Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tomy Zulfikar
"Permintaan KPR menunjukkan perlambatan. Begitu juga, penjualan properti reidensial menunjukkan perlambatan. Seperti diketahui, mayoritas konsumen membeli properti residensial dibiayai oleh KPR. Melalui kebijakan LTV, Bank Indonesia ingin menstimulasi permintaan KPR dan juga penjualan properti residensial demi mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Pertanyaan apakah perubahan rasio LTV dapat mempengaruhi permintaan KPR dan apakah ada faktor lain yang mempengaruhi permintaan KPR. Penelitian ini melihat pertanyaan tersebut dengan mempertimbangkan bagaimana dampaknya di provinsi berpendapatan menengah-bawah dan menengah-atas.

Demand for mortgage finance showed a slowdown. And also, property residential sales showed a slowdown. As is well known, the most consumers buy property residential is fiananced by mortgage finance. Through LTV policy, Bank of Indonesia want to stimulate demand for mortgage finance and also property residential sales in order to could boost economic growth sustainably. A question whether changes in LTV ratio could boost economic growth sustainably and whether there are the other factors which are affecting demand for mortgage finance. This article sees the question by considering what the impacts are in both lower-middle income and higher-middle income provinces. By regressing statistical model Fixed Effect Model (FEM) and Random Effect Model (REM), the result shows that LTV policy is affecting positively towards demand for mortgage finance, particularly lower-middle income provinces. When LTV ratio increased, demand for mortgage finance in lower-middle income provinces is higher than demand for mortgage finance in higher-middle income provinces. Moreover, mortgage finance reflects normal good for higher-middle income provinces while reflects inferior good for lower-middle income provinces. On the other hand, higher mortgage interest lowers demand for mortgage finance, particularly in lower-middle income provinces."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caisa Aamuliadiga
"Konflik hukum kekayaan intelektual dengan hukum persaingan usaha dapat terjadi ketika pemegang hak kekayaan intelektual melakukan penolakan memberikan lisensi (refusal to license). Banyak perkara berkaitan dengan penolakan pemberian lisensi dibawa ke pengadilan di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di Indonesia, hal ini secara tidak langsung diatur di dalam Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 dan dijelaskan di dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009. Penolakan pemberian lisensi menurut Peraturan KPPU tersebut hanya dapat diuji terhadap essential facilities. Padahal, disrupsi pasar tidak hanya terjadi pada fasilitas penting. Di sisi lain, Indonesia hanya memiliki satu perkara yang bisa dikaitkan dengan refusal to license, yaitu putusan KPPU Nomor 03/KPPU-L/2008. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas apakah penolakan pemberian lisensi kekayaan intelektual dikecualikan menurut hukum persaingan usaha, bagaimana Amerika Serikat dan Uni Eropa mengatur penolakan pemberian lisensi, dan bagaimana analisis perjanjian lisensi dalam putusan KPPU a quo. Penelitian ini merupakan yuridis-normatif yang dilakukan terhadap peraturan, putusan, dan literatur terkait. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan. Hasilnya, penolakan pemberian lisensi di Indonesia dikecualikan hanya terhadap fasilitas penting. Hal yang sama juga terjadi di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Sementara itu, putusan a quo tidak melihat perjanjian tunggal sebagai pelanggaran hukum persaingan usaha dan hanya menyoroti proses perolehan lisensi. Sebagai saran atas temuan tersebut, hendaknya pengaturan refusal to license diatur secara tegas di dalam undang-undang. Hal ini juga perlu dilakukan di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Berkaitan proses perolehan lisensi dalam Putusan a quo, hendaknya KPPU mengatur secara tertulis agar terdapat kepastian hukum.

Conflict between intellectual property law and competition law arise while IP right holder refuse to license. Many cases pertaining to refusal to license were sent to court in United States and European Union. In Indonesia, this is implicitly regulated under Article 50 letter b of Law Number 5 of 1999 and detailed in KPPU Regulation Number 2 of 2009. According to the KPPU Regulation, refusal to license is only examined to essential facilities. Meanwhile, market disruption does not only happen to essential facilities. On the other hand, Indonesia only has one case related to refusal to license, that is KPPU decision Number 03/KPPU-L/2008. Hence, this research will discuss whether refusal to licen is exempted by competition law, how United States and European Union regulated refusal to license, and the analysist of license agreement in te decision. This is yuridical-normative reseach examining regulation, decisions and related literature. Data collection is done through library research. As result, refusal to license in Indonesia is exempted to essential facilites. The same thing can be seen in United States and
European Union. The decision does not see the license agreement as violation of competition law and only examine the license process. As suggestion, it is better to clearly regulate refusal to license in legislation. This also need to be done in United State and European Union. KPPU shall regulate competitive criteria in written law to achieve legal certainty"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Iman Faiz Pratama
"Merek merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual yang penggunaannya umum ditemukan di bidang perdagangan dan berbagai industri lainnya. Sebagai salah satu cabang dari cakupan kekayaan intelektual, merek mendapatkan hak perlindungan hukum.  Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis  menjelaskan bahwa merek tidak dapat didaftar jika mengandung nama umum dan/atau lambang umum, namun pada praktiknya terdapat beberapa kasus penggunaan nama umum untuk digunakan sebagai merek. Disisi lain DJKI sebagai otoritas yang berwenang atas pendaftaran merek juga menyetujui  merek yang mengandung unsur nama dan/atau lambang umum yang diajukan oleh pemohon merek. Salah satu kasus yang cukup terkenal dan muncul menjadi pemberitaan adalah sengketa kasus merek Open Mic Indonesia antara Perkumpulan Stand Up Indonesia dengan Ramon Pratomo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan doktrin generic term/istilah umum terhadap peraturan perundang-undangan terkait merek di Indonesia dan istilah umum terhadap merek Open Mic Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mana penelitian ini memperoleh data dari bahan hukum primer antara lain asas-asas hukum, filsafat hukum, norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan didukung oleh bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, artikel, makalah, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penelitian dan juga bahan hukum tersier berupa kamus, dan ensiklopedi.

Brand or trademark is one type of intellectual property rights whose use is commonly found in trade and various other industries. As one of the branches of intellectual property coverage, brands get legal protection rights.  Article 20 letter f of Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications explains that a mark cannot be registered if it contains a common name and/or common emblem, but in practice there are several cases of using a common name to be used as a mark. On the other hand, DJKI as the competent authority for trademark registration also approves marks containing elements of common names and/or symbols submitted by trademark applicants. One case that is quite famous and appears in the news is the dispute over the Open Mic Indonesia brand case between the Indonesian Stand Up Association and Ramon Pratomo. This study aims to determine the application of generic term doctrine to laws and regulations related to brands in Indonesia and general terms to the Open Mic Indonesia brand. This research is a normative legal research where this research obtains data from primary legal materials including legal principles, legal philosophy, legal norms, contained in laws and regulations supported by secondary legal materials in the form of books, journals, articles, papers, previous research related to research problems and also tertiary legal materials in the form of dictionaries, and encyclopedias."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajulur Rakhman
"ABSTRAK
Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Negara Indonesia akhirnya mempunyai dasar hukum tentang pelindungan merek Suara. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian yang lebih mendalam terkait aturan tentang pelindungan merek suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan berdasarkan kepada penelitian yuridis normatif. Dari permasalahan yang ada, kesimpulannya antara lain suara dapat dijadikan sebagai merek, tanda suara memiliki kelebihan-kelebihan khusus dan masih terdapatnya kekurangan dalam aturan yang berlaku saat ini terkait dengan pelindungan merek suara di Indonesia. Penelitian menyarankan agar segera dibuat pedoman standar teknis dari merek suara.

ABSTRACT
Following the enactment of the Regulation Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications, the Republic of Indonesia finally has a legal basis on the protection of sound mark. Therefore, more in depth research on the regulation is needed. The research method is based on normative juridical research. From the existing problems, the conclusions are sound can be used as a trademark, sound marks as a trademark have special advantages among others and there are still deficiencies in the current rules related to the protection of sound marks in the Republic of Indonesia. Research suggests that a technical standard guidance of the sound marks to be created immediately."
2018
T49744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elva Monica Hubertina
"Tesis ini membahas pengalihan hak atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan dari pasangan. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mewajibkan pasangan suami istri yang hendak bertindak atas harta bersama harus mendapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah pengalihan hak terhadap objek harta bersama yang dibuat oleh PPAT tanpa adanya persetujuan pasangan suami istri terhadap pihak ketiga. Permasalahan berikutnya adalah tanggung jawab PPAT atas jual beli tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yang berbentuk Yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen atas data sekunder. Analisis menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah dalam pengalihan hak atas tanah yang merupakan harta bersama tanpa persetujuan pasangan melalui akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat sahnya akta jual beli. Dengan tetap dibuatkannya akta jual beli tersebut terjadilah perbuatan melawan hukum sehingga akta tersebut batal demi hukum. Pembeli yang beritikad baik dalam melakukan jual beli harus dilindungi oleh hukum, PPAT harus mempertanggungjawabkan secara perdata dan administratif guna memberikan efek jera bagi PPAT karena jabatan PPAT merupakan jabatan kepercayaan sebagai perpanjangan tangan dari Badan Pertanahan Nasional

This thesis discusses the transfer of rights to land which is joint property without the consent of the spouse. Article 36 paragraph (1) of the Marriage Law requires that a married couple wishing to act on joint assets must obtain the consent of both parties. The problem raised in this thesis is the transfer of rights to objects of joint property made by Land Deed Official without the husband and wife's consent to a third party. The next problem is Land Deed Official's responsibility for the sale and purchase. This research uses a normative juridical method by conducting document studies on secondary data. The analysis uses a qualitative approach. The result of this research is in the transfer of rights to land which is a joint property without the partner's consent through a sale and purchase deed made by illegitimate because it does not meet the valid requirements of the sale and purchase deed. With the sale and purchase deed still being made, there is an act against the law so that the deed is null and void. Buyers who have good intentions in buying and selling must be protected by law, Land Deed Official must be accountable civil and administratively to provide a deterrent effect for Land Deed Official because the position of Land Deed Official is a position of trust as an extension of the National Land Agency
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicih Muslimah
"Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual HKI adalah bagian dari upaya mengatasi penyalahgunaan HKI itu sendiri. Penerapan prinsip National Treatment Perlakuan Nasional adalah salah satu upaya untuk melindungi HKI secara internasional dimana setiap warga negara anggota WTO/WIPO diperlakukan sama dengan warga negara domestik didalam pendaftaran dan perlindungan HKI di masing-masing negara. Namun demikian, penerapan prinsip perlakuan nasional dalam gugatan pembatalan HKI khususnya merek harus disesuaikan dengan hukum internasional dan hukum nasional yang berlaku di negara-negara anggota WTO/WIPO tersebut. Kasus Gugatan pembatalan merek Cap Kaki Tiga oleh warga negara Inggris Russel Vince melawan Wen Ken Drug, perusahaan Singapura di Indonesia dikarenakan merek Cap Kaki Tiga diabnggap peniruan emblem atau simbol bendera negara koloni Inggris yang disebut isle of man. Russel Vince menggugat dalam kapasitasnya sebagai warag negara Inggris dengan menggunakan prinsip national treatment perlakuan nasional.

Protection of Intellectual Property Rights IPR is part of the effort to resolve the misuse of IPR itself. The application of the National Treatment principle is one of the efforts to internationally protect the IPR where every citizen of WTO WIPO member is treated the same with domestic citizen in the registration and protection of intellectual property rights in each country. However, the application of the national treatment principle in the lawsuit of IPR revocation, in particular the brand, must be in accordance with international law and national law that apply in the WTO WIPO member countries. symbols or emblems are merely symbols emblems of countries that are registered as WTO WIPO members while the Isle of Man is not a country and there is no notification from the United Kingdom as a WIPO WTO member of the Isle of Man flag symbol. Moreover, the principle of national treatment applies only to brand registration not to conduct a lawsuit of the brand revocation in the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Faradhyta Dewi
"ABSTRAK
Persetujuan dari salah satu pihak dalam melakukan pengalihan harta bersama merupakan hal yang wajib dilakukan. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jika ditafsirkan secara a contrario Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, melarang pengalihan harta bersama tanpa persetujuan dari pasangan suami/istri. Penelitian ini mengambil studi kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 PK/Pdt/2017. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah keabsahan peralihan hak dan peran PPAT terhadap harta bersama perkawinan dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 PK/Pdt/2017 dan kedudukan para pihak dalam memberikan persetujuan pengalihan harta bersama dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 PK/Pdt/2017. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah keabsahan peralihan hak milik terhadap harta bersama milik Tuan GOS dan Nyonya S yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari Nyonya S adalah tidak sah. Hal ini telah melanggar ketentuan dari Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan serta melanggar pula syarat sah perjanjian yaitu sepakat dan sebab yang halal yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Akibatnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Peran PPAT terhadap harta bersama adalah membuat alas hak terkait harta yang dialihkan yaitu membuat akta jual beli. Kedudukan para pihak dalam memberikan persetujuan pengalihan harta bersama dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 463 Pk/Pdt/2017 sangat penting sebagaimana telah diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Perkawinan.

ABSTRACT
The consent of one party to the transfer of community property is obligatory. This has been regulated in Article 36 Paragraph 1 Law number 1 of 1974 on marriage. If interpreted in a contrario Article 36 Marriage Act, transfer community property without the consent of the husband wife are prohibits. This research takes a case study of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 463 PK Pdt 2017. The formulation of the problem of this study is the validity of the transfer of rights and the role of PPAT on the property of the marriage in the Supreme Court Decision No. 463 PK Pdt 2017 and the position of the parties in granting the transfer of community property in the Supreme Court Decision No. 463 PK Pdt 2017. Research method used in this research is juridical normative by using secondary data. The conclusions in this research is the validity of the transfer of property right against join property of Mr. GOS and Mrs. S is invalid. This has violated Article 36 Paragraph 1 of the Marriage Act and also violates the validity of an agreement which is the concent and lawful cause who has been regulated in Article 1320 of The Civil Code. As a result, the agreement can be canceled or void by law. The role of PPAT on community property is to make a right of ownership related to the transfer of the property. The position of the parties in giving the consent of the transfer against community property in the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 463 Pk Pdt 2017 is very important as has been regulated in Article 36 Paragraph 1 of The Marriage Act. "
2018
T51047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Virly Yusrini
"Perbandingan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) di Indonesia dengan Lembaga Strata Title Negara Singapura dalam Hubungannya dengan Pembangunan Hukum Tanah Nasional merupakan masalah yang diteliti dalam tulisan ini. Analisis dilakukan secara kualitatif dan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan lembaga strata title yang dianut negara Singapura adalah jika seseorang memiliki suatu unit di dalam sebuah gedung bertingkat, selain ia
memiliki hak terhadap unit tersebut, ia juga berhak secara nyata dan hukum atas ruang udara yang terdapat di dalamnya. Hal ini berbeda dengan konsep Hak Milik Atas Rumah Susun di Indonesia, dimana kepemilikan suatu unit dalam sebuah gedung bertingkat tidak termasuk ruang udara yang berada di dalamnya. Selain itu, terdapat empat perbedaan antara Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) di Indonesia dengan Lembaga Strata Title Negara Singapura, yaitu konsep yang melandasi Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) dengan
lembaga Strata Title negara Singapura, macam hak atas tanahnya, terdapatnya sistem konversi dalam lembaga strata title Singapura dan adanya suatu badan khusus yang menangani masalah-masalah atau perselihan-perselisihan yang terjadi antara penghuni, perhimpunan penghuni dan badan pengelola. Dengan demikian diperlukannya suatu penertiban dalam penggunaan istilah strata title di Indonesia, agar terhindar dari Salah persepsi dari masyarakat Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16286
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanni Dwi Abriyanti
"ABSTRAK
Seringkali PPAT tidak cermat dalam memeriksa
keaslian dokumen setiap membuat akta, sehingga akta
yang telah dibuat oleh PPAT dapat, keadaan inilah
yang membuat penulis tertarik untuk membahas
mengenai hibah terhadap harta bersama, karena dalam
kasus ini, akta hibah PPAT dibatalkan karena tidak
mendapat persetujuan isteri, dikarenakan obyek hibah
adalah harta bersama. Permasalahan yang diangkat
dalam kasus ini, mengenai konsekuensi terhadap hibah
harta bersama yang tidak mendapat persetujuan
isteri, pengadilan yang berwenang mengadili dan
memutus perkara serta pertanggungjawaban terhadap
PPAT yang lalai sehingga mengakibatkan akta hibah
dibatalkan. Untuk menjawab permasalahan hukum dalam
kasus tersebut, maka dilakukan penelitian
kepustakaan yang bersifat deskriptif analitis untuk
menggambarkan peraturan-peraturan yang berlaku yaitu
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam
praktek pelaksanaannya berkenaan dengan permasalahan
yang ada. Dari analisa terhadap putusan Perkara
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3634
K/PDT/1999 tersebut dapat diketahui bahwa
perbuatan hibah oleh suami terhadap harta bersama
tanpa disertai dengan persetujuan dari isteri
mengakibatkan akta hibah tersebut menjadi cacat
hukum dan dapat dimintakan pembatalan akta hibah
oleh pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berwenang untuk memutus perkara hibah menurut Pasal
50 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang
peradilan Agama. PPAT yang terbukti lalai dapat
dikenakan sanksi pelanggaran ringan yang ada dalam
PP No. 37 Tahun 1998."
2007
T38054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasyafa Aleysa Taufik
"Pesatnya perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia berbanding lurus dengan kebutuhan para pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan pembiayaan untuk menyokong keberlangsungan usahanya. Mendapatkan akses terhadap kredit perbankan merupakan hal yang penting agar dapat mencapai optimalisasi potensi dari pengembangan ekonomi kreatif melalui skema agunan berbasis kekayaan intelektual melalui jaminan fidusia. Pemerintah Indonesia telah mengakomodasi kebutuhan ini melalui lahirnya UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif serta peraturan pelaksanaannya pada PP No. 24 Tahun 2022. Agar skema tersebut dapat terlaksana secara efektif pada saat PP No. 24 Tahun 2022 berlaku pada Juli 2023, masih diperlukannya kejelasan terkait dengan penilaian agunan kekayaan intelektual, ketersediaan pasar sekunder, serta ketersediaan pihak penilai. Berangkat dari latar belakang tersebut, dilakukannya penelitian dengan rumusan masalah terkait dengan bagaimana pengaturan pemberian kredit bank bagi pelaku ekonomi kreatif serta bagaimana perlindungan hukum bagi bank terhadap pemberian kredit yang menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui aturan serta analisis terkait dengan perlindungan hukum bagi bank yang memberikan kredit dengan jaminan atau agunan kekayaan intelektual. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang didukung dengan wawancara. Berdasarkan penelitian ini, masih dibutuhkan adanya pengaturan serta regulasi terkait diterimanya agunan dalam bentuk kekayaan intelektual. Sehingga, pembentukan peraturan dari lembaga pengawas sektor keuangan sebagai serta peraturan pendukung dari dunia perbankan harus segera diakselerasi penyusunannya agar dapat menjadikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual terkhusus melalui pemberian kredit di Indonesia dapat terlaksana.

The demand for funding by creative economy promoter to finance their ongoing operations is strongly correlated with the rapid growth of the creative industry in Indonesia. Having access to credit banking is crucial to maximizing the creative economy's potential for growth through a fiduciary guarantee-based scheme for intellectual property-based collateral. With the introduction of Law No. 24 Year 2019 concerning the Creative Economy and its implementing rules in Government Regulation No. 24 of 2022, the Indonesian government has met this demand. Government Regulation No. 24 of 2022 must still be fully implemented by July 2023 in order for the system to function as intended in terms of intellectual property judgment, secondary market accessibility, and appraiser accessibility. In order for the scheme to be implemented effectively at the time of Government Regulation No. 24 of 2022 comes into effect in July 2023, it is still fully required related to intellectual property judgment, secondary market availability, and the availability of appraisers. Departing from this background, research was conducted with the formulation of issues, which is in terms of what is the regulation that regulates bank lending to creative economy promoter and how to provide legal protection for banks against granting credit that uses intellectual property as an object of fiduciary guarantees. The objective of this research is to comprehend the rules and analysis related to legal protection for banks that provide credit with guarantees or intellectual property guarantees. With the aid of interviews and secondary data, this study was done as juridical-normative research. According to this research, protocols and rules governing the acceptance of collateral in the form of intellectual property are still necessary. In order for Indonesia to be able to finance intellectual property, particularly through the provision of credit, it is necessary to hasten the creation of laws from agencies responsible for the financial sector as well as supporting regulations from the banking industry."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>