Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roman Ardian Goenarjo
" adalah salah satu penyebab penurunan performa fisik pada seseorang yang melakukan program latihan fisik jangka panjang. Kondisi overtraining dihubungkan dengan gangguan dalam regenerasi sel tubuh. Insulin-like growth factor-I (IGF-I) adalah protein yang menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi sel. IGF-I bekerja dalam regulasi aksis GH/IGF, dimana kerja IGF dipengaruhi oleh growth hormone (GH) dan insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons tubuh terhadap latihan fisik aerobik overtraining dengan menganalisa kadar GH, IGF-I, dan IGFBP-3, mengingat hormon dan protein ini berperan dalam regenerasi sel tubuh, khususnya otot rangka. Subjek penelitian adalah 19 ekor tikus putih jantan galur Wistar (berusia 8-10 minggu, berat 150-250 gr) yang dibagi menjadi 3 kelompok (satu kelompok kontrol dan dua kelompok yaitu kelompok aerobik dan kelompok aerobik overtraining yang diberikan perlakuan masing-masing selama 11 minggu). Perlakuan latihan fisik aerobik dan aerobik overtraining dilakukan dengan Animal treadmill L-6000 sebanyak lima hari dalam seminggu. Setelah hari terakhir perlakuan, seluruh hewan coba dikorbankan. Serum darah diambil dengan cara pungsi jantung. Kadar GH, IGF-I, dan IGFBP-3 dalam serum diukur dengan metode ELISA dan data hasil penelitian dianalisis dengan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Hasil pemeriksaan ELISA menunjukkan kadar IGFBP-3 yang lebih rendah secara signifikan pada kelompok aerobik overtraining dibandingkan dengan kelompok aerobik, sementara tidak ada perbedaan kadar GH dan IGF-I pada ketiga kelompok. Kadar IGFBP-3 dalam serum dapat dipertimbangkan sebagai penanda biologis kondisi overtraining.

Overtraining is one of the causes of decline in physical performance in long-term physical exercise program. Overtraining is associated with impaired regeneration of body cells. Insulin-like growth factor-I (IGF-I) is a stimulator of cell growth and proliferation. IGF act based on the GH/IGF axis, which mean IGF-I act is regulated by growth hormone (GH) and insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3). This study purpose is to determine the body's response to aerobic overtraining exercise by analyzing the levels of growth hormone (GH), insulin-like growth factor-I (IGF-I), and insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3) as those hormone and proteins play a role in the regeneration of body cells, especially skeletal muscle cells. Subjects were 19 white male rats of the Wistar strain (8-10 weeks old, weight: 150-250 g) were divided into 3 groups (one control group and two groups of aerobic and aerobic overtraining group both were given treatment for 11 weeks). Aerobic exercise and aerobic overtraining exercise treatment were conducted five days a week using Animal treadmill L-6000. After the last day of treatment, all experimental animals were sacrificed. Blood serum collected by cardiac puncture. Levels of GH, IGF-I and IGFBP-3 in serum were measured by ELISA. The data were analyzed by one-way ANOVA followed by post hoc test. ELISA results showed significant lower levels of IGFBP-3 in aerobic overtraining group compared to the aerobic group, while there was no difference in the levels of GH and IGF-I in all groups. IGFBP-3 levels in the serum may be a suitable as biological markers for overtraining condition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Sarastri Widyani
"Latar Belakang: IGF-1 adalah growth factor yang sangat poten bukan hanya untuk pertumbuhan somatik tetapi juga pada sistem saraf pusat. Sekitar 70% IGF-1 di sirkulasi diproduksi di hati dan disekresikan ke aliran darah menuju organ target. IGF-1 memiliki peran penting dalam neurogenesis dewasa. Proses penuaan diasosiasikan dengan penurunan konsentrasi IGF-1. Kekurangan IGF-1 diasosiasikan dengan gangguan kognitif, penyakit Alzheimer, osteoporosis dan diabetes. Literatur terkini menunjukkan olahraga aerobik meningkatkan serum IGF-1, Environmental Enrichment (EE) juga meningkatkan neuron positif IGF-1. Namun, efek kombinasi kedua perlakuan ini belum banyak diobservasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efek olahraga aerobik dan EE secara kontinu pada IGF-1 di hati dan plasma.
Metode: Penelitian ini merupakan studi data sekunder berdasarkan data yang diambil pada eksperimen in-vivo dengan tikus sebagai hewan uji. Dua puluh empat tikus wistar jantan umur tujuh bulan dibagi secara acak ke empat grup, Kontrol, Aerobik, EE dan Kombinasi. Perlakuan dilakukan selama 8 minggu. Setiap kelompok diuji kadar IGF-1 pada awal dan akhir eksperimen untuk plasma dan pada akhir eksperimen untuk hati. Pengujian IGF-1 menggunakan ELISA dengan kit Qayeebio (QY-E10935). Analisis data menggunakan one-way ANOVA untuk plasma dan Kruskall-Wallis untuk hati dengan program SPSS20.
Hasil: Hasil uji IGF-1 plasma tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar perlakuan (p=0.17) sementara hasil uji IGF-1 hati menunjukkan perbedaan signifikan antara perlakuan Aerobik dengan EE (p=0.006) dan antara perlakuan Aerobik dengan Kombinasi (p=0.042).
Kesimpulan: Studi analisis data menggunakan 24 sampel tidak menunjukan peningkatan IGF-1 yang signifikan secara statistik di tikus dengan perlakuan kombinasi olahraga aerobik dan EE secara kontinu baik di plasma maupun di hati. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya interaksi IGF-1 dengan growth factors lain dan posibilitas bahwa IGF-1 bukan fator tunggal yang mempengaruhi dampak olahraga aerobik dan EE.

Introduction: IGF-1 is a potent growth factor not only for bodily growth but also in central nervous system. Around 70% of total circulating IGF-1 is produced in the liver, it is also secreted into the bloodstream to reach target tissue. IGF-1 has a vital role in adult neurogenesis. Normal aging is associated with reduced IGF-1 concenctration. IGF-1 deficiency is associated with cognitive impairment, Alzheimer’s disease, osteoporosis and diabetes. Recent literatures suggest aerobic exercise increases serum IGF-1, Environmental Enrichment (EE) also increases IGF-1 positive neurons. However, the effect of combination of these treatments to plasma and liver IGF-1 has not been observed. This study aims to examine the effect of aerobic exercise and continuous EE on plasma and liver IGF-1.
Method: This study is a secondary data research based on the data acquired in an experiment classified as in vivo experimental research using rats as subjects. Twenty-four 7-month-old month male Wistar rats are randomly divided into four groups which are Control, Aerobic Exercise, Environmental Enrichment and Combination group. The duration of experiment is 8 weeks. Every group has its plasma IGF-1 measured before and after the experiment and after the experiment for liver IGF- 1. IGF-1 plasma and liver levels are analyzed using ELISA method with Qayeebio (QYE10935) kit. The data is analyzed using one-way ANOVA for the plasma and Kruskall- Wallis for the liver using SPSS20 software.
Results: There’s no significant statistical difference between groups in plasma IGF-1 (p=0.17) meanwhile there’s statistically significant difference between Aerobic and EE groups (p=0.006) and between Aerobic and Combination groups (p=0.042).
Conclusion: Study data analysis using 24 samples did not show statistically significant increase of IGF-1 levels in rats treated with combination of aerobic exercise and continuous environmental enrichment both in plasma and liver. This may suggest the versatility and multiple interaction of IGF-1 and other growth factors and indicating that IGF-1 is not the sole growth factors/ substance mediating the effect of aerobic exercise and environmental enrichment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Viera Yovita
"Waktu Fonasi Maksimal (WFM) dapat mengevaluasi kemampuan seseorang dalam mempertahankan fonasi, yang penting untuk penyanyi paduan sura. Latihan aerobik dianggap vital dilakukan pada populasi ini, terutama karena komponen kebugarannya dan telah terbukti meningkatkan WFM pada pasien gagal jantung kronis. Penelitian bertujuan menentukan hubungan antara latihan aerobik akut dan waktu fonasi maksimal (WFM) pada populasi penyanyi paduan suara dewasa sehat sedenter.

Studi potong lintang dilakukan pada 27 penyanyi paduan suara dewasa sehat (16 laki-laki, 11 perempuan). Pengukuran WFM menggunakan aplikasi Praat® dilakukan sebelum dan sesudah latihan aerobik 30 menit menggunakan sepeda statis komersil yang disambungkan dengan aplikasi Zwift®.Peningkatan durasi WFM (18.37± 5.34 s to 21.04± 6.66 s, p = 0.008*) ditemukan setelah dilakukan latihan aerobik akut. Korelasi signifikan antara suara alto/sopran dan WFM (0.775**, p = 0.005), antara tekanan darah diastolik dan WFM (75.07± 10.33 mmHg to 79.85± 12.50 mmHg, p = 0.034*), serta denyut nadi dan WFM ditemukan (86.51± 11.64 beats/minute to 108.51± 18.22 beats/minute, p = <0.001*). Terdapat hubungan signifikan antara latihan aerobik akut dan suara alto/sopran dengan WFM pada penyanyi paduan suara sehat sedenter


Background: Maximum Phonation Time (MPT) can assess an individual’s capability to sustain phonation, which is vital to choir singers. Aerobic exercise is considered important to execute in this population especially for its endurance component, and has proven to increase MPT in chronic heart failure patients. Study aimed to determine association between acute aerobic exercise and maximum phonation time (MPT) in healthy sedentary adult choir singers.

Cross-sectional study was conducted with 27 sedentary singers (16 males, 11 females; age range 23-54 years). Measurements of MPT using Praat® were taken before and after 30-minute aerobic exercise using a static cycle connected to Zwift®. Increased MPT duration (18.37± 5.34 s to 21.04± 6.66 s, p = 0.008*) was found after acute aerobic exercise. Significant correlation between alto/soprano voice and MPT (0.775**, p = 0.005), between diastolic blood pressure and MPT (75.07± 10.33 mmHg to 79.85± 12.50 mmHg, p = 0.034*), also heart rate and MPT were found (86.51± 11.64 beats/minute to 108.51± 18.22 beats/minute, p = <0.001*). Significant association found between acute aerobic exercise and alto/soprano voice with MPT in healthy sedentary adult choir singers."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suharti
"Latar belakang: EE dan/atau latihan fisik dapat meningkatkan memori spasial dan menginduksi peningkatan ekspresi Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) pada hipokampus tikus Wistar jantan usia 7 bulan. BDNF berikatan dengan reseptor tropomyosin receptor kinase B (TrkB) menyebabkan TrKB terfosforilasi, menghasilkan perekrutan protein yang mengaktifkan tiga kaskade transduksi sinyal. BDNF dapat meningkatkan kadar dan aktivitas reseptor NMDA sehingga terjadi perubahan jangka panjang pada aktivitas sinaps. Belum diketahui bagaimana pengaruh pemberian kombinasi EE dan latihan aerobik terhadap ekspresi pTrkB dan pNMDAR.
Tujuan: Menganalisis ekspresi reseptor pTrkB dan ekspresi pNMDAR yang dipicu oleh persinyalan BDNF pada hipokampus tikus yang diberikan model EE dan/atau latihan fisik aerobik.
Metode: Penelitian eksperimental menggunakan 24 tikus Wistar jantan usia 7 bulan, berat badan 250–350 gr, dibagi menjadi 4 kelompok: Kontrol (K), Aerobik (A) diberi latihan fisik 5x/mimggu treadmill kecepatan 20 m/menit 30 menit/hari, EE, dan kombinasi latihan fisik EE (AEE). Perlakuan diberikan selama 8 minggu dan dilakukan pengukuran ekpresi pTrkB dan pNMDAR dengan western blot, memori spasial diukur dengan forced alteration Y-maze.
Hasil: Fosforilasi TrkB pada situs Tyr705 dan fosforilasi NMDA pada situs Tyr 1336 kelompok kombinasi lebih baik dari kontrol namun peningkatan tidak bermakna secara statistik. Fungsi memori spasial jangka pendek kelompok EE lebih baik daripada kelompok kontrol.
Kesimpulan: EE kontinu dapat meningkatkan fungsi memori spasial jangka pendek tikus, kombinasi EE dan latihan aerobik cenderung meningkatkan pTrkB dan pNMDAR namun tidak bermakna secara statistik.

Background: EE and/or aerobic exercise can improve spatial memory and induce increased expression of Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) in the hippocampus of male Wistar rats aged 7 months. BDNF binds to the tropomyosin receptor kinase B (TrkB) induce phosphorilating of TrKB, resulting the recruitment of a protein that activates three signal transduction cascades. BDNF can increase the levels and activity of the NMDA receptors, resulting in long-term changes in synaptic activity. The effect of combination of continuous EE and aerobic exercise on hippocampus pTrkB and pNMDAR expression is not yet known.
Objective: To analyze pTrkB receptor expression and pNMDAR expression induced by BDNF signaling in the hippocampus of mice given EE models and / or aerobic exercise.
Methods: Experimental study using 24 male Wistar rats aged 7 months, weight 250–350 gr, divided into 4 groups: Control (K), Aerobics (A) given 5x physical exercise/week with treadmill speed 20 m/min 30 minutes/day, EE, combination of physical exercise and EE (AEE). Treatment was administered for 8 weeks and the phosphorylation of TrkB and NMDA receptors measured with Western blot, spatial memory measured by forced alteration of Y-maze.
Result:The combination group of TrkB phosphorylation at Tyr705 site and NMDA phosphorylation at the Tyr 1336 site were better than the control group but the increase was not statistically significant. The EE group's short-term spatial memory function was better than the control group.
Conclusion: Continuous EE can improve mouse short-term spatial memory function, combination of EE and aerobic exercise tends to increase pTrkB and pNMDAR but not statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Ayu Aguspa Dita
"ABSTRAK
Paparan environmental enrichment EE memiliki pengaruh positif terhadap fungsi otak, salah satunya memperbaiki fungsi kognisi. EE memiliki berbagai aspek seperti interaksi sosial, stimulasi objek, dan aktivitas fisik. Latihan fisik aerobik dan EE dianggap dapat memperbaiki fungsi kognisi melalui mekanisme yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh latihan fisik aerobik A , model EE, dan kombinasi model EE disertai latihan fisik aerobik EEA terhadap fungsi memori spasial. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada tikus wistar jantan usia enam bulan yang diberikan latihan fisik aerobik, model EE, dan kombinasi model EE disertai latihan fisik aerobik selama enam minggu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan fungsi memori spasial antar kelompok perlakuan yang ditinjau dari waktu tempuh dan jumlah kesalahan. Akan tetapi, berdasarkan kajian ekspresi protein, model EE lebih cepat dalam meningkatkan neuroplastisitas daripada latihan aerobik saja bahkan model EE saja tidak berbeda dengan kombinasi model EE disertai latihan fisik aerobik pada ekspresi protein SYP, subunit GluR1 AMPAR, dan PSD-95.. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model EE sudah cukup baik dalam meningkatkan neuroplastisitas. Dengan demikian, stimulus yang lebih kompleks seperti model EE dapat digunakan sebagai metode dalam pencegahan demensia sejak dini.

ABSTRACT
Exposure to environmental enrichment EE has a positive effects on brain function, including improved cognition through increased neuroplasticity. This study aimed to directly differentiate between the effects of enriched environment EE , aerobic exercise A , and the combination of enrichment and aerobic exercise EEA on spatial memory and neuroplasticity. A six week in vivo experimental study on twenty 6 month old male Wistar rats were housed under isolation, aerobic exercise, enrichment, and enrichment plus aerobic exercise. Spatial memory was tested by using water E maze WEM in terms of time travelled and total errors. Neuroplasticity was seen by comparing the expression of synaptophysin, AMPAR GluR1 subunit, and PSD 95. The results showed no differences in time travelled and errors for all groups. Enriched group is faster in improving the expression of the SYP, AMPAR GluR1 subunit, and PSD 95 than aerobic group. The expression of SYP, AMPAR GluR1subunit, and PSD 95 on enriched group are no different from the combination group. These results suggest that the EE model is better at improving neuroplasticity than aerobic exercise and compared to EE models, the combination of EE with aerobic exercise is no better in improving neuroplasticity."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahriani Sylvawani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penderita Diabetes Melitus (DM) mengalami peningkatan resiko fraktur akibat penurunan kualitas dan kekuatan tulang. Bone Mineral Densitometry tidak dapat menggambarkan fragilitas tulang pada pasien DM tipe 2 (DMT2) karena menunjukkan hasil yang normal atau meningkat. Penelitian sebelumnya menunjukkan terdapat penurunan penanda formasi tulang (P1NP) pada perempuan pramenopause dengan DMT2 dibandingkan dengan bukan DM. IGF-1 dan sclerostin adalah faktor yang mempengaruhi diferensiasi dan maturasi osteoblast dalam formasi tulang dan saat ini belum diketahui profilnya pada perempuan pramenopause dengan DM. Tujuan: Untuk mengetahui dan membandingkan kadar IGF-1 serum dan sclerostin serum perempuan pramenopause dengan DMT2 dan bukan DM. Metode: Studi potong lintang, dilakukan pada Agustus 2018 dan melibatkan 80 perempuan pramenopause yang terdiri dari 40 subjek DMT2 dan 40 bukan DM. Pemeriksaan IGF-1 serum dan Sclerostin serum dilakukan dengan metode enzymelinked immunosorbent assay (ELISA). Hasil penelitian: Median (rentang interkuartal) kadar IGF-1 serum pada pasien DMT2 lebih rendah tidak bermakna dibandingkan dengan kelompok bukan DM (40,6 (11-110) ng/ml vs 42,75 (10-65) ng/ml, p=0.900). Rerata kadar sclerostin serum pada kelompok DMT2 lebih tinggi bermakna dibandingkan kelompok bukan DM (132.05 (SB 41.54) ng/ml vs. 96.03 ng/ml (SB 43.66) (p<0.001). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kadar IGF-1 serum antara perempuan pramenopause DMT2 dan bukan DM. Terdapat perbedaan bermakna sclerostin serum antara perempuan pramenopause dengan DMT2 dan bukan DM.

ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) patients are at increased risk for fracture due to the decrease in bone quality and strength. Bone Mineral Densitometry (BMD) measurement in T2DM cannot depict bone fragility (T2DM) because they are shown to be normal or increased results. Previous studies have shown a decrease in markers of bone formation (P1NP) in premenopausal women with T2DM compered non-DM. IGF-1 and sclerostin are factors that influence the differentiation and maturation of osteoblasts in bone formation and their profiles are not currently known in patients with premenopausal women with diabetes. Objective: To determine and compare serum IGF-1 and serum sclerostin levels between premenopausal women T2DM and non-DM. Method: A cross-sectional study was conducted in August 2018 and involved 80 premenopausal women consisting of 40 DMT2 and 40 non-DM subjects. Serum IGF-1 and serum sclerostin were examined using an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Results: Median (interquarter range) serum IGF-1 in T2DM is 40.6 ng/ml (11-110 ng/ml) vs. 42.75 ng/ml (10-65 ng/ml) in non-DM (p=0.900). Mean serum sclerostin level in T2DM is 132.05 ng/ml (SB 41.54 ng/ml) vs. 96.03 ng/ml (SB 43.66 ng/ml) in not DM (p<0.001). Conclusion: There was no difference in serum IGF-1 levels between premenopausal women with T2DM and non-DM. There were significant differences in serum sclerostin between premenopausal women with T2DM and non-DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretha Primariayu
"Insulin-like growth factor (IGF)-1 adalah salah satu hormon yang berperan pada pertumbuhan remaja perempuan. Kadarnya akan meningkat pada masa pubertas dan mulai menurun saat akhir pubertas. Kadar IGF-1 yang tinggi saat dewasa berhubungan dengan kejadian kanker payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara IGF-1 dengan indeks massa tubuh (IMT) pada remaja perempuan usia 13-15 tahun di Jakarta. Studi potong lintang ini dilakukan sejak bulan April?Mei 2016 dengan menggunakan data primer dari serum darah tersimpan berupa kadar IGF-1 yang diperiksa dengan metode ELISA dan data sekunder dari penelitian berjudul ?Faktor Determinan Kadar Estradiol, IGF-1, dan Menarche Dini pada Remaja Putri Usia 13?15 tahun di Jakarta: Studi Epidemiologi Gizi Terkait Faktor Risiko Kanker Payudara? berupa data antropometri, asupan makanan, dan aktivitas fisik dari 178 subjek yang didapat dengan metode total population sampling. Indeks massa tubuh pada remaja perempuan usia 13?15 tahun diukur dengan menggunakan kurva WHO 2007 dan CDC 2000. Tidak didapatkan korelasi antara IGF-1 dengan IMT pada remaja perempuan, namun terdapat kecenderungan nilai IGF-1 akan meningkat pada status gizi overweight dan menurun pada obesitas. Hendaknya para remaja perempuan menjaga status gizi dengan menjaga pola makan, memilih jenis makanan yang tepat dan seimbang, serta meningkatkan aktivitas fisik.

The insulin-like growth factor (IGF)-1 is one of hormone that plays a role in the growth of adolescent girls. Its level will rise at puberty and begin to decline at the end of puberty. High IGF-1 levels in adult associated with the incidence of breast cancer. This study aimed to determine the correlation between IGF-1 and body mass index (BMI) in 13-15-years-old girls in Jakarta. This cross-sectional study was conducted in April-May 2016 by using primary data from stored blood serum to measure IGF-1 level byELISA method and secondary data from a study entitled "Determinant Factors of Levels of Estradiol, IGF-1, and Early Menarche in Adolescents Girls Aged 13-15 in Jakarta: Nutritional Epidemiology Study Related to Breast Cancer Risk Factors" such as anthropometric data, dietary intake, and physical activity were obtained from 178 subjects with a total population sampling method. Body mass index in girls aged 13-15 years were measured using WHO 2007 and CDC 2000 curves. There were no correlation between IGF-1 with a BMI in adolescent girls, however, there is a tendency value of IGF-1 will increase in overweight and decrease in obesity. Thus adolescent girls should maintain their nutritional status by maintain a diet, choose the right and balanced foods, as well as increased physical activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Octavia
"Latar belakang: Enzim methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) terlibat dalam metabolism asam folat dan tipe allele mempengaruhi aktivitas enzim. Memberikan suplementasi asam folat kepada ibu hamil dapat mempengaruhi perubahan dalam derajat metilasi gen tertentu yang mempengaruhi kesehatan janin. Walaupun sudah banyak penelitian yang mempelajari peran asam folat sebagai donor dalam mekanisme epigenetik, namun penelitian pengaruh suplementasi besi-asam folat pada luaran kehamilan melalui pendekatan interaksi zat gizi-gen dalam desain penelitian longitudinal masih jarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar serum asam folat pada ibu dan anak, dan derajat metilasi pada gen pencetak insulin-like growth factor (IGF2) yang dikenal terlibat dalam tumbuh kembang anak dan dapat digunakan sebagai penanda kemunculan penyakit Metode: Di tahun 2018, penelitian longitudinal dilakukan dengan mengunjungi 127 subyek termasuk anak yang dilahirkan dan mengikutsertakannya dalam penelitian. Enam puluh tujuh serum asam folat ibu selama hamil dan pasca melahirkan diperiksa, sementara serum asam folat anak dikumpulkan sebanyak 44 spesimen untuk pemeriksaan penanda darah. Pemeriksaan serum asam folat dengan menggunakan the liquid chromatography-mass spectrometry/mass spectrometry. Untuk pemeriksaan biomolekuler, tipe allele enzim MTHFR 677C>T and 1298A>C menggunakan Taqman polymerase chain reaction. Sementara metode pyrosequencing digunakan untuk menghitung DNA metilasi pada IGF2 pada anak. Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis regresi linier multivariat. Hasil:Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan asam folat dan serum asam folat ibu selama hamil, tiga tahun pasca melahirkan dan anak yang dilahirkan (p>0.05). Penelitian ini tidak dapat menunjukkan hubungan antara tipe allel dari MTHFR 677 C>T dan 1298 A>C dan serum asam folat (p>0.05). Serum asam folat selama hamil juga mempengaruhi status serum asam folat tiga tahun pasca melahirkan (p<0.05) dan status serum asam folat anak (p<0.05). Namun penelitian ini tidak dapat menunjukkan pengaruh status serum asam folat anak dengan DNA metilasi IGF2 pada anak (p>0.05). Simpulan: Serum asam folat selama hamil berkontribusi pada serum asam folat tiga tahun pasca melahirkan dan anak. Genotipe dari MTHFR gene at 677C>T and 1298 A>C kemungkinan tidak terlibat dalam metabolism asam folat pada ibu. Serum asam folat selama kehamilan tidak memiliki dampak pada status metilasi dari IGF2 pada wilayah differentially methylated region (DMR) untuk subyek anak. Namun, beberapa hal harus menjadi perhatian karena, secara statistik, jumlah subyek penelitian tidak memadai. Saran: Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang melibatkan subyek lebih banyak dan metode yang lebih canggih dalam menentukan MTHFR dan metilasi DNA.

Background: Methylenetetrahydrofolate reductase, (MTHFR) enzyme is involved in folic acid metabolism, and their allele types affected its activity. Providing folic acid supplementation to pregnant mothers may influence the change in methylation level in specific genes that affect the susceptibility of disease of their offspring. Although folic acid's role as a donor in the epigenetic mechanism has been investigated, a longitudinal study exploring the influence of iron-folic acid supplementation on maternal dan birth outcome by the nutrient-gene interaction approach is lacking. Therefore, we investigated the relationship of serum folic acid level among the mothers and the children, and the imprinted insulin-like growth factor 2 (IGF2) methylation level that is known actively involved in growth and development in children and possibly utilized as a surrogate marker for the disease Methods: In 2018, the follow-up study conducted by re-visited 67 subjects and put the mother and their children included in the study. For each group, sixty-seven serums were collected for folic acid measurement for mothers during gestation and three-year post-partum. Furthermore, forty-four serums for children were gathered for biomarker measurement. Serum folics were measured by using liquid chromatography-mass spectrometry/mass spectrometry. Determining the genotype of the MTHFR enzyme in position 677C>T and 1298 A>C was used Taqman Polymerase Chain Reaction (PCR) method. The pyrosequencing method was utilized to quantify the methylation level of the IGF-2 of the children. The relationship analysis between variables using multivariate linear regression. Results: There was no relationship between the folic acid intake during gestation and serum folic acid of the mothers during pregnancy, three-year post-partum, and the children (p>0.05). There was no relationship between the allele type of MTHFR 677C>T and 1298A>C and serum folic acid status of the mother (p>0.05). The serum folic acid during pregnancy had a significant relationship to the serum folic acid three-year post-partum (p<0.05) as well as the serum folic acid of the children (p<0.05). There was no significant relationship between the serum folic acid of the children, serum homocysteine, and the methylation status of IGF2 of the children (p>0.05). Conclusion: The serum folic acid during pregnancy contributed to the serum folic acid three-year post-partum of mother and the children. The genotype of the MTHFR gene at 677C>T and 1298 A>C was possibly not involved in folic acid metabolism in the mother. Serum folic acid during pregnancy could not have an effect on the methylation status of the IGF2 in the differentially methylated region (DMR) area of the children. However, this conclusion needs to be taken in caution due to lack of study power Recommendation: Further cohorts studies with a large sample size and more advanced methods in determining the MTHFR enzyme and DNA methylation. Keyword: serum folic acid, genotyping MTHFR 677 C>T, MTHFR 1298 A>C, DNA methylation, IGF2.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latihan aerobik dapat meningkatkan kebugaran melalui penginduksian adaptasi fisiologis seperti peningkatan kekuatan otot kemampuan penggunaan oksigen peningkatan jumlah sel saraf serta pembuluh kapiler darah otak. Latihan fisik terkait erat dengan penggunaan otot volunter yang diatur oleh korteks motorik primer otak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal korteks motorik primer tikus. Desain penelitian ini adalah eksperimental menggunakan 27 jaringan otak tikus jantan Rattus sp Strain Wistar yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tanpa perlakuan kontrol kelompok perlakuan latihan fisik aerobik training dan kelompok perlakuan yang latihan fisik aerobik nya dihentikan detraining. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel saraf otak tikus bagian korteks motorik primer dengan bantuan piranti lunak Image Raster.
Hasil menunjukkan jumlah sel saraf normal pada kelompok kontrol adalah 56 kelompok training 66 dan kelompok detraining 42. Hasil uji Post Hoc Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan training p 0 046 kontrol dan detraining p 0 001 serta training dan detraining p 0 001.
Hasil dari penelitian ini mendukung teori bahwa latihan aerobik dapat memicu pertumbuhan sel saraf neurogenesis korteks motorik primer sedangkan detraining menyebabkan penurunan jumlah sel saraf normal pada daerah korteks motorik primer otak tikus Kata kunci Detrain jumlah sel saraf normal latihan fisik aerobik korteks motorik primer.

Aerobic exercise could increase body fitness by raising the physiology adaptation such as increase muscle power oxygen uptake number of neurons and new capillaries in brain structure. In aerobic exercise we use voluntary muscles which are controlled by primary motor cortex in brain.
Purpose of this research was to acknowledge effect of aerobic exercise and detraining on the number of normal neurons in rat's primary motor cortex This experimental research used 27 male rats Rattus sp Wistar strain and divided into three groups control training and detraining. The method is to observe and count the number of neurons in primary motor cortex region of the rat's brain with Hematoxilin Eosin staining using image raster.
The result showed that the percentage of normal neuron from control group was 56 66 in training group and 42 in detraining group Post Hoc Mann Whitney test showed there was significant differences between control and training p 0 046 control and detraining p 0 001 and training and detraining p 0 001.
This result showed that this research support the theory of which the aerobic exercise could induce neurogenesis in primary motoric cortex region and detraining caused decrease number of neurons in rat's primary motoric cortex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avita Marthacagani
"Latihan fisik aerobik memiliki beberapa manfaat untuk struktur dan fungsi otak seperti meningkatkan jumlah sel saraf dan berefek positif pada pembelajaran serta memori. Namun beberapa manfaat latihan fisik tersebut pada struktur otak masih berupa dugaan dugaan. Manfaat tersebut juga akan menghilang apabila latihan dihentikan detrain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal amigdala basolateral tikus. Amigdala adalah bagian dari sistem limbik yang berperan dalam menghasilkan respon perilaku yang berhubungan dengan rasa takut dan berperan juga pada pembelajaran emosional serta memodulasi memori.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan mengamati dan menghitung jumlah sel saraf normal pada daerah amigdala basolateral Data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan dilanjutkan uji Post Hoc.
Hasil menunjukkan persentase sel saraf normal pada kelompok kontrol 57 kelompok training 64 dan kelompok detraining 49. Hasil uji Post Hoc menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan training p 0 05 kelompok kontrol dan detraining p 0 05. Namun terdapat perbedaan bermakna antara kelompok training dan detraining p 0 008. Terjadi peningkatan persentase sel saraf normal pada kelompok training sebaliknya terjadi penurunan persentase sel saraf normal pada kelompok detraining dibandingkan kelompok kontrol.

Aerobic exercise has several benefits for brain rsquo s structures and functions such as increasing the number of normal neuron and having positive effect on learning and memory. However some of the benefits are still conjecture These benefits will be lost if exercise stopped.
The aim of this study is to determine the effect of aerobic exercise and detraining on the number of normal neuron of basolateral amygdala. Amygdala is a part of the limbic system which plays a role in producing behavioral responses associated with fear and also plays a role in emotional learning as well as modulates memory.
This study was done experimentally by observing and counting the number of normal neuron in the basolateral amygdala region Data were analyzed by one way ANOVA test and continued by Post Hoc test.
The results showed that percentage of normal neuron were 57 in control group 64 in training group and 49 in detraining group Post hoc test results showed no significant difference between control and training group p 0 05 also between control and detraining group p 0 05 However there are a significant difference between training and detraining group p 0 008. In short there is an increase in the number of normal neuron in training otherwise there is a decline in the number of normal neuron in detraining compared with control.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>