Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sestramita
"Studi terbaru mendasari pentingnya permeabilitas usus dan inflamasi kronis dalam patogenesis DMT2. Studi kami membandingkan konsentrasi FABP2 dan YKL40 sebagai penanda permeabilitas usus dan peradangan di antara normoglikemia, pradiabetes, dan DMT2. Kami merekrut 122 peserta (45 normoglikemik, 26 pradiabetes, dan 51 DMT2) di antaranya kami mengukur kadar FABP2 dan YKL-40 serum puasa menggunakan metode ELISA. Tingkat FABP2 secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DMT2 [2,890(1,880 – 4,070)] dibandingkan dengan kedua pradiabetes [2,025 (1,145 – 2,343), p=0,0085] dan kelompok normoglikemia [1,72 (1,250 – 2,645), p=0,011 ]. Tingkat YKL-40 juga secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DMT2 [68,70 (44,61 – 166,6)] dibandingkan dengan kedua pradiabetes [28,85 (20,64 – 41,53), p<0,0001] dan kelompok normoglikemia [28,64 (19,25 – 43,87), p<0,001]. Studi kami mengamati bahwa kadar FABP2 dan YKL-40 tertinggi pada kelompok T2DM yang mendukung bukti yang tersedia tentang peran gangguan permeabilitas usus dan peradangan kronis tingkat rendah dalam patogenesis T2DM.

Recent studies underlie the importance of intestinal permeability and chronic inflamamation in the pathogenesis of T2DM. Our study compared the concentrations of FABP2 and YKL40 as markers of intestinal permeability and inflammation among normoglycemia, prediabetes and T2DM. We recruited 122 participants (45 normoglycemic,  26 prediabetes, and 51 T2DM) of whom we measured the fasting serum levels of FABP2 and YKL-40 using ELISA method. The levels of FABP2 were significantly higher in the T2DM group [2.890(1.880 – 4.070)] in comparison to both prediabetes [2.025 (1.145 – 2.343), p=0.0085] and normoglycemia group [1.72 (1.250 – 2.645), p=0.011]. The levels of YKL-40 were also significantly higher in the T2DM group [68.70 (44.61 – 166.6)] in comparison to both prediabetes [28.85 (20.64 – 41.53), p<0.0001] and normoglycemia group [28.64 (19.25 – 43.87), p<0.001]. Our study observed that the levels of  FABP2 and YKL-40 were highest in the T2DM group supporting the available evidences on the role of intestinal permeability disruption and chronic low-grade inflammation in the pathogenesis of T2DM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Isna Fatya
"Latar Belakang: Terdapat dua jenis obesitas berdasarkan risiko kardiometaboliknya, yaitu metabolically healthy obese (MHO) dan metabolically unhealthy obese (MUO). Kelompok MUO lebih berisiko mengalami DM tipe 2 karena terdapat resistensi insulin yang dicetuskan endotoksemia metabolik akibat disbiosis usus, melalui peningkatan permeabilitas usus. Belum ada data mengenai perbedaan permeabilitas usus, yang diwakili oleh kadar intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), pada penyandang obesitas dengan dan tanpa DM tipe 2 di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata kadar I-FABP pada penyandang obesitas dengan dan tanpa DM tipe 2 di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang menggunakan data sekunder dari penelitian Divisi Endokrin, Metabolik, Diabetes FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta yang berjudul “Profil Mikrobiota Usus, Mikrobiota Rongga Mulut, Inflamasi, dan Resistensi Insulin pada Berbagai Spektrum Disglikemia” periode Juli 2018-Agustus 2019. Sebanyak 63 subjek obesitas berdasarkan kriteria WHO untuk Asia (IMT ≥25 kg/m2) dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan kriteria ADA: dengan dan tanpa DM tipe 2. Kadar I-FABP diperiksa dengan metode Enzyme-linked immunosorbent assay. Analisis data dengan uji T tidak berpasangan untuk perbedaan rerata I-FABP. Uji regresi logistik dilakukan untuk faktor perancu.
Hasil: Mayoritas subjek ialah perempuan (82,53%), usia >45 tahun (63,50%), obesitas grade I (54,00%), obesitas sentral (93,70%). Rerata I-FABP pada kelompok dengan DM tipe 2 lebih tinggi, yaitu 2,82 (1,23) ng/mL vs. 1,78 (0,81) ng/mL (p<0,001; IK95% 0,51-1,55).
Simpulan: Rerata kadar I-FABP lebih tinggi pada kelompok obesitas dengan DM tipe 2 dan independen terhadap faktor usia.

Background: There are two types of obesity based on its cardiometabolic risk, which are metabolically healthy obese (MHO) and metabolically unhealthy obese (MUO). The MUO exerts higher risk to develop type 2 DM because of higher state of insulin resistance due to metabolic endotoxemia through gut dysbiosis and increased intestinal permeability. There is no study regarding the difference of intestinal permeability, using intestinal fatty acid binding protein (I-FABP), in obese people with and without type 2 DM in Indonesia.
Objective: To know the mean difference of I-FABP in obese people with and without T2DM in Indonesia.
Method: A cross-sectional study using secondary data from the study of Division of Endocrine, Metabolism and Diabetes FMUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta entitled "Profile of the Intestinal Microbiota, Oral Cavity Microbiota, Inflammation, and Insulin Resistance in Various Spectrums of Dysglycemia" for the period July 2018-August 2019. A total of 63 obese subjects based on WHO criteria for Asia (BMI ≥25 kg/m2) were divided into 2 groups based on ADA criteria for diabetes: with and without T2DM. The I-FABP levels were checked using enzyme-linked immunosorbent assay method. Data was analyzed using unpaired T test for mean difference of I-FABP while logistic regression test was performed for confounding factors.
Results: The majority of the subjects were women (82.53%), age >45 years (63.50%), obesity grade I (54.00%) and central obesity (93.70%). The I-FABP level of T2DM group was higher compared to without T2DM group, namely 2.82 (1.23) ng/mL vs. 1.78 (0.81) ng/mL (p<0.001; 95% CI 0.51-1.55).
Conclusion: The mean level of I-FABP was higher in the obese group with T2DM which is independent of age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Apik Lestari
"Anak sakit kritis pascabedah memiliki risiko mengalami malnutrisi. Terapi nutrisi optimal mampu mencegah morbiditas dan menurunkan mortalitas. Asupan protein yang adekuat mempercepat tercapainya anabolisme. Saat ini belum ada data yang tersedia mengenai pengaruh suplementasi protein enteral terhadap imbang nitrogen dan kadar Intestinal Fatty Acid Binding Protein (I-FABP). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah peningkatan asupan protein nutrisi enteral berhubungan dengan perbaikan imbang nitrogen dan penurunan kadar serum I-FABP pada anak sakit kritis pascabedah. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol dengan penyamaran ganda, melibatkan anak sakit kritis pascabedah usia 1-5 tahun yang mendapat nutrisi enteral dini. Total 76 subjek dibagi menjadi dua kelompok: kelompok dengan protein standar (3,0 g/100 mL) dan kelompok dengan protein tinggi (4,35 g/100 mL). Penilaian imbang nitrogen dilakukan 24 jam pertama dan ketiga setelah pemberian nutrisi enteral, sedangkan kadar I-FABP diperiksa sebelum dan sesudah 72 jam nutrisi enteral. Terjadi peningkatan signifikan rerata imbang nitrogen pada kelompok protein tinggi 283,4 (SB 82,5) mg/kg/hari, dibandingkan kelompok protein standar dengan nilai 114,7 (SB 53) mg/kg/hari (p<0,0001). Tidak terjadi penurunan signifikan kadar I-FABP pada kelompok peningkatan imbang nitrogen di atas rerata dibandingkan kelompok peningkatan imbang nitrogen di bawah rerata. Pemberian suplementasi enteral protein tinggi meningkatkan imbang nitrogen pada anak sakit kritis pascabedah tanpa efek samping yang merugikan.

Critically ill post-surgical children are at risk of malnutrition. Optimal nutritional therapy can prevent morbidity and reduce mortality. Adequate protein intake accelerates the achievement of anabolism. Currently, no data is available regarding the effect of enteral protein supplementation on nitrogen balance and levels of Intestinal Fatty Acid Binding Protein (I- FABP). This study aims to analyze whether increasing protein intake in enteral nutrition is associated with improved nitrogen balance and reduced serum I-FABP levels in critically ill post-surgical children. This was a double-blind, randomized controlled trial involving critically ill post-surgical children aged 1 to 5 years who were receiving early enteral nutrition. A total of 76 subjects were divided into two groups: the standard protein group (3.0 g/100 mL) and the high-protein group (4.35 g/100 mL). Nitrogen balance was assessed on the first and third days, while I-FABP levels were examined before and after 72 hours of enteral feeding. There was a significant increase in the average nitrogen balance in the high protein group, 283.4 (SD 82.5) mg/kg/day, compared to the standard protein group, 114.7 (SD 53) mg/kg/day, with p<0.0001. There was no significant decrease in I-FABP levels in the group with nitrogen balance improvement above the average compared to the group with nitrogen balance improvement below the average. High-protein enteral supplementation improves nitrogen balance in critically ill post-surgical children without adverse side effects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agi Satria Putranto
"ABSTRAK
Latar Belakang. Striktur usus merupakan suatu bentuk komplikasi dari hernia stangulata, yang menyebabkan obstruksi usus setelah beberapa bulan pascaoperasi. Kejadian striktur usus sangat berkaitan dengan fibrosis. Namun tidak semua fibrosis usus akan menjadi striktur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran TGF-β, sitoglobin, miR-21, miR-29b sebagai faktor dalam memprediksi striktur usus pada tikus dengan studi eksperimental penjepitan usus.
Metode. Studi dilakuakn di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 2018-2019. Hewan coba yang digunakan di dalam penelitian adalah galur Sprague-Dawley dewasa muda berusia 6-8 minggu dengan berat 150-200gram. Tikus di anestesi menggunakan ketamin dan dilakukan laparotomi untuk melakukan tindakan penjepitan pada usus tikus. Penjepitan menggunakan cable tie dengan ukuran diameter lilitan 6 mm dan terlebih dahulu lindungi plastik rigid, pada bagian ileum terminal. Spesimen yang diperoleh berupa bagian usus di antara jepitan sepanjang 1 cm serta darah dari jantung pada jam ke-6 dan ke-24. Untuk pemeriksaan histopatologi diberikan pulasan hematoksilin-eosin dan Masson trichrome. Analisa serum biokimia menggunakan RT-PCR dan ELISA.
Hasil. Serat kolagen ditemukan bermakna pada perlakuan jam ke-6 vs kontrol (10.66±4.66; p<0.05) dan jam ke-24 vs kontrol (17.98±6.93; p<0.01) serta deposit serat kolagen paling banyak terdapat pada lapisan submukosa. Deposisi kolagen usus diikuti peningkatan konsentrasi miR-21 baik pada serum (med.6jam=54.25; p>0.05&med.24jam=37 ;p>0.05) maupun jaringan (med.6jam=21.9; p<0.05&med.24jam=144 ;p>0.05) Deposisi kolagen usus diikuti peningkatan miR-29b baik serum (med.6jam=631.5; p>0.05 & med.24jam=863.5 ; p>0.05) maupun jaringan (med.6jam = 675; p>0.05& med.24jam=759.5 ; p>0.05). Deposisi kolagen usus diikuti dengan peningkatan yang bermakna pada TGF-β serum (medp.6jam= 32.85; p<0.05&med.24jam = 24.87; p<0.05) maupun jaringan (medp.6jam=14.8; p<0.05&med.24jam=58.32; p<0.05). Deposisi kolagen usus diikuti dengan peningkatan bermakna sitoglobin serum (medp.6jam=162.9; p<0.05&medp.24jam=263.72; p<0.05) dan jaringan (medp.6jam=2712.61; p<0.01&medp.24jam=1308.38; p>0.05). Terdapat korelasi yang bermakna antara serat kolagen dengan TGF-β jaringan (r= 0.436; p=0.033). Uji diagnostik menunjukkan TGF-β serum yang tinggi dan sitoglobin yang tinggi yang diperiksa pada jam ke 24 setelah jepitan memiliki sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi serat kolagen (fisher<0.01; sensitivitas 100%; spesifisitas 63%).
Simpulan. Pemeriksaan serum TGF-B dan sitoglobin yang dilakukan secara bersamaan pada waktu 24 jam mempunyai hubungan dengan peningkatan serat kolagen yang berpotensi menjadi fibrosis sehingga dapat digunakan sebagai prediktor kejadian striktur usus.

ABSTARCT
Background. Intestinal stricture has been a troublesome complication following strangulated hernia, which may result in intestinal obstruction after several months postsurgery. The occurrence of intestinal stricture is closely related to fibrosis. Not all of the fibrotic lesions, however, lead to stricture. The present study is aimed to investigate the role of TGF-β, cytoglobin, miR-21, miR-29b and collagen deposition as factors in predicting the occurrence of intestinal stricture in the rats underwent experimental intestinal strangulation.
Methods. The study was conducted in Animal Cluster and Laboratories at Faculty of Medicine, University of Indonesia during 2018-2019. Adult, male Sprague-Dawley rats of 6-8 weeks old, 150-200 g were used in the study. Following anesthesia with ketamine, the rats were laparotomized and intestinal strangulation was conducted bymeans of a cable tie. Intestinal tissues and blood samples were collected at 6 and 24 hours of strangulation. Tissue samples were stained with Hematoxylin-eosin and Massons trichrome to visualize collagen and pathological alteration. TGF-β, cytoglobin, miR21 and miR29b were determined in blood sera and tissue samples and analyzed using RT-PCR and ELISA.
Results. Collagen fiber was found to be significant at the 6th hour vs. control (10.66 ±4.66; p <0.05) and 24th hour vs control (17.98 ± 6.93; p <0.01), most collagen fibers deposit were found in the submucosal layer. Increase in intestinal collagen deposition was followed by an increase in the concentration of miR-21 both in serum (med.t.6 hours = 54.25; p> 0.05 & med. t.24 hours = 37; p> 0.05) and tissue (med.t.6 hours = 21.9; p <0.05 & med.t.24 hours = 144; p> 0.05) Increase in deposition of intestinal collagen followed by an increase in miR-29b both serum (med. t.6 hours = 631.5; p> 0.05 & med. t.24 hours = 863.5; p> 0.05) and tissue (med. t.6 hours = 675; p> 0.05 & med. t.24 hours = 759.5; p> 0.05). Increase in intestinal collagen deposition was followed by a significant increase in serum TGF-β (med.t.6 hours = 32.85; p <0.05 & med.t.24 hours = 24.87; p <0.05) and tissue (med.t.6 hours = 14.8; p <0.05 & med t.24 hours = 58.32 hours); p <0.05). Increase in intestinal collagen deposition was followed by a significant increase in serum cytoglobin (med.t.6 hours = 162.9; p <0.05 & med. t.24 hours = 263.72; p <0.05) and tissue (med.t.6 hours = 2712.61; p <0.01 & med.t.24 hours = 1308.38; p> 0.05). There was a significant correlation between collagen fiber and TGF-β tissue (r= 0.436; p = 0.033). Diagnostically, high serum TGF-β and cytoglobin that were examined at 24 hours after strangulation occur have high sensitivity to detect collagen fiber (fisher <0.01; sensitivity 100%; specificity 63%).
Conclusions. Simultaneous increase of serum TGF-β and cytoglobin at 24 hours of strangulation associated with increased collagen fibers may become potential factors in predicting intestinal stricture in the rat underwent experimental strangulated intestines"
2020
D2794
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Chrisnata
"Latar Belakang: Peningkatan konsumsi oksigen selama tindakan bedah risiko tinggi dapat menyebabkan gangguan oksigenasi organ vital, sehingga tubuh akan mengambil kompensasi, misalnya melalui vasokonstriksi splanknik. Saluran cerna akan rentan terhadap kerusakan yang akan mengakibatkan disfungsi gastrointestinal. Lama perawatan ICU dan penggunaan ventilasi mekanik lebih panjang pada pasien-pasien yang mengalami disfungsi gastrointestinal. Oleh karena itu pada pasien yang berisiko perlu mendapat perhatian dan tatalaksana lebih awal.
Metode: Penelitian ini adalah kohort prospektif yang dilakukan di RSCM selama bulan Februari sampai Juni 2023 yang bertujuan untuk mengetahui peran kadar I-FABP plasma, skor SOFA, balans cairan, dan dosis vasopresor dalam memprediksi terjadinya disfungsi gastrointestinal pada pasien pascabedah risiko tinggi yang dirawat di ICU. Sebanyak 66 subyek diambil dengan metode consecutive sampling. Pengambilan data skor SOFA, balans cairan dan dosis vasopresor dilakukan pada saat pasien admisi di ICU, sedangkan kadar I-FABP diukur pada saat admisi dan 24 jam kemudian. Analisis data dilakukan dengan SPSS.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar I-FABP hari ke-0 (p=0,001) dan hari ke-1 (p=0,001), serta skor SOFA (p=0,03) pada subjek yang mengalami disfungsi gastrointestinal dengan yang tidak mengalami disfungsi gastrointestinal. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada balans cairan dan rerata dosis vasopresor pada subjek yang mengalami disfungsi gastrointestinal dengan yang tidak mengalami disfungsi gastrointestinal. Kadar I-FABP plasma, dengan titik potong ≥2.890,27 pg/ml pada hari ke-0 dan ≥1.501,2 pg/ml pada hari ke-1 dapat menjadi prediktor disfungsi gastrointestinal pada pasien pascabedah risiko tinggi yang dirawat di ICU.
Simpulan: Kadar I-FABP plasma dapat memprediksi kejadian disfungsi gastro- intestinal pada pasien pascabedah risiko tinggi yang dirawat di ICU.

Background: Increased oxygen demand during high-risk surgery can lead to impaired oxygenation of vital organs so that the body will compensate, for example, through splanchnic vasoconstriction. The gastrointestinal tract will be prone to injury, resulting in gastrointestinal dysfunction. ICU length of stay and use of mechanical ventilation are longer in patients with gastrointestinal dysfunction. Therefore, patients who are at risk need to receive early consideration and management.
Methods: This is a prospective cohort study conducted at RSCM from February to June 2023, which aims to determine the role of plasma I-FABP levels, SOFA scores, fluid balance, and vasopressor doses in predicting the incidence of postoperative gastrointestinal dysfunction in high-risk surgery patients admitted to the ICU. A total of 66 subjects were taken by consecutive sampling method. SOFA score data, fluid balance, and vasopressor doses were collected at admission to the ICU, while I-FABP levels were measured at admission and 24 hours later. Data analysis was performed with SPSS.
Results: There was a significant difference in I-FABP levels on day 0 (p=0.001) and day 1 (p=0.001) and the SOFA score (p=0.03) in subjects with gastrointestinal dysfunction and those without gastrointestinal dysfunction. There were no significant differences in fluid balance and the average dose of vasopressors in subjects with gastrointestinal dysfunction and those without gastrointestinal dysfunction. Plasma I- FABP levels, with cut points of ≥2,890.27 pg/ml on day 0 and ≥1,501.2 pg/ml on day 1, can be a predictor of postoperative gastrointestinal dysfunction in high-risk surgery patients admitted to the ICU.
Conclusions: Plasma I-FABP levels can predict the incidence of postoperative gastrointestinal dysfunction in high-risk surgery patients admitted to the ICU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Cindya Klarisa
"Latar Belakang. Subjek first degree relatives (FDR) diabetes mellitus (DM) tipe 2 berisiko berkembang menjadi DM tipe 2 dan kejadian aterosklerosis lebih tinggi daripada subjek tanpa riwayat orang tua dengan DM tipe 2. Studi ini bertujuan untuk melihat perbedaaan rerata kadar Adipocyte fatty acid binding protein (A-FABP) yang berperan dalam berkembangnya DM tipe 2 maupun aterosklerosis, dan Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) sebagai penanda disfungsi endotel pada kelompok FDR DM tipe 2 dan kelompok non-FDR DM tipe 2. Serta melihat korelasi A-FABP dan ICAM-1 pada FDR DM tipe 2.
Metode. Penelitian ini merupakan bagian dari payung penelitian FDR tahun 2018, dengan desain potong lintang, yang memeriksakan kadar A-FABP dan ICAM-1 serum dengan metode sandwich enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Subjek yang dilibatkan berusia 19 tahun sampai di bawah usia 40 tahun, yang normotensi dan normoglikemia. Serum yang diambil disimpan dalam suhu -80°C. Hasil yang ada dilanjutkan analisis beda rerata dan uji korelasi kelompok FDR dan non-FDR.
Hasil dan Diskusi. Dari 115 subjek normoglikemi normotensi, didapatkan kadar A-FABP yang lebih tinggi pada FDR DM tipe 2 dibandingkan non-FDR DM tipe 2 dengan median (rentang interkuartil) berturut-turut 5,44 ng/ml (3,99-6,40) dan 4,99 ng/ml (3,35-6,70), namun tidak bermakna secara statistik (p=0,54). Demikian juga kadar ICAM-1 pada populasi FDR DM tipe 2 yang tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok non-FDR DM tipe 2, dengan median 276,70 ng/ml (230,60-375,20) dan 272,55 ng/ml (223,95-318,22) berturut-turut (0=0,21). Tidak ditemukan korelasi bermakna A-FABP dan ICAM-1 pada FDR DM tipe 2 (p=0,276).

Background. The subject of first-degree relatives (FDR) diabetes mellitus (DM) type 2 had a risk of developing into type 2 DM and the incidence of atherosclerosis was higher than subjects without parents with type 2 DM. This study aims to see the mean difference of adipocyte fatty acid binding protein (A-FABP) level which plays role in the development of type 2 DM and atherosclerosis, and Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) level as a marker of endothelial dysfunction between FDR type 2 DM group and the non-FDR type 2 DM group. Moreover, to see the A-FABP and ICAM-1 correlation on FDR DM type 2.
Method. This study is part of FDR study held on 2018. Normotensive and normoglycemic subjects aged 19 to under 40 years old were included. The extracted serum was stored at -80C. Serum A-FABP and ICAM-1 levels were measured using the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. The results were followed by a mean difference analysis and a correlation test for the FDR and non-FDR groups.
Results and Discussion. Of the 115 subjects, A-FABP levels were higher in FDR type 2 DM than in non-FDR type 2 DM with median (interquartile range) of 5,44 ng/ml (3,99-6,40) and 4,99 ng/ml (3,35-6,70) respectively, and not statistically significant (p=0,54). Likewise, the level of ICAM-1 in FDR type 2 DM subjects was not statistically significant different from non-FDR type 2 DM subjects, with a median of 276.70 ng / ml (230.60-375.20) and 272.55 ng / ml (223.95-318.22) respectively (0 = 0.21). There was no significant correlation between A-FABP and ICAM-1 in FDR type 2 DM (p=0,276).
Conclusion. There were no significant differences of A-FABP and ICAM-1 levels between FDR and non-FDR type 2 DM groups. There were no correlation between A-FABP and ICAM-1 in the FDR type 2 DM group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Najmah Muhammad Kuddah
"Di Indonesia, kubis sering dikonsumsi mentah sebagai lalapan, hal ini dapat meningkatkan kejadian infeksi parasit usus. Adanya asumsi masayarakat mengenai perbedaan kebersihan antara sayuran dari pasar tradisional dan swalayan. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai prevalensi kontaminasi parasit usus pada sayuran kubis di pasar tradisional dan swalayan Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang analitik observasional. Sampel sayuran kubis yang berasal dari 20 pasar tradisional dan 20 pasar swalayan Jakarta. 100 gram kubis dari setiap sampel direndam selama 24 jam dengan larutan garam jenuh. Air rendaman disaring kemudian disentrifugasi (teknik sedimentasi).
Hasil endapan dilihat dibawah mikroskop untuk identifikasi kontaminasi parasit usus jenis STH dan protozoa. Didapatkan 100% kubis di pasar tradisional dan 90% di pasar swalayan positif terkontaminasi parasit usus. Total jumlah parasit usus yang ditemukan 3530/mL(55,5% pasar tradisional, 44,5% pasar swalayan). Hasil penelitian menunjukan perbedaan yang bermakna antara kontaminasi parasit usus di pasar tradisional dan swalayan(p< 0,05). Telur A.lumbricoides terbanyak ditemukan di kedua jenis pasar. Penggunaan larutan garam jenuh sebagai media perendaman bermakna dibandingkan dengan air sebagai kontrol (p<0,05). Dengan demikian, jenis pasar tempat menjual sayuran kubis bermakna terhadap kontaminasi parasit usus.

In Indonesia, cabbage are often eaten raw as salad, it can increase the incidence of intestinal parasitic infections. An assumption of the community regarding the cleanliness difference between vegetables from traditional markets and supermarkets.Therefore, a research on the prevalence of intestinal parasitic contamination on cabbages in traditional markets and supermarkets Jakarta need to be done. This type of research is observational analytic cross-sectional study. Cabbage samples was taken from 20 traditional markets and 20 supermarkets in Jakarta. 100 gram cabbages from each samples were immersed in saturated salt solution for 24 hours. Soaking water is filtered and then centrifuged (sedimentation technique). Immersion in water was done as a control.
Precipitated seen under a microscope to identify the type of intestinal parasites contamination, STH and protozoa. As the results, 100% of cabbage in the traditional markets and 90% in supermarkets were contaminated by intestinal parasites. The total number of intestinal parasites found 3530/mL (55.5% traditional markets, supermarkets 44.5%). The results showed a significant difference between intestinal parasite contamination in traditional markets and supermarkets(p <0.05). The most number eggs contamination are A.lumbricoidesfound in both types of markets. The use of saturated salt solution as an immersion medium significantly compared with water as the control(p <0.05). Thus, the type of marketselling cabbage significantly to contamination of intestinal parasites.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari
"Infeksi saluran cerna oleh cacing dan protozoa memiliki prevalensi cukup tinggi dan masih menjadi masalah di Indonesia, terutama pada anak-anak. Dengan faktor sampah sebagai sumber penyebaran penyakit infeksi parasit usus, kawasan Bantar Gebang merupakan salah satu kawasan yang berisiko tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka prevalensi infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi dan hubungannya dengan jarak rumah terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Desain penelitian ialah Cross-Sectional. Penelitian dilakukan pada Februari 2012 sampai Juni 2014 di RT 01 RW 01, RT 01 RW 03 dan Sekolah Alam, Desa Ciketing, Kecamatan Sumur Batu, Bantar Gebang, Bekasi dan terkumpul sebanyak 139 responden yang melakukan pemeriksaan feses dan mengisi kuesioner. Hasil penelitian ditemukan sebanyak 72,7 % anak-anak di TPA Bantar Gebang terinfeksi parasit usus yang didominasi infeksi protozoa dengan infeksi Blastocystis hominis terbanyak (52,2 %). Data sebaran responden diketahui paling banyak (61,2 %) tinggal pada jarak dekat (kurang dari 10 meter) dengan TPA. Hasil uji Chi-Square, tidak terdapat hubungan bermakna antara infeksi parasit usus dengan jarak rumah terhadap TPA (p=0,766). Disimpulkan, Prevalensi infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang adalah 72,7 % dan tidak terdapat hubungan bermakna antara infeksi parasit usus dengan jarak rumah terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Gastrointestinal worms and protozoa infections have high prevalence and are still problems in Indonesia, especially in children. Waste factor is the source of intestinal parasites infectious disease spread, and Bantar Gebang is one of the high-risk area. This study aims to determine the prevalence of intestinal parasitic infections in children at Bantar Gebang landfill, Bekasi and its relationship with the distance of home to the landfill (TPA). The study design was cross-sectional. The study was done in February 2012 until June 2014 at RT 01 RW 01, RT 01 RW 03 and Sekolah Alam, Ciketing village, Sumur Batu sub-district , Bantar Gebang, Bekasi, and collected 139 respondents who have stool examination and filled the questionnaire. Results of the study found 72.7 % children at Bantar Gebang landfill infected with intestinal parasites witch is dominated by protozoa infection with the most one is Blastocystis hominis infection (52.2 %). Data distribution of the respondents known most (61.2 %) lived in short distance (<10 meters) with landfill. Results of Chi-Square test, there was no significant relationship between intestinal parasite infection with the distance of home to the landfill (p = 0.766). As the conclusion, prevalence of intestinal parasite infections in children at Bantar Gebang landfill is 72.7 % and there was no significant relationship between intestinal parasite infection with the distance of home to the landfill (TPA).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Eko Jatmiko
"Sayuran kemangi yang sering dikonsumsi secara mentah misalnya sebagai lalapan, dapat menjadi media transmisi infeksi parasit usus yaitu Soil Transmitted Helminths (STH) dan kista protozoa. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang, menggunakan 40 sampel sayuran kemangi yang dibeli secara acak dari pasar tradisional dan swalayan di Jakarta. Dua puluh sampel dari pasar tradisional dan 20 sampel dari pasar swalayan kemudian direndam selama 24 jam dalam larutan garam cuka dan air sebagai kontrol. Perendaman ini dilakukan untuk memperoleh jumlah kontaminasi parasit usus.
Data berupa jumlah telur STH atau kista protozoa kemudian diproses dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji t tidak berpasangan atau uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukan 14 sampel terkontaminasi STH, 7 sampel dari pasar tradisional dan 7 sampel dari pasar swalayan, dan seluruh sampel (100%) terkontaminasi kista protozoa. Jumlah parasit usus yang ditemukan sebesar 1780 pada pasar tradisional dan 1550 pada pasar pasar swalayan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05) antarajumlah kontaminasi parasit usus yang ditemukan pada pasar tradisional dan swalayan Jakarta, dan diperoleh perbedaan bermakna (p<0,05) antara jumlah parasit usus yang ditemukan pada media perendaman larutan garam cuka dan air. Jenis pasar tidak mempengaruhi kontaminasi parasit usus pada sayuran kemangi dan penggunaan larutan garam cuka sebagai media perendaman berpengaruh terhadap jumlah parasit usus yang ditemukan.

Basil is often consumed uncooked, instance as lalapan, but it can be a medium of transmission of the intestinal parasites infection, Soil Transmitted Helminthes (STH) and protozoan cysts. This research used an observational analytic crosssectional method, which used 40 samples of basil purchased randomly from the traditional and selfservice markets in Jakarta. Twenty samples from traditional markets and 20 samples from selservice markets were soaked in acetous salt solution and water as a control study to obtain the number of STH eggs or protozoan cysts.
Data were processed by SPSS 20 version then analyzed by t test or Mann Whitney. Result of research showed 14 samples were contaminated by STH, 7 from traditional markets and 7 from selfservice markets, and all samples (100%) were contaminated by protozoan cysts. The number of parasites is 1780 from traditional markets and 1550 from selfservice markets.
Results of this research showed, there was no significant difference (p>0.05) between the prevalence of intestinal parasites in traditional and selfservice markets in Jakarta, and there was significant difference (p<0.05) between the prevalence of intestinal parasites by sedimentation method in acetous salt solution and water. Type of market does not affect the prevalence of intestinal parasites in basil, and acetous salt solution as soaking media in sedimentation method, affects the prevalence of parasites.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafa’atun Mirzanah
"Self management diabetes berdampak positif terhadap peningkatan outcome klinis. Observasi pada fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan pelaksanaan edukasi kurang efektif. Inovasi teknologi dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi masalah ini. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh aplikasi self management berbasis android terhadap tingkat pengetahuan dan perilaku self management pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini berdesain quasi eksperimental pre-posttest dengan kelompok kontrol. Partisipan direkrut di poli rawat jalan dan rawat inap sejak Juni-Agustus 2020. Analisis data menggunakan SPSS versi 25 pada 66 responden. Pada analisis bivariat, terdapat peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi di akhir penelitian (p=0,07). Tidak ada pengaruh aplikasi terhadap perilaku self management diabetes (p=0,940). Pada analisis multivariat, didapatkan hubungan yang signifikan antara penggunaan aplikasi (p=0,045) dan tingkat pengetahuan sebelumnya (p=0,0001) terhadap tingkat pengetahuan posttest. Aplikasi D-SyIs berpotensi meningkatkan pengetahuan diabetes. Perbaikan desain aplikasi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan aplikasi.

Self management diabetes has positive impact on increasing clinical outcome. Field observation in healthcare setting showed an ineffective implementation of health education. Technology innovation could be an alternative solution to solve this problem. This research was to examine the effect of android based self management apps towards diabetes self management behavior and diabetes knowledge among type 2 diabetes mellitus patients. A pre-posttest quasy experimental design with control group is used. Participants were recruited from outpatient and inpatient from June to July 2020. SPSS version 25 was used to analyse 66 participants. In bivariat analysis, there was enhancement of diabetes knowledge in intervention group (p=0,07) at the end of research. There was no significant different in self management (p=0,908). In multivariate analysis, there were significant effect of D-SyIs apps (p=0,045) and previous diabetes knowledge (p=0,0001) towards diabetes knowledge. This apps has potential effects to increase diabetes knowledge. Upgrading the app design is needed to increase the apps effectiveness."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>