Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefani Christanti Hamdani
"Penelitian ini membahas mengenai kekuatan pembuktian Akta Jual Beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan PPAT dan Kode Etik PPAT. PPAT bertugas untuk membuat suatu akta autentik, salah satu contohnya adalah akta jual beli. Akta autentik merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian paling sempurna. Apabila dalam pembuatan akta mengalami pelanggaran dalam pembuatan akta, hal tersebut dapat mengakibatkan tidak sahnya syarat suatu akta dan tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna atau akta menjadi cacat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan pembuktian akta jual beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan serta akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta jual beli tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku/Kode Etik PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan bahan data primer, bahan data sekunder dan data tersier berupa peraturan-peraturan, literatur dan buku kepustakaan. Hasil penelitian kekuatan pembuktian dari akta jual beli yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah akta batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Akibat hukum dari PPAT yang melanggar seharusnya diberhentikan secara tidak terhormati karena telah beberapa kali membuat akta Autentik tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta terdapat pelanggaran terhadap kaedah moral dan etika dengan adanya pelanggaran kode etik.

This study discusses the strength of the proof of the Sale and Purchase Deed which contains falsification of data and forgery of signatures that are not in accordance with the provisions of the PPAT Legislation and the PPAT Code of Ethics. PPAT is tasked with making an authentic deed, one example of which is a deed of sale and purchase. An authentic deed is a deed that has the most perfect proof of power. If in the making of the deed there is a violation in the making of the deed, this can result in the invalidity of the terms of a deed and it does not have perfect proof power or the deed becomes defective. The problems raised in this study are regarding the strength of proof of the sale and purchase deed which contains falsification of data and forgery of signatures as well as the legal consequences of PPAT which make the deed of sale and purchase not based on applicable laws and regulations/PPAT Code of Ethics. To answer these problems, a juridical-normative research method is used with library research which is primary data material, secondary data material and tertiary data in the form of regulations, literature and library books. The results of the research on the strength of evidence from the deed of sale and purchase made that are not in accordance with applicable regulations are the deed null and void and are considered to have never existed. The legal consequences of violating PPATs should be dishonorably dismissed because they have several times made authentic deeds that are not in accordance with applicable regulations and there are violations of moral and ethical rules with violations of the code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Putri Pratiwi Indra
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum pemalsuan Akta Jual Beli Nomor 103/2013 oleh pegawai kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pembeli terkait Putusan Pengadilan Negeri Rangkasbitung Nomor 70/Pid.B/2018/PN.Rkb. PPAT dalam jabatannya berwenang membuat akta autentik, dengan harus membacakan akta jual beli yang dibuat tersebut kepada para pihak yang terkait/berkepentingan dan menjelaskan isi akta tersebut. Longgarnya pengawasan terhadap pembuatan akta jual beli dalam lingkup pekerjaan PPAT mengakibatkan kerugian oleh beberapa pihak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah mengenai pembatalan Akta Jual Beli Nomor 103/2013 yang diajukan oleh penjual di pengadilan negeri setempat terhadap pemalsuan yang dilakukan oleh pegawai PPAT dan pembeli kepada PPAT yang bersangkutan dan pengadilan negeri setempat karena tidak memenuhi syarat formil dan materil dalam pembuatan aktanya; dan pertanggungjawaban PPAT terhadap akibat yang ditimbulkan karena pemalsuan Akta Jual Beli Nomor 103/2013 karena tidak dibuat oleh dan di hadapannya sebagaimana diatur dalam peraturan jabatannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan deskriptif analitis. Hasil analisis adalah pembatalan akta jual beli yang dilakukan melalui pengadilan negeri karena pemalsuan akta jual beli yang dilakukan oleh pembeli dan pegawai kantor PPAT, tanggung jawab PPAT terhadap pemalsuan akta jual beli yang dilakukan adalah sepanjang melaksanakan jabatannya. PPAT sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan, sebaiknya berhati-hati dalam menjalankan jabatannya, memeriksa dokumen, akta yang dibuat dan terhadap karyawan.

ABSTRACT
This study discusses the legal consequences of forgery the Deed of Purchase Number 103/2013 by office employee of Land Deed Official and buyer related to Rangkasbitung District Court Decision Number 70/Pid.B/2018/PN.Rkb. Land Deed Official in his position is authorized to make authentic deeds, by having to read the deeds of sale and purchase made to the parties concerned / interested parties and explain the contents of the deeds. Loosening of supervision over the making of sale and purchase deeds within the scope of Land Deed Official's work resulted in losses by several parties. The problem raised in the research is the cancellation of the Purchase Deed Number 103/2013 submitted by the seller in the local district court for counterfeiting carried out by office employee of Land Deed Official and buyer to the relevant Land Deed Official and local district court because it did not meet the formal and material requirements in the making deed; and the accountability of Land Deed Official for the consequences caused by falsification of the Sale and Purchase Act Number 103/2013 because it was not made by and before him as stipulated in his position regulations. To answer the problem used normative juridical research methods with analytical descriptive. The result of the analysis is that the sale and purchase deed is not authentic because it does not fulfill the formal and material requirements for making the deed. Land Deed Officials as a public official who has the authority, should be careful in carrying out his position, checking documents, deeds made and against employees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muhammad Ikhsan
"Kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang telah diatur pada Pasal 22D UUDNRI 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 2009) menempatkan kedudukan DPD tidak setara dengan Presiden atau DPR dalam hal pembentukan undang-undang. Lahirnya, putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 telah merubah kedudukan dan kewenangan DPD dalam hal pembentukan undang-undang yaitu dengan merumuskan bahwa DPD ikut terlibat sejak tahap pengajuan undang-undang sampai dengan sebelum diambil persetujuan bersama oleh DPR dan Presiden. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3 2014) yang tidak didasarkan pada putusan Makamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan DPD dalam proses pembentukan undang-undang. Sehingga, diajukannya pengujian formil dan materiil atas UU MD3 2014 yang kemudian melahirkan putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014, membuktikan bahwa UU MD3 2014 tidak dibentuk berdasarkan arahan dari putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 karena mengatur kembali hal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Terlebih lagi, terdapat beberapa aturan lainnya pada UU MD3 2014 yang bertentangan dengan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang seharusnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada Putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014.

 

Kata Kunci: Kewenangan DPD, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Putusan Mahkamah Konstitusi


DPD authority in the formation of legislation have been regulated in Article 22D UUDNRI 1945, Act No. 27 of 2009 and Act No. 17 of 2014. Act No. 27 of 2009 (Act MD3 2009) locates the position of DPD is not equivalent to the President or the DPR in the formation of legislation. The Constitutional Court decision No. 92 / PUU-X / 2012 has changed his position and authority of the DPD in the formation of the legislation is to formulate that DPD is involved since the submission stage of the legislation before it is taken up by mutual agreement by the Parliament and the President. Formation of Law No. 17 of 2014 (Act MD3 2014) that are not based on the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 resulted in obscurity authority of the DPD in the formation of legislation. Thus, the filing of formal review and substantive review of the Act MD3 2014 which gave birth to the decision of the Court number 79 / PUU-XII / 2014, proving that the Act MD3 2014 are not formed under the direction of the Constitutional Court decision number 92 / PUU-X / 2012 as set back the has been declared unconstitutional by the Constitutional Court in Constitutional Court Decision No. 92 / PUU-X / 2012. Moreover, there are several other rules on MD3 Act 2014 contrary to the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 that should have been declared unconstitutional by the Constitutional Court conditional on Court Decision number 79 / PUU-XII / 2014."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005
364.13 ADA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saskia Shafa Humairo
"Berbagai jenis kondisi lingkungan kerja dapat memengaruhi terjadinya insurance fraud atau tindak pidana perasuransian yang dilakukan oleh agen asuransi salah satunya sistem pengendalian internal atau pemantauan perusahaan yang kurang efektif. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai pengenaan pertanggungjawaban perusahaan asuransi selaku korporasi atas tindak pidana yang dilakukan oleh agennya. Bentuk penelitian dari skripsi ini adalah yuridis-normatif menelaah dan menganalisis ketentuan hukum serta bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana perasuransian, dalam hal terjadinya insurance fraud yang dilakukan oleh agen dari suatu perusahaan asuransi. Kesimpulan yang didapat atas penelitian skripsi ini adalah (1) Pengaturan insurance fraud di Indonesia dituangkan di dalam Pasal 77 dan 78 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, Pasal 381 dan 382 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; dan (2) Suatu korporasi dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas insurance fraud yang dilakukan oleh agennya dengan mengacu pada Perma No. 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Dari hasil penelitian skripsi ini, badan legislatif pembuat Undang-Undang hendaknya agar dapat benar-benar merumuskan cakupan dan substansi dari Undang-Undang tersebut dengan matang dan bagi para penegak hukum untuk dapat menjadikan Perma No. 13/2016 sebagai pedoman untuk menangani perkara pidana yang melibatkan korporasi.

Various types of work environment conditions can affect the occurrence of insurance fraud carried out by insurance agents, one of which is an ineffective internal control system or company monitoring. Therefore, this thesis discusses the imposition of liability for insurance companies as corporations for criminal acts committed by their agents. The research form of this thesis is juridical-normative reviewing and analyzing legal provisions and other library materials related to insurance crimes, in the event of insurance fraud committed by an agent of an insurance company. The conclusions obtained from this thesis research are (1) The regulation of insurance fraud in Indonesia is stated in Articles 77 and 78 of Law Number 40 of 2014, Articles 381 and 382 of the Criminal Code, Article 1365 of the Civil Code , and Article 251 of the Commercial Code; and (2) A corporation may be subject to criminal liability for insurance fraud committed by its agent by referring to Perma No. 13/2016 concerning Procedures for Handling Criminal Acts by Corporations. From the results of this thesis research, the legislature that makes laws should be able to thoroughly formulate the scope and substance of the law carefully and for law enforcers to be able to make Perma No. 13/2016 as a guideline for handling criminal cases involving corporations. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkikha Dwi Dharma
"ABSTRAK
Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta mengenai perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah juga bertugas membantu Kepala Kantor Pertanahan Nasional dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta tertentu sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan atau bangunan yang akan dijadikan dasar bagi bukti pendaftaran tanah, peran Pejabat Pembuat Akta Tanah sangat penting guna mencapai kesuksesan dilaksanakannya pemekaran wilayah pada Kabupaten Bekasi, penentuan perubahan batas wilayah pada perbatasan antara Kotamadya Bekasi dengan Kabupaten Bekasi masih menimbulkan permasalahan berkaitan dengan administrasi seperti halnya yang terjadi pada kasus, dibutuhkan peran serta aktif dari PPAT, Badan Pertanahan Nasional, serta masyarakat guna mewujudkan sistem administrasi pendaftaran tanah yang lebih baik, metode penelitian yang digunakan penelitian normatif yang bersifat yuridis normatif, tipologi yang digunakan adalah eksplanatoris dan preskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik analisis data dan pengambilan kesimpulan adalah deduktif (umum-khusus), pengolahan data penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan kualitatif menghasilkan data deskriptif analitis, penentuan wilayah jabatan PPAT dan kegiatan pemeliharaan data tanah dalam hal dilakukannya pemekaran wilayah, langkah yang dapat dilakukan para pihak untuk menyelesaikan permasalahan dalam kasus, para pihak yang terkait guna menyelesaikan permasalahan dalam kasus harus dapat berkerja sama dan bernegosiasi dengan baik guna keuntungan bersama, apabila hal tersebut tidak dilakukan maka masing-masing pihak tentunya akan tetap tersangkut pada permasalahan tanah tersebut yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan seluruh pihak serta membuat tanah menjadi terbengkalai karena tidak terlaksananya administrasi yang baik.

ABSTRACT
Land Deed Maker Officer as a public official who is authorized to make the deeds things about legal acts related to land is also responsible for assisting the Head of National Land Office in carrying out land registration to make the deeds of certain evidence had done certain legal actions regarding land rights or buildings to be used as the basis for proof of registration of the land, Land Deed Maker Officer's role is very important in order to achieve successful implementation of the regional growth in Bekasi Regency,estlabishment of changes demarcate the border between the Municipality of Bekasi and Bekasi regency still causing some problems related with the administration as well as in the case, it takes the active participation of Land Deed Maker Officer, the National Land Office, as well as the society in order to realize a better system of registration of land, methods of research used normative research that is juridical normative, typology used is explanatory and prescriptive, the type of data used are secondary data with data analysis techniques and conclusions are deductive (general-specific), data processing research is qualitative with a qualitative approach produces analytical descriptive data, Land Deed Maker position region establishment and soil data maintenance activities in terms of regional expansion, steps can be taken to resolve the problems of the parties in the case, the parties concerned in order to resolve the problems in the case should be able to work together and negotiate well for mutual benefit, if it is not done then each each party will certainly remain stuck in the land administration problems that could ultimately harm the interests of all parties and make the land become neglected due to non-performance of good administration.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Widiani
"Tesis ini meneliti mengenai pemalsuan surat kuasa menjual yang dilakukan notaris dalam jual beli tanah. Hal ini terkait dengan kewajiban notaris yang dalam menjalankan jabatannya harus memiliki nilai etika profesi yang baik, dan memiliki keinginan yang kuat untuk menjaga harkat dan martabat serta kehormatan jabatan notaris, sehingga dalam membuat akta otentik notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Untuk melindungi kepentingan para pihak notaris harus bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan jabatan notaris, dan peraturan lainnya. Pokok permsalahan yang diangkat adalah akibat hukum terhadap pemalsuan surat kuasa menjual, berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1443/Pid.B/2018/PN.Tng dan tanggung jawab notaris atas pemalsuan surat kuasa menjual, dalam kaitannya dengan Putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1443/Pid.B/2018/PN.Tng. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, data didapat dari studi pustakaan dan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian ini dapat dikemukan bahwa akta perikatan jual beli menjadi batal demi hukum, karena akta kuasa menjual dalam kewenangan bertindak dalam jual beli dinyatakan palsu. Padahal salah satu dasar terjadinya perjanjian perikatan jual beli adalah adanya akta kuasa menjual yang diperlihatkan notaris kepada Agus Syaiful Razak. Atas tindakan yang dilakukan oleh notais tersebut dalam menjalankan jabatannya dapat dikenakan sanksi baik saksi perdata, sanksi perdata jika terbukti menimbulkan kerugian dan sanksi adminitratif.

This thesis examines the forgery of the attorney letter of sale done by a notary in the sale of land. This is related to the obligation of the notary in carrying out his position must have a good professional ethical value, and has a strong desire to maintain the dignity and honor of the notary position, so that in making an authentic deed, notary able to guarantee certainty, order and legal protection. To protect the interests of the parties, the notary must act in accordance with the laws and regulations of the notary office, and other regulations. The main issue raised is the legal consequences of forgery of counterfeiting the attorney letter of sale, based on the Tangerang Public Court Decree Number 1443/Pid.B/2018/PN.Tng and the responsibility of the notary for counterfeiting the attorney letter of sale, in connection with the Tangerang Public Court Decree Number 1443/Pid.B/2018/PN.Tng. The research method used is a normative juridical research method, data obtained from literature review and is a descriptive study. The results of this study can be stated that the sale and purchase agreement deed becomes null and void, because the authority deed of sale under the authority to act in buying and selling is declared false. Even though one of the basis for the agreement to buy and sell is the existence of a authority deed of sale that is shown by the notary to Agus Syaiful Razak. The actions taken by the notary in carrying out his position may be subject to sanctions, either civil sanctions if proven to cause harm or administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani Arifin
"Penelitian ini membahas keabsahan akta jual beli dibawah tangan dan proses pendaftaran tanah yang berkaitan dengan pesertipikatan tanah. Jual beli hak atas tanah merupakan salah satu cara peralihan hak atas tanah dalam masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan akta jual beli dibawah tangan atas benda tidak bergerak dan proses penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang. Metode penelitan tesis ini berbentuk yuridis normatif, menggunakan studi dokumen berupa penelusuran terhadap data sekunder. Analisis dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perjanjian jual beli hak atas tanah dengan akta dibawah tangan adalah sah, walaupun tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang dengan dilaksanakannya pengurusan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang ke Kantor Pertanahan dengan mengajukan permohonan dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

The research discusses the validity of the underhand sale and purchase deed and the land registration process related to land certification. The sale and purchase of land rights is one way of transferring land rights in the community. The problem in this research is the validity of the underhand sale and purchase deed of immovable objects and the process of issuing certificates to replace lost land rights. This thesis research method is in the form of normative juridical, using document study in the form of tracing of secondary data. The analysis was carried out with a qualitative approach. The results of the research reveal that the sale and purchase agreement of land rights with underhand deeds is legal, although it does not have strong evidentiary power and the issuance of certificates to replace land rights lost is carried out by carrying out the issuance of certificates to replace lost land rights to the Land Office by filing application and refers to the laws and regulations that govern it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priski Athaya Fatimah
"Setiap orang membutuhkan alat bukti mengenai suatu hak dan peristiwa yang terjadi. Dalam praktik, Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat yang oleh peraturan pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik. Akta autentik adalah alat bukti yang sempurna, lengkap dan mengikat, sehingga kebenaran dari hal-hal tertulis dalam akta tersebut harus diakui kebenarannya. Akta autentik berisikan keterangan-keterangan dari para pihak yang dijadikan dasar pembuatan akta autentik. Masalah timbul ketika isi dari akta tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, dikarenakan terdapat pihak yang memalsukan tanda tangan dalam Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT. Tesis ini membahas mengenai kasus pemalsuan tanda tangan sebagaimana dimuat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 898K/Pid/2018. Permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis adalah mengenai Surat Pernyataan berhutang berlanjut menjadi Akta Jual Beli dan pemalsuan tanda tangan dalam Akta Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan studi dokumen dengan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini adalah Surat pernyataan berhutang tidak dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual beli, karena dalam pembuatannya harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Terdakwa dikenakan Pasal 266 ayat (2) KUHP, namun seharusnya Notaris/PPAT juga dapat dikenakan pertanggungjawaban karena ketidakhati-hatiannya dalam membuat Akta Jual Beli.

Everyone needs evidence regarding a right and events that occur. In practice, the Official for Making Land Deeds is an official who is authorized by government regulations to make authentic deeds. Authentic deeds are perfect, complete and binding evidence, so that the truth of the things written in the deed must be recognized as true. The authentic deed contains information from the parties which is the basis for making the authentic deed. Problems arise when the contents of the deed are not in accordance with the reality, because there are parties who falsify the signature in the Sale and Purchase Deed made by PPAT. This thesis discusses the case of signature forgery as contained in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 898K/Pid/2018. The problem that will be researched and analyzed is regarding the Statement of Debt continuing to become the Sale and Purchase Deed and signature forgery in the Sale and Purchase Deed. This study used a normative juridical research method with a descriptive analytical typology of research, analyzed by qualitative methods using document studies with secondary data collection. The result of this research is that a statement that owes money cannot be used as the basis for making a Sale and Purchase Deed, because in the making must be attended by the parties who have committed the legal act concerned and witnessed by at least 2 (two) witnesses. The defendant is subject to Article 266 paragraph (2) of the Criminal Code, but the Notary/PPAT should also be liable for his carelessness in making the Sale and Purchase Deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shakilla Vyatri Adjany
"Saat ini terdapat Akta Jual Beli (selanjutnya disebut AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) kemudian dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan. AJB yang dinyatakan cacat hukum tersebut terjadi salah satunya karena tidak ada persetujuan dari pemilik untuk menjual obyek dalam akta jual beli tanpa menguji kebenaran formil. Tindakan PPAT yang membuat AJB tanpa persetujuan pemilik tanah merupakan perbuatan melawan hukum. Salah satu contoh konkret terdapat pada kasus yang terjadi, yaitu di dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 245/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Tim, Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pertanggungjawaban PPAT yang membuat AJB tanpa persetujuan pemilik tanah, dan pertimbangan hakim terhadap perbuatan PPAT atas AJB yang dibuat tanpa menguji kebenaran formil. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian preskriptif. Di dalam putusan tersebut PPAT bertanggungjawab secara perdata atas dibuatnya AJB yang dilakukan tanpa persetujuan pemilik tanah, pemilik tanah menuntut dan membatalkan suatu perbuatan hukum yang timbul baik secara langsung maupun tidak langsung yang disebabkan dibuatnya AJB yang cacat hukum. Pertimbangan hakim terhadap perbuatan PPAT atas AJB yang dibuat tanpa menguji kebenaran formil yaitu hakim dalam memberikan putusannya mempertimbangkan keabsahan hak kepemilikan atas tanah milik penjual, pemilik tanah tidak pernah menjual atau menyuruh menjual tanah tersebut. Adapun saran yang dapat diberikan adalah PPAT harus menjaga etika profesi PPAT di dalam melaksanakan tugasnya dan PPAT diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian.

Currently, there is a Deed of Sale and Purchase (hereinafter referred to as AJB) made by the Land Deed Officer (hereinafter referred to as PPAT) then declared legally defective by the court. The AJB, which was declared legally defective, occurred, one of which was because there was no approval from the owner to sell the object in the sale and purchase deed, namely in the form of land to other parties and did not test the correctness of the land sale and purchase data, the sale and purchase deed had been made by the PPAT. The PPAT's act of making AJB without the consent of the landowner is against the law. One concrete example is found in the case that occurred, namely in the Decision of the East Jakarta District Court Number: 245/Pdt.G/2020/PN. Jkt.Tim, The issues in this study are the responsibility of the PPAT who made the AJB without the consent of the landowner, and the judge's consideration of the PPAT's actions on the AJB which was made without testing the correctness of the formil. To answer these problems, normative legal research methods with a prescriptive type of research are used. In the judgment, PPAT is civilly responsible for the creation of AJB which was carried out without the consent of the landowner, the landowner sued and canceled a legal act arising either directly or indirectly due to the creation of AJB which was legally flawed. The judge's consideration of the PPAT's conduct on the AJB was made without testing the correctness of the formil, the judge in giving his judgment considering the validity of the right of ownership of the land belonging to the seller, the landowner never sold or ordered to sell the land. The advice that can be given is that PPAT must maintain the professional ethics of PPAT in carrying out their duties and PPAT is required to implement the principle of prudence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>