Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elisa Putri Crhistanty B. Nahor
"Salah satu dampak adanya globalisasi ditemukan pada interaksi pelaku usaha yang melibatkan unsur asing. Dalam kegiatan usahanya, salah satu resiko yang harus dihadapi pelaku usaha adalah kepailitan. Kepailitan yang melibatkan unsur asing disebut Kepailitan Lintas Batas. Kasus Kepailitan Lintas Batas dapat ditemukan dalam Putusan No. 64/PKPU/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. dan Putusan No. 26/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah instrumen hukum Indonesia dalam penangan masalah ini dan penerapan instrumen hukum dalam penanganan kasus pada kedua putusan tersebut. Hasil penulisan menunjukkan bahwa belum adanya instrumen hukum Indonesia yang secara khusus menangani perkara ini. Selain itu, adanya prinsip territorial yang dianut kedua negara yang terlibat dalam kedua putusan berdampak pada sulitnya dilakukan pemberesan harta pailit di luar negeri.

One of the impacts of globalization is found in the interaction of business actors involving foreign elements. In its business activities, one of the risks that must be faced by business actors is insolvency. Insolvency involving foreign elements is called Cross-Border Insolvency. The Cross-Border Insolvency case can be found in Verdict Number 64 / PKPU / 2012 / PN.NIAGA.JKT.PST. and Verdict Number 26 / PAILIT / 2010 / PN.NIAGA.JKT.PST. This paper uses a qualitative method with a normative juridical approach. The primary issues for this undergraduate thesis are Indonesian legal instruments in handling this problem and the application of legal instruments in handling cases in both decisions. The results of the writing show that there is no Indonesian legal instrument that specifically handles this case. Also, the existence of territorial principles adopted by the two countries involved in the two decisions has an impact on the difficulty of obtaining insolvency assets abroad."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Komalla Rizqinia
"Skripsi ini menganalisa pertanggungjawaban dari corporate guarantor terhadap insolvensi special purpose vehicle yang didirikan olehnya di luar wilayah Indonesia berdasarkan kasus pada Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengenai permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang oleh The Bank of New York Mellon terhadap PT Bakrieland Development Tbk. Dalam kasus ini, PT Bakrieland Development Tbk sebagai corporate guarantor mengajukan berbagai argumen atau dalil untuk mengesampingkan hubungan pertanggungjawabannya saat special purpose vehicle yang ia dirikan masuk kedalam posisi tidak mampu membayar. Pada akhirnya, Majelis Hakim menjatuhkan amar bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara akibat pilihan hukum para pihak. Seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh corporate guarantor untuk mengesampingkan hubungan pertanggungjawaban antara pihaknya tidak memiliki kedudukan hukum, sehingga tidak dapat mengesampingkan pertanggungjawabannya dalam hubungan penanggungan utang terkait. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah seharusnya mengakui memiliki kompetensi dalam memeriksa perkara, demi mencapai keadilan dan melindungi hak-hak para kreditor yang merupakan para investor asing.

This thesis will analyze the accountability of a corporate guarantor towards the insolvency of its special purpose vehicle offshore, based on a case in Commercial Court Decision in regards of the suspension of payment application brought by The Bank of New York Mellon against PT Bakrieland Development Tbk. In this case, PT Bakrieland as the corporate guarantor brought several defenses to disregard its accountability upon the insolvency position of its special purpose vehicle. The Commercial Court ruled that it did not have jurisdiction over the case due to the choice of law by both parties. All defenses brought by the corporate guarantor to disregard its accountability did not have legal standing, therefore can not and should not take effect in doing such act. Commercial Court in District Court of Jakarta Pusat should acknowledge its competence and jurisdiction over the case, in order to reach justice and protect the rights of creditors, which are foreign investors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Novendra
"Greenpeace Indonesia berdasarkan data resmi pemerintah terkait sebelas perkara perdata kasus pembalakan hutan dan lahan menyatakan pada tahun 2012-2018 belum ada satu pun kasus kebakaran hutan dan lahan yang dibayar oleh perusahaan dengan total ganti rugi mencapai 18,959 triliun. Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa ganti rugi terkait dengan kasus lingkungan hidup, bukanlah ganti rugi yang sedikit dan banyak perusahaan yang kemudian mengalami permasalahan judgment proof (insolvensi). Permasalahan insolvensi tersebut sesungguhnya dapat ditanggulangi dalam hal Indonesia memiliki sistem asuransi lingkungan hidup yang sehat dengan didukung sistem hukum penegakan hukum yang ideal. Kenyataanya hingga saat ini pengguna asuransi lingkungan hidup di Indonesia masih minim dibandingkan dengan potensi pasar asuransi lingkungan hidup Indonesia yang sesungguhnya sangat besar. Penelitian ini akan membahas mengenai asuransi lingkungan hidup di Indonesia dengan dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Belanda melalui penelitian yuridis normatif dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asuransi lingkungan hidup di Amerikat Serikat menjadi produk yang luas dipergunakan oleh para pelaku usaha yang melakukan pengelolaan lingkungan hidup, tidak seperti di Indonesia yang masih minim. Padahal, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia untuk pengelola limbah B3 dan ketenaganukliran wajib memiliki asuransi lingkungan hidup. Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat dan Belanda memilih kebijakan wajib jaminan keuangan lingkungan hidup (bukan wajib asuransi lingkungan hidup). Berkaitan dengan perbedaan kebijakan terkait asuransi lingkungan hidup ini, penelitian ini berkesimpulan bahwa pemberlakuan wajib jaminan keuangan lebih baik dari pada pemberlakuan asuransi wajib. Selain itu ditemukan juga salah satu penyebab terbesar dari tidak optimalnya penggunaan asuransi lingkungan hidup di Indonesia adalah karena implementasi atau penerapan penegakan hukum lingkungan Indonesia yang masih buruk, penelitian ini kemudian berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membandingkan dan belajar dari pemberlakuan asuransi lingkungan hidup di Amerika Serikat dan Belanda.

Greenpeace Indonesia, based on official government data related to eleven civil cases of forest and land logging cases, stated that in 2012-2018 there has not been a single case of forest and land fires paid by the company with a total compensation of 18.959 trillion. From the example above, it can be seen that compensation related to environmental cases is not a small amount of compensation and many companies then experience problems of judgment proof (insolvency). The problem of insolvency can actually be overcome if Indonesia has a healthy environmental insurance system supported by an ideal law enforcement system (substance, structure, and legal culture). In fact, up to now, users of environmental insurance in Indonesia are still minimal compared to the potential of the Indonesian environmental insurance market, which is actually very large. This study will discuss environmental insurance in Indonesia compared to the United States and the Netherlands through normative juridical research by conducting a literature study. The results of this study indicate that environmental insurance in the United States is a product that is widely used by business actors who carry out environmental management, unlike in Indonesia which is still minimal. Whereas, based on the existing laws and regulations in Indonesia, B3 and nuclear waste managers are required to have environmental insurance. In contrast to Indonesia, the United States and the Netherlands choose a mandatory environmental financial security (not mandatory environmental insurance). In connection with the differences in policies related to environmental insurance, this study concludes that the application of mandatory financial security is better than the application of mandatory insurance. In addition, it was also found that one of the biggest causes of the non-optimal use of environmental insurance in Indonesia is due to the poor implementation of Indonesian environmental law enforcement, this research then tries to solve this problem by comparing and learning from the implementation of environmental insurance in the United States and the Netherlands,"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Reggyna
"Timbul permasalahan ketika terdapat putusan pengadilan asing atas pailitnya perusahaan yang mempunyai anak perusahaan yang berada di negara lain dan didirikan berdasarkan hukum setempat, dan perusahaan yang pailit tersebut memiliki aset yang lebih di negara lain. Secara kongkrit, keterkaitan masalah kepailitan dengan hukum perdata internasional dalam hal ini terletak bagaimana keberlakuan putusan pailit pengadilan asing di suatu negara. Mengingat juga banyak negara yang masih berpandangan sangat konservatif terhadap pelaksanaan putusan pengadilan asing utamanya kepailitan, berakibat pada terhambatnya transaksi bisnis internasional. Para pelaku usaha merasa ada kebuntuan (deadlock) dalam memperoleh haknya. Untuk mengatasi kebuntuan ini United Nations Commisions on International Trade Law (UNCITRAL) melakukan terobosan yang memungkinkan sebuah negara mengakui dan melaksanakan putusan pailit yang dikeluarkan oleh pengadilan asing, yakni berupa UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enacment and Interpretation.
Lalu, bagaimanakah pengakuan putusan pailtit yurisdiksi asing di Indonesia sendiri, dan beberapa negara seperti Jepang, Selandia Baru, Australia, Malaysia dan Singapura?

Arise issue when there is insolvency foreign judgement of company, which have subsidiary company, located in other country and established by local law, and that bankrupt companies have assets in other states. Concretely in this case, link of insolvency and private international law issue is how the enforceability of insolvency foreign judgment in a state. In view of many states sighted conservatively to the enforcement of foreign judgment especially in isolvency, so that have impact to inhibition of international business transaction. Business feel there?s impasse (deadlock) to acquire their rights. To solve that issue, United Nations Commisions on International Trade Law (UNCITRAL) do breakthrough so that state can recognize and enforce the insolvency foreign judgment, namely UNCITRAL Model Law on Cross-Border Insolvency with Guide to Enacment and Interpretation.
Then, how the recognition of insolvency foreign judgment in Indonesia itself, and some country like Japan, New Zealand, Australia, Malaysia dna Singapore.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatullah
"Tesis ini membahas mengenai konsep dan kedudukan Trust dalam sistem hukum Common Law dan Civil Law, serta kedudukan Trustee sebagai Pihak yang Mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berbentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian dalam penulisan ini yaitu konsep Trust adalah pranata yang unik dalam sistem hukum Common Law karena keberadaannya yang mengenal kepemilikan ganda (dual ownership) yaitu legal ownership dan beneficiary ownership, dimana pranata tersebut tumbuh dan berkembang di Inggris dan negara Commonwealth lainnya. Meskipun awalnya konsepTrust dan equity merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat, saat ini telah ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai Trust yaitu: Trustee Act 1925, Trustee Investments Act 1961, Recognition of Trusts Act 1987, Financial Services and Markets Act 2000, Trustee Act 2000. Lain halnya dengan di negara Civil Law yang tidak mengenal sistema kepemilikan ganda. Seperti di Indonesia, meskipun pranata mirip Trust telah dikenal dalam bidang hukum bisnis, seperti likuidator dalam kepailitan, wali amant dalam pasar modal, dan direksi perseroan dalam hukum perusahaan, akan tetapi belum ada undang-undang yang khusus mengatur mengenai Trust. Kedudukan Bank Trustee dalam mengajukan Permohonan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sama dengan pemohon lainnya yaitu orang atau badan hukum, sepanjang syarat pendirian kegiatan usahanya sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 14/17/PBI/2012, tentang kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (Trust). Hasil penelitan menyarankan perlunya pemerintah membuat regulasi yang dapat menjamin kepastian dan kemudahan berinvestasi, termasuk membuat Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang Trust, bukan hanya di bidang perbankan, tetapi juga di bidang lainnya.

This thesis focuses on discussing the concept and the position of Trust in the legal system of Common Law and Civil Law, and also the position of the Trustee as the parties applying for Suspension of Payment (PKPU). This research is a study in the normative form of juridical normative with descriptive analysis. The results of this research shows that the concept of the Trust is a unique institution in the legal system of Common Law because of its existence which can acknowledge about dual ownership, which are legal ownership and beneficiary ownership, where such institutions grow and thrive in England and other Commonwealth countries. Although the concept of trust and equity was initially the habit of society, there have been legislations specifically governing the Trust today, namely: Trustee Act 1925, the Trustee Investments Act 1961, Recognition of Trusts Act 1987, the Financial Services and Markets Act 2000, Trustee Act 2000. It is different from the Civil Law country which does not acknowledge the dual ownership system. As in Indonesia, although institutions similar to Trust have been known in the area of business law, liquidator in bankruptcy, trustee in the capital markets, and the directors of the company in corporate law, but there is no specific legislation which govern about the Trust. The position of the Bank Trustee in applying for Suspension of Payment (PKPU) is the same as the other applicants which are the person or legal entities, as long as the requirement of the establishment of business activities based on regulation Bank Indonesia Number 14/17/PBI/2012, about the bank's business activities in the form of deposit with certain management (Trust). The researcher suggests that government needs to make regulations to ensure the certainty and the ease of investing, including making regulations specifically regulating the Trust, not only in banking, but also in other sectors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42906
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Greta Elvira Winangun
"Tesis ini membahas tentang kompleksitas tanggung jawab negara dalam mengelola BUMN yang bangkrut dan bagaimana pemerintah memberikan perlindungan terhadap pegawai sebagai kreditor. Tesis ini memberikan penjelasan bagaimana negara mengambil tindakan yang berdampak pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan juga terhadap keamanan tenaga kerja. Kenyataannya, peran pemerintah dalam proses kebangkrutan BUMN seringkali mengandung tantangan dan kontradiksi. Tujuan pemerintah adalah menjaga stabilitas perusahaan dan melindungi kepentingan publik, namun dalam praktiknya, intervensi pemerintah sering kali tidak terlihat oleh karyawan. Pembahasan dalam tulisan ini menggali kepentingan masyarakat, intervensi pemerintah masih sering gagal dalam menjaga hak-hak pegawai dan akuntabilitas yang transparan. Analisis ini menjelaskan perlunya mekanisme yang lebih kuat untuk menyeimbangkan intervensi negara dan perlakuan adil terhadap pekerja. Tesis ini menyoroti PT. Istaka Karya, dengan disahkannya Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013, pekerja mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen meskipun perusahaan tersebut bangkrut karena beberapa sebab. Namun demikian, implikasi dari permasalahan ini ada dua, yaitu dampak yang menguntungkan dan merugikan. , tesis ini akan menjelaskan seberapa efektif implementasi Keputusan Nomor 67/PUU- XI/2013 dan perlindungannya terhadap pegawai BUMN serta tindakan perbaikannya untuk mengatasi dan memitigasi tantangan yang terkait.

This thesis discusses the complexity of the state's responsibility in managing bankrupt state-owned enterprises and how the government provides protection for employees as creditors. This thesis provides an explanation of how the state takes action that has an impact on companies experiencing bankruptcy and also on workforce security. In reality, the government's role in the BUMN bankruptcy process often contains challenges and contradictions. The government's aim is to maintain company stability and protect the public interest, however, in practice, government intervention often remains imperceptible to employees. The discussion in this paper delves into the public interest, government intervention still often fails to maintain employee rights and transparent accountability. This analysis explains the need for stronger mechanisms to balance state intervention with fair treatment of employees. The thesis sheds light on the PT. Istaka Karya, with the ratification of Decision Number 67/PUU-XI/2013, workers have the position of preferred creditors even if the company goes bankrupt for several reasons, However, the implications of this issue are twofold, encompassing both beneficial and detrimental impacts, this thesis will explain how effective the implementation of Decision Number 67/PUU-XI/2013 is and its protection towards BUMN employees and the remedial action in order to address and mitigate the associated challenges.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Greta Elvira Winangun
"Tesis ini membahas tentang kompleksitas tanggung jawab negara dalam mengelola BUMN yang bangkrut dan bagaimana pemerintah memberikan perlindungan terhadap pegawai sebagai kreditor. Tesis ini memberikan penjelasan bagaimana negara mengambil tindakan yang berdampak pada perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan juga terhadap keamanan tenaga kerja. Kenyataannya, peran pemerintah dalam proses kebangkrutan BUMN seringkali mengandung tantangan dan kontradiksi. Tujuan pemerintah adalah menjaga stabilitas perusahaan dan melindungi kepentingan publik, namun dalam praktiknya, intervensi pemerintah sering kali tidak terlihat oleh karyawan. Pembahasan dalam tulisan ini menggali kepentingan masyarakat, intervensi pemerintah masih sering gagal dalam menjaga hak-hak pegawai dan akuntabilitas yang transparan. Analisis ini menjelaskan perlunya mekanisme yang lebih kuat untuk menyeimbangkan intervensi negara dan perlakuan adil terhadap pekerja. Tesis ini menyoroti PT. Istaka Karya, dengan disahkannya Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013, pekerja mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen meskipun perusahaan tersebut bangkrut karena beberapa sebab. Namun demikian, implikasi dari permasalahan ini ada dua, yaitu dampak yang menguntungkan dan merugikan. , tesis ini akan menjelaskan seberapa efektif implementasi Keputusan Nomor 67/PUU- XI/2013 dan perlindungannya terhadap pegawai BUMN serta tindakan perbaikannya untuk mengatasi dan memitigasi tantangan yang terkait.

This thesis discusses the complexity of the state's responsibility in managing bankrupt state-owned enterprises and how the government provides protection for employees as creditors. This thesis provides an explanation of how the state takes action that has an impact on companies experiencing bankruptcy and also on workforce security. In reality, the government's role in the BUMN bankruptcy process often contains challenges and contradictions. The government's aim is to maintain company stability and protect the public interest, however, in practice, government intervention often remains imperceptible to employees. The discussion in this paper delves into the public interest, government intervention still often fails to maintain employee rights and transparent accountability. This analysis explains the need for stronger mechanisms to balance state intervention with fair treatment of employees. The thesis sheds light on the PT. Istaka Karya, with the ratification of Decision Number 67/PUU-XI/2013, workers have the position of preferred creditors even if the company goes bankrupt for several reasons, However, the implications of this issue are twofold, encompassing both beneficial and detrimental impacts, this thesis will explain how effective the implementation of Decision Number 67/PUU-XI/2013 is and its protection towards BUMN employees and the remedial action in order to address and mitigate the associated challenges.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hezekiel Melanthon Sumantoro
"Kepailitan terhadap developer apartemen banyak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai merugikan konsumen yang hanya menjadi Kreditor konkuren. Pada akhir 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 3/2023 yang mana salah satu isinya adalah menyatakan pembuktian perkara pailit dan PKPU terhadap developer apartemen tidak dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen pada SEMA 3/2023 dengan menganalisisnya dari segi UUKPKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU yang terjadi terhadap developer apartemen. Skripsi ini juga menganalisis SEMA 3/2023 sebagai sebuah peraturan dan keberlakuannya dalam perkara kepailitan dan PKPU. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Penulis temukan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SEMA 3/2023 yang mengatur mengenai pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen bertentangan dengan UUKPKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. SEMA 3/2023 juga telah melanggar prinsip kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara sebagaimana dalam UUKH dan UUMA. Kehadiran SEMA 3/2023 bukanlah solusi bagi penyelesaian atas kerugian konsumen ketika developer apartemen pailit, melainkan hanya menambah masalah baru akibat upaya hukum bagi Kreditor, baik konsumen maupun non-konsumen, serta Debitor itu sendiri dibatasi. Selain itu, kehadiran SEMA 3/2023 dapat menimbulkan disparitas putusan terhadap developer apartemen yang akan menimbulkan ruang abu-abu atas parameter dari pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan PKPU, khususnya terhadap developer apartemen. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian akibat developer apartemen pailit bukan dengan cara membuat developer apartemen tersebut tidak dapat pailit atau PKPU, melainkan mengatur perihal mekanisme khusus atas permohonan pailit dan PKPU terhadap developer apartemen atau pengaturan mengenai perlindungan konsumen selama proses kepailitan, khususnya dengan memperhatikan hak-hak konsumen sebagaimana dalam UUPK.

Bankruptcy against apartment developers has raised many pros and cons because it’s considered detrimental to consumers who are only concurrent Creditors. At the end of 2023. The Supreme Court issued SEMA 3/2023 which one of the contents is to state that the evidentiary of bankruptcy and PKPU cases against apartment developers cannot be proven simply as in Article 8 paragraph (4) UUKPKPU. In this thesis, the author discusses the provision of non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers in SEMA 3/2023 by analyzing it in terms of UUKPKPU and Bankruptcy Law in general, and also related based on bankruptcy and PKPU cases that occurred against apartment developers. This thesis also analyzes SEMA 3/2023 as a regulation and its applicability in bankruptcy and PKPU cases. The author employs normative juridical research with descriptive-analytical characteristics to address the issues found. The results research indicate that SEMA 3/2023, which regulates non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers contradicts with UUKPKPU and Bankruptcy Law in general. SEMA 3/2023 has also violated the principle of freedom of judges in deciding a case as stipulated in UUKH and UUMA. The presence of SEMA 3/2023 is not a solution to the losses suffered by consumers when an apartment developers goes bankruptcy, rather, it creates new problems by limiting the legal recourse available to Creditors, both consumers and non-consumers, as well as the Debtor it self. Furthermore, the presence of SEMA 3/2023 may lead to disparity in decisions against apartment developers which will create a gray area over the parameters of simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases, especially against apartment developers. The author concludes that to protect consumers who have suffered losses due to bankruptcy of apartment developers is not by making the apartment developer unable to file for bankruptcy or PKPU, but by regulating a special mechanism for bankruptcy and PKPU petition against apartment developers or regulating consumer protection during the bankruptcy process, especially by paying attention to consumer rights as outlined in UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hezekiel Melanthon Sumantoro
"Kepailitan terhadap developer apartemen banyak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai merugikan konsumen yang hanya menjadi Kreditor konkuren. Pada akhir 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 3/2023 yang mana salah satu isinya adalah menyatakan pembuktian perkara pailit dan PKPU terhadap developer apartemen tidak dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen pada SEMA 3/2023 dengan menganalisisnya dari segi UUKPKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU yang terjadi terhadap developer apartemen. Skripsi ini juga menganalisis SEMA 3/2023 sebagai sebuah peraturan dan keberlakuannya dalam perkara kepailitan dan PKPU. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Penulis temukan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SEMA 3/2023 yang mengatur mengenai pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen bertentangan dengan UUKPKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. SEMA 3/2023 juga telah melanggar prinsip kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara sebagaimana dalam UUKH dan UUMA. Kehadiran SEMA 3/2023 bukanlah solusi bagi penyelesaian atas kerugian konsumen ketika developer apartemen pailit, melainkan hanya menambah masalah baru akibat upaya hukum bagi Kreditor, baik konsumen maupun non-konsumen, serta Debitor itu sendiri dibatasi. Selain itu, kehadiran SEMA 3/2023 dapat menimbulkan disparitas putusan terhadap developer apartemen yang akan menimbulkan ruang abu-abu atas parameter dari pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan PKPU, khususnya terhadap developer apartemen. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian akibat developer apartemen pailit bukan dengan cara membuat developer apartemen tersebut tidak dapat pailit atau PKPU, melainkan mengatur perihal mekanisme khusus atas permohonan pailit dan PKPU terhadap developer apartemen atau pengaturan mengenai perlindungan konsumen selama proses kepailitan, khususnya dengan memperhatikan hak-hak konsumen sebagaimana dalam UUPK.

Bankruptcy against apartment developers has raised many pros and cons because it’s considered detrimental to consumers who are only concurrent Creditors. At the end of 2023. The Supreme Court issued SEMA 3/2023 which one of the contents is to state that the evidentiary of bankruptcy and PKPU cases against apartment developers cannot be proven simply as in Article 8 paragraph (4) UUKPKPU. In this thesis, the author discusses the provision of non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers in SEMA 3/2023 by analyzing it in terms of UUKPKPU and Bankruptcy Law in general, and also related based on bankruptcy and PKPU cases that occurred against apartment developers. This thesis also analyzes SEMA 3/2023 as a regulation and its applicability in bankruptcy and PKPU cases. The author employs normative juridical research with descriptive-analytical characteristics to address the issues found. The results research indicate that SEMA 3/2023, which regulates non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers contradicts with UUKPKPU and Bankruptcy Law in general. SEMA 3/2023 has also violated the principle of freedom of judges in deciding a case as stipulated in UUKH and UUMA. The presence of SEMA 3/2023 is not a solution to the losses suffered by consumers when an apartment developers goes bankruptcy, rather, it creates new problems by limiting the legal recourse available to Creditors, both consumers and non-consumers, as well as the Debtor it self. Furthermore, the presence of SEMA 3/2023 may lead to disparity in decisions against apartment developers which will create a gray area over the parameters of simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases, especially against apartment developers. The author concludes that to protect consumers who have suffered losses due to bankruptcy of apartment developers is not by making the apartment developer unable to file for bankruptcy or PKPU, but by regulating a special mechanism for bankruptcy and PKPU petition against apartment developers or regulating consumer protection during the bankruptcy process, especially by paying attention to consumer rights as outlined in UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Abidin
"ABSTRAK
Dalam hukum kepailitan, penjualan aset debitur merupakan poin penting karena penjualan aset pailit adalah tujuan dari UU Kepailitan. Masalah muncul jika ada harta pailit milik debitur yang berada di luar wilayah hukum negara Indonesia. Permasalahan tersebut muncul akibat penerapan asas kewilayahan yang dianut oleh negara Indonesia, yang mengakibatkan diterapkannya asas timbal balik. UU Kepailitan yang berlaku tidak menjelaskan secara lengkap eksekusi harta pailit yang berada di luar negeri, tetapi hanya mengatur bahwa seluruh harta kekayaan debitur pailit, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penerapan hukum perdata internasional yang memungkinkan kurator untuk melakukan eksekusi harta kekayaan pailit di luar negeri, yaitu dengan mengajukan permohonan penegakan putusan pengadilan, yaitu putusan pailit, dan dengan Indonesia mengadakan perjanjian atau perjanjian bilateral. multilateral.
ABSTRACT
In bankruptcy law, the sale of debtor's assets is an important point because the sale of bankruptcy assets is the goal of the Bankruptcy Law. Problems arise if there is a debtor's bankruptcy property that is outside the jurisdiction of the Indonesian state. These problems arise as a result of the application of the territorial principle adhered to by the Indonesian state, which results in the application of the principle of reciprocity. The applicable Bankruptcy Law does not fully explain the execution of bankruptcy assets located abroad, but only stipulates that all assets of the bankrupt debtor, both domestically and abroad. However, this problem can be overcome by the application of international civil law which allows curators to carry out the execution of bankruptcy assets abroad, namely by submitting applications for enforcement of court decisions, namely bankruptcy decisions, and with Indonesia entering into bilateral agreements or agreements. multilateral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>