Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100555 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasbi Asyidiqi
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami alasan di balik perdagangan Indonesia dengan Argentina pada periode 2008-2013. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Mengapa Indonesia tetap melakukan perdagangan dengan Argentina pada tahun 2008 hingga 2013 padahal neraca perdagangannya defisit?”. Melalui kerangka berpikir economic nationalism, hasil penelitian menemukan bahwa, sejalan dengan nilai sejarah politik yang kuat di antara ke duanya, Indonesia mempunyai kepentingan akses pasar (trade policy) dan penguatan industri dalam negeri (industrial policy). Akses pasar dalam hal ini terkait kepentingan Indonesia yang menjadikan Argentina sebagai hub di kawasan Amerika Selatan. Adapun dalam hal penguatan industri dalam negeri, tidak terlepas dari kebutuhan penguatan industri peternakan melalui impor pakan ternak dari Argentina.

This study aimed to understand the reasons behind trade relations between Indonesian with Argentina in the period 2008-2013. The problem of this study is “Why did Indonesia trade with Argentina in the period 2008 until 2013, although Indonesia has trade deficit?”. In line with historical politics between Indonesia and Argentina, trough economic nationalism framework, the result of this study, Indonesia has interest to expand the market (trade policy) and to strengthening the national industry (industrial policy). Expanding the market related with the interest of Indonesia to make the position of Argentina as hub in South America. The strengthening the national industry related with to strengthen farm industry trough imported of animal fodder from Argentina."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saefudin Zuhri
"Abstrak
This research aims to understand the reasons behind Indonesia trade with Argentina in the period 2008-2013. The formulation of the problem in this research is the Why Indonesia keep doing trade with Argentina in the years 2008 to 2013 but the balance of trade deficit?. Through the frame of economic nationalism, the research found that in line with the value of a strong political history between the two, Indonesia had the interests of market access (trade policy) and strengthening of the domestic industry (industrial policy). Market access in this case related interests of Indonesia who made Argentina as a hub in the region of South America. But in terms of strengthening the domestic industry, not apart from the strengthening of the ranching industry needs through imports of animal feed from Argentina."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, 2019
330 AGREGAT 3:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarda
"Salah satu bentuk integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara adalah implementasi ASEAN-China Free Trade Area. Melalui misi ACFTA yaitu sebagai most favourite nation, national treatment, dan transparency diyakini mampu memberikan keuntungan perdagangan bagi anggotanya. Namun, yang terjadi adalah fenomena defisit neraca perdagangan antara ASEAN terhadap China, serta lima dari enam negara ASEAN mengalami defisit dengan China, depresiasi kurs terhadap dollar, dan terjadinya beberapa penurunan ekspor disbanding impor masing-masing negara yang terdampak. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini mencoba menganalisis proyeksi neraca perdagangan negara anggota ASEAN terhadap China, menganalisis posisi perdagangan, efek trade creation dan trade diversion, serta menganalisis dampak kinerja neraca perdagangan terhadap lima indikator makroekonomi negara anggota ASEAN, yaitu pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto, Indeks Pembangunan Manusia, inflasi dan kurs.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Singapura mengalami rata-rata kenaikan yang positif, sementara sisanya mengalami rata-rata penurunan yang negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi perdagangan negara anggota ASEAN mengalami fluktuatif dan memberikan dampak trade creation yang lebih besar dari trade diversion setelah implementasi ACFTA. Sementara itu, beberapa negara sempat mengalami trade diversion saat terjadi gangguan dari luar seperti krisis global. Kinerja neraca perdagangan mengalami dampak yang berbeda terhadap indikator makroekonomi negara anggota ASEAN. Khusus untuk Indonesia, kinerja neraca perdagangan kurang memberikan keuntungan bagi kelima indikator makroekonomi.
Neraca perdagangan merupakan indikator yang penting dalam menilai kinerja perdagangan internasional. Oleh karena itu, untuk mendapatkan keuntungan dalam ACFTA, harus ditingkatkan peranan ekspor terhadap China dan mengurangi impor dari China dengan berbagai kebijakan ekonomi. Selain itu, perlu diadakan revaluasi terhadap keikutsertaan dalam FTA dan lebih waspada serta mengevaluasi kemungkinan keikutsertaan dalam FTA di masa yang akan datang untuk menghindari kerugian perdagangan.

One of economic integration types in South East Asia is the implementation of ASEAN-China Free Trade Area. From the mission of ACFTA is being most favourite nation, national treatment, and transparency believed as to give trading profit for its members. However the reality shows that deficit phenomenon on the trade balance between ASEAN towards China, also five of six ASEAN countries experience to deficit toward China, depreciaction. Based on that phenomenon, this research is intended to analyze the forecast on the ASEAN trade balance towards China, trade position, the effect of trade creation and trade diversion, and also to analyze the impact of trade balance performance towards five macroeconomy indicators of ASEAN countries, such as economic growth, Gross Domestic Product, Human Development Index, inflation and exchange rate.
This research finds out that some ASEAN countries, such as Malaysia, Thailand, and Singapore get rising positively on average term, while the rest experiences rising negatively on average term. The research result shows fluctuated on trade position of ASEAN countries and it gives deep impact of trade creation than trade diversion after ACFTA implementation. Besides, several countries experience a deep impact of trade divesion than trade creation during global crisis. Trade balance performance gets different impact toward macroeconomy indicators of ASEAN countries. Especially for Indonesia, trade balance performance give slightly profit toward the five macroeconomy indicators.
Trade balance is an important indicator in assessing the international trade performance. Therefore, to get excessive profit in ACFTA, export performance should be improved toward China and deduct the import from China through various economic policies. Besides, there should be a revaluation on the participation in FTA while being on guard, also evaluation on the future opportunity of participating in FTA to avoid any loss of trade.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiana
"Tesis ini menganalisa mengenai dampak pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) terhadap perdagangan sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Perjanjian ACFTA diberlakukan secara penuh bagi Indonesia pada bulan Januari 2010. Secara keseluruhan, pemberlakuan ACFTA membawa berbagai dampak, baik itu positif maupun negatif. Di sektor TPT sendiri, pemberlakuan ACFTA ini membawa berbagai permasalahan bagi Indonesia. Sektor TPT memainkan peranan penting dalam membangun perekonomian di Indonesia, karena merupakan salah satu sektor yang menjadi penyumbang devisa negara dan membuka lapangan kerja yang besar alias padat karya. Kondisi TPT Indonesia yang sejak awal tidak stabil semakin terpuruk dengan banyaknya pabrik tekstil yang tutup sehingga meningkatkan angka pengangguran. Produsen TPT pun beralih menjadi pedagang sehingga memicu gejala deindustrialisasi. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan- kebijakan guna melindungi sektor TPT dari dampak pemberlakuan ACFTA. Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif untuk memahami penerapan norma-norma hukum terhadap fakta-fakta.

This thesis analyzes the impact of the implementation of ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) on textiles and apparel products sector in Indonesia. ACFTA Agreement is fully implemented in Indonesia in January 2010. Overall, the implementation of ACFTA brings a variety of impacts, both positive and negative. In TPT sector, the implementation of ACFTA brings a variety of problems for Indonesia. The TPT sector plays an important role in building the economy of Indonesia, because it is one of the sectors that contributes to foreign exchange and opens large employment or labor-intensive. Indonesian TPT condition that is unstable from the beginning is getting worse by the closing of many textile factories, thus increasing the unemployment rate. Textile producers were turning into traders that trigger the symptom of de-industrialization. Therefore, the Government of Indonesia needs to create policies to protect textile and apparel product sector from the impact of the implementation of ACFTA. Research conducted in this thesis is normative juridical research to understand the application of legal norms to the facts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Martani
"Citra merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah perusahaan sebab sukses atau tidaknya bisnis suatu perusahaan banyak bergantung pada baik atau buruknya citra dari perusahaan tersebut. Membangun identitas dan citra positif perusahaan merupakan tugas pokok dari bagian Public Relations (PR). Thesis ini membahas strategi PR PT. KIA Mobil Indonesia (PT. KMI) dalam usaha membangun citra positif perusahaan. Penulis memilih PT. KMI karena perusahaan ini mengalami perkembangan yang cukup bagus, meskipun pada awal berdirinya mengalami banyak tantangan yang menyangkut masalah pembentukan citra. Misalnya, PT. KMI harus menjelaskan kepada publik bahwa dirinya berbeda dengan PT. TIMOR Putra Nasional. PT KMI juga harus menangani krisis akibat penarikan mobil-mobil Carnival dan harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan mobil sejenis yang sudah lebih dahulu berkembang di Indonesia. Usaha-usaha PT. KMI dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut ternyata cukup berhasil. PT. KMI tidak hanya dapat bertahan tetapi juga mampu merebut pasar dan membangun citra yang baik.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Wawancara dan observasi partisipatif digunakan untuk mengumpulkan data primer. Responden berasal dari pihak internal perusahaan (PR, Direktur Marketing, Deputy Indirect-Marketing, Service Manager, Komisaris Utama) dan pihak eksternal perusahaan (artis, birokrat, lawyer, pengusaha, ketua Visto Club yang telah menjadi pelanggan produk KIA lebih dari tiga tahun dan berasal dari kelas menengah ke atas). Untuk mengurangi subyektivitas pengamatan, penulis juga mewancarai Pengamat Otomotif, Ketua GAIKINDO, dan wartawan dari media otomotif. Sedangkan observasi dilakukan pada saat PT. KMI menyelenggarakan event-event khusus, seperti launching KIA Sorento, Road show di Solo, Launching Visto Club dan GAIKINDO AUTO EXPO XII di Jakarta, juga kegiatan-kegiatan non formal yang dilakukan PR untuk menjalin hubungan baik dengan media. Dokumen internal dan eksternal digunakan dalam rangka pengumpulan data sekunder.
Dalam rangka membangun citra positif perusahaan, PR PT. KMI berusaha mengembangkan hubungan yang baik dengan publik eksternal maupun publik internal. Hubungan dengan publik eksternal terutama dilakukan dengan menjalin kerjasama yang berkelanjutan dengan media massa. Salah satu strategi yang ditempuh oleh PR PT. KMI adalah mengalokasikan 70% waktunya untuk kegiatan eksternal, khususnya untuk media; sedangkan 30% sisanya untuk membangun interval relations. Adapun taktik yang digunakan adalah melakukan pendekatan-pendekatan pribadi. Strategi yang dilakukan PR.PT. KMI ini tepat, sebab hasil wawancara dengan responden juga menunjukkan bahwa produk KIA dikenal oleh konsumen terutama melalui media.
Dalam mensosialisasikan awal keberadaan PT. KIA Mobil Indonesia yang jelas berbeda dengan PT. TIMOR Putra Nasional, PR PT. KMI mengadakan empat event yang besar, yaitu: launching produk Carnival, Road Show Jawa-Bali, peresmian PT. KMI di Bali, dan Senior Editors Gathering, dengan mengundang media otomotif dan media lainnya. Pada waktu terjadi penarikan atau recall mobil-mobil Carnival, PR PT. KIA secara transparan dan jujur memberikan penjelasan kepada wartawan dan para konsumen mengenai alas an-alasan penarikan.
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa secara umum pandangan konsumen terhadap citra PT. KIA Mobil Indonesia (KMI) adalah positif. Seorang pengamat senior otomotif menilai bahwa citra PT. KMI semakin mantap. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya angka penjualan mobil KIA pada tahun 2001 dan 2002, yang berkisar antara 6.500 dan 7.000 unit per tahun, atau sebesar 3% dari total penjualan semua merk mobil di Indonesia. Kualitas produk yang bagus, jaringan pemasaran yang luas, dan pelayanan purna jual yang memuaskan merupakan faktor-faktor yang ikut membawa KIA ke urutan ke-8 dari 29 merk mobil yang beredar di pasar Indonesia.
Kegiatan internal PR berfokus pada upaya penanaman visi dan misi perusahaan pada karyawan dan upaya membangun kerjasama antar-karyawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Abadi Danurwindo
"Education is regulated as an important sector of service trade under the framework of General Agreement on Trade in Services (GATS). Regardless many potential benefits that countries might generate from trade liberalization, commitment to aforementioned sector remains unpopular among World Trade Organization (WTO) member countries since its inception in 1995. WTO members have specific conditions influencing their responses towards liberalization of education sector. Therefore, this literature review identifies differences as well as similarities of developed countries and developing countries to discover explanation behind countries’ acceptance or reluctance towards liberalization of education sector. This study also discusses principal issues regarding liberalization of education sector.

Pendidikan diregulasi sebagai salah satu bagian dari sektor jasa di bawah kerangka General Agreement on Trade in Services (GATS). Meskipun banyak potensi manfaat yang dapat diperoleh negara dari liberalisasi perdagangan, komitmen liberalisasi sektor pendidikan di antara negara-negara anggota WTO masih rendah semenjak institusi tersebut berdiri tahun 1995. Negara-negara memiliki beragam pertimbangan yang mempengaruhi responsnya terhadap liberalisasi sektor pendidikan. Oleh karena itu, literature review ini mengidentifikasikan perbedaan serta persamaan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang untuk menemukan alasan di balik dukungan ataupun penentangan negara terhadap liberalisasi sektor pendidikan. Tulisan ini juga mendiskusikan isu-isu utama yang berkenaan dengan liberalisasi sektor pendidikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Alifa
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak ketidakpastian terhadap fleksibilitas institusi internasional dalam kasus kerja sama perdagangan Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) antara Tiongkok dengan Taiwan. Kerja sama antara Tiongkok dengan Taiwan menarik untuk diteliti karena kedua negara tersebut dapat menjalin kerja sama dalam sebuah institusi, meskipun hubungan politik antara keduanya kerap dipenuhi oleh ketegangan. Penelitian ini menggunakan teori rational institution design yang menjelaskan bahwa negara merancang institusi internasional sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. Teori rational institution design menggagas bahwa ketidakpastian sebagai hambatan kerja sama menyebabkan terbentuknya institusi internasional yang fleksibel. Metode process-tracing digunakan untuk meraih penjelasan mengenai mekanisme kausal antara ketidakpastian dan fleksibilitas institusi internasional dalam proses pembentukan ECFA. Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa ECFA dirancang dengan fleksibilitas untuk menghadapi ketidakpastian mengenai politik domestik di Taiwan, secara khusus adalah pergantian kekuasaan di Taiwan yang berdampak pada perkembangan hubungan lintas selat Taiwan. Melalui rangkaian negosiasi, Tiongkok dan Taiwan memilih untuk merancang ECFA dengan fleksibilitas sebagai perjanjian sementara yang tidak memiliki batas waktu penyelesaian serta memasukkan ketentuan pemutusan kontrak ke dalam rancangan ECFA. Rancangan institusi tersebut dipilih oleh Taiwan dan Tiongkok dengan mempertimbangkan perlawanan terhadap ECFA dari partai oposisi Taiwan, karena keduanya tidak dapat memastikan apa yang dilakukan oleh partai oposisi terhadap ECFA apabila partai oposisi berkuasa di Taiwan.

ABSTRACT
This thesis explains the impact of uncertainty on the flexibility of international institution within the case of trade cooperation between China and Taiwan in Cross-Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA). Cooperation between China and Taiwan is a considerably interesting subject, because they managed to establish a cooperation agreement despite their constrained political relations. I utilized rational institution design theory as an analytical framework in assessing how states design international institution based on the cooperation barriers they face. The theory suggested that uncertainty as cooperation barrier led to the formation of flexible institution. Process-tracing method was applied in this research to acquire explanation of causal mechanisms between uncertainty and the flexibility of ECFA. Findings in this research show that the flexibility possessed by ECFA is a response to uncertainty about Taiwans domestic politics, particularly power shift in Taiwan that gives significant impact on the development of cross-Strait relations. Throughout a series of negotiations, China and Taiwan decided to design ECFA with some degree of flexibility as an interim agreement that does not specify any deadline and ECFA also includes termination clause. The institutional design is chosen because China and Taiwan needs to consider resistance from Taiwanese opposition parties towards ECFA, as they are uncertain about what the opposition will do to ECFA once they are in power. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yonathan Susilo
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai dominasi peran negara dalam era kapitalisme global yang dilihat dari pola aksi-reaksi perilaku kebijakan perdagangan dan nilai tukar mata uang China dan Amerika Serikat selama empat periode tahun. Meskipun tengah berada didalam era kapitalisme global yang menekankan fundamentalisme pasar pada isu kebijakan perdagangan dan nilai tukar mata uang, kecenderungan negara-berdaulat untuk mendominasi isu-isu tersebut masih cukup besar dan kadarnya berubah-ubah dari satu periode waktu ke periode waktu lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun perkembangan dinamika relasi dan arah kecenderungannya ikut berpengaruh, secara keseluruhan pola perilaku dominasi peran negara masing-masing pemain cenderung bersifat substitutif dan bergerak menuju sebuah keseimbangan tertentu dimana kedua belah pemain sama-sama mengambil sebuah kebijakan protektif tertentu untuk mengkompensasikan sebuah kebijakan liberal lain yang mengikatnya.

Abstract
This reserach examines the primacy of state?s role in the era of global capitalism, which is seen through the pattern of China and United States?s behavior toward each other, especially on trade and currency policy within four periods of time. Despite of the gravity of global capitalism era emphasizing on the primacy of market?s role, the tendency of the primacy of state?s role has been growing stonger and stronger. This research concludes that while the development of dynamic relations and its tendency matter, overall, the pattern of China and United States?s behavior tend to use subtitutive policy and therefore lead them to the equilibrium position which is characterized by the two players using a protective measure to compensate liberal policy binding them."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chacholiades, Miltiades
New York: McGraw-Hill, 1978
382 CHA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>