Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208083 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Avini Risda Khaerani
"Pasien pediatri merupakan kelompok yang rentan akan terjadinya Efek Samping Obat (ESO), dikarenakan perbedaan farmakokinetika, farmakodinamika, dan kematangan sistem tubuh yang berbeda dengan pasien dewasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ESO antimikroba yang terjadi pada pasien pediatri COVID-19 dengan menggunakan metode trigger tool dimodifikasi dan algoritma Naranjo dan mengetahui antimikroba penyebab ESO. Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) dideteksi dengan trigger tool yang dimodifikasi dan analisis kausalitas dianalisis dengan algoritma Naranjo. Studi cross-sectional ini dilakukan pada pasien pediatri yang dirujuk pada unit rawat inap RSUD Pasar Minggu dari Agustus 2020 hingga Juli 2021. Dari 120 pasien, didapatkan 119 pasien mengalami 389 kasus ESO dengan tingkat probabilitas sebesar 67,7% kasus possible dan 6,1% probable. ESO yang paling banyak ditemukan adalah ulser (84,2%), hipersensitivitas (39,2%), dan mual (27,5%). Obat yang diduga sebagai penyebabnya adalah seftriakson dan azitromisin. Kemampuan trigger tool dan naranjo untuk mendeteksi ESO ditunjukkan dengan Positive Predictive Value (PPV) berada pada rentang 0 hingga 1. Metode trigger tool yang dimodifikasi dan algoritma Naranjo dapat digunakan untuk mendeteksi ESO yang terjadi pada pasien pediatri. Seftriakson dan azitromisin adalah antimikroba dengan penyebab ESO tertinggi pada pasien pediatri COVID-19 dari hasil penelitian ini.

The pediatric population is vulnerable to ADRs due to the different pharmacokinetics, pharmacodynamics, and maturity of pediatric body systems compared to adults. The purposes of this study were to analyze antimicrobial ADRs in pediatric COVID-19 patients using a modified trigger tool and Naranjo algorithm and to determine the antimicrobials most associated with ADRs. Adverse Effects (AEs) were detected using a modified trigger tool, and causality assessment was analyzed using the Naranjo algorithm. This cross-sectional study was performed on pediatric patients with COVID-19 admitted to Pasar Minggu District Hospital from August 2020 until July 2021. A total of 120 patients, 119 patients were observed with 389 ADRs. According to the Naranjo scale, probable cases were 6,1%, and possible cases were 67,7%. The most common ADRs in pediatric patients are ulcer (84,2%), hypersensitivity (39,2%), and nausea (27,5%). The effectiveness of the modified trigger tool and Naranjo algorithms at detecting ADRs were calculated with Positive Predictive Value (PPV), ranging from 0 to 1. Modified trigger tool and Naranjo algorithm are applicable for ADRs detection in pediatric patients. Based on this study results, Ceftriaxone and azithromycin are the most common antibiotics associated with ADRs in pediatric COVID-19 patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafayta Sekar Amalina
"Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja dengan menginhibisi ikatan antara interleukin-6 (IL-6) dengan reseptornya. Pemberiannya pada pasien COVID-19 bertujuan untuk menekan dampak IL-6 terhadap inflamasi yang terjadi pada pasien COVID-19 derajat berat atau kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Pasien ICU umumnya memiliki kondisi yang berisiko tinggi terhadap terjadinya perburukan dan disertai penyakit penyerta sehingga membutuhkan terapi yang kompleks antara tocilizumab dengan obat-obatan lain. Penelitian ini bertujuan utuk menganalisis masalah terkait obat (MTO) tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) tahun 2020-2021. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Hepler dan Strand. Analisis dilakukan pada 50 pasien yang merupakan total sampel penelitian. Hasil dari analisis menunjukkan adanya MTO tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU RSUI sebanyak 52 kejadian dengan persentase potensi interaksi 86,27% dan reaksi obat tidak diinginkan 13,72%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pada pasien COVID-19 di ICU RSUI dengan tocilizumab pada tahun 2020-2021 menyebabkan masalah terkait obat dengan MTO yang terjadi berupa potensi interaksi obat dan reaksi obat tidak diinginkan.

Tocilizumab is a monoclonal antibody that inhibits interleukin-6 (IL-6) from its receptor. The administration to COVID-19 patients aims to suppress the impact of IL-6 to inflammation that occurs in severe COVID-19 patients in the Intensive Care Unit (ICU). ICU patients generally have conditions that are at higher risk of worsening and are followed by comorbidities that require complex therapy between tocilizumab and other drugs. This study aims to analyze the Drug-related Problems (DRP) of tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU of Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) in 2020-2021. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions, and medical records. The DRP classification used in this study refers to the classification made by Hepler and Strand. Analysis was carried out on 50 patients which constituted the total sample of the study. The results of the analysis showed the presence of DRP of Tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU RSUI as many as 52 events with the percentage of interactions is 86,27% and adverse drug reactions is 13,72%. Therefore, it can be concluded that tocilizumab as the treatment therapy for COVID-19 patients in the ICU RSUI in 2020-2021 experience DRP in drug interaction potentials and adverse drug reactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jehezkiel Kenneth Guilio
"Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dengan derajat keparahan sedang, dan berat atau kritis di Indonesia perlu mendapat pengobatan sehingga sembuh. Salah satu obat yang dianjurkan oleh pemerintah untuk mengobati COVID-19 adalah remdesivir. Penggunaan dan peresepan remdesvir yang banyak digunakan untuk pasien COVID-19 derajat sedang dan berat atau kritis di Indonesia membuka peluang terjadinya kesalahan yang akan menyebabkan pengobatan pada pasien COVID-19 tidak efektif seperti masalah terkait obat (MTO). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis MTO remdesivir pada pasien COVID-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia tahun 2021. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari daftar resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi Hepler dan Strand. Analisis dilakukan pada 132 pasien COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya MTO remdesivir pada pasien COVID-19 di RSUI tahun 2021 sebanyak 15 kejadian dengan persentase indikasi yang tidak diobati sebesar 0%, kesalahan pemilihan obat 6,67%, dosis subterapi 0%, dosis berlebih 0%, kegagalan dalam penerimaan obat 0%, reaksi obat tidak diinginkan 66,67%, interaksi obat 26,67%, dan penggunaan obat tanpa indikasi 0%. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan remdesvir pada pasien COVID-19 di RSUI tahun 2021 sudah berjalan baik dan sesuai pedoman yang ditetapkan pemerintah. Potensi terbesar terjadinya kejadian MTO pada pengobatan remdesivir pada pasien COVID-19 di RSUI adalah reaksi obat tidak diinginkan (ROTD).

Patients who are confirmed positive for COVID-19 with moderate, severe or critical condition in Indonesia need to receive the proper treatment for adequate recovery. One of the drugs recommended by the government to treat COVID-19 is remdesivir. The use and prescription of remdesivir, which is frequently used for moderate, severe or critical COVID-19 in Indonesia, opens up possibilities of errors to occur that can cause the treatment for COVID-19 patients to be ineffective, such as drug-related problems (DRPs). This study aims to analyze the drug-related problems of remdesivir among COVID-19 patients in Universitas Indonesia Hospital (RSUI) in 2021. This study was conducted using a descriptive, cross-sectional study design. A secondary data was used by retrospective data collection from prescription lists and patient medical records. The DRP classification used in this study was Hepler and Strand classification. Analysis was performed on a total of 132 COVID-19 patients who met the inclusion criteria. Results showed that there were 15 events of drug-related problems of remdesivir among COVID-19 patiens in RSUI in 2021, with 0% untreated indications, 6.67% improper drug selection, 0% subtherapeutic dosage, 0% overdosage, 0% failure to receive drugs, 66.67% adverse drug reaction, 26.67% drug interactions, and 0% drug use without indication. Based on the analysis, it can be concluded that remdesivir treatment in COVID-19 patients at RSUI in 2021 had been done appropriately and in accordance to the government guidelines. The greatest potential of DRP event to occur in remdesivir treatment in COVID-19 patients at RSUI is adverse drug reactions (ADR)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ai Yeni Herlinawati
"Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah yang mendunia. Pasien PGK yang menjalani hemodialisis biasanya mendapatkan resep yang banyak dan ini mempunyai risiko tinggi menyebabkan Masalah Terkait Obat (MTO). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi intervensi apoteker terhadap MTO yang berhubungan dengan kadar hemoglobin, ureum dan kreatinin. Desain penelitian yang digunakan adalah Pre eksperimental dengan pre post design secara prospektif. Penelitian dilakukan terhadap satu kelompok uji, total responden penelitian 76 orang. Penelitian ini dilakukan di poli rawat jalan hemodialisis RSUD dr. Adjidarmo kabupaten Lebak selama periode Januari sampai maret 2017. MTO dinilai berdasarkan Pharmaceutical Network Europe (PCNE) V.6.2, tahun 2010. Jumlah MTO yang diidentifikasi adalah 256 masalah, Setelah dilakukan intervensi, jumlah MTO turun menjadi 71 masalah (menurun sebesar 72,26%). Terdapat perbedaan bermakna pengaruh intervensi apoteker terhadap penurunan jumlah MTO sebelum dan sesudah intervensi dengan p < 0,05. Terdapat perbedaan bermakna kenaikan rerata hemoglobin yang disebabkan oleh intervensi apoteker terhadap MTO dengan p < 0,05, selisih kenaikan rerata hemoglobin setelah intervensi selama 3 bulan adalah 0,84 g/dl. Rerata kadar hemoglobin setelah intervensi 3 bulan naik 8,29%. Terdapat perbedaan kadar ureum setelah dilakukan intervensi, tetapi tidak bermakna secara klinis dengan p > 0,05 (OR 1,37 p 0,517). Perubahan masalah terkait obat yang diakibatkan oleh intervensi apoteker bisa menurunkan kadar ureum 1,37 kali nya dibanding sebelum intervensi. Rerata kadar ureum setelah intervensi selama 3 bulan turun 30,05%. Terdapat perbedaan bermakna kadar kreatinin setelah dilakukan intervensi dengan p < 0,05 (OR 0,196, P 0,049). Perubahan masalah terkait obat yang diakibatkan oleh intervensi apoteker bisa menurunkan kadar kreatinin 0,196 kali nya dibanding sebelum intervensi. Rerata kadar kreatinin setelah intervensi selama 3 bulan turun sebesar 9,91%. Faktor perancu untuk kadar hemoglobin adalah stadium PGK dengan p < 0,05 dan status gizi dengan p < 0,05. Faktor perancu untuk kadar ureum adalah status gizi dengan p < 0,05. Dengan demikian intervensi apoteker terhadap MTO bisa membantu keberhasilan terapi pasien hemodialisis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak

Chronic Kidney Disease (CKD) is a worldwide problem. PGK patients undergoing hemodialysis usually get many prescriptions and this has a high risk of causing Drug Related Problems (DRP). The aim of this study was to evaluate the pharmacists' interventions on DRPs relating to hemoglobin, urea and creatinine levels. The research design used was Preeksperimental with pre post design prospectively. The study was conducted on one test group, total of 76 respondents. This research was conducted in outpatient hemodialysis dr. Adjidarmo hospital Lebak district during the period January to March 2017. The DRP was assessed on the basis of Pharmaceutical Network Europe (PCNE) V.6.2, 2010. The number of DRPs identified was 256 problems. After intervention, the number of DRPs fell to 71 problems (decreased 72.26%). There was a significant difference in the effect of pharmacist intervention on decreasing the number of DRP before and after intervention with p <0.05. There was a significant difference in mean increase of hemoglobin caused by pharmacist intervention on DRP with p <0.05, the difference of mean hemoglobin increase after intervention for 3 months was 0.84 g/dl. Mean hemoglobin levels after 3 month intervention increased 8.29%. There was a difference in urea after the intervention, but not clinically significant with p> 0.05 (OR 1.37 p 0,517). Changes in drug-related problems resulting from pharmacist interventions can lower ureum 1.37 than before intervention. Mean urea levels after 3 month intervention decreased 30.05%. There was significant difference of creatinine level after intervention with p <0,05 (OR 0,196, P 0,049). Changes in drug related problems resulting from pharmacist interventions may decrease the creatinine level 0.196 compared to before intervention. Mean creatinine level after 3 months intervention decreased by 9.91%. Confounding factor for hemoglobin level was PGK stage with p <0,05 and nutritional status with p <0,05. The confounding factor for urea is nutritional status with p <0.05. Thus, pharmacist intervention on DRP can help the success of hemodialysis patient therapy in dr. Adjidarmo hospital district Lebak"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Putri Intan Pratiwi
"Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang mana menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat. Instalasi Gawat Darurat (IGD) berfungsi dalam menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi sehari ataupun dalam keadaan bencana. Stagnan ialah keadaan ketika pasien itdak dapat pindah ke ruangan rawat inap ataupun ke ICU yang sudah lebih dari 8 jam setelah diputuskannya rawat inap yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena pasien tidak mendapatkan ruang perawatan. Tujuan dilakukan tugas khusus ini yaitu untuk mengidentifikasi DRP (Drug Related Problem) yang terjadi selama penggunaan obat pada pasien dengan kondisi stagnan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Universitas Indonesia. Pelaksanaan tugas khusus ini dilakukan dengan pengambilan data secara retrospektif dari Form Penggunaan Obat Pasien dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi), diobservasi perkembangan keadaan pasien dan dilakukan analisis DRP. Hasil yang didapat yakni dari seluruh pasien yang dianalisis telah menerima terapi yang sudah sesuai dengan tatalaksana terapi namun ditemukan beberapa DRP. Akan tetapi DRP yang didapat belum mutlak benar karena terdapat faktor lain yang mempengaruhinya.

A hospital is a health service institution that provides complete individual health services which provide outpatient, inpatient and emergency services. The Emergency Department (IGD) functions in receiving, stabilizing and managing patients who require immediate emergency treatment, either on a one-day basis or in a disaster. Stagnancy is a condition when the patient cannot move to the inpatient room or to the ICU more than 8 hours after the decision to be hospitalized, which is caused by several factors, one of which is because the patient does not get a treatment room. The aim of this special task is to identify DRP (Drug Related Problems) that occur during drug use in patients with stagnant conditions in the Emergency Room (IGD) at the University of Indonesia Hospital. The implementation of this special task is carried out by collecting data retrospectively from the Patient Medication Use Form and CPPT (Integrated Patient Progress Note), observing the progress of the patient's condition and carrying out DRP analysis. The results obtained were that all patients analyzed had received therapy that was in accordance with the therapeutic management but several DRPs were found. However, the DRP obtained is not absolutely correct because there are other factors that influence it.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irsalina Nurul Putri
"ABSTRAK
Reaksi obat tidak dikehendaki (ROTD) adalah salah satu masalah kesehatan di masyarakat yang terjadi terutama pada populasi anak.  ROTD pada anak dapat memiliki efek yang relatif lebih parah bila dibandingkan dengan orang dewasa. Penggunaan obat off-label merupakan faktor risiko terjadinya ROTD pada anak. Penelitian tentang penggunaan obat off-label sudah dilakukan di beberapa tempat di Indonesia tetapi sebagian besar hanya sebatas persentase penggunaan obat off-label tetapi tidak diketahui lebih lanjut tentang pengaruhnya terhadap munculnya ROTD. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan obat off-label dan on-label sebagai faktor risiko terjadinya reaksi obat tidak dikehendaki pada pasien pediatri di ruang rawat Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.  Penelitian ini merupakan penelitian studi kohor yang membandingkan reaksi obat tidak dikehendaki antara peresepan secara ­on-label  dan off-label selama masa rawat pasien. Studi ini meneliti 130 pasien dengan jumlah penggunaan obat sebanyak 549 obat selama 4 bulan masa penelitian. Sebanyak 141 obat digunakan secara off-label dan 408 obat digunakan secara on-label. Pemberian obat off-label memiliki risiko untuk terjadinya ROTD 5,787 (Relative Risk=5,787; 95% Confidence Interval 1,072- 31,256) atau 5 kali lebih besar dibandingkan dengan pemberian obat on label. Peneitian ini mengindikasikan bahwa pemberian obat off-label merupakan faktor risiko terjadinya reaksi obat tidak dikehendaki. Variabel perancu yang berhubungan bermakna dengan kejadian ROTD adalah variabel umur (p< 0,05).

ABSTRACT
Adverse drug reaction (ADR) is  one of the health problems in the community that occurs mainly in the pediatric population. ADR in children can have a relatively more severe effect compared to adults. The use of off-label drugs is a risk factor for ADR in children. Research on off-label drug use has been carried out in several places in Indonesia, but most are only limited to the percentage of off-label drug use, but it is not known more about its effect on the emergence of ROTD. The purpose of this study was to evaluate the use of off-label and on-label drugs as risk factors for adverse drug reactions in pediatric patients in the ward room at the RSUP Fatmawati. This study is a cohort study that compares adverse drug reactions between on-label and off-label prescriptions during the patient's care period. The study examined 130 patients with a total drug use of 549 during the 4 months of the study, 141 drugs are used off-label and 408 drugs are used on-label. Patients who received an off-label drug has a risk for ADR 5,787 (Relative Risk = 5,787; 95% Confidence Interval 1,072-31,256) or 5 times higher than patients who received the drug on label. This research indicates that giving off-label drugs is a risk factor for adverse drug reactions. Confounding variables that are significantly related to the incidence of ADR are age variables (p <0.05).

 

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T51804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Ratna Shabrina
"Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah kegiatan yang memastikan pengobatan yang diberikan kepada pasien efektif, aman, dan rasional. Pemantauan terapi obat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meminimalkan biaya pengobatan dan menghormati pilihan pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis drug related problems (DRPs) yang terjadi pada pengobatan pasien dan memberikan rekomendasi tindak lanjut menggunakan metode SOAP. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi langsung, pengambilan data, dan studi literatur. Kesimpulan Drug Related Problems (DRPs) yang ditemukan pada pasien Tn. BJP adalah Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) dan interaksi obat. ROTD yang dialami pasien adalah hipokalemia yang dapat disebabkan karena penggunaan diuretik (furosemide dan spironolactone) yang berkepanjangan sehingga menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit pada pasien. Terdapat tiga obat yang memiliki resiko interaksi obat, yaitu: Spironolactone + Valsartan (Kategori interaksi: major); Phenytoin + Amlodipine (Kategori interaksi: major); dan Aspirin + Clopidogrel (Kategori interaksi: moderate).

Monitoring (PTO) is an activity that ensures the treatment given to patients is effective, safe, and rational. Drug therapy monitoring aims to improve the effectiveness of therapy and minimize the risk of Unwanted Drug Reactions (ROTs), minimize treatment costs and respect patient choice. The purpose of this study is to analyze drug related problems (DRPs) that occur in the treatment of patients and provide follow-up recommendations using the SOAP method. The data collection method used in this study is by direct observation, data collection, and literature study. Conclusion Drug Related Problems (DRPs) found in Mr. BJP's patients are Unwanted Drug Reactions (ROTDs) and drug interactions. The ROTD experienced by patients is hypokalemia which can be caused due to prolonged use of diuretics (furosemide and spironolactone) that causes electrolyte imbalance in the patient. There are three drugs that have a risk of drug interactions, namely: Spironolactone + Valsartan (Interaction category: major); Phenytoin + Amlodipine (Interaction category: major); and Aspirin + Clopidogrel (Interaction category: moderate).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Felix Leonard A.M
"Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit menyatakan bahwa salah satu contoh pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit adalah Pemantauan Terapi Obat. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, calon Apoteker memperoleh kesempatan untuk melakukan PTO pada pasien TBC. Tugas khusus ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman calon Apoteker mengenai pelaksanaan dan pembuatan laporan PTO pada pasien TBC. Kegiatan PTO dilakukan secara retrospektif pada salah satu pasien di Ruang Lily Gedung A. Kajian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien dan hasil laboratorium. Pemantauan terapi obat pada pasien TBC dapat dilakukan dan dapat diidentifikasi masalah terkait obat, yaitu semua obat yang diberikan kepada pasien telah tepat indikasi dan tepat dosis. Terdapat beberapa obat yang memiliki interaksi, sehingga direkomendasikan agar penggunaan obat-obatan yang memiliki interaksi tersebut dipisah dan dilakukan pemantauan terapi.

Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 72 of 2016 concerning Pharmaceutical Service Standards in Hospitals states that one example of clinical pharmacy services in hospitals is Drug Therapy Monitoring. Drug Therapy Monitoring (PTO) is a process that includes activities to ensure safe, effective and rational drug therapy for patients. The goal of PTO is to increase the effectiveness of therapy and minimize the risk of Adverse Drug Reactions (ROTD). In this Pharmacist Professional Work Practice (PKPA), prospective pharmacists have the opportunity to carry out PTO on TB patients. This special assignment aims to increase the understanding of prospective pharmacists regarding the implementation and preparation of PTO reports for TB patients. PTO activities were carried out retrospectively on one of the patients in the Lily Room, Building A. This study used secondary data in the form of patient medical records and laboratory results. Monitoring drug therapy in TB patients can be carried out and drug-related problems can be identified, namely that all drugs given to patients have the correct indications and the correct dosage. There are several drugs that have interactions, so it is recommended that the use of drugs that have interactions be separated and therapy monitored.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nora Wulandari
"Pengobatan pada pasien lansia sangat kompleks karena biasanya bersifat multipatologi sehingga menyebabkan peningkatan jumlah obat yang digunakan (polifarmasi) untuk kondisi klinis yang berbeda-beda. Terdapatnya hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia menyebabkan pengobatan yang berpotensi menimbulkan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), karena umumnya pengobatan pada pasien dengan hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia bersifat jangka panjang dengan menggunakan beberapa jenis obat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh umur lansia terhadap kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki pada pasien dengan hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia di Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Tanah Baru, dan Puskesmas Beji kota Depok. Penelitian menggunakan rancangan kohort prospektif. Sampel penelitian terdiri dari 62 pasien lansia sebagai kelompok kohort dan 62 pasien non lansia sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan selama Januari-Juni 2014. Sampel dimonitoring keadaannya setiap minggu selama satu bulan. Manifestasi klinik ROTD merupakan hasil evaluasi terhadap keluhan-keluhan yang dialami pasien yang dievaluasi menggunakan skala Naranjo. Manifestasi klinik ROTD yang didapat pada kedua kelompok dianalisis menggunakan uji kaikuadrat dan uji regresi logistik. Pasien dengan hipertensi, diabetes dan/atau dislipidemia yang mengalami kejadian ROTD 30,6% dengan frekuensi kejadian 39 kali, presentase terbesar adalah batuk kering karena kaptopril (56,3%), dan tingkat keparahan manifestasi klinik ROTD yang terjadi pada mayoritas (53,8%) pasien tersebut adalah level 2 (mild/sedang). Risiko umur lansia 3,577 kali lebih besar untuk terjadinya ROTD.

Treatment in elderly patients is very complex, because it is usually multiphatology thus causing an increase in number of drugs used (polypharmacy) for every clinical conditions. The presence of hypertension, diabetes and/or dyslipidemia will increase the risk of cause Adverse Drug Reaction (ADR) because of polypharmacy and long term of treatment. This study aimed to assess the effect of elderly age on the incidence of ADR in patients with hypertension, diabetes and/or dyslipidemia at Puskesmas Pancoran Mas, Beji, and Tanah Baru Depok. The design of the study is cohort study. The Sampling was conducted at January- June 2014. 62 elderly patients was collected as a risk factor group and 62 non- elderly patients as a control group. Sample was monitored every weeks in a month. Clinical Manifestation of ADR event was an evaluation result of the recording complaints experienced by the sampel using Naranjo scale. Clinical manifestation of ADR events obtained in the both group were analyzed using Chi- Square and Logistic Regression test. Patient with hypertension, diabetes and/or dyslipidemia experienced ADR event 30,6% with a frequency of accurrence was 39 times. Dry cough because of captopril (56,3%) was the most common clinical manifestation found, while severity level clinical manifestation ADR which occured in most of patient (53,8%) was at level 2 (mild). The risk of elderly age was 3,577 times greater for ADR event.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
T42976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>