Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104987 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Geraldine Mustika Ayu
"Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris yang melakukan tindak pidana penipuan terhadap kliennya dalam pembuatan akta Notaris sebagaimana yang terjadi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 379/K/Pid/2021. Permasalahan dalam tesis ini mengenai akibat hukum dari akta utang piutang yang dibuat menjadi akta PPJB dengan cara melakukan penipuan sebagaimana Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP yang telah dibuat Notaris TAH dengan cara melawan hukum serta pertanggungjawaban Notaris dalam perspektif hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi atas tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Notaris. Metode penelitian yang dipakai dalam tesis ini adalah yuridis normatif, dengan menggunakan bahan data primer yaitu peraturan perundang-undangan, data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur, dan bahan tersier yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tesis ini menggunakan metode analisis data kualitatif, yang bertujuan untuk memberikan jalan keluar atas pertanggungjawaban Notaris dalam menjalankan tugas. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa akta yang dibuat oleh Notaris TAH menjadi batal demi hukum. Notaris TAH juga dimintakan pertanggungjawaban secara pidana berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Selain pertanggungjawaban secara pidana, Notaris TAH juga dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum secara perdata yaitu ganti kerugian berupa natura dan pertanggungjawaban hukum secara administratif yaitu pemberhentian sementara sebagai Notaris.

This thesis discusses about the responsibility of Notary who commits fraud against his client in the making of an authentic deed, as happened in the Putusan Mahkamah Agung Nomor 379/K/Pid/2021. The problem in this theesis is regarding the legal consequenes of the deed of debt and receivables made into a deed of PPJB by committing fraud as stated in Article 378 juncto Article 55 paragraph (1) of the Criminal Code which has been made by Notary TAH by violating the law and the Notary’s responsibility in the perspective of criminal law, civil law, and administrative law for criminal acts of fraud committed by a Notary. The research method used in this thesis is normative juridicial. The typology of research in writing this thesis is an explanatory research, which aims to describe in detail a phenomenon and then analyze the phenomenon by using primary data, namely laws and regulations, secondary data collected through literature study, and tertiary data, The Great Dictionary of Indonesian Language. The result of the studies found that the deed made by Notary TAH is being null and void. Notary TAH can be held criminally responsible and can also be asked for civil legal liability, compensation in the form of in-kind and administrative legal liability specifically temporary dismissal as a Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Tjandra
"Notaris adalah Pejabat Publik yang mendapat kewenangan dari Negara untuk menjalankan sebagian dari tugas kenegaraan di bidang Perdata. Di dalam menjalankan jabatannya, banyak Notaris yang melakukan pelanggaran baik pelanggaran perdata maupun pelanggaran pidana seperti kasus yang Penulis angkat yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 1099/K/Pid/2010 yang menghukum notaris dengan dakwaan "Turut serta menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik". Akan tetapi bila kita melihat dari wewenang Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik maka notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban sebagai pihak yang turut serta menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, akan teteapi tanggung jawab yang dapat dimintakan dari seorang Notaris adalah sebagai pihak yang "Turut serta memalsukan akta".

Notary is an official civil officer who gets his authority from the Country to do some part of civil administration. These days, we can see that many notaries break the law when he does his job, either break civil law or criminal law, like this Supreme Court Case with Register No. 1099/K/Pid/2010 which case sentence a notary with indictment of "Participating in ordering a person to put false information into a authentic deed". But if we look closely in notary duties and authority , we know that a notary can not be sentenced with the indictment of participating in ordering a person to put false information into authentic deed, because the indictment should be "Participating in making deed forgery"."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fara Deinara Dewantoro
"Pembatalan Akta Pernyataan Keputusan Rapat oleh Pengadilan dikarenakan akta yang dibuat berdasarkan keterangan palsu yang dimasukkan oleh penghadap dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di bawah tangan yang dilakukan tanpa sepengetahuan Notaris, yang termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri No 208/Pdt.G/2019/PN TJK. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai analisis keabsahan Akta Pernyataan Keputusan Rapat berdasarkan berita acara di bawah tangan dan tanggung jawab Notaris terhadap Akta yang dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan. Metode penelitian dengan bentuk penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini dengan eksplanatoris, dengan metode pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa keabsahan Akta Pernyataan Keputusan Rapat dinyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta batal dengan segala akibat hukumnya serta tanggung jawab Notaris terhadap Akta Pernyataan Keputusan Rapat yang dibuatnya.

The cancellation of the Statement of Meeting Resolutions by the Court because of false information inputted by the appellants/claimant in the Minutes of the Extraordinary General Meeting of Shareholders (EGMS) at the hands of committed without the knowledge of the Notary, which is contained in Court Decisions Number 208/Pdt.G/2019/PN. Tjk. The problem raised in this research are about the analysis of the validity of the Deed of Statement of Meeting Resolutions and the Notary's responsibility for the Deed which was declared null and void by the Court. The method of this research is normative juridical research. This research is explanatory, with a qualitative approach method. The results of this research are, that the validity of the Deed of Statement of Meeting Resolutions is declared legally invalid and has no binding legal force and is void with all legal consequences and the responsibility of the Notary for the Deed of Statement of Meeting Resolution made by him."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Theresia
"Penelitian ini membahas mengenai peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan surat keterangan hak mewaris berkenenaan dengan tuntutan dari penerima manfaat asuransi yang tercantum dalam polis asuransi jiwa. Penunjukan penerima manfaat asuransi yang didasarkan prinsip insurable interest yaitu dalam hal ini hubungan keluarga sering sekali terjadi sengketa dikarenakan yang biasanya ditunjuk sebagai ahli waris dalam asuransi adalah ahli waris golongan II menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun hukum waris untuk warga negara golongan Tionghoa telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan asas penderajatan. Permasalahan ini menyebabkan Notaris sebagai pejabat umum yang membuat surat keterangan hak mewaris sering terseret dalam permasalahan hukum tersebut dikarenakan tidak mencantumkan penerima manfaat dalam surat keterangan hak mewaris yang dibuatnya atau sebaliknya, yang menyebabkan pembagian jatah harta peninggalan yang keliru, disebabkan telah salah menetapkan ahli waris. Adapun pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana kedudukan hukum penerima manfaat polis asuransi jiwa yang termasuk ahli waris golongan II dalam hukum waris sesuai KUHPer dan (ii) bagaimana peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Hak Mewaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bersifat eksplanatoris. Hasil analisa adalah penerima manfaat hanya memiliki hak tuntut kepada penanggung dan wajib menyerahkan uang pertanggungan kepada ahli waris golongan I dan notaris dalam pembuatan surat keterangan hak mewaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban apabila sudah memenuhi prosedur yang berlaku. Maka seharusnya terdapat peraturan khusus mengenai uang pertanggungan dan sebagai upaya preventif, notaris wajib membiasakan diri untuk selalu membuat akta pernyataan terlebih dahulu.

This research discusses about the role and responsibilities of a notary in making a certificate of inheritance rights related to the demands of the insurance beneficiary listed in the life insurance policy. The appointment of the beneficiaries of insurance is based on the principle of insurable interest, namely in this case family relations often occur in disputes because those who are usually appointed as heirs in insurance are class II heirs according to the Civil Code. However, the inheritance law for Chinese ethnic group has been regulated in the Civil Code that based its principle on equalization. This problem induces Notaries as public officials who create certificates of inheritance rights are often dragged into these legal issues because they do not include beneficiaries in the certificates of inheritance rights that they make or vice versa, which causes the distribution of inheritance rights to be erroneous, due to the wrong appointment of heirs. The main issues raised in this study are (i) how is the legal position of the beneficiaries of the life insurance policy which includes class II heirs in inheritance law according to the Criminal Code and (ii) how are the roles and responsibilities of a notary in making a Certificate of Inheritance. To answer these issues, a normative juridical research method with an explanatory character is used. The result of the analysis is that the beneficiary only has the right to sue the insurer and is obliged to submit the sum assured to the class I heirs and the notary in making the certificate of inheritance rights cannot be held accountable if it has complied with the proper procedures. Therefore, there should be special regulations govern the sum assured and as a preventive measure, notaries must get accustomed to always making a statement deed first."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Apriyanti
"Pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) tanpa surat kuasa yang sah (studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 472/PK/PDT/2019) diangkat karena banyak PPAT yang terjerat di Pengadilan baik perkara perdata maupun pidana, salah satunya karena terjadinya perbuatan melawan hukum.  Dalam putusan Mahkamah Agung No. 472/PK/PDT/2019, Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu karena telah membuat akta jual beli yang dalam pembuatannya dilakukan dengan blangko kosong yang diberikan oleh PPAT, kemudian pembuatan akta jual beli dilakukan tanpa adanya surat kuasa yang sah, dan dilakukannya jual beli tanah tersebut pada saat status tanah masih dalam penyitaan pengadilan.  Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi keabsahan surat kuasa terhadap keabsahan akta jual beli dan tanggung jawab PPAT dalam pembuatan akta jual beli yang dibuat dengan tanpa surat kuasa yang sah dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 472/PK/PDT/2019.  Bentuk penelitian yang akan digunakan, yaitu yuridis normatif, dengan menganalisis Putusan Peninjauan Kembali No. 472 PK/PDT/2019.  Hasil penelitian ini menyatakan bahwa implikasi terhadap keabsahan surat kuasa yang tidak sah terhadap keabsahan akta jual beli mengandung suatu kecacatan hukum dan mengakibatkan akta jual beli tanah tersebut batal demi hukum.  Berdasarkan surat kuasa membeli yang tidak sah maka telah dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, maka PPAT dapat dikenakan sanksi dalam jenis pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban yaitu akan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan Ikatan Pejabat Pebuat Akta Tanah (“IPPAT”). 

The preparation of sale and purchase deed made before the land deed official (PPAT) without valid power of attorney (case study supreme court decision number 472 PK/PDT/2019).  This is because many PPATs have been entangled in courts in both civil and criminal cases, one of which is because of unlawful acts.  In the decision of the supreme court No. 472/PK/PDT/2019, the notary who also served as PPAT was declared to have committed an unlawful act, namely because had made a deed of sale and purchase which was made in a blank form provided by PPAT, then made a deed of sale and purchases without valid power of attorney, and the sale and purchase of land is carried out while the land status still in court confiscation.  The problem in this thesis is how is the validity of the sale and purchases deed made without a valid power of attorney and how is the responsibility of the PPAT in making the sale and purchase deed made without a valid power of attorney in the supreme court decision number 472/PK/PDT/2019.  The results of this study state that the implications of the validity of an invalid power of attorney on the validity of the sale and purcahse deed contain a legal defect and cause the land sale and purchase deed to be null and void.  Based on an unauthorized purchase power of attorney, it is deemed to have committed and unlawful act, then PPAT may e subject to sanctions in the type of serius violation of the porhibition or obligation, namely being dishonorably dismissed from the position and dishonorably dismissed from membership of the Ikatan Pejabat Pebuat Akta Tanah (“IPPAT”)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Emir Gifari
"Dalam melaksanakan tugas jabatannya, kewenangan yang diberikan kepada Notaris tidak semata-mata tanpa batasan, seorang Notaris yang menyalahgunakan kewenangannya dengan melakukan perbuatan melanggar hukum dapat dikenakan sanksi. Dalam kasus yang diteliti, Notaris tidak membayarkan pajak yang dititipkan oleh klien atas akta yang dibuatnya dan telah dijatuhi sanksi administratif. Kasus ini menarik untuk diteliti mengingat tidak ada aturan tertulis yang melarang Notaris menerima titipan uang pajak dari klien akan tetapi diberikan sanksi administratif. Adapun permasalahan yang diangkat pada penulisan ini adalah mengenai wewenang dan tanggung jawab Notaris terhadap penitipan pembayaran uang pajak dan pertimbangan Majelis Pengawas Wilayah yang memberikan usulan sanksi pemberhentian sementara atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe eksplanatoris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbuatan menerima titipan uang pajak dari wajib pajak (klien) bukanlah suatu wewenang dari seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya, melainkan upaya Notaris secara pribadi dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi klien. Notaris yang tidak bertanggung jawab dalam menerima titipan tersebut dapat dikenakan sanksi secara perdata, pidana, dan administratif. Dasar pengenaan sanksi administratif adalah adanya penyalahgunaan jabatan Notaris dengan memanfaatkan uang titipan pajak untuk maksud lain. Majelis Pengawas Notaris, seharusnya melakukan dasar pengenaan sanksi administratif terhadap Notaris M, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) jo Pasal 9 ayat (1) huruf c UUJN. Dasar pengenaan sanksi tersebut dikarenakan Notaris M melakukan pelanggaran berupa wanprestasi yang merupakan perbuatan tercela.

In carrying out the duties of his position, the authority given to a Notary is not solely without limitations, a Notary who abuses his authority by committing acts that violate the law may be subject to sanctions. In the case studied, the Notary did not pay the tax deposited by the client for the deed he made and was given an administrative sanction. This case is interesting to study considering that there is no written rule that prohibits Notaries from accepting deposited tax money from clients but will be given administrative sanctions.The issues raised in this paper are regarding the authority and responsibility of the Notary to the safekeeping of the payment of tax money and the consideration of the Regional Supervisory Council which proposes a temporary suspension for violations committed by the Notary. This study uses a normative judicial method with an explanatory type.The results of this study indicate that the act of receiving deposited tax money from the taxpayer (client) is not an authority of a Notary in carrying out his position, but the Notary's personal efforts in order to improve services for clients. Notaries who are not responsible for receiving the deposit may be subject to civil, criminal and administrative sanctions. The basis for imposing administrative sanctions is the misuse of the position of a Notary by using tax deposit money for other purposes. The Notary Supervisory Council, should carry out the basis for imposing administrative sanctions against Notary M, based on Article 4 paragraph"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Vania Kusmayaningtyas
"Penelitian ini membahas mengenai pemilik objek yang tidak mengetahui, tidak pernah menghadap PPAT dan tidak pernah menandatangani akta jual beli terkait, tetapi dalam akta, pemilik objek dimaksud namanya dicatut sebagai penjual dan hak atas tanahnya dijadikan objek jual beli. Maka, ada indikasi figur palsu yang seolah-olah merupakan pihak yang berwenang guna memperlancar pembuatan akta jual beli tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum terhadap akta jual beli yang cacat hukum serta tanggung jawab PPAT terhadap pembuatan akta jual beli yang cacat hukum tersebut. Pembahasan penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 347/Pdt.G/2017/PN Jkt.Tim. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis dengan metode analisis data kualitatif. Hasil analisa menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap akta yang cacat hukum karena tidak terpenuhinya syarat subjektif dan objektif perjanjian, serta syarat materiil jual beli adalah akta batal demi hukum dan tidak pernah ada. Kemudian, PPAT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administrasi karena perbuatannya. Saran yang dapat diberikan adalah dalam pembuatan akta, PPAT harus lebih berhati-hati, cermat, teliti dan saksama. Selain itu, diperlukan suatu aturan yang jelas untuk menghindari penyalahgunaan identitas dan pemalsuan tanda tangan pada pembuatan akta PPAT.

This research discusses about the owner of the object who do not know, never facing the PPAT and never signed a related sale and purchase deed, but in the deed, the owner of the object is named as the seller and the rights over their land as object of sale and purchase. So, there is a fake figure who seems to be the authority to facilitate the making of the sale and purchase deed. The problems raised in this study are about the consequences of the law of the Deed of legal defects by PPAT and the responsibility of PPAT in the making of legal acts that are defective. The discussion of this research was carried out through a literature study and analysis of the Decision of the East Jakarta District Court No. 347/Pdt.G/2017/PN Jkt.Tim. To answer these problems, the method used is normative juridical research method, the research typology used is descriptive analytical research with qualitative data analysis methods. The result of the analysis is that the legal consequences of the deed are legally flawed due to the failure to fulfill the subjective and objective conditions of the agreement, as well as the material terms of the sale and purchase agreement that the deed is null and void and never existed. Then, the PPAT can be held responsible for civil, criminal and administration because of his actions. Advice that can be given is in the making of the deed, the PPAT should be more carefully and thoroughly. In addition, a clear rule is needed to avoid misuse of identity and falsification of signatures on the making of the PPAT deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Pradana
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) sebagai surat wasiat di bawah tangan menjadi dasar pembuatan Surat Keterangan Waris (SKW) menurut hukum waris Islam. SKW adalah surat yang dijadikan dasar adanya peralihan hak bagi ahli waris untuk melakukan perbuatan hukum atas suatu warisan yang ditinggalkan pewaris. Salah satu dasar dari pembuatan SKW adalah wasiat, yang mana wasiat menurut KHI dapat dibuat di hadapan dua orang saksi atau Notaris. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai SKB sebagai surat wasiat yang diajukan oleh salah seorang ahli waris untuk membuat SKW tanpa melalui persetujuan dari saudara-saudaranya yang juga berhak atas warisan tersebut, yang mana hal tersebut terjadi karena SKB tidak dibuat di hadapan Notaris. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Adapun analisa data dilakukan secara kualitatif, sehingga menghasilkan penelitian berbentuk deskriptif analitis. Hasil analisa dalam penelitian ini adalah: (1) SKB yang dibuat bukan merupakan sebuah wasiat, dikarenakan objek yang ada dalam SKB bukan merupakan harta waris dan juga tidak terpenuhinya syarat formil sebuah wasiat, sehingga pembuatan SKW tidak bergantung dengan SKB yang ada. (2) Aturan mengenai penggolongan penduduk untuk dasar pembuatan SKW saat ini sudah tidak valid karena bersifat diskriminatif, dan sudah seharusnya SKW dibuat oleh lembaga yang berwenang seperti Notaris.

This research discusses the position of the Collective Agreement (SKB) as a non-notarial will as the basis for making a Certificate of Inheritance (SKW) according to Islamic inheritance law. SKW is a letter which is used as the basis for the transfer of rights for beneficiaries to take legal actions on an inheritance left by the deceased. One of the bases for making SKW is a will, whichaccording to KHIshall be made in the presence of two witnesses or a notary. The problem in this research is the submission of SKB as a will by one of the beneficiaries to make an SKW without the consent of his siblings who were also entitled to the inheritance, which happened because the SKB was not made in front of a notary. To answer this problem, a normative juridical research method is used. The data analysis was carried out qualitatively, resulting in a descriptive analytical research. The results of the analysis in this study are: (1) the SKB does not qualify as a will, because the object in the SKB is not an inheritance nor does the formal requirement of a will fulfilled, therefore the SKW is not dependent on the existing SKB. (2) The current regulation regarding population classification as the basis for making SKW is no longer valid as it is discriminatory, and SKW should be made by an authorized institution such as a Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqky Ramadhan Putra
"Tesis ini secara umum membahas mengenai ketentuan pembuatan akta pernyataan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas oleh Notaris. Pada dasarnya RUPS dapat dilaksanakan dengan atau tanpa kehadiran Notaris. Dalam pelaksanaan RUPS yang tidak dihadiri oleh Notaris, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, keputusan RUPS tersebut perlu dibuat dalam bentuk akta notaris, yaitu akta pernyataan keputusan rapat yang merupakan tindak lanjut dari risalah rapat bawah tangan atas RUPS tersebut. Namun, pada kenyataannya, akta-akta Notaris banyak yang bermasalah atau dipermasalahkan, salah satunya dapat dilihat dari kasus yang diangkat dalam penelitian ini mengenai Notaris yang dilaporkan atas pembuatan akta pernyataan keputusan rapat yang tidak sesuai dengan risalah rapat bawah tangannya dan dianggap melanggar prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris sebagaimana merujuk pada Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor 10/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019.
Untuk menjawab dan memaparkan persoalan yang ada, penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dan bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian hukum yang bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap suatu keadaan mengenai pembuatan akta pernyataan keputusan rapat oleh Notaris berdasarkan akta risalah rapat bawah tangan kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa akta tersebut memiliki agenda yang berbeda dengan risalah rapatnya, ketidaksinambungan antara akta pernyataan keputusan rapat dengan risalah rapatnya disebabkan ketidaktelitian Notaris dan menyebabkan adanya asumsi keberpihakan Notaris. Perilaku Notaris tersebut dianggap telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang tentang Jabatan Notaris (UUJN). Atas kelalaiannya dalam menjalankan jabatannya tersebut, maka Notaris tersebut sudah seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan sanksi sebagaimana diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris.

This study generally discusses the terms of making the deed of the statement of General Meeting of Shareholders (GMS) resolutions of the Limited Liability made by a Notary. Theoretically, the GMS can be held with or without the presence of a Notary. In the implementation of the GMS not attended by a Notary, as stipulated in Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Company, the GMS resolutions need to be made in the form of a notarial deed, namely the deed of the statement of meeting resolutions as the notarial form of the private deed of the minutes of such GMS. However, in reality, many notarial deeds are problematic or disputed, one of which can be seen from the cases raised in this study regarding the Notary who was reported for making the deed of the statement of meeting resolutions not following the private deed of the minutes of such meeting and considered to violate the principles of Notary and the Notary Ethics Code as referred to the Decision of the Notary Regional Supervisory Board of DKI Jakarta Number 10/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019.
To answer and explain the existing problems, this study is conducted using normative juridical study methods, namely a study conducted by examining library material or secondary data, and descriptive analysis, namely a legal study aimed at describing completely a situation regarding the making of the deed of the statement of meeting resolutions by the Notary based on the private deed of the minutes of meeting under the principles of Notary and the Notary Ethics Code.
The results of this study indicate that the notarial deed has a different agenda with the minutes of meeting, the discontinuity between the deed of the statement of meeting resolutions with the minutes of meeting is due to the inaccuracy of the Notary and leads to the assumption of the allegiance of the Notary. The Notary's behavior is deemed to have violated the provisions as regulated in Article 16 paragraph (1) letter a of the Notary Law. For his negligence in carrying out his position, the Notary must be responsible for his actions under the provisions of sanctions as stipulated in the Notary Law and the Notary Ethics Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Isabella
"Notaris sebagai pejabat umum diharapkan dapat memberikan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang dilayaninya. Notaris dituntut untuk berperilaku sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Notaris. Apabila Notaris dalam
melaksanakan jabatannya terbukti telah melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenakan sanksi yang meliputi sanksi administrasi, perdata, pidana dan kode etik profesi Notaris yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris. Penelitian ini membahas mengenai perilaku Notaris yang telah melanggar serta mengabaikan UUJN dan Kode Etik Notaris di Kabupaten Purwakarta. Berdasarkan hal tersebut, Penulis akan meneliti mengenai bagaimanakah perilaku seorang Notaris yang benar dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya sebagai pejabat umum yang melayani masyarakat umum ditinjau dari Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Nomor 14/PTS-MPWN PROVINSI JAWA BARAT/VIII/2018 dan bagaimanakah penerapan sanksi oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris atas perilaku Notaris yang dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran jabatan dan wewenang Notaris tersebut ditinjau dari Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, dengan jenis data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen, dengan metode analisa data kualitatif dan hasil penelitian deskriptif analitis.Hasil dari penelitian ini adalah Notaris “N” telah terbukti berperilaku tidak baik dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Notaris, sehingga Notaris “N” dapat dikenai sanksi yang terdapat dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris haruslah berperilaku dan beretika yang baik untuk menjaga harkat dan martabat seorang Notaris

Notary as a public officials are expected to provide certainty, order and legal protection for the people they serve. Notaries are required to behave in accordance with the Law of Notary Position (UUJN) and Notary Code of Ethics in carrying out their duties and authority as a Notary. If the Notary in carrying out his position is proven to have committed a violation, the Notary may be subject to sanctions which include administrative, civil, criminal and notary professional code of ethics that is regulated in the Notary Position Act (UUJN) and the Notary Ethics Code. This research critize the behavior of a notary who has violated and ignored the Law and the Notary Ethics Code in Purwakarta Regency. Therefore, the author will examine the correct behavior of a Notary in carrying out their functions and authority as a public official serving the general public in terms of the Decision of the Notary Regional Supervisory Board Number 14 / PTS MPWN PROVINCE OF WEST JAVA / VIII / 2018 and how the application of sanctions by the Supervisory Board of Notary on the behavior of a Notary that is categorized as a form of violation of the position and the authority of the Notary in terms of the prevailing laws and regulations. This research use a normative juridical research methods, descriptive research type, with secondary data type, in the form of primary, secondary and tertiary legal material. Also, data collection tools using document studies, with qualitative data analysis method and analytical descriptive research results. The results of this research, that "Notary" N "has been proven to behave unfavorably in carrying out its duty and authority as a Notary Public, so that the Notary" N "may be subject to sanctions contained in the Law and the Notary Ethics Code. In carrying out his position, the Notary must behave in a good and ethical manner to maintain the dignity of a Notary Public."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>