Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Muhammad Ade Armansyah
"Latar Belakang: Sistem remunerasi bagi pegawai RSUD Tebet telah ditetapkan sejak tahun 2022 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tebet, mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Nomor 51 Tahun 2021. Kebijakan remunerasi ini diantaranya bertujuan agar terjadi peningkatan kualitas kinerja bagi pegawai. Penerapan kebijakan remunerasi ini  belum memberikan dampak yang signifikan dari capaian kinerja pegawainya, khususnya pegawai yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Banyak PNS tampak kurang peduli dan ada juga yang menyatakan kurang transparan sistem dan perhitungan remunerasi di RSUD Tebet.
Metode: Penelitian ini adalah studi kasus menggunakan desain kualitatif yang mengangkat tema tentang pelaksanaan kebijakan sistem remunerasi di RSUD Tebet. Telaah dokumen kebijakan dan wawancara mendalam dilakukan termasuk melibatkan sembilan (9) informan kunci. Lokasi penelitian terletak di lingkungan DKI Jakarta dengan status kelas C.
Hasil: Transmisi komunikasi dan kejelasan sistem remunerasi di RSUD Tebet sudah dilaksanakan tetapi belum optimal, sehingga menghambat pemahaman tentang perhitungan formula remunerasi khususnya bagi PNS. Dalam pelaksanaan sistem remunerasi, keterbatasan sumber daya pengelola data, baik secara kuantitas dan kualitas dirasakan sudah cukup walau masih membutuhkan peningkatan substansi melalui pelatihan dan/atau sosialisasi perhitungan yang lebih komprehensif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sistem remunerasi yang dijalankan di RSUD Tebet saat ini mengkondisikan PNS berada di zona nyaman karena insentif belum memasukkan variable kinerja dan kompleksitas pekerjaan dalam formula remunerasi. Kendati demikian, pegawai PNS siap memberikan dukungan untuk peningkatan pendapatan  RSUD yang juga akan menjadi dasar besarnya remunerasi. Dalam mendukung implementasi sistem remunerasi di RSUD Tebet, ketersediaan SOP serta regulasi yang berkaitan dengan kebijakan masih harus di integrasikan untuk menghindari bureaucratic fragmentation.
Kesimpulan: Komunikasi adalah hal terpenting dalam implementasi kebijakan remunerasi di RSUD Tebet, sehingga proses perhitungan remunerasi dapat dijelaskan secara transparan kepada para PNS. Kedepan, dibutuhkan perbaikan terhadap sistem pemberian insentif kepada seluruh pegawai dengan menerapkan insentif berbasis kinerja agar tercapai rasa keadilan dan kelayakan remunerasi bagi pegawai dan dapat memacu motivasi dan kinerja pegawai menjadi lebih baik.

Background: In 2022, RSUD Tebet, a class C Regional General Hospitals in DKI Jakarta, implemented a remuneration system for its workforce following the guidelines set in DKI Governor Regulation Nomor 51 of 2021. Contrary to the aim of this policy, the adoption of this remuneration system did not yield substantial enhancement in employee performance quality, particularly among civil servants. Some civil servants appeared disinterested, highlighting a lack of transparency in the remuneration process at RSUD Tebet. Employing a qualitative approach, this study examines how the 2022 implementation of this remuneration system policy at RSUD Tebet using the policy implementation theory by Edward III (1980).
Methods: Researchers analyzed the implementation of the remuneration system policy by reviewing documents and conducting in-depth interviews with nine informants from RSUD Tebet, all within the framework of Edward III (1980)’s policy implementation theory.
Results: The outcomes of this qualitative study underscored that communication transmission and clarity surrounding the remuneration system at RSUD Tebet fell short of optimazation, thus hindering transparency. While the data management resources for the remuneration system's implementation were adequate in quantity, there was a noticeable need for improvements in training and/or the dissemination of more comprehensive calculation methodologies. Furthermore, it was revealed that the remuneration system in place at RSUD Tebet tended to maintain civil servants within their comfort zones, as the incentives failed to assess performance variables and the intricacy of job roles in the remuneration formula. Nevertheless, civil servants were inclined to support revenue generation, as it is directly correlated with the extent of remuneration obtained. The study also highlighted the necessity of integrating operational standards and regulations related to the policy, with the objective of preventing bureaucratic fragmentation and reinforcing the implementation of the remuneration system at RSUD Tebet.
Conclusion: Effective communication emerged as a central theme to ensure the successful implementation of the remuneration policy at RSUD Tebet. Transparent articulation of remuneration calculations is pivotal to engage civil servants. Moving forward, it is imperative to improve the incentive distribution system for all employees, incorporating performance-based mechanisms to cultivate a sense of equity and appropriateness in remuneration. Such reforms can ignite employee motivation and subsequently drive enhanced performance levels.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Nursiawaty
"Tesis ini membahas pencitraan pegawai negeri sipil (PNS) era reformasi, sebagaimana tercermin dalam buku Catatan Parno PNS Gila (2011) karya Yulius Haflan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan cultural studies dengan menerapkan strategi trans-coding sebagai salah satu mekanisme representasi untuk menganalisis teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teks masuk ke dalam sistem representasi citra PNS dominan dan mengalami perubahan dan perluasan dimensi sehingga membentuk makna dan citra baru. Pencitraan PNS dalam teks masih membawa citra yang sudah populer di masyarakat namun juga membentuk citra baru. Citra populer yang masih ditampilkan, yaitu: patuh, berdedikasi, gaji kecil, dan budaya kerja yang buruk. Citra yang baru meliputi gigih dan gagap teknologi. Pencitraan tersebut disampaikan dalam bahasa yang komunikatif dan penuh humor, yang merupakan cara efektif untuk memberikan pemahaman sekaligus menghibur pembaca.

This thesis focused on the image of civil servants in reform era, as reflected in the book of Catatan Parno PNS Gila (2011) written by Yulius Haflan. This research is based on a qualitative research, using the cultural studies approach and applying the trans-coding strategies, as one of the representation mechanisms, to analyze texts. The result of the research shows that the text entered the representation system of dominant image of the civil servants and makes changes and expansion of dimensions so that it constructs new meanings and images. The images of civil servants in the text still carry the public's popular images but at the same time it also constructs several new images. The popular images that still exist consist of obedient, dedicated, civil servant with low income and low performance work culture, while the new images include persistent attitude and technology illiterate. Those images are delivered in a communicative and humorous way, an effective way to convey ideas and to entertain the readers.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T43575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roberia
"Tuntutan kesempurnaan Pegawai Negeri selaku aparatur negara yang memegan peranan penting dalam kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangatlah tinggi. Sementara itu, sistim penghargaan sebagai balasan atas jasa yang telah dicurahkan dengan sepenuh jiwa dan raga oleh Pegawai Negeri kepada negara diselenggarakan dengan tidak berdasarkan pada kinerja (merit system) dan sangat terkesan serta populer dengan plesetan PGPS (?pintar goblok penghasilan sama?). Oleh karena itu, Pemerintah telah mencanangkan perlunya dilakukan program reformasi birokrasi yang diantaranya termasuk penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagi Pegawai Negeri. Kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat mulai diberlakukan bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Keuangan pada 1 Juli 2007 dan secara terbatas dan bertahap dilanjutkan penerapannya pada beberapa kementerian/lembaga. Penerapan perbaikan sistim remunerasi yang terbatas dan bertahap itu tentu telah menimbulkan diskriminasi karena tidak adanya keadilan dalam penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagiPegawai Negeri secara keseluruhan. Di samping persoalan keadilan dalam penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi itu, juga terdapat berbagai kelemahan yuridis dalam pelaksanaan penerapan kebijakan tersebut. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pokok yaitu bagaimana ketaatan asas hukum dalam penerapan kebijakan perbaikan sistim remunerasi bagi Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam konteks sebagai negara yang memproklamirkan dirinya Negara Hukum. Jawaban atas permasalahan penelitian ini dilakukan secara yuridis-normatif, dengan menelaah data sekunder yang menggunakan alat pengumpulan data secara studi kepustakaan dengan metode pengolahan dan analisa data secara pendekatan kwalitatif serta bersifat deskriptif-analitis dan berbentuk preskriptif-analitis. Mengingat topik penelitian ini terkait dengan remunerasi yang dianalisis secara yuridis, maka landasan teori didasarkan pada kerangka pemikiran hierarki kebutuhan dan keadilan. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan. Pertama, amanat konstitusi yang menghendaki sistim remunerasi itu haruslah mampu memberikan dan menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan dan layak masih belum terwujud dengan baik. Kedua, peraturan perundang-undang yang mengatur sistim remunerasi tidak menegaskan aturan sistim remunerasi yang berbasis kinerja. Ketiga, rumusan norma dan validitas norma peraturan yang dibuat sebagai dasar hukum pemberlakuan kebijakan perbaikan sistim remunerasi tersebut adalah tidak taat asas-asas hukum dan dapat dikatakan tidak valid. Untuk itu, dalam rangka ius constituendum, tiada jalan lain yang harus dilakukan untuk reformasi sistim remunerasi adalah dengan membuat Undang-Undang tentang Kepegawaian yang baru yang sunguh-sunguh merumuskan amanat konstitusi dan menggantikan Undang-Undang tentang Kepegawaian yang saat ini berlaku.

Civil servants, as a state apparatus have a big and an important role in the smooth organization and tasks of the government and national development. Their performance is claimed very high. Meanwhile, the award system as a reward for services rendered have been torrentialwith full life and wholeheartedly by them with no organized based onperformance (merit system) and are very impressed with the popular and the term ?PGPS? ( ?Pintar Goblok Penghasilan Sama? or "wise fool of the same"). To solve the problem, Indonesian government has been trying to reform the remuneration system. Since July 1 2007, Department of Finance of Republic of Indonesia has started to introduce a new remuneration system for its officials. The new remuneration system has implemented by limited and gradually in several ministries / agencies. The limited application of a new remuneration system has been caused discrimination due to the absence of justice in the implementation of policy for overall civil servants. In addition to the issue of fairness/justice in the implementation of the policy, there are many weaknesses in the implementation of the juridical application of these policy. This research tries to observe whether the new remuneration system for civil servants is well obeyed in accordance with law because of Indonesia as a country proclaiming itself as the Rule of Law or Rechtsstaat. This research is based on juridicalnormative, with the secondary data analysis and with the method of data processing and analysis by qualitative and descriptive-analytical and prescriptiveanalytical. Given the topic of this research related to the remuneration of the juridical analyzed, the theoretical foundation or framework of thought is based on the hierarchy of needs and theory of justice. This research produced some findings. First, the mandate of the Constitution require the remuneration system should be able to provide and create the prosperity which is proper and justice has not been realized well. Second, the regulations which set the remuneration system does not assert that the rules-based remuneration system performance. Third, the formulation of norms and norm validity of regulations made as a legal basis of the policy about reformation of the remuneration system is not compliance the principles of law and it can be said is invalid. Therefore, in order ius constituendum, there is no way that should be done to reform the system of remuneration is to make a new Act on civil servant or officialdom Act (Undang- Undang Kepegawaian) that compliance to constitution and replacing the old Act.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26194
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Asmono
"Tesis ini membahas mengenai Kewajiban Pemberhentian Sementara Terhadap Pengangkatan Komisioner dan Anggota Lembaga Non Struktural Yang Berstatus Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, dikaitkan dengan mekanisme pengisian jabatan Komisioner Dan Anggota Lembaga Non Struktural. Dalam pengisian jabatan tersebut terdapat mekanisme yang berbeda antara komisioner atau anggota yang mewakili Pemerintah atau yang biasa disebut dalam peraturan perundangan-undangan sebagai Unsur Pemerintah dengan komisioner atau anggota yang melalui seleksi terbuka atau yang biasa disebut dalam peraturan perundangan-undangan sebagai Unsur Masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kewajiban pemberhentian sementara yang diatur dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara maupun Peraturan Pemerintah mengenai Dipilin PNS, tidak serta mengikat seluruh PNS yang diangkat sebagai Komisioner dan Anggota Lembaga Non Struktural. Disisi lain, aturan mengenai kewajiban pemberhentian sementara PNS dimaksud belum diatur mengenai sanksi bagi pihak terkait apabila kewajiban pemberhentian sementara PNS dilaksanakan saat semua persyaratan pemberhentian sementara PNS tersebut telah memenuhi syarat.

This thesis discusses the Temporary Suspension Obligation for the Appointment of Commissioners and Members of Non-Structural Institutions with the Status of Civil Servants as stipulated in Law Number 5 of 2014 concerning the State Civil Apparatus, associated with the mechanism for filling the positions of Commissioners and Members of Non-Structural Institutions. In filling the position, there is a different mechanism between commissioners or members representing the Government or commonly referred to in laws and regulations as Government Elements and commissioners or members who go through open selection or commonly referred to in laws and regulations as Community Elements.
Based on the results of the study, it was concluded that the temporary suspension obligation stipulated in the State Civil Apparatus Law and Government Regulations regarding the Election of Civil Servants, does not and binds all civil servants appointed as Commissioners and Members of Non-Structural Institutions. On the other hand, the rules regarding the obligation to suspend the civil servant have not been regulated regarding sanctions for related parties if the obligation to suspend the civil servant is implemented when all the conditions for the suspension of the civil servant have met the requirements.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Chesiana
"
DKI Jakarta merupakan wilayah dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tertinggi, artinya rawan terjadi pelanggaran Pemilu termasuk netralitas ASN. Tidak hanya itu, DKI Jakarta juga merupakan wilayah dengan jumlah ASN terbanyak. Kedudukannya sebagai Ibu Kota juga menempatkan DKI Jakarta menjadi perhatian nasional dengan berbagai dinamika politiknya. Namun, dari beberapa tantangan yang disebutkan, faktanya, DKI Jakarta adalah wilayah dengan kasus pelanggaran netralitas ASN terendah dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas dari peran pengawasan Pemprov DKI Jakarta, mengingat 99,5% pelanggar netralitas ASN berstatus sebagai pegawai instansi daerah. Berdasarkan laporan hasil monitoring dan evaluasi KASN, Pemprov DKI Jakarta telah memenuhi hampir seluruh instruksi SKB No. 2 Tahun 2022, termasuk mengenai pembentukan Tim Internal Pengawas. Dalam implementasinya, Tim Internal Pengawas dinilai membantu tugas pengawasan netralitas ASN menjadi lebih masif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Tim Internal Pengawas Netralitas ASN Pemprov DKI Jakarta pada Pemilu 2024. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi tantangan dalam implementasi kebiakan adalah komunikasi antara Satgas Nasional dengan Tim Internal Pengawas, serta keterbatasan wewenang Tim Internal Pengawas. Akan tetapi, Tim Internal Pengawas Netralitas Pemprov DKI Jakarta mengatasi hal tersebut melalui komitmen, sumber daya, dan struktur birokrasi yang mendukung.

DKI Jakarta is a region with the highest Electoral Vulnerability Index (EVI), indicating a high risk of election violations, including civil servant neutrality. Additionally, DKI Jakarta has the highest number of civil servants. Its status as the capital city also makes DKI Jakarta a national focus with various political dynamics. However, despite these challenges, DKI Jakarta has consistently had the lowest cases of civil servant neutrality violations year after year. This cannot be separated from the supervisory role of the DKI Jakarta Provincial Government, considering that 99,5% of civil servant neutrality violators are regional agency employees. Based on the monitoring and evaluation report from KASN, the DKI Jakarta Provincial Government has complied with almost all instructions of the Joint Decree No. 2 of 2022, including the formation of an Internal Oversight Team. In its implementation, the Internal Oversight Team is considered to have made the task of supervising civil servant neutrality more extensive. Therefore, this study aims to identify the factors influencing the implementation of the Internal Oversight Team policy for civil servant neutrality in the DKI Jakarta Provincial Government during the 2024 elections. The research approach used is post-positivist with data collection techniques through in-depth interviews and literature studies. The results show that the challenges in policy implementation include communication between the National Task Force and the Internal Oversight Team, as well as the limited authority of the Internal Oversight Team. However, the DKI Jakarta Provincial Government's Internal Oversight Team addresses these issues through commitment, resources, and supportive bureaucratic structure."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Birokrasi merupakan tata kerja pemerintahan yang bersifat hierarki, agar tujuan negara bisa tercapai secara efektif dan efisien. Sebagai upaya perwujudan yang efektif dan efisien, mengatur hal dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Namun puda banyak sistem birokrasi di Indonesia masih belum mendapat kepercayaan. Birokrasi yang seharusnya dapat melayani publik dengan baik demi tercapainya tujuan bersama, menjadi suatu hal yang belum terlaksana secara maksimal. Hal ini diperkuat oleh hasil survey yang dilakukan oleh Political and Earnomic Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2010. Survei tersehut menyimpulkan bahwa, Indonesia menduduki peringkat ke-2 sebagai negara yang memiliki sistem birokrasi terburuk di Asia (Nedirika, Tempo.co akses 18 September 2013). Tidak jarang orang berpendapat bahwa sistem birokrasi Indonesia dianggap terlalu rumit dan bertele-tele. Oleh karena itu, tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sangat rawan terjadi dalam birokrasi. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat, menyederhanakan bahkan memanipulasi proses birokrasi di Indonesia. Sebuah studi pernah dilakukan oleh lvan lllich dan Billy Sander (dalam Said, 2009: 36) di Amerika, mengenai pandangan mahasisau llmu Politik yang memberikan penilaian terhadap birokrasi. Berdasarkan studi tersehut birokrasi dengan mahasiswa mengidentikkan diperoleh bahwa sebagian besar praktik korupsi. Padahal, pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya telah menyediakan payung hukum untuk meminimalisir praktik KKN. TAP MPR RI 1999 dan UU No. 28 Tahun 1999. Semua peraturan tersebut melindungi birokrasi sebagai tombak terdepan dalam pelayanan masyarakat. Namun kenyataan dilapangan belum dapat terealisasikan dengan baik. Apabila ini dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi pelaksana birokrasi di Indonesia dan bagi masyarakat sendiri. Praktik KKN ini secara tidak langsung akan memberikan labeling atau kesan yang buruk terhadap birokrasi di Indonesia. Tidak semua pelaksana birokrasi melakukan praktik KKN. Inilah yang akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dampak yang lebih buruk, praktik KKN dalam birokrasi dapat merubah sistem birokrasi itu sendiri menjadi lebih buruk. Sehingga masyarakat yang mengikuti proses birokrasi sesuai prosedur merasa dirugikan. Pada teori yang dipaparkan Thoha (1991), perilaku birokrasi pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara individu-individu dengan organisasinya. Sehingga, individu disini merupakan aspek penting dalam efektifnya sistem birokrasi. Mengingat buruknya pencitraan masyarakat terhadap birokasi layanan publik, seorang pelayan publik seharusnya memilki motivasi pengelolahan kesan yang ditanamkan pada masyarakat agar dapat mengubah persepsi tersebut. Sebagaimana Teori Brigham (1991) motivasi mengelola kesan menggambarkan bagaimana motivasi yang dimiliki sesoprang untuk menciptakan kesan tertentu dalam fikiran orang lain sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Leon Festinger (1973), individu dapat mengalami disonansi kognitif. Hal ini terlihat ketika seseorang memiliki dua kognisi (ide-ide dan pikiran) secara stimulann dam saling berkontradiksi. Ketika hal ini terjadi, maka individu tersebut akan mengalami ketegangan psikologis yang akan mendorong seseorang mengurangi desonansi tersebut. Karya tulis ini bersifat memaparkan kondisi birokrasi di Indonesia. Selain itu, karya tulis ini memberikan solusi alternatif dengan adanya salam wajib yang harus diucapkan oleh pelayan birokrasi memperhitungkan pemahaman psikologis pada birokrat dan pencitraan lebih baik dari masyarakat. Adapun sumber data yang kami peroleh deras dari media massa seperti media massa cetak, media online, sumber dari makalah dan jurnal, serta buku penunjang kajian pustaka yang mempertimbangan solusi alternatif kami wajib Saya Anti Korupsi yang diucapkan pada setiap salam dapat menjadi salah satu cara sederhana yang dapat mengurangi praktik KKN dalam sistem birokrasi Indonesia. Salam ini diucapkan khususnya pada saat melayani publik secara langsung. Seperti, "selamat pagi. Saya Rudi, Polisi anti korupsi. Ada yang bisa saya bantu?""
Lengkap +
JPAN 4:4 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Nurmalah Sari
"Kemhan sebagai leading sector dalam bidang pertahanan merupakan sektor yang berperan sebagai penggerak dan contoh bagi instansi lainnya di bidang pertahanan. Namun, tingkat persentase partisipasi PNS Kemhan dalam mengikuti Latsarmil dan ditetapkan sebagai Komcad pada tahun 2021 sampai dengan 2022 masih cukup rendah. Dari total jumlah anggota Komcad yang telah mengikuti Latsarmil dan ditetapkan pada tahun 2021 sebanyak 3.103 orang, hanya 6 orang (0,19%) yang merupakan PNS Kemhan. Sedangkan pada tahun 2022, total jumlah anggota Komcad yang ditetapkan adalah 2.974 orang, dimana hanya 74 orang (2,48%) yang merupakan PNS Kemhan. Adapun tujuan penelitian ini untuk menganalisis kesiapan PNS Kemhan yang telah mengikuti Latsarmil untuk melaksanakan tugas sebagai Komcad, persepsi PNS Kemhan yang belum mengikuti Latsarmil terhadap Komcad dan strategi meningkatkan partisipasi PNS Kemhan sebagai Komcad. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi dengan model sequential explanatory (urutan pembuktian kuantitatif-kualitatif). Pada pendekatan kuantitatif, penulis menggunakan perhitungan kuesioner dengan skala Likert. Sedangkan dalam pendekatan kualitatif, penulis menggunakan metode kualitatif fenomenologi dengan wawancara dan studi dokumen. Hasil yang diperoleh adalah PNS Kemhan siap melaksanakan tugas sebagai Komcad, Persepsi PNS Kemhan yang belum mengikuti Latsarmil dipengaruhi oleh faktor fungsional, struktural, situasional dan personal dan strategi utama untuk meningkatkan partisipasi PNS Kemhan dalam mengikuti Latsarmil adalah mengadakan beasiswa pendidikan di perguruan tinggi bagi PNS Kemhan yang telah mengikuti Latsarmil Komcad dan lebih intens berkoordinasi dengan Kemendikbud Ristek agar dapat meningkatkan penyetaraan Latsarmil Komcad dengan bobot sks prodi di perguruan tinggi. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas objek penelitian, pengumpulan data fokus pada kuesioner dan meneliti dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan bantuan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi terbaru.

The Ministry of Defense as the leading sector in the field of defense is a sector that acts as a driving force and example for other agencies in the field of defense. However, the percentage level of participation of Ministry of Defense Civil Servants in participating in basic military training and being designated as a Reserve Component in 2021 to 2022 is still quite low. Of the total number of Komcad members who have attended basic military training and are set to be 3,103 in 2021, only 6 people (0.19%) are Ministry of Defense civil servants. Whereas in 2022, the total number of Reserve Component members set to be 2,974 people, of which only 74 people (2.48%) are Ministry of Defense civil servants. The purpose of this study is to analyze the readiness of Ministry of Defense Civil Servants who have attended basic military training to carry out their duties as Reserve Components, the perceptions of Ministry of Defense Civil Servants who have not attended basic military training on Reserve Components and strategies to increase the participation of Ministry of Defense Civil Servants as Components Reserve. The method used in this study is a combination method with a sequential explanatory model (quantitative-qualitative proof). In the quantitative approach, the author uses a questionnaire calculation with a Likert scale. Whereas in a qualitative approach, the author uses a qualitative phenomenological method with interviews and document studies. The results obtained are that the Civil Servants of the Ministry of Defense are ready to carry out their duties as a Reserve Component. The perception of Civil Servants of the Ministry of Defense who have not attended basic military training is influenced by functional, structural, situational and personal factors and the main strategy to increase the participation of the Ministry of Defense Civil Servants in participating military basic training is to provide educational scholarships at tertiary institutions for Civil Servants of the Ministry of Defense who have participated in basic military training for the Reserve Component and coordinate more intensely with the Ministry of Education and Culture and Research and Technology in order to increase the equality of Komcad basic military training with the weight of study program credits in tertiary institutions. Future research is expected to expand the object of research, focus on collecting data on questionnaires and research using quantitative research methods with the help of the latest version of the Statistical Product and Service Solutions (SPSS) program.
"
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivanny Alifa Faiza Aninda
"Dalam melaksanakan tugasnya dalam pengelolaan keuangan daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas dan kompetensi terbaik. Hal ini disebabkan oleh peran Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sangat krusial karena perannya sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelaksana pembangunan yang melekat pada tugas dan tanggung jawabnya. Penerapan teori Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada  ASN bisa memberikan kontribusi positif baik terhadap kinerja ASN maupun instansi. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis sejauh mana implementasi OCB pada ASN Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik stratified random sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ASN, terutama dari generasi Z, menunjukkan tingkat penerapan OCB yang tinggi di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah. Penerapan OCB menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian target kinerja Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, sebagaimana dibuktikan melalui laporan kinerja.

In carrying out its duties in managing local finances, the Directorate General of Regional Finance of the Ministry of Home Affairs of the Republic of Indonesia requires Human Resources (HR) with the highest quality and competence. This is attributed to the crucial role of Civil Servants (ASN) due to their responsibilities as administrators of governance and implementers of development inherent in their duties and responsibilities. The application of the Organizational Citizenship Behavior (OCB) theory to ASN can contribute positively to both the performance of ASN and the institution. Therefore, this research aims to analyze the extent to which the implementation of OCB in ASN at the Directorate General of Regional Finance of the Ministry of Home Affairs of the Republic of Indonesia. This study uses a quantitative approach with stratified random sampling technique. The results of this research indicate that the majority of Civil Servants (ASN), especially from the Z generation, demonstrate a high level of implementation of Organizational Citizenship Behavior (OCB) in the Directorate General of Regional Financial Management. The implementation of OCB becomes one of the factors influencing the achievement of performance targets for the Directorate General of Regional Financial Management, as evidenced by the Performance Report."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ulumy
"

Pengelolaan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) berbasis digital menjadi salah satu bentuk penyesuaian organisasi birokrasi terhadap kemajuan teknologi dan tuntutan reformasi birokrasi. BKKBN membuat sistem penilaian kinerja pegawai berbasis aplikasi yang disebut SIVIKA (Sistem Informasi Visum Kinerja) bagi ASN yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adanya inovasi menuntut perubahan perilaku bagi adopternya yaitu PNS BKKBN.oleh karena itu, BKKBN sebagai organisasi harus mampu, bukan hanya menyebarluaskan namun menyebarserapkan (difusi) inovasi tersebut. Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan wawancara dan studi dokumentasi. Proses difusi inovasi pada organisasi birokrasi memerlukan kebijakan khusus (enforcement) agar para adopternya mengadopsi inovasi tersebut. Kebijakan khusus dalam penelitian ini adalah Peraturan Kepala BKKBN yang menjelaskan mekanisme pengisian Aplikasi SIVIKA dan mekanisme penghitungan besaran tunjangan kinerja, serta sanksi yang diberikan jika tidak mengisi Aplikasi SIVIKA. Mekanisme sanksi dan insentif berkaitan dengan besarnya remunerasi/tunjangan kinerja yang diterima memaksa adopternya untuk mengadopsi inovasi. Saluran komunikasi dan sosialisasi dalam proses difusi inovasi organisasi tidak hanya menggunakan jalur formal, namun juga memanfaatkan sarana-sarana informal yang dimiliki organisasi. Bentuk compliance dapat berupa aturan formal mengenai ketentuan pengisian Aplikasi SIVIKA, namun dapat pula berbentuk informal berupa kesepakatan tidak tertulis sebagai hasil dari negosiasi antara individu sebagai adopter dengan unit kerja sebagai pengelola aplikasi.


Digital management of civil servants is one form of bureaucracy adaptations to technology advances and bureaucratic reforms. BKKBN creates an application performance assessment system called SIVIKA (Sistem Informasi Visum Kinerja/Performance Journal Informations System). The innovation makes behavior change of adopters, those are all civil servants in BKKBN because they have to report all daily activities by application SIVIKA. Therefore, BKKBN as an organization, not only dissemination but also diffusion of innovation. This is a qualitative research, so the primary datas come from interview and documents study. Diffusion innovation in organization needs enforcement policy to push the adopters. The enforcement policy from internal regulation which have contents about how to operate the application, remunerations percentage, and sanction/penalties if civil servants not use the application for reporting daily activities. Those rewards&punishment system enforce the adopters. Communications channel in this diffusion process, not only using formal, but also informal. Formal communications by informations letter, socialization of regulations, and training. Regulations can be seen as formal compliance, whereas negotiations as informal compliance. 

"
Lengkap +
2019
T53185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ardiansyah
"Tesis ini membahas permasalahan penegakan pelanggaran Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan sanksi kode etik dan sanksi disiplin yang ada dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipologi preskriptif dan menggunakan metode analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya problematika tumpang tindihnya norma etik dan disiplin serta penegakannya serta kewenangan cukup luas dari atasan langsung untuk menentukan muara penegakan pelanggaran. Penyebab adanya problematika tersebut berasal dari disorientasi proses positivisasi norma etik terhadap tujuan awal pembentukan ketentuan kode etik dan kode perilaku pegawai. Celah pengaturan dalam ketentuan Peraturan Menteri dimaksud perlu diperbaiki dengan menyasar dua masalah tadi guna menyelaraskannya dengan tiga nilai dasar hukum yang dikemukakan Gustav Radbruch yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hasil penelitian ini menyarankan untuk dapat dilakukan rekonstruksi pengaturan penegakan pelanggaran Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kementerian Keuangan pada umumnya dengan memperhatikan ketaatan serta memperkuat orientasi pada tujuan pembentukan peraturan dengan meningkatkan pemahaman akan karakter norma etika terlebih dahulu

The focus of this study is to discusses the issues over enforcement of violations of civil servants within the Directorate General of Treasury through the Code of Ethic Sanctions and Discipline Sanctions in the provisions of the Minister of Finance Regulation Number 190/PMK.01/2018. This research is a normative legal research with prescriptive typology and uses qualitative data analysis methods. The study showed the problems in overlapping matters of ethical norms and disciplinary norms and its enforcement and also in the extensive authority from direct superiors to determine the estuary of violations. The cause of the problem is derived from the disorientation in the codification process of ethical norms toward the ultimate purpose of forming the provisions of the Civil Cervant Code of Ethics. The regulation insufficiency in the provisions of the Ministerial Regulation is needed to be improved by targeting the two problems earlier in order to harmonize it with three legal basic values ​​put forward by Gustav Radbruch, namely justice, purposiveness/benefits and legal certainty. The results of this study suggest that the reconstruction of the enforcement of violations of Civil Servants can be carried out in the Directorate General of Treasury and the Ministry of Finance by paying more attention to obey and to strengthen the orientation of the objectives by forming the provisions with good understanding of the character of ethical norms."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>