujuan tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya dengan melakukan suntik filler untuk kecantikan belum diterapkan secara maksimal sesuai dengan hukum kesehatan.

Filler injections are one of the non-surgical beauty treatments that involve injecting a substance or fluid into the skin using a needle, with the aim of minimizing signs of aging or enhancing a person's appearance. As opposed to aesthetic plastic surgery, filler injections have a shorter recovery period, which has resulted in an annual rise in the number of individuals who use them. However, it is important to acknowledge that such procedures carry risks and potential complications. The prevalence of violations committed by doctors due to the lack of informed consent in medical procedures needs to be further discussed. Therefore, it is necessary for every medical procedure to obtain the patient's informed consent, wherein the doctor provides a detailed and comprehensive explanation beforehand, as obtaining informed consent is an ethical requirement in the medical profession. This is aimed at preventing violations committed by doctors, such as the case discussed in this research, where written informed consent was not obtained for administering filler injections based on Court Decision Number 1441/Pid/Sus/2019/PN Mks. This research employs a normative juridical approach with secondary data as supporting evidence. The data was obtained from document studies and interviews conducted with pertinent sources, and it was then analyzed using qualitative analysis methods. Based on the findings of this research, it is evident that the practice of obtaining informed consent from patients for filler injections in aesthetic procedures has not been maximally implemented in accordance with health laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Erdiawati
"Seseorang atau pasien datang kepada bidan, baik bidan yang berpraktik pada sarana kesehatan atau praktik perorangan, bertujuan untuk mendapatkan, atau memenuhi kebutuhannya dalam bidang pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dari seorang bidan, yang diharapkan oleh seseorang atau pasien yang mendatanginya, diantaranya meliputi, pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam hubungan antara bidan dengan pasien, sebelum bidan melakukan sesuatu tindakan terhadap pasien dikenal istilah informed consent. Maksud dari informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan bagi pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu. Informed consent, merupakan toestemming (kesepakatan/perizinan sepihak) dari pasien kepada bidan, dimana persetujuan atau izin itu dilandasi oleh suatu informasi yang cukup dari bidan kepada pasien. Cara memberi informasi, isi dari informasi, pihak-pihak yang berhak menerima informasi maupun cara meminta persetujuan dan pihak yang berhak memberikan persetujuan adalah hal yang harus mendapat perhatian dari bidan. Tanpa adanya informasi yang sah dan cukup serta adequat mengenai tindakan yang akan diambil terhadap diri pasien serta tanpa adanya persetujuan terhadap tindakan tersebut, maka transaksi tersebut tidak akan terjadi. Bila bidan tetap melakukan suatu tindakan terhadap diri pasien yang tidak ada persetujuan pasien, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum,baik hukum perdata,hukum pidana maupun hukum administrasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Suryani
"Informed consent pada pasien paliatif, adalah sangat berperan sekali didalam pengambilan keputusan setiap dilakukan tindakan medik. Bermasalahan persetujuan tindakan medik yang timbul pada pasien ini tidak terlepas dari norma hukum yang berlaku khususnya hukum perdata karena mengingat kondisi atau keadaan penyakit pasien yang tidak dapat disembuhkan bila dihubungkan dengan tindakan medik yang dilakukan tidak sesuai dengan penyembuhan penyakit yang diharapkan pasien tindakan medik pada pasien paliatif hanya untuk meningkatkan quality of life dan meringankan penderitaan pasien sehingga pasien merasa nyaman dan tenang didalam menghadapi penyakitnya. Informed consent dalam Perjanjian therapeutik yang telah di sepakati dikenal dengan asas konsensualitas yaitu pasal 1320 KUHPer merupakan syarat sahnya suatu perjanjian sehingga mengikat secara hukum untuk kedua belah pihak bila dilakukan dengan itikad baik (pasal 1338 KUHPer). Bila terjadi penyimpangan dari perjanjian yang dilakukan, maka pihak tersebut dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara yuridis dalam pasal 50 dan 53 ayat 2 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya bertugas menyelenggarakan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan standar profesinya serta mematuhi hak pasien antara lain hak atas informasi dan hak memberikan persetujuan. Kedua hak tersebut berkaitan dengan informed consent dalam transaksi therapeutik. Pasien memiliki hak untuk mengetahui semua keadaan penyakitnya, pengobatan, tetapi tidak semua kebenaran dari informasi harus disampaikan apabila hal tersebut dapat merugikan pasien yang bersangkutan. informed consent dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum yang timbal balik, baik untuk pasien sendiri yang meminta dan menerima pelayanan kesehatan serta dokter yang melakukan tindakan medik pada pasien. Informed consent bukan hanya kewajiban moral tetapi juga kewajiban hukum yang berhubungan dengan hak-hak seseorang dan tanggungjawab individu atas pelayanan kesehatan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
L. Ratna Kartika Wulan
"Pesatnya perkembangan ilmu kedokteran dan teknologi serta meningkatnya kesadaran hukum masyarakat, mengakibatkan perubahan sistem penilaian masyarakat yang menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kelengkapan pengisian formulir Informed Consent. Indikator Informed Consent yang lengkap adalah kelengkapan pengisian tanda tangan Informed Consent oleh dokter dan keluarga pasien. RSU Karawang adalah rumah sakit kelas C dan rumah sakit pendukung industri kelas B, seyogyanya petugas yang menangani tindakan bedah menyelenggarakan pelayanan dengan baik.
Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan penandatanganan Informed Consent untuk tindakan bedah besar di RSU Karawang telah dilakukan penelitian cross sectional dengan telaah berkas formulir Informed Consent dari tanggal 1 Januari 1997 sampai dengan tanggal 31 Desember 1997 secara retrospektif untuk memperoleh gambaran kelengkapan Informed Consent serta wawancara dengan dokter spesialis.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa didapatkan pengisian Informed Consent yang tidak lengkap sebesar 76,8% untuk jenis tindakan bedah besar di RSU Karawang. Hal ini disebabkan oleh karena tidak lengkapnya pengisian tanda tangan dokter (69%) dan pengisian tanda tangan keluarga pasien (23,2%). Karakteristik dokter yang berhubungan dengan kelengkapan Informed Consent adalah pendelegasian wewenang dengan beban kerja jumlah pasien yang ditangani operasi tiap bulan.
Perlu adanya peraturan tentang tata tertib Informed Consent di RSU Karawang yang dapat membantu penyelenggaraan kelengkapan Informed Consent. Penandatanganan Wormed Consent tidak boleh dilakukan pendelegasian oleh dokter ke perawat, Wormed Consent harus ditandatangani dokter dan keluarga pasien adalah bukti pertanggungjawaban hukum jika nantinya ada gugatan dari keluarga pasien.

Factors Correlated with Signature Completed of Informed Consent Form in Major Surgery, Karawang Hospital, January 1- December 31, 1997. Rapid advances in the medical science and technology and improvement in social economic conditions and education increase public awareness for high quality health care. Good health care quality in hospital is reflected by signature completed of Informed Consent form, Signature in Informed Consent form must be completed from physician and patient family. Karawang Hospital is a class C and hospital of industry support in class B, it should maintain in high completed Informed Consent.
To obtain overview correlating factors of signature completed of Wormed Consent to major surgery in Karawang hospital. A cross sectional retrospective study of the Informed Consent performed from January 1 through December 31, 1997. This effort is directed towards determining the correlation between signature completed of Informed Consent form and the characteristics of health personnel involved (physician).
It is concluded from study that about 76,8% Informed Consent form the signature not completed, majority of which (69%) is caused by physician and 23,2% by patient family. Characteristics of physician, correlated with completed of Informed Consent form is delegating with workload physician in surgery every month.
It is recommanded that there should be a rule of Informed Consent in Karawang Hospital can help Informed Consent completed. The signature of Informed Consent form don't delegated from physician to nurse. Informed Consent should be completed by physician and patient family , because Informed Consent is an evidence of legal accountability is tomorrow has plaintiff from patient family.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajri
"Transaksi terapeuti k (pengobatan) merupakan salah satu bentuk penting dalam hubungan pelayanan medis yang terjadi antara pasien dengan dokter. Pelayanan terapeutik pada dasarnya dilandasi dengan sua sana saling percaya (konfidensial) antara sipasien dengan dokter, namun seiring be rkernba ngnya i lmu pengetahuan dan penyebaran arus informasi yang ada dalam masyarakat awam mengenai ilmu kedokteran maka pasien tidak lagi berperan sebagai pihak yang pasif arau dikontrol dokter dalam suatu pelayanan pengobatan. Berubahnya pola hubungan antara dokter dengan pasien tersebut menjadi suatu penyebab lahirnya suatu bentuk persetujuan medis yang dinamakan dengan informed consent. Sekarang, di dalam dunia kedokteran era modern, pelaksanaan Informed consent dalam pelayanan terapeutik menjadi suatu hal penting yang menimbulkan akibat hukum yang fundamental dalam aspek hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter. Pihak pasien memiliki kepentingan dimana transaksi terapeutik yang ia lakukan menjadi suatu pelayanan yang semestinya ia dapatkan baik dalam hal pelaksanaan maupun dari segi hasil dari pengobatan yang di jalankan, sedangkan pihak dokter memiliki kepentingan agar pelayanan medis yang ia lakukan bebas dari ancaman tuntutan hukum dari pihak pasien apabila terjadi masalah kegagalan pengobatan yang dilakukan terhadap pasien . Mengingat dewasa ini masih banyak terjadi tuntutan hukum terhadap dokter yang berupa dugaan malpraktik membuktikan bahwa masih kurang kuatnya pengaruh informed consent dalam pelaksanaan pelayanan terapeutik, sehingga diperlukan suatu bentuk formulir prosedur yang baku dan representatif yang mendukung keberadaan informed consent dalam dunia pelayanan kesehatan di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Skegg, P.D.G.
Oxford: Oxford Clarendon Press , 1984
344.410 41 SKE l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Alviniola
"Skripsi ini membahas mengenai informed consent secara lisan dalam tindakan medis. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perlindungan hukum bagi pasien terhadap informed consent secara lisan, tanggung jawab bagi dokter dan rumah sakit dalam pelaksanaan informed consent secara lisan, dan analisis penerapan informed consent secara lisan dalam Putusan No. 287/Pdt.G/2011/PN.JKT.PST., No. 350/PDT/2012/PT.DKI., dan No. 215 K/PDT/2014. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami bagaimana informed consent secara lisan dapat diterapkan dalam suatu tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa informed consent secara lisan hanya dapat diterapkan dalam tindakan medis yang tidak berisiko tinggi dan tidak bersifat invasif. Dokter dalam melaksanakan informed consent baik secara lisan maupun tulisan harus memperhatikan serta menghargai kepentingan pasien karena informed consent merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh pasien.

This thesis examines the legal protection for patient towards oral informed consent, the responsibilities for the doctors and the hospitals in the implementation of oral informed consent, and the analysis the implementation of oral informed consent in Court Decisions Number 287 Pdt.G 2011 PN.JKT.PST, Number. 350 PDT 2012 PT.DKI, and Number 215 K PDT 2014. The objective of this thesis is to understand how oral informed consent can be implemented on a medical conduct that is done by doctor to patient. This research is in the form of juridical normative research with the type of descriptive analytic. The result of this research is that the oral informed consent can only be implemented on a high risk medical conduct and not invasive. To conduct the informed consent both in oral or in writing, the doctor should consider and respect the patients interest since informed consent is one of the human rsquo s right had by the patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Wibowo
"Skripsi ini membahas tentang perbuatan melawan hukum atas tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap pasien tanpa adanya informed consent sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah informed consent merupakan suatu proses yang satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal wajib dilakukan oleh dokter kepada pasien. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya informed consent disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Peneliti menyarankan dokter harus bertindak hati-hati dalam melakukan tindakan medis, rumah sakit harus selalu melakukan pengawasan kepada dokter, dan masyarakat supaya bersikap kritis terhadap pelayanan medis.

This thesis discusses the tort of a medical procedure perfomed on patients without their prior informed consent. This research is a normative research with descriptive type. The results of this research is informed consent is a process that is an intergral and inseparable and it is a compulsary to be given form doctor to the patien. Medical procedures perfomed by doctors without any informed consent is called a tort, except the medical procedures do in an emergency. Researchers suggest, doctor shoud be cautious in perfoming a medical procedure, the hospital managers should always supervise the doctors, and the public are expected to be critical of the medical service.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Ari Andini
"

ABSTRAK

 

Nama               : Nidya Ari Andini

NPM               : 1606830530

Program Studi : S1 Reguler

Judul                 : Penerapan Informed Consent Dalam Tindakan Operasi Implan Gigi (Analisis Putusan Nomor 11/Pdt.G/2016/Pn.Jkt.Brt, 669/Pdt/2016/Pt.Dki, Dan 3203k/Pdt/2017)

 

 

Hukum Kesehatan mengenal prinsip informed consent yaitu kewajiban seorang dokter gigi untuk terlebih meminta persetujuan pasien apabila akan melakukan suatu tindakan medis. Berkaitan dengan pengimplementasian prinsip tersebut maka skripsi ini akan membahas permasalahan mengenai kompetensi dan kewenangan dokter gigi dalam tindakan implan gigi yang didasari pada analisis putusan nomor: 11/PDT.G/2016/PN.JKT.BRT, 669/PDT/2016/PT.DKI, dan 3203K/PDT/2017. Selanjutnya membahas mengenai pengaturan dan penerapan informed consent dalam tindakan implan gigi didasari pada analisis putusan nomor: 11/PDT.G/2016/PN.JKT.BRT, 669/PDT/2016/PT.DKI, dan 3203K/PDT/2017. Terakhir membahas tanggung jawab hukum dokter gigi dalam penerapan informed consent pada tindakan implan gigi didasari pada analisis putusan nomor: 11/PDT.G/2016/PN.JKT.BRT, 669/PDT/2016/PT.DKI, dan 3203K/PDT/2017. Pada skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan atau data sekunder untuk penelitian yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisis terdapat beberapa kesimpulan yakni, pertama drg. Yus Andjojo D.H., selaku Tergugat memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan impalan gigi. Kedua Indonesia saat ini belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai informed consent dalam tindakan implan gigi. Ketiga bentuk tanggung jawab hukum atas kelalai penerapan informed consent, dokter gigi dapat dikenakan pasal 1366 KUHPerdata. Berdasarkan analisis penulis memiliki beberapa saran yakni, pertama dokter gigi yang akan melakukan tindakan medis khususnya tindakan implan gigi agar dapat lebih cermat memahami kompetensi dan kewenangan yang dimiliki, kedua Majelis Hakim harus lebih cermat dalam mempertimbangkan unsur-unsur dalam pasal yang diduga telah dilanggar oleh Tergugat, terakhir perlu dilakukan sosialisasi oleh Persatuan Dokter Gigi Indonesia maupun organisasi atau perkumpulan dokter gigi lainnya mengenai tanggung jawab hukum bagi dokter gigi dalam melakukan tindakan medis salah satunya implan gigi.

 

 

Kata Kunci: Hukum kesehatan, Informed consent, Implan gigi.

 


ABSTRACT

 

Name               : Nidya Ari Andini

NPM               : 1606830530

Study Program : S1 Reguler

Title                   : Application Of Informed Consent In Dental Implant Surgery (Analisys Of Decision Number: 11/Pdt.G/2016/Pn.Jkt.Brt, 669/Pdt/2016/Pt.Dki, and 3203k/Pdt/2017)

 

 

Health Law recognizes the principle of informed consent, which is the obligation of a dentist to first seek the patient’s consent when he will take a medical action. In connection with the implementation of these principles, this thesis will discuss issues regarding the competence and authority of dentists in dental implant actions based on the analysis of decision number: 11/PDT.G/2016/PN.JKT.BRT, 669/PDT/2016/PT.DKI, and 3203K/PDT/2017. Next discuss about regulation and application of informed consent in the dental implant procedure based on analysis of decision number: 11/PDT.G/2016/PN.JKT.BRT, 669/PDT/2016/PT.DKI, and 3203K/PDT/2017. And finally discussing the dentist’s legal responsibility in applying informed consent to the dental implant action based on the analysis of decision number: 11/PDT.G/2016/PN.JKT.BRT, 669/PDT/2016/PT.DKI, and 3203K/PDT/2017. At this thesis the author uses the method of normative legal research that is legal research conducted by examining legislation or secondary data for research relating to the problem under study. Based on the problems that have been analyzed there are several conclusions, namely, firstly drg. Yus Andjojo, D.H., as the defendant has the authority to carry out dental implant. Second, Indonesia currently does not yet have legislation that specifically regulates informed consent in the dental implant procedure.  The third form of legal responsibility for negligence of the application of informed consent, the dentist can wear article 1366 of the Civil Code.  Based on the analysis of the researcher has several suggestions, firstly, dentists who will perform medical actions, especially dental implants in order to more accurately understand their competence and authority, secondly, the panel of judges must be more careful in considering the elements in the article which the defendant allegedly violated, finally, the Indonesian Dentist Association and other dentist organizations or associations need to do socialization regarding the legal responsibility of dentists in carrying put medical procedures, one of which is dental implants.

 

 

Keyword: Health law, Informed consent, Dental implants.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>