Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lola Miftahul Fidini
"Apoteker memiliki peranan penting dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Berpartisipasi langsung dalam praktik kerja kefarmasian merupakan salah satu hal penting yang dilakukan untuk menjadi seorang apoteker profesional. Oleh karena itu, sebagai bekal dan pengalaman dalam memahami peran apoteker dalam dunia kerja, para calon apoteker diwajibkan untuk menjalani praktik kerja profesi. Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Puskesmas Matraman periode Oktober 2022.

Pharmacists have an important role in doing pharmaceutical practice. Participating directly in the practice of pharmacy work is one of the important things to do to become a professional pharmacist. Therefore, as a provision and experience in understanding the role of pharmacists in the world of work, prospective pharmacists are required to undergo professional work practices. The Professional Practice of Pharmacist is held Matraman District Health Center periode October 2022.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kenang Putra Risma
"Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, sesuai dosis dan durasi pemberian, serta biaya yang dikeluarkan untuk obat tersebut terbilang rendah bagi pasien dan komunitasnya. Penggunaan obat rasional bertujuan untuk menghindari masalah yang dapat timbul terkait obat (Drug Related Problem). Penilaian rasionalitas penggunaan obat ditinjau dari tiga indikator utama yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas. Resep dapat menggambarkan masalah – masalah obat seperti polifarmasi, penggunaan obat yang tidak tepat biaya, penggunaan antibiotik dan sediaan injeksi yang berlebihan, serta penggunaan obat yang tidak tepat indikasi. Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril, dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negaranegara berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita. Di Indonesia, penyakit ini sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian tinggi terutama di Indonesia Timur. Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi usia 29 hari – 11 bulan (31,4%) dan anak balita usia 12 – 59 bulan (25,2%).

The use of drugs is said to be rational if the patient gets drugs that suit clinical needs, according to the dose and duration of administration, and the costs incurred for the drug are relatively low for the patient and the community. Rational use of drugs aims to avoid problems that can arise related to drugs (Drug Related Problems). The assessment of the rationality of drug use is reviewed from three main indicators, namely prescribing, patient service and facilities. Prescriptions can describe drug problems such as polypharmacy, inappropriate use of drugs, excessive use of antibiotics and injection preparations, as well as use of drugs for inappropriate indications. Inaccurate prescribing can result in problems such as not achieving therapeutic goals, increasing the incidence of drug side effects, increasing antibiotic resistance, spreading infections through non-sterile injections, and wasting scarce health resources. Diarrhea is still a public health problem in developing countries. According to WHO, diarrhea causes 2.5 million deaths every year with 80% of the victims being children under five. In Indonesia, this disease often causes Extraordinary Events (KLB) with high mortality, especially in Eastern Indonesia. Riskesdas in 2007 reported that diarrhea was still the main cause of death in babies aged 29 days – 11 months (31.4%) and toddlers aged 12 – 59 months (25.2%)"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kenang Putra Risma
"Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan kebutuhan klinis, sesuai dosis dan durasi pemberian, serta biaya yang dikeluarkan untuk obat tersebut terbilang rendah bagi pasien dan komunitasnya. Penggunaan obat rasional bertujuan untuk menghindari masalah yang dapat timbul terkait obat (Drug Related Problem). Penilaian rasionalitas penggunaan obat ditinjau dari tiga indikator utama yaitu peresepan, pelayanan pasien, dan fasilitas. Resep dapat menggambarkan masalah – masalah obat seperti polifarmasi, penggunaan obat yang tidak tepat biaya, penggunaan antibiotik dan sediaan injeksi yang berlebihan, serta penggunaan obat yang tidak tepat indikasi. Ketidaktepatan peresepan dapat mengakibatkan masalah seperti tidak tercapainya tujuan terapi, meningkatnya kejadian efek samping obat, meningkatnya resistensi antibiotik, penyebaran infeksi melalui injeksi yang tidak steril, dan pemborosan sumber daya kesehatan yang langka. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negaranegara berkembang. Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita. Di Indonesia, penyakit ini sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kematian tinggi terutama di Indonesia Timur. Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi usia 29 hari – 11 bulan (31,4%) dan anak balita usia 12 – 59 bulan (25,2%).

The use of drugs is said to be rational if the patient gets drugs that suit clinical needs, according to the dose and duration of administration, and the costs incurred for the drug are relatively low for the patient and the community. Rational use of drugs aims to avoid problems that can arise related to drugs (Drug Related Problems). The assessment of the rationality of drug use is reviewed from three main indicators, namely prescribing, patient service and facilities. Prescriptions can describe drug problems such as polypharmacy, inappropriate use of drugs, excessive use of antibiotics and injection preparations, as well as use of drugs for inappropriate indications. Inaccurate prescribing can result in problems such as not achieving therapeutic goals, increasing the incidence of drug side effects, increasing antibiotic resistance, spreading infections through non-sterile injections, and wasting scarce health resources. Diarrhea is still a public health problem in developing countries. According to WHO, diarrhea causes 2.5 million deaths every year with 80% of the victims being children under five. In Indonesia, this disease often causes Extraordinary Events (KLB) with high mortality, especially in Eastern Indonesia. Riskesdas in 2007 reported that diarrhea was still the main cause of death in babies aged 29 days – 11 months (31.4%) and toddlers aged 12 – 59 months (25.2%)"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Juise Fennia Putri
"Kesesuaian obat adalah obat yang digunakan untuk pelayanan kesehatan di puskesmas diharapkan sama dengan obat yang tercantum dalam formularium nasional. Obat yang ada di puskesmas harus disesuaikan dengan kebutuhan untuk pelayanan pengobatan pada masyarakat di wilayah kerjanya. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu menggunakan data formularium puskesmas matraman tahun 2023. Persentase kesesuaian berdasarkan item obat pada formularium puskesmas di puskesmas kecamatan matraman tahun 2023 sebesar 70,28%. Ketidaksesuaian obat antara formularium nasional dengan formularium puskesmas matraman disebabkan oleh beberapa pertimbangan seperti puskesmas mempertimbangkan preferensi dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat, banyaknya jumlah pasien yang datang ke puskesmas yang memerlukan penggunaan obat tersebut daripada obat yang ada di fornas, pemilihan dan pertimbangan klinis oleh dokter dan petugas kesehatan berdasarkan kondisi spesifik pasien.

Drug suitability means that the drugs used for health services at community health centers are expected to be the same as the drugs listed in the national formulary. The medicines available at the community health center must be adapted to the needs of medical services for the community in the work area. Data collection was carried out retrospectively, namely using the 2023 Matraman Community Health Center formulary data. The percentage of conformity based on drug items in the health center formulary in the Matraman sub-district health center in 2023 is 70.28%. The discrepancy between medicines between the national formulary and the Matraman Community Health Center formulary is caused by several considerations, such as the Community Health Center taking into account the preferences and health needs of the local community, the large number of patients coming to the Community Health Center who require the use of these drugs rather than the drugs available at the Fornas, selection and clinical considerations by doctors and staff. health based on the patient's specific condition.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabilah
"Pukesmas adalah jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional. Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Evaluasi pemakaian obat di puskesmas, perlu dilakukan untuk melihat pemakaian obat telah sesuai indikasi dan aman untuk digunakan. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat dan mendapatkan gambaran terkait pola penggunaan obat pada kasus tertentu dan melakukan evaluasi secara berkala terkait penggunaan obat. Tujuan dari pembuatan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui jenis obat yang sering digunakan di Puskesmas Kecamatan Matraman dan di seluruh jaringan Puskesmas wilayah Kecamatan Matraman. Pelaksanaan tugas khusus ini dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai penggunaan obat periode Januari – Desember 2022 di Puskesmas Kecamatan Matraman. Setelah itu, data penggunaan obat dilakukan analisis dengan menggunakan metode ATC/DDD. Berdasarkan hasil pengolahan data, obat yang paling banyak digunakan selama tahun 2022 di Puskesmas Kecamatan Matraman adalah Amlodipine 10 mg tablet dengan presentase 46,1%. Obat yang paling banyak digunakan selama tahun 2022 di seluruh jaringan Puskesmas wilayah Kecamatan Matraman adalah Amlodipine 10 mg tablet dengan presentase 35,2%. Hal tersebut sesuai dengan penyakit terbanyak yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Matraman, yaitu hipertensi dengan presentase 24,5%.

Puskesmas is a type of first-level health service facility that has an important role in the national health system. Pharmaceutical service standards at community health centers include management standards for pharmaceutical preparations, consumable medical materials, and clinical pharmacy services. Evaluation of drug use in community health centers needs to be carried out to see that drug use is according to indications and is safe to use. Medication Use Evaluation (EPO) is an activity to evaluate drug use, obtain an overview of drug use patterns in certain cases, and carry out regular evaluations regarding drug use. The purpose of creating this special assignment is to find out the types of drugs that are often used in the Matraman Sub-district Public Health Center and throughout the Matraman Subdistrict Community Public Health Center network. The implementation of this special task is carried out by collecting data regarding drug use for the period January – December 2022 at the Matraman Sub-district Public Health Center. After that, data was analyzed using the ATC/DDD method. Based on the results of data processing, the most widely used drug during 2022 at the Matraman District Health Center is Amlodipine 10 mg tablets, with a percentage of 46.1%. The most widely used drug in 2022 in the entire Matraman District Community Health Center network is Amlodipine 10 mg tablets, with a percentage of 35.2%. This is in accordance with the most common disease found in the Matraman Sub-district Public Health Center, namely hypertension, with a percentage of 24.5%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Hanunah Ulfa
"Pelayanan kefarmasian terbagi dalam dua kegiatan yaitu pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Perencanaan obat yang tidak tepat, belum efektif dan kurang efisien dapat berakibat kepada tidak terpenuhinya kebutuhan obat atau kelebihan obat (pemborosan obat). Analisis ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian hasil pengadaan obat periode 2022 dengan data perencanaannya, serta mengevaluasi faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian realisasi pengadaan dengan perencanaannya. Analisis dilakukan dengan metode cross sectional. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan staff farmasi dan pengambilan data tertulis berupa Rencana Kerja Operasional (RKO) untuk perencanaan dan pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Matraman periode 2022. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Matraman per Agustus 2022 belum sesuai dengan data perencanaannya. Ketidaksesuaian realisasi pengadaan obat mencapai lebih dari 50%. Faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian realisasi pengadaan antara lain kendala dari penyedia seperti keterlambatan pengiriman ataupun kekosongan stok, pemilihan metode pengadaan obat yang berpengaruh terhadap kesesuaian harga obat pada perencanaan, dan perubahan pola morbiditas.

Pharmaceutical services are divided into two activities, namely management of pharmaceutical preparations and clinical pharmacy services. Inappropriate, ineffective and inefficient drug planning can result in unfulfilled drug needs or drug excess (drug wastage). This analysis aims to analyze the suitability of the drug procurement results for the period 2022 with the planning data, as well as evaluate the factors that influence the discrepancy between actual procurement and planning. The analysis was carried out by cross sectional method. Data was collected through interviews with pharmacy staff and written data collection in the form of an Operational Work Plan (RKO) for drug planning and procurement at the Matraman District Health Center for the period 2022. The results of the analysis show that the procurement of drugs at the Matraman District Health Center as of August 2022 is not in accordance with the planning data. The discrepancy in the realization of drug procurement reached more than 50%. Factors that influence the discrepancy in the realization of procurement include provider constraints such as late delivery or stock emptiness, selection of drug procurement methods that affect the suitability of drug prices in planning, and changes in morbidity patterns. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Reforma Yunita Masri
"Pemberian informasi obat dan penyerahan obat pada pasien merupakan kegiatan paling akhir dalam tahap pengobatan pasien. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker kepada pasien, yang biasanya telah disiapkan oleh tenaga teknis kefarmasian. Pelayanan ini dilakukan mulai dari tingkat Apotek, Puskesmas, klinik maupun Rumah sakit. Pelayanan pemberian informasi obat dan penyerahan obat yang dilakukan oleh unit kefarmasian tidak lepas dari risiko kesalahan pemberian obat pada pasien. Bentuk-bentuk kesalahan yang terjadi, seperti kesalahan dalam pelayanan atau pengobatan yang dikarenakan kesalahan dalam mengidentifikasi pasien dengan benar, kesalahan dalam pemberian obat dikarenakan Look-Alike Sound-Alike, serta metode penggunaan obat yang terbukti tidak efektif. Panjangnya alur yang dilakukan saat penyiapan obat dapat mengakibatkan Insiden keselamatan pasien. Analisis risiko kesalahan pemberian obat dapat dilakukan dengan metode FMEA. Failure Mode Effect Analysis atau FMEA adalah metode perbaikan kinerja dengan cara mengidentifikasi dan mencegah adanya potensi kegagalan atau kesalahan sebelum terjadi dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Providing drug information and handing over drugs to patients is the final activity in the patient's treatment stage. The drug delivery is carried out by the pharmacist to the patient, which is usually prepared by pharmaceutical technical personnel. This service is carried out starting from the pharmacy, health center, clinic and hospital level. The service of providing drug information and drug delivery carried out by the pharmacy unit is not free from the risk of medication administration errors to patients. Types of errors that occur, such as errors in service or treatment due to errors in correctly identifying patients, errors in administering medication due to Look-Alike Sound-Alike, as well as methods of using medication that are proven to be ineffective. The long process involved in preparing medication can result in patient safety incidents. Analysis of the risk of medication administration errors can be carried out using the FMEA method. Failure Mode Effect Analysis or FMEA is a method of improving performance by identifying and preventing potential failures or errors before they occur with the aim of improving patient safety."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenia
"Kegiatan pemantauan terapi obat di Puskemas Jatinegara bertujuan memastikan efek terapi obat tercapai dan meminimalisir efek samping obat. Pasien hamil dan menyusui termasuk dalam kriteria pemantauan karena adanya resiko penggunaan obat tertentu yang berpengaruh pada kesehatan ibu, janin atau bayi. Petugas farmasi perlu mengkaji keamanan obat terlebih dahulu sebelum melakukan penyerahan obat, sehingga untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan dilakukan pengelompokan kategori keamanan obat ibu hamil dan menyusui. Metode penyelesaian dilakukan pengumpulan, penyeleksian, pengkajian daftar obat oral dari formularium puskesmas sesuai kategori keamanan obat ibu hamil dan menyusui, serta membuat dan memberi penandaan kategori obat ibu hamil menurut acuan Food Drug Administration (1979). Berdasarkan hasil penggolongan, persentase kategori keamanan obat ibu hamil di Puskesmas Jatinegara diperoleh 4,04% kategori A; 19,19% kategori B; 65,65 kategori C; 8,08% kategori D; dan 7,07% kategori X. Sedangkan keamanan obat ibu menyusui didapatkan persentase 5,35% kompatibel dengan menyusui; 14,14% kompatibel dengan menyusui dan perlu diperhatikan efek samping pada bayi; 22,22% hindari jika memungkinkan dan perhatikan efek samping pada bayi; 3,03% hindari jika memungkinkan dan dapat menghambat laktasi; dan 13,13% kontraindikasi. Kegiatan penandaan label kategori keamanan obat A, B, C, D, dan X ibu hamil dilakukan di rak obat Puskesmas Jatinegara.

Monitoring drug therapy at Jatinegara Public Health aims to ensure the therapeutic effects of drugs are achieved and minimize the side effects of drugs. Pregnant and breastfeeding patients are included in the monitoring criteria because of the risk of using certain drugs that affect the health of the mother, fetus or baby. Pharmacy officers need to assess drug safety first before dispensing drugs, so that to increase the efficiency and effectiveness of services, drug safety categories for pregnant and breastfeeding mothers are grouped. The method was to collect, select, review the list of oral drugs from the formulary of public health according to the drug safety category of pregnant and lactating women, and make and mark the category of drugs for pregnant women according to Food Drug Administration (1979). Based on the classification, the percentage of drug safety categories for pregnant women at the Jatinegara Public Health obtained 4.04% category A; 19.19% category B; 65.65 category C; 8.08% category D; and 7.07% category X. The safety of drugs for breastfeeding obtained 5.35% compatible with breastfeeding; 14.14% compatible with breastfeeding and need to pay attention to side effects on the baby; 22.22% avoid if possible and pay attention to side effects on the baby; 3.03% avoid if possible and can inhibit lactation; and 13.13% contraindications. Labeling drug safety categories A, B, C, D, and X for pregnant women was carried out at Jatinegara Public Health drug shelf.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Novanti Putri
"Salah satu faktor penunjang kelancaran pelayanan kesehatan di puskesmas adalah tersedianya obat yang cukup untuk masyarakat yang melakukan pengobatan di puskesmas. Ketersediaan obat yang optimal dapat direncanakan dari proses perencanaan termasuk proses pencatatan dan pelaporan. Proses perencanaan kebutuhan obat tiap tahunnya dilakukan dengan sistem berjenjang (bottom-up) dari puskesmas yang berada di kelurahan hingga ke kecamatan. Tiap puskesmas akan membuat dan melaporkan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Formulir ini berfungsi untuk memonitoring pemakaian dan permintaan obat setiap bulan dan dapat diketahui profil penggunaan obat yang paling banyak hingga paling sedikit digunakan di puskesmas sehingga dapat disesuaikan dengan pola penyakit yang tersebar di masyarakat wilayah kerja puskesmas tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian kartu stok obat dengan LPLPO dan mengetahui profil 10 (sepuluh) obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Periode Oktober-Desember 2022 sehingga dapat membantu dalam proses perencanaan dan permintaan untuk periode selanjutnya. Pengambilan data menggunakan metode retrospektif dengan melihat LPLPO Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Periode Oktober-Desember 2022. Hasil dari penelitian ini berupa 10 (sepuluh) profil penggunaan obat terbanyak dari 228 obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Periode Oktober-Desember 2022 dengan urutan sebagai berikut: Metformin 500 mg; Parasetamol 500 mg; Calcium lactate 500 mg; Guaifenesin 100 mg; Chlorpheniramine maleate (CTM) 4 mg; Amlodipin 5 mg; Deksametason 0,5 mg; Vitamin B Kompleks; Glimepirid 2 mg; dan Vitamin B6 10 mg.

One of the factors supporting the smooth operation of healthcare services at health centers is the availability of sufficient medications for the community seeking treatment. Optimal medication availability can be planned through processes including recording and reporting. The annual medication planning process is conducted in a hierarchical (bottom-up) system from health centers in villages to those in districts. Each health center will prepare and report the Medication Usage Report and Request Form (LPLPO). This form functions to monitor monthly medication usage and requests, allowing the identification of the most to least used medications at the health center, which can then be adjusted according to the disease patterns prevalent in the community served by the health center. This study aims to determine the conformity of medication stock cards with LPLPO and to identify the profile of the ten most used medications at the Kramat Jati District Health Center for the period of October-December 2022, thereby assisting in the planning and requesting process for the next period. Data collection was conducted retrospectively by reviewing the LPLPO of the Kramat Jati District Health Center for the period of October-December 2022. The results of this study include the profile of the ten most used medications out of 228 at the Kramat Jati District Health Center for the period of October-December 2022, in the following order: Metformin 500 mg; Paracetamol 500 mg; Calcium lactate 500 mg; Guaifenesin 100 mg; Chlorpheniramine maleate (CTM) 4 mg; Amlodipine 5 mg; Dexamethasone 0.5 mg; Vitamin B Complex; Glimepiride 2 mg; and Vitamin B6 10 mg.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vanessa Gozali
"Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan mengupayakan kesehatan masyarakat tingkat pertama secara promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Keadaan kegawatdaruratan medis memungkinkan pasien menunjukkan gejala yang ringan namun memburuk dengan cepat hingga mengancam nyawa. Emergensi kit dibutuhkan oleh puskesmas untuk penanganan kegawatdaruratan pasien yang mengalami syok anafilaktik, preeklamsia berat, dan hemorragic post partum. Tujuan penyusunan tugas khusus ini untuk mengevaluasi penggunaan obat dan BMHP dalam syok anafilaktik kit, preeklamsia berat set, dan hemorragic post partum set di Puskesmas Kecamatan Matraman periode April 2023 dibandingkan dengan standar pedoman di puskesmas. Metode penelitian ini menggunakan sampel berupa daftar obat dan BMHP syok anafilaktik kit, preeklamsia berat set, dan hemorragic post partum set yang tersedia di Puskesmas Kecamatan Matraman periode April 2023. Kebutuhan minimum dalam syok anafilaktik kit yang disediakan yaitu ringer laktat, NaCl 0,9%, epinefrin, difenhidramin HCl, deksametason, infus set, IV, dan spuit. Kebutuhan minimum dalam preeklamsia berat set yang disediakan yaitu ringer laktat, MgSO4 40%, kalsium glukonat 10% injeksi, transfusi set, IV catheter, folley catheter, kantong urin dewasa, spuit, aquabidest, film IV dressing/Tegaderm, dan sarung tangan steril. Kebutuhan minimum obat dan BMHP dalam hemmoragic post partum set yang disediakan oleh yaitu ringer laktat, NaCl 0,9%, aquabidest, transfusi set, infuset dewasa, IV catheter no. 18, folley catheter no. 16, kantong urin dewasa, film IV dressing/Tegaderm, kondom kateter, sarung tangan steril, dan spuit. Kesimpulan yang diperoleh yaitu sebagian besar daftar obat dan BMHP dalam emergensi kit sudah sesuai dengan standar pedoman PONED dalam penanganan kegawatdaruratan pasien.

Health center, as a health service facility, strives for first-level public health in a promotive, preventive, curative, and rehabilitative manner. A medical emergency allows patients to show mild symptoms but quickly worsen to the point of being life-threatening. Emergency kits are needed by health centers to treat patients experiencing anaphylactic shock, severe preeclampsia, and postpartum hemorrhage. The purpose of this assignment is to evaluate the use of drugs and BMHP in anaphylactic shock kits, severe preeclampsia kits, and postpartum hemorrhagic kits at the Matraman District Health Center for the period April 2023 compared to the standard guidelines at the health center. This research method uses samples in the form of a list of drugs and BMHP anaphylactic shock kits, severe preeclampsia sets, and hemorrhagic postpartum sets available at the Matraman District Health Center for the period April 2023. The minimum requirements for the anaphylactic shock kits provided are Ringer's lactate, NaCl 0.9%, epinephrine, diphenhydramine HCl, dexamethasone, infusion set, IV, and syringe. The minimum requirements for severe preeclampsia are the sets provided Ringer's lactate, MgSO4 40%, calcium gluconate 10% injection, transfusion set, IV catheter, Folley catheter, adult urine bag, syringe, aquabidest, IV dressing/Tegaderm film, and sterile gloves. The minimum requirements for the hemorrhagic postpartum set are provided Ringer's lactate, NaCl 0.9%, Aquabidest, transfusion set, adult infusion set, IV catheter no. 18, Folley catheter no. 16, adult urine bag, IV dressing/Tegaderm film, catheter condom, sterile gloves, and syringe. The conclusion obtained is that the majority of the list of drugs and BMHP in the emergency kit is in accordance with the standard PONED guidelines for handling patient emergencies.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>