Latar belakang: Maloklusi merupakan masalah gigi dan mulut dengan prevalensi terbayak ke-3 di dunia, menurut WHO. Keadaan ini tidak diimbangi dengan adanya kesadaran mengenai maloklusi dan efek buruknya. Masih banyak anak-anak dan remaja yang belum mengetahui mengenai maloklusi dan menganggap hal tersebut normal. Kesadaran terhadap maloklusi ini dapat memengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui hubungan antara tingkat kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, korelasi komponen ICON dengan kebutuhan perawatan, dan korelasi komponen kuesioner dengan kesadaran maloklusi Metode: dilakukan penelitian potong lintang pada 56 remaja berusia 12-15 tahun. Subjek diberikan kuesioner mengenai kesadaran maloklusi dan kemudian dilakukan pencetakan rahang dan pembuatan model studi untuk dinilai kebutuhan perawatan ortodontinya berdasarkan ICON. Hasil: Berdasarkan uji Chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti (P>0,05). Berdasarkan uji Kendall’s tau-b, komponen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar terhadap kebutuhan perawatan dan kesadaran maloklusi. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kesadaran mengenai maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, kompnen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar.
Background: Malocclusion is the third most common oral problem in the world. This situation is not supported with an adequate awareness of malocclusion. There are still children and adolescents who are not aware about malocclusion and consider the situation is normal. Awareness of malocclusion can influence the need for orthodontic treatment. Objectives: Discover the relationship between malocclusion awareness and orthodontic treatment needs among adloescent, correlation between ICON components and treatment needs, and correlation between questionaire component with awareness of malocclusion Methods: A cross-sectional study was done towards adolescents aged 12-15. They were given questionaire about awareness of malocclusion and jaws impressing were also done which were used to make study models in order to determine the treatment needs according to ICON. Result: According to Chi-square test, there is no statistically significant difference between awareness of malocclusion and orthodontic treatment needs (P>0,05). Based on Kendall’s tau-b test dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness. Conclusion: There is no relationship between malocclusion awarenes and orthodontic treatment needs among adolescent. Dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness.
"Konstipasi fungsional (KF) adalah gangguan pencernaan yang disertai dengan kesulitan defekasi yang persisten atau tidak tuntas serta jarangnya pergerakan usus dan tidak disertai dengan penyebab sekunder. KF kerap diasosiasikan dengan status nutrisi pada anak-anak. Jika tidak diobati, dapat berujung pada rendahnya kualitas hidup. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat mengubah kualitas hidup anak menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menganalisis data 292 subjek dari SMP Labschool Jakarta pada Maret 2018. Umur subjek berkisar antara 11 hingga 14 tahun. Mereka diminta untuk mengisi kuesioner tentang pola makan, aktifitas fisik, dan evaluasi KF yang menggunakan ROME III criteria, serta pengukuran tinggi dan berat badan untuk penilaian status nutrisi (klasifikasi menggunakan Waterlow criteria). Prevalensi KF dan asosiasinya terhadap status nutrisi dan karakteristik lainnya (jenis kelamin, kelas, pola makan, dan aktifitas fisik) didapatkan dengan Chi Square Test, sementara Mann-Whitney U Test untuk asosiasinya dengan umur. Dari 292 subjek yang dievaluasi, KF ditemukan pada 57 subjek (19,5%), di mana 34 dari mereka adalah perempuan (59,4%). Berdasarkan status nutrisi mereka, 29 subjek (50,9%) normal, 20 subjek (35,1%) memiliki gizi lebih, sementara 8 lainnya (14,0%) gizi kurang. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara status nutrisi gizi lebih dengan KF (p=0,011), studi ini sependapat dengan studi-studi yang telah dilakukan. Namun, tidak terdapat adanya hubungan bermakna lain antara jenis kelamin (p=0,398), kelas (p=0,480), umur (median=13,0, p=0,658), pola makan (tidak sarapan, konsumsi sayur dan buah), dan aktifitas fisik (p=0,699) dengan KF.