Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180939 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizkina Aliya
"Penelitian ini bermaksud untuk menelisik apakah norma hukum Indonesia yang ada mampu mengakomodasi dan mengamankan perempuan dari manifestasi kekerasan seksual yang lahir dari perkembangan teknologi. Suatu bentuk kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi adalah non-consensual pornography, yakni penyebaran konten bermuatan seksual tanpa persetujuan dari pemilik, pembuat, dan/atau subyek yang berada dimuat dalam konten tersebut. Terbilang bahwa peraturan perundang-undangan yang sekarang ada berkaitan dengan penyebaran konten pornografi tanpa persetujuan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh Undang- Undang Nomor 19 tahun 2016 (UU ITE), dan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). Dengan menggunakan teori hukum feminis untuk membedah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, beberapa putusan pengadilan serta pengalaman para korban pornografi tanpa persetujuan, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah produk hukum yang ada telah menginternalisasi pengalaman para korban perempuan dan memungkinkan mereka untuk mengakses keadilan secara substantif. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki regulasi terkait penyebaran muatan pornografi tanpa persetujuan, namun hukum belum bisa menjamin akses pada keadilan yang berkelanjutan bagi perempuan korban sebab hukum yang ada masih acuh terhadap konsep “persetujuan”, “privasi” serta trauma yang dirasakan oleh korban dan memandang tindakan tersebut sebagai pelanggaran rasa kesusilaan masyarakat belaka. Kerangka hukum yang demikian belum bisa memulai perubahan sikap yang bersifat strategik dan berjangka panjang untuk menghapus ketidakadilan sistemik yang dihadapi oleh para perempuan korban kekerasan.

This research aims to explore whether or not existing Indonesian law can accommodate and protect women from forms of sexual violence that are born from technological development, such as non-consensual pornography. As a form of technology facilitated sexual violence, non-consensual pornography is the dissemination/distribution of sexually explicit content without the consent of the owner, producer and/or subject portrayed within the content. Indonesian regulations relevant within the discourse include the Indonesian Penal Code (KUHP), Law No. 11 of 2008 as has been revised by Law No. 19 Year 2016 on Electronic Information and Transactions (UU ITE), and Law No. 44 of 2008 on Pornography (UU Pornografi). By utilizing feminist legal theories and methodologies to analyze laws, court decisions, and victims’ experiences, this research aims to discover whether the law has successfully internalized the experiences of women victims and enabled them to access substantive justice. This research found that although Indonesia already has a number of different regulations pertaining to non-consensual pornography, it is unable to ensure that women have sustainable access to justice as the law still ignores the concept of “consent”, “privacy”, as well as the harms sustained by the victim, and continues to perceive it as a violation of society’s standards of decency as opposed to an act of sexual assault. Such a legal framework is unable to initiate strategic long-term norm changes to eradicate the systemic injustice experienced by sexual violence victims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
Jakarta: Ind-Hill, 1997
364.153 2 TOP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Hamzah
Jakarta: Bina Mulia, 1987
345 AND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Djubaedah
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009
297.14 NEN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Leebarty Taskarina
"ABSTRAK
Kejahatan terorisme tidak lagi didominasi oleh laki-laki. Penelitian ini membahas mengenai pelibatan perempuan sebagai istri pelaku kejahatan terorisme dalam mendukung aktivitas teror suaminya atau kelompok suaminya. Penelitian ini fokus pada proses bagaimana istri dilibatkan oleh suaminya. Istri pelaku kejahatan terorisme adalah korban terselubung dari kejahatan terorisme, mereka dilibatkan bukan karena keinginan mereka sendiri. Tekanan dan intimidasi, kesenjangan kekuasaan dan kekerasan simbolik di dalam rumah tangga mengarah pada arus baru viktimisasi. Hasil dari penelitian ini adalah istri pelaku kejahatan terorisme mengalami multiple victimisation. Temuan lain yakni bahwa ketidaksadaran unconciousness istri pelaku kejahatan terorisme sebagai korban bersamaan dengan ketidakpedulian unawareness dari masyarakat bahkan menunjukan adanya pembiaran ommision oleh negara. Bukan hanya dampak berganda yang mereka terima namun menjadi korban terlupakan forgotten victims dari sistem penanggulangan terorisme.

ABSTRACT
Nowadays, prepertrators on terrorism aren rsquo t male dominated. Research in this thesis discuss women involvement as prepertrator rsquo s wife to support her husband and his terrorist group. This research focused on the process of how wifes entangled by their husband. Prepertrator rsquo s wifes are invisible victim of terrorism, they are involved not by their own will. Pressure and intimidations, domination and symbolic violence in their household moving towards new kind of victimization. Results of this research proved that prepertrator rsquo s wifes experiences multiple victimization. Another findings also made, wife rsquo s unconciousness as victim with society unawareness shows that there are ommision by the government. Prepertrator rsquo s wifes not only experiences multiple impact, but they are forgotten victims of counter terrorism systems."
2017
T48023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rismalita Ayuginanjar
"Pornografi adalah isu sosial yang merugikan perempuan, terlebih jika perempuan terlibat di dalam kasus pornografi. Perempuan pemeran video pornografi yang dijadikan pelaku kejahatan pornografi karena adanya hukum positif di Indonesia sebenarnya adalah korban. Maka, penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman dua perempuan pemeran video pornografi yang menjadi terpidana bahwa sebenarnya pemeran perempuan dalam video pornografi tersebut merupakan korban dari adanya dominasi patriarki menurut pandangan feminis radikal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan wawancara tidak terstruktur terhadap pengalaman dua narapidana perempuan yang terlibat kasus pornografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua subyek perempuan adalah korban dari pornografi, meskipun secara yuridis, perempuan tersebut adalah pelaku. Perempuan tersebut menjadi korban dari adanya adanya sistem patriarki yang ada di masyarakat, objektifikasi tubuh perempuan dalam video pornografi serta adanya perempuan yang terjebak dalam pemenuhan ekonomi yang jalan satu-satunya dengan menggunakan pornografi sebagai pemenuhan perekonomiannya tersebut. Selanjutnya, dampak yang dirasakan oleh kedua subyek tersebut dari adanya kasus pornografi yang menjerat mereka adalah berpisahnya mereka dengan keluarga sampai adanya percobaan bunuh diri.

Pornography is a social issue that harms women, especially if women are involved in pornography cases. Women acting in pornographic videos who are used as perpetrators of pornographic crimes because of positive law in Indonesia are actually victims. Thus, this study aims to understand the experiences of two women actors in pornographic videos who were convicted that actually the women actors in the pornographic videos were victims of patriarchal domination according to radical feminist views. The method used in this study is qualitative with unstructured interviews on the experiences of two women prisoners who were involved in pornography cases. The results of this study indicate that both women subjects are victims of pornography, even though legally, these women are perpetrators. These women are victims of the existence of a patriarchal system that exists in society, the objectification of women's bodies in pornographic videos and the presence of women who are trapped in fulfilling the economy which is the only way by using pornography to fulfill their economy. Futhermore, the impact felt by the two subjects from the existence of pornography cases which ensnared them are they were separated from their families, and also one of them attempt suicide."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninik Rahayu
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2021
155.33 NIN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Nindya Miesye Agita
"Skripsi ini membahas mengenai konsep bentuk-bentuk kekerasan seksual dalam Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual yang diusung oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang diperbandingkan dengan konsep kekerasan seksual di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan konsep kesusilaan di dalam Rancangan KUHP. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, skripsi ini bertujuan untuk memberikan penilaian mengenai urgensi dari Komnas Perempuan untuk melahirkan Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual yang memuat tentang 15 (lima belas) tindak pidana kekerasan seksual, yakni; Perkosaan, Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual, Penyiksaan Seksual, Perbudakan Seksual, Intimidasi, Ancaman dan Percobaan Perkosaan, Prostitusi Paksa, Pemaksaan Kehamilan, Pemaksaan Aborsi, Pemaksaan Perkawinan, Perdagangan perempuan untuk Tujuan Seksual, Kontrol Seksual seperti Pemaksaan Busana dan Diskriminasi Perempuan Lewat Aturan, Penghukuman Tidak Manusiawi dan Bernuansa Seksual, Praktik Tradisi Bernuansa Seksual yang Membahayakan Perempuan dan Pemaksaan Sterilisasi dengan memperbandingkan masing-masing konsep tindak pidana tersebut dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan Rancangan KUHP. Skripsi ini berkesimpulan bahwa kebijakan formulasi hukum pidana yang saat ini berlaku belum atau masih kurang dapat menanggulangi bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang diusung oleh Komnas Perempuan.

This thesis mainly discuss about the concept of forms of sexual violence in the draft Law on Sexual Violence promoted by the National Commission on Violence Against Women (Komnas Perempuan), as compared with the concept of sexual violence in the laws and regulations in Indonesia and the concept of morality in the Draft Criminal Code. By using the method of literature research, this paper aims to provide an assessment of the urgency of the National Commission for Women to create the draft Law on Sexual Violence that includes about 15 (fifteen) criminal acts of sexual violence, which are; Rape, Sexual Abuse, Sexual Exploitation, Sexual Torture, Sexual Slavery, Intimidation, Threats and Attempted Rape, Forced Prostitution, Forced Pregnancy, Forced Abortion, Forced Marriage, Trafficking of Women for Sexual Purposes, Sexual Control such as Coercion and Discrimination of Women through Fashion Rules, Inhuman Punishment and Sexual Nuances, Shades Tradition of Sexual Practices that Harm Women and Forced Sterilization by comparing each concept with a criminal offense such legislation in Indonesia and the draft Criminal Code. This thesis concludes that the policy formulation of criminal law that is currently in effect yet or still less able to cope with other forms of sexual violence against women are pursued by the National Commission on Violence Against Women.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57399
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dianita Prosperiani
"Negara memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum. Salah satu bentuknya adalah hak untuk bebas dari ancaman dan kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Namun dalam konstruksi masyarakat Indonesia yang masih menggunakan paradigma patriarki, perempuan ditempatkan sebagai warga kelas dua, sehingga perempuan menjadi orang yang paling sering menjadi korban kekerasan seksual. Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai hukum positif yang mengatur mengenai kekerasan seksual, khususnya delik perkosaan tidak lagi mampu memberikan perlindungan kepada perempuan korban kekerasan. Dalam kondisi yang demikian Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu melalui Putusan Nomor 410/Pid.B/2014/PN.Bgl dan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bengkulu melalui Putusan Nomor 12/Pid/2015/PT.BGL melakukan penemuan hukum yang melindungi perempuan dengan perspektif feminist legal theory. Penelitian ini dibuat untuk mengkaji kewenangan hakim dalam melakukan penemuan hukum melalui putusan serta metode penemuan hukum dan perspektif feminist legal theory yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara kekerasan seksual. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Dari penelitian yang dilakukan didapati bahwa Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 memberi kewenangan kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum melalui putusan. Selain itu Majelis Hakim menggunakan metode penemuan hukum berupa interpretasi dan eksposisi, serta dalam menyusun pertimbangannya menggunakan perspektif feminist legal theory dengan memahami adanya relasi kuasa yang timpang antara korban dan pelaku.

The State has a responsibility to provide legal protection. One of it is the right to be free from threats and violence, including sexual violence. Within the construction of the Indonesian people who still use the patriarchal paradigm, women are placed as the second sex, which often makes them become the victim of sexual violence. While the Criminal Code as a positive law governing sexual offences, specifically the rape crime, is no longer able to provide protection to women victim of violence. In such conditions the Judges of the Bengkulu Distric Court through Decicion Number 410/Pid.B/2014/PN.Bgl and the Judges of Bengkulu Higher Court through Decicion Number 12/Pid/2015/PT.BGL conducted lawmaking that protects women in feminist legal theory perspective. This study was made to examine the judge`s authority in making law through decicions, the method that judges use to make the law, and the feminist legal theory perspective that used by the judges in deciding sexual offence. This research conducted by collecting data through examining library materials or secondary data. From the research conducted, it was found that Article 5 paragraph (1) of Law Number 48 of 2009 authorizes judges to do judicial lawmaking through decicions. In addition, the Judges used interpretation and exposition methods in making law, and produce their considerations using the feminist legal theory perspective by understanding the existence of imbalance power relation between victim and perpretator.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>