Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 225327 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felula Salma Desfealucy
"Berkembangnya peer to peer lending di Indonesia menimbulkan isu perlindungan konsumen. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana regulator dapat mengacu pada peraturan pinjam meminjam bank umum untuk mengeluarkan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk melindungi peminjam dan pemberi pinjaman dalam industri peer to peer lending di Indonesia. Tulisan ini mengidentifikasi perbedaan hukum dan peraturan dalam kredit perbankan dengan peer to peer lending serta bagaimana peer to peer lending seharusnya dapat diatur jika mengacu pada hukum dan peraturan kredit perbankan. Pendekatan penelitian ini merupakan yuridisial-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan sekunder serta wawancara dengan Ivan Tambunan, CEO Akseleran. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan konsumen peer to peer lending di Indonesia fokus pada mitigasi risiko informasi teknologi dan belum mengeluarkan peraturan yang menetapkan perlindungan konsumen terhadap kredit termasuk aktivitas debt collector, kredit macet, dan mitigasi risiko kredit. Setelah mengidentifikasi perbedaan antara bank umum dan peer to peer lending, hukum dan peraturan bank umum dapat dijadikan acuan untuk industri peer to peer lending dengan batasan-batasan. Setelah melakukan perbandingan, hukum dan peraturan kredit bank yang dapat menjadi referensi untuk perlindungan hukum peer to peer lending adalah terkait dengan (i) prinsip kehati-hatian; (ii) mitigasi kredit; (iii) kebijakan kredit; dan (iv) kualitas aset yang diatur dalam pinjaman pada bank umum untuk diterapkan dalam industri peer to peer lending. Menyadari masalah ini, OJK dapat mempertimbangkan untuk merevisi atau menyusun undang-undang hukum dan peraturan untuk melindungi konsumen dalam peer to peer lending khususnya dalam aspek kredit.

Amid the rise of peer to peer lending in Indonesia, consumer protection issues in the industry has been prevalent. This undergraduate thesis aims to analyze how regulators may refer to conventional credit regulations in issuing regulations to protect borrowers and lenders in Indonesia peer to peer lending industry. It discuss on how consumer protection regulation in peer to peer lending differ with lending in conventional bank in Indonesia and how peer to peer lending should be regulated in protecting consumers by referring to conventional bank credit regulations. This is a juridicial-normative research approach by using secondary sources including an interview with the CEO of Akseleran, Ivan Tambunan. The research shows that Indonesian peer to peer lending regulation on consumer protection focuses on information system risk mitigation and have not issued regulations specifying consumer protection on credit including debt-collecting activities, credit default, and credit risk mitigation. In conclusion, after identifying the differences of peer to peer lending and conventional credit laws and regulations regarding to consumer protection, the laws and regulations that can be applicable for peer to peer lending industry are (i) prudential principle (ii) risk mitigation (iii) credit policy; and (iv) assets quality regulated under conventional loan to be applied in the peer to peer lending industry. Recognizing this issue, OJK shall work hand in hand with AFPBI as Indonesia Peer to Peer Lending Self- Regulatory Body to revise or promulgate laws and regulations to protect peer to peer lending consumer’s interest specialized in the credit aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Wahyuningtyas
"Tesis ini membahas tentang perbandingan hukum atas peraturan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia dan Inggris (Studi Kasus: Peer To Peer Lending). Metode penelitian yang digunakan adalah perbandingan hukum. Saat ini di Indonesia layanan ini sedang marak yang biasa dikenal dengan pinjaman online. Adapun perbandingan dengan memilih negara Inggris karena negara ini salah satu pelopor dari trend teknologi finansial di dunia. Dengan melakukan penelitian ini maka diketahui peraturan terkait dengan layanan ini baik di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan di Inggris diatur dalam Peraturan Financial Conduct Authority, sehingga dapat diperoleh perbandingan pelaksanaan layanan ini.

This thesis discusses the legal comparison of information technology-based money lending service regulations in Indonesia and the United Kingdom. The research method used is legal comparison. At present in Indonesia this service is on the rise, commonly known as online loans. The comparison by choosing the United Kingdom because this country is one of the pioneers of the trend on financial technology in the world. By conducting this research, it is known that the regulations related to this service, in Indonesia are regulated by Otoritas Jasa Keuangan Regulation, while in the UK it is regulated in the Financial Conduct Authority Regulation, so that a comparison of the implementation of this service can be obtained."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Suharyanto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S23163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Suteja
"Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hak-hak konsumen pengguna layanan mobile banking di Indonesia telah terlindungi oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan sejauh mana tanggung jawab pelaku usaha bilamana terjadi kerugian pada konsumen dalam sengketa konsumen sehubungan dengan layanan mobile banking. Metode penelitian yang akan digunakan ialah metode kepustakaan yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua hak-hak konsumen sebagaimana yang dilindungi berdasarkan UUPK telah tercantum dalam form aplikasi layanan mobile banking. Hakhak yang belum terlindungi yaitu hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Tanggung jawab pelaku usaha dalam sengketa konsumen dapat berupa Contractual liability, Product liability, Professional liability dan Criminal liability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S23792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Putri Paramadani
"

Perbankan merupakan sektor yang memiliki peran sangat vital, sebagai lembaga intermediasi industri perbankan mempunyai sifat khusus yang tidak dimiliki oleh sektor jasa keuangan lain. Industri perbankan sebagai penggerak dan jantung dalam suatu perekonomian negara. Saat ini, bank digital tengah berlomba-lomba menawarkan suku bunga simpanan tinggi hingga 10%, untuk menarik minat masyarakat. Hal tersebut berpotensi memiliki risiko yang merugikan bagi para nasabahnya. Dari hasil penelitian ini, perlu menjadi perhatian penting bagi para nasabah karena apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah tersebut tidak akan dijamin. Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah tersebut hingga Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Proses penyelesaian sengketa nasabah dalam mengajukan ganti rugi jika mengalami kerugian dapat ditempuh secara non-litigasi dan litigasi. Secara non-litigasi dengan mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK), sedangkan dengan cara litigasi dengan mengajukan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, dimana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di muka pengadilan. Dalam menyelenggarakan dan menawarkan produk dan/layanan digital, Bank Digital wajib memperhatikan risiko-risiko yang ada dan keamanannya guna memenuhi ketentuan pelindungan hukum nasabah. Bank Digital harus dapat memenuhi dan mematuhi prosedur pelaksanaan, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary principle),prinsip kerahasiaan (confidential principle), dan prinsip kehati-hatian (prudential principle), dan prinsip mengenal nasabah. Keempat prinsip tersebut harus ditunjukkan dalam menjalankan kebijakan maupun teknis perbankan.


Banking is a sector that has a very vital role, as an intermediary institution the banking industry has special characteristics that are not shared by other financial services sectors. The banking industry is the driving force and heart of a country's economy. Currently, digital banks are competing to offer high deposit rates of up to 10%, to attract public interest. This has the potential to have detrimental risks for its customers. From the results of this study, it should be an important concern for customers because if the deposit interest rate agreed between the bank and the depositor exceeds the deposit guarantee interest rate, the customer's deposit will not be guaranteed. The Indonesia Deposit Insurance Corporation will basically only guarantee the payment of customer deposits up to Rp2,000,000,000.00 (two billion rupiah). The process of resolving customer disputes in applying for compensation if they experience losses can be pursued in non-litigation and litigation. Non-litigation by submitting a dispute resolution application to the Alternative Dispute Resolution Institution for Financial Services Sector (LAPS SJK), while by litigation by submitting a dispute resolution process in court, where all parties to the dispute face each other to defend their rights before the court. In organizing and offering digital products and services, Digital Banks must pay attention to the existing risks and security in order to fulfill the provisions of customer legal protection. The Digital Bank must be able to fulfill and comply with the implementation procedures, namely fiduciary principle, confidential principle, prudential principle, and know your customer principle. These four principles must be demonstrated in carrying out banking policies and techniques.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
"Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh
pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi.

Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the
normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it
is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tias Wulandari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S23707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Veronica
"ABSTRAK
Pesatnya perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut mencakup aspek finansial juga, sehingga melahirkan financial technology. Karena basis teknologi finansial adalah teknologi informasi, maka penggunaan data dan informasi menjadi elemen utama industri. Untuk memaksimalkan potensinya, praktik financial technology membutuhkan penggunaan data pribadi milik pengguna produk/jasa. Mengingat sifat khusus dari data pribadi, perlindungannya harus ditegakkan secara ketat. Tidak adanya regulasi yang seragam mengenai perlindungan data pribadi dapat menimbulkan kekacauan di industri, ditandai dengan maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut, tesis ini membahas tentang konsep perlindungan data pribadi, privasi, serta tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak dalam industri financial technology, khususnya mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer-to-peer lending). Berdasarkan penelitian yang komprehensif, ditemukan bahwa pengaturan perlindungan data pribadi oleh produk legislatif sektoral masih sangat minim dibandingkan dengan yurisdiksi lain bahkan peraturan nasional. Akibat pengaturan perlindungan yang tidak memadai, masyarakat dirugikan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan meningkatkan pendekatan hukumnya untuk melindungi kepentingan publik.
ABSTRACT
The rapid development of information technology has brought significant changes in various aspects of human life. These aspects include financial aspects as well, thus giving birth to financial technology. Because the basis of financial technology is information technology, the use of data and information is the main element of the industry. To maximize its potential, the practice of financial technology requires the use of personal data belonging to product/service users. Given the special nature of personal data, its protection must be strictly enforced. The absence of uniform regulations regarding the protection of personal data can lead to chaos in the industry, marked by rampant violations committed by related parties. In this regard, this thesis discusses the concept of personal data protection, privacy, as well as the responsibilities and obligations of each party in the financial technology industry, especially regarding technology-based lending and borrowing services (peer-to-peer lending). Based on comprehensive research, it was found that the regulation of personal data protection by sectoral legislative products is still very minimal compared to other jurisdictions and even national regulations. As a result of inadequate protection arrangements, the community is harmed. Therefore, Indonesia is expected to improve its legal approach to protect the public interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luna Amirahdya
"ABSTRACT
Financial Technology (Fintech) memiliki bermacam bentuk salah satunya Peer to Peer Lending, yaitu layanan yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman secara online melalui sebuah platform berbasis Sistem Elektronik. Peer to Peer Lending dikenal dengan sebutan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang diatur dengan POJK 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI. Sebagai suatu layanan jasa keuangan berbasis teknologi yang berbeda dari industri pembiayaan konvensional, LPMUBTI membutuhkan kejelasan atas peraturan perlindungan konsumen bagi Pengguna LPMUBTI baik dari segi pengelolaan dana maupun pengelolaan data Pengguna LPMUBTI. Oleh sebab itu, skripsi ini hendak menganalisis mengenai pengaturan perlindungan konsumen yang terdapat pada POJK LPMUBTI dibandingkan dengan peraturan-peraturan perlindungan konsumen yang ada di Indonesia serta perlindungan penerima pinjaman atas penagihan utang pada PT Digital Synergy Technology (PT DST). Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen yang terdapat pada POJK LPMUBTI masih belum seluruhnya setara dengan peraturan perlindungan konsumen yang ada yaitu pada UU PK, UU ITE, dan POJK Perlindungan Konsumen beserta turunannya. Hasil analisis mengenai pengelolaan data dan pengelolaan dana pada PT DST menunjukkan bahwa terdapat penyalahgunaan Data Pribadi Pengguna yang menyebabkan kerugian konsumen dan terdapat pelanggaran pada peraturan internal PT DST serta Pedoman Perilaku Aftech terkait penagihan yang dilakukan menggunakan ancaman dan intimidasi. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan pengaturan tambahan mengenai perlindungan konsumen pada POJK LPMUBTI agar konsumen dalam sektor LPMBUTI lebih terlindungi.

ABSTRACT
Financial Technology (Fintech) has various forms, one of which is Peer to Peer Lending. Peer to Peer Lending is a service that brings together Loan Providers and Loan Recipients online through an Electronic System-based platform. Peer to Peer Lending is known as the IT-Based Lending Services (LPMUBTI) which is regulated by POJK 77/POJK.01/2016 concerning LPMUBTI. As a technology-based financial service that is different from the conventional finance industry, LPMUBTI requires clarity on consumer protection regulations for LPMUBTI Users both in terms of debt collection and LPMUBTI`s User data management. Therefore, this thesis intends to analyze the regulation of consumer protection found in POJK LPMUBTI compared to consumer protection regulations in Indonesia and the protection of loan recipients for debt collection at PT Digital Synergy Technology (PT DST). This study shows that consumer protection in POJK LPMUBTI is still not entirely equivalent to existing consumer protection regulations, namely in the UU PK, UU ITE, and POJK Perlindungan Konsumen. The results of the analysis of data management and fund management at PT DST indicate that there is an abuse of User Personal Data that causes consumer losses and there is a breach on PT DST`s internal regulations and the Aftech Code of Conduct related to debt collection that used threats and intimidation on its User. Based on this, additional regulations are needed regarding consumer protection in POJK LPMUBTI so that consumers in the LPMBUTI sector are better protected."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>