Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196079 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Alifia Husna
"Pulau Kalimantan merupakan pulau dengan provinsi yang memilili kejadian perkawinan anak tertinggi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Banyak dampak kesehatan yang timbul akibat perkawinan anak, pemerintah Indonesia dalam RPJMN dan Dunia dalam SDG’s menargetkan penghapusan praktik perkawinan anak turun menjadi 8,74% (2024) dan 6,94% (2030). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren dan determinan perkawinan anak pada wanita menikah usia 15-29 tahun di Pulau Kalimantan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sampel penelitian adalah seluruh wanita menikah berusia 15-29 tahun yang terpilih menjadi responden dalam SDKI 2007, 2012 dan 2017 di Pulau Kalimantan dan dianalisis menggunakan analisis regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan tren kejadian perkawinan anak dari tahun 2007-2017 stagnan (Prevalensi2007: 54,4%; Prevalensi2012:52,3%; Prevalensi2017:52,4%). Pendidikan, pendidikan pasangan, perbedaan umur, wilayah tempat tinggal, dan indeks kekayaan merupakan determinan perkawinan anak tahun 2007 dan 2007-2017. Pendidikan, perbedaan umur, wilayah tempat tinggal, dan indeks kekayaan merupakan determinan perkawinan anak tahun 2012. Pendidikan, pendidikan pasangan, pekerjaan pasangan, dan perbedaan umur merupakan determinan perkawinan anak tahun 2017. Selanjutnya, determinan utama yang mempengaruhi perkawinan anak di Pulau Kalimantan secara berturut-turut yakni status pendidikan (OR 2,9;95%CI:1,17-5), perbedaan umur (OR 2,9; 95%CI: 2,2-3,7), pekerjaan pasangan (OR 13,9; 95%CI: 1,4-137,5), dan perbedaan umur (OR 2,6; 95%CI: 2,2-3).

Kalimantan Island is an island with the highest number of child marriages in Indonesia in the last 10 years. Due to many health impacts resulting from child marriage, Indonesian government in the RPJMN and SDG’s targeting the elimination of the practice of child marriage to fall to 8.74% (2024) and 6.94% (2030). This research aims to determine trends and determinants of child marriage among married women aged 15-29 years on the island of Kalimantan. This study used a cross-sectional design. The research sample was all married women aged 15-29 years who were selected as respondents in the 2007, 2012 and 2017 IDHS on Kalimantan Island and analyzed using multiple logistic regression analysis. The research results show that the trend in the incidence of child marriage from 2007-2017 was stagnant (Prevalence2007: 54,4%; Prevalence2012:52,3%; Prevalence2017:52,4%). Education, partner's education, age difference, area of residence, and wealth index are determinants of child marriage for 2007 and 2007-2017. Education, age difference, area of residence, and wealth index are determinants of child marriage for 2012. Education, partner’s education, partner's occupation, and age difference are determinants of child marriage for 2017. Furthermore, the main determinants that influence child marriage on Kalimantan Island respectively namely education (OR 2.9; 95%CI: 1.17-5), age difference (OR 2.9; 95%CI: 2.2-3.7), partner's occupation (OR 13.9; 95%CI: 1.4-137.5), and age differences (OR 2.6; 95%CI: 2.2-3)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dewi
"Paktik perkawinan anak adalah fenomena sosial yang dialami oleh banyak perempuan di berbagai belahan dunia. Temuan Unicef mencatat pada tahun 2014 lebih dari 700 juta perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, sementara Indonesia berada di urutan kedua tertinggi di ASEAN. Disertasi ini di tulis untuk mengungkap dan memaparkan proses reproduksi budaya praktik perkawinan anak yang berkelindan dengan beragam aspek dan konteks serta pengalaman dan negosiasi perempuan dalam menjalani perkawinan anak pada orang Kaili di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Suatu kajian etnografi feminis yang meggunakan teori habitus dan practice, Pierre Bourdieu untuk mengungkap relasi antara gagasan budaya dan aspek sejarah dengan praktik perkawinan anak. Teori intersectionality dari patricia Hill Collins untuk menganalisis posisi subyek dengan rangkaian persinggungan relasi kuasa yang mempengaruhi pengalaman hidup subyek perkawinan anak serta teori agency dan
resistance dari Saba Mahmood untuk menguraikan upaya perempuan dalam membangun subyektivitasnya. Penelitian dilakukan bulan Juli 2016 - Maret 2019 melaui observasi dan wawancara mendalam serta metode life history dan genealogi. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah 1). Bagaimana praktik perkawinan anak menjadi bagian dari sistem sosial orang Kaili dari masa ke masa? 2). Bagaimana reproduksi kultural praktik perkawinan anak dimaknai oleh subyek dari berbagai latar belakang sosial dalam generasi yang berbeda? 3). Bagaimana perempuan Kaili membangun subjektivitasnya selama menjalani praktik perkawinan anak dan menggunakan subyektifitas tersebut untuk menegosiasikan posisinya? Temuan penelitian menujukan bahwa praktik perkawinan anak merupakan disposisi atas berbagai masalah terutama yang menyangkut kehormatan dan martabat perempuan yang membentuk habitus. Praktik tidak selalu identik dengan usaha untuk meneguhkan dominasi seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu. Pada kondisi tertentu praktik sosial terkadang mengekspresikan ketulusan dalam menjalin relasi yang intim antara manusia seperti relasi antara orang tua dan anak. Pada masa lampau perkawinan anak menjadi pilihan paling rasional saat itu, untuk menjaga kehormatan dan harga diri perempuan. Pada generasi masa kini perkawinan anak ditafsir kembali sebagai strategi mengatasi dinamika kontekstual dalam kehidupan sosial, baik pribadi maupun kelompok. Selanjutnya tidak semua perempuan subyek perkawinan anak kemudian menjadi powerless. Berbagai cara dan mekanisme yang dikembangkan oleh para subyek menegaskan bahwa praktik ini bukan fenomena tunggal dengan
reason yang tunggal pula, akan tetapi didalamnya terdapat para individu dengan beragam kepentingan (self interest) lalu mengembangkan berbagai mekanisme sesuai dengan kondisi diri dan keluarga yang melingkupinya.

The practice of child marriage is a social phenomenon experienced by many women in various parts of the world. Unicef's findings noted that in 2014 more than 700 million women were married under the age of 18, while Indonesia was the second highest in ASEAN. This dissertation was written to reveal and describe the cultural reproduction process of child marriage practices that are intertwined with various aspects and contexts as well as experiences and negotiations of women in undergoing child marriage to Kaili people in Donggala Regency, Central Sulawesi. A feminist ethnographic study that uses habitus and practice theory, Pierre Bourdieu is used to reveal the relationship between cultural ideas and historical aspects and the practice of child marriage. The intersectionality theory from Patricia Hill Collins is used to analyze the subject's position with a series of power relations that affect the life experience of the subject of child marriage and the theory of agency and resistance from Saba Mahmood is used to describe women's efforts in building their subjectivity. The research was conducted in July 2016 - March 2019 through observation and in-depth interviews as well as methods of life history and genealogy. The research questions posed are 1). How has the practice of child marriage been part of the Kaili social system from time to time? 2). How can the cultural reproduction of child marriage practices be interpreted by subjects from various social backgrounds in different generations? 3). How did Kaili women develop their subjectivity during the practice of child marriage and use this subjectivity to negotiate their positions? The research findings show that the practice of child marriage is a disposition to various problems, especially those concerning the honor and dignity of women who form the habitus. The practice is not always in line with efforts to assert domination as argued by Bourdieu. In certain conditions social practice sometimes expresses sincerity in forging intimate relationships between humans such as relationships between parents and children. In the past, child marriage was the most rational choice at that time, to protect women's honor and dignity. In the current generation, child marriage is reinterpreted as a strategy to overcome contextual dynamics in social life, both individually and in groups. Furthermore, not all women who are subject to child marriage become powerless. The various ways and mechanisms developed by the subjects emphasize that this practice is not a single phenomenon with a single reason, but there exist individuals with various interests (self-interest) then develop various mechanisms according to their own conditions and the family conditions that surrounds it."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emiria Aulia Devi Patria
"Tesis ini membahas mengenai hak kewarisan dari seorang anak yang dilahirkan dalam pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan dan pembagian waris bagi para ahli waris dari seorang Pewaris yang pernah menikah dibawah tangan sebelumnya dan menikah lagi untuk kedua kali (bukan dengan perempuan yang sama) dengan pernikahan yang sesuai Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Tesis ini juga merupakan studi kasus atas Putusan Majelis Hakim Perkara Nomor 0931/Pdt.G/2017/PA.JP. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Hasil penelitian menyarankan bahwa penyelesaian masalah pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan adalah dengan mengajukan permohonan istbat nikah ke Pengadilan Agama setempat agar kemudian pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan bisa dicatatkan ke Kantor Urusan Agama. Untuk mengajukan hak sebagai ahli waris, anak kandung hasil pernikahan siri dan nikah dibawah tangan juga bisa mengajukan permohonan asal-usul anak dan melakukan tes DNA. Setelah itu anak kandung hasil pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan dapat mengajukan gugatan atas sengketa waris atau permohonan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama setempat. Notaris memiliki peranan dalam masalah kewarisan Islam, khususnya dalam pembagian wasiat wajibah bagi orang-orang yang beragama Islam.

This thesis has examined about the legacy of a birth children of siri marriage and unregistered marriage for the distribution of an inheritance to all of a member of the family, in a family where the Heir of a heritance had married two times, first is a siri marriage and second time is a legal marriage with another bride. This thesis is also a case study of a Judgment of a State Islamic Court in Jakarta Pusat at 2017 case 0931/Pdt.G/2017/PA.JP. This research is normative juridical research method from secondary data as the source of the data, which is obtained from the literature. The result of the research prompt that the solution to the issue of a siri marriage and a marriage which not registered is to submit a marriage court istbat application to the State Islamic Court, so then the siri marriage can be recorded by a State Marriage Departement. The other way are to apply pleading for the origin of a family as a birth children of siri marriage to State Islamic Court and or do a DNA test, so then the biological children of siri marriage can submit a claim for inheritance dispute or request for the determination of the heir to the local State Islamic Court. Notary also has a role in a cases of inheritance of a moslem, especially for a distribution of wasiat wajibah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Caroline
"Skripsi ini membahas mengenai proses adopsi kebijakan dari Kecamatan Gedangsari yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Adopsi kebijakan dilakukan sebagai langkah pencegahan perkawinan pada usia anak di Kabupaten Gunungkidul. Sebelum disahkannya revisi UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada tahun 2019, belum ada solusi yang ditawarkan pemerintah untuk menangani angka perkawinan pada usia anak. Perkawinan anak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Gunungkidul. Di tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengesahkan sebuah Peraturan Bupati yang mengatur tentang pencegahan perkawinan pada usia anak. Melalui Peraturan Bupati tersebut, angka perkawinan anak di Kabupaten Gunungkidul dapat ditekan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah policy diffusion, mencakup pembahasan tentang mekanisme, aktor, faktor, dan institusionalisasi jender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerbitan Peraturan Bupati Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak melalui difusi kebijakan, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah menerapkan gender-aware policy

This thesis discusses the policy adoption process from Gedangsari Subdistrict conducted by the Government of Gunungkidul Regency. Adoption of the policy was carried out as a step in completing marriages among children in Gunungkidul Regency. Before the ratification of the revision of UU No. 1 Tahun 1974 concerning Marriage in 2019, there was no solution offered by the government to reduce child marriage rates. Child marriages occur in various regions in Indonesia, including in Gunungkidul Regency. In 2015, the Government of Gunungkidul Regency passed the Regents Regulations governing disputes at the age of children. Through the Regent's Regulation, the child marriage rate in Gunungkidul Regency can be reduced. This study uses qualitative research methods, through in-depth interviews. Theory used in this research is policy diffusion, discussing about mechanisms, actors, factors, and gender institutionalization. The result of the study shows that by the Regents Regulations on the Prevention of Marriage for Early Childhood through diffusion policy, the Government of Gunungkidul Regency has implemented a gender aware policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khobir Abdul Karim Taufiqurahman
"Pernikahan dini selalu berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada perempuan. Komplikasi kehamilan dan persalinan adalah penyebab utama kematian pada anak perempuan berusia 15-19 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan yang berhubungan dengan usia pernikahan pada perempuan menikah yang berusia 15-24 tahun di Indonesia Tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif analitik dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah wanita menikah yang berusia 15-24 tahun di Indonesia pada tahun 2007, 2012, dan 2017. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariabel dan multivariabel dengan menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tren median usia kawin pertama terjadi peningkatan dari tiga tahun data SDKI dan persentase usia kawin pertama kurang dari 20 tahun mengalami sedikit penurunan. Tingkat pendidikan perempuan, status pekerjaan perempuan, tingkat pendidikan suami, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga merupakan faktor determinan berpengaruh terhadap pendewasaan usia pernikahan. Temuan pada penelitian ini adalah akses media dan peran pengambilan keputusan yang protektif. Perempuan yang tetap bersekolah dengan program pendewasaan usia perkawinan melalui teman sebaya berperan penting dalam menunda usia pernikahan, selain itu paparan media terutama media sosial merupakan media yang paling efektif untuk memberikan informasi tentang penundaan usia pernikahan pada perempuan.

Early marriage is always related to reproductive health in women. Pregnancy and childbirth complications are the main causes of death in girls aged 15-19 years. This study aims to determine the determinants associated with marriage age in married women aged 15-24 years in Indonesia in 2017. This study is a descriptive analytic type research with cross-sectional design. The sample of this study was married women aged 15-24 years in Indonesia in 2007, 2012 and 2017. The analysis used in this study was univariable and multivariable analysis using multiple logistic regression. The results of this study indicate that the median trend of first marriage age is an increase from three years of IDHS data and the percentage of age of first marriage less than 20 years has decreased slightly. Women's education level, women's occupational status, husband's education level, and education level of the head of the household are the determinant factors influencing the age of marriage. The findings in this study are media access and the role of protective decision making. Women who continue to go to school with a marriage age maturity program through peers play an important role in delaying the age of marriage, besides exposure to the media, especially social media, is the most effective media for providing information about delaying marriage to women."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anitia
"Penelitian ini membahas tentang determinan yang berhubungan dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian perkawinan anak di Indonesia dan hubungan antara faktor-faktor tersebut (individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial) dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan analisis multivariabel regresi logistik menggunakan sumber data dari data sekunder SDKI 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur berusia 15 – 24 tahun di Indonesia yang menjadi responden SDKI 2017, sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 15 – 24 tahun yang sudah menikah di Indonesia dan tercakup dalam SDKI 2017 yang berjumlah 3.939 responden. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil prevalensi perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia sebesar 54,9%. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara usia (AOR= 29,72; 95% CI= 18,32 – 48,21), lokasi tempat tinggal (AOR= 1,46; 95% CI= 1,19 – 1,79), tingkat pendidikan (AOR= 3,23; 95% CI= 2,47 – 4,23), status ekonomi (AOR= 2,10; 95% CI= 1,73 – 2,56), keterpaparan informasi (AOR= 0,67; 95% CI= 0,50 – 0,89), jumlah anggota keluarga (AOR= 0,70; 95% CI= 0,58 – 0,85), dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan menikah (AOR= 1,50; 95% CI= 1,22 – 1,84) terhadap kejadian perkawinan anak. Dapat disimpulkan, bahwa prevalensi perkawian anak masih tinggi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan (penyuluhan dan edukasi), sosialisasi dampak perkawinan anak, dan melakukan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak pada wanita muda di Indonesia.

This study discusses the determinants associated with the incidence of child marriage in young women aged 15 – 24 years to know the description of the incidence of child marriage in Indonesia and the relationship between these factors (individuals, households, and the social environment) with the incidence of child marriage. in young women aged 15-24 years in Indonesia. The study design used in this study was cross-sectional (cross-sectional) with multivariable logistic regression analysis using data sources from secondary data from the 2017 IDHS. The study population was all women of childbearing age aged 15-24 years in Indonesia who were respondents to the 2017 IDHS. while the research sample was all women of childbearing age aged 15-24 who were married in Indonesia and included in the 2017 IDHS, totaling 3,939 respondents. In this study, it was found that the prevalence of child marriage among young women aged 15-24 years in Indonesia was 54.9% (95% CI: 52.7 - 57.1). Statistical test results showed a statistically significant relationship between age (AOR= 29.72; 95% CI= 18.32 – 48.21), location of residence (AOR= 1.46; 95% CI= 1.19 – 1.79), educational level (AOR= 3.23; 95% CI= 2.47 – 4.23), economic status (AOR= 2.10; 95% CI= 1.73 – 2.56), exposure information (AOR= 0.67; 95% CI= 0.50 – 0.89), number of family members (AOR= 0.70; 95% CI= 0.58 – 0.85), and the role of women in decision making married (AOR = 1.50; 95% CI = 1.22 – 1.84) on the incidence of child marriage. It can be concluded that the prevalence of child marriage is still high and is influenced by these factors. Therefore, increasing access to education (counseling and education), socializing the impact of child marriage and applicable regulations regarding the minimum age for marriage, as well as conducting community empowerment can be solutions to reduce the prevalence of child marriage among young women in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firlisha Miftanifa Salsabila
"Praktik perkawinan anak merupakan perhatian sosial yang signifikan secara global. Indonesia merupakan negara dengan perkawinan anak tertinggi ketujuh di dunia dan peringkat kedua di ASEAN. Menurut BPS pada tahun 2018 1 dari 9 anak perempuan menikah di Indonesia dan 1,2 juta perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun dan angka ini menempatkan Indonesia pada 10 negara dengan angka perkawinan tertinggi di dunia. Hingga saat ini pendidikan mengenai kesehatan reproduksi di Indonesia masih belum memadai. Kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dapat berkontribusi pada kejadian kehamilan tidak diinginkan dan perkawinan anak. Penelitian ini akan membahas hubungan antara dan pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap kejadian perkawinan anak di Indonesia menggunakan data SDKI 2017. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi seperti pengetahuan masa subur, pengetahuan gejala HIV&AIDS dan pengetahuan metode kontasepsi memiliki hubungan dengan perkawinan anak pada wanita usia subur 15-49 tahun di Indonesia setelah di control oleh pendidikan, budaya, status ekonomi, wilayah tempat tinggal, pendidikan KRT, akses televisi, akses radio. Factor lain yang berhubungan dengan perkawinan anak adalah pendidikan, budaya tradisional, status ekonomi, wilayah tempat tinggal, pendidikan kepala rumah tangga, akses koran, akses televisi, akses radio.

The practice of child marriage is a globally significant social concern. Indonesia is the country with the seventh highest child marriage in the world and second in ASEAN. According to the BPS in 2018 1 in 9 girls married in Indonesia and 1.2 million women aged 20-24 years married aged 18 years and this figure puts Indonesia in the 10 countries with the highest rates in the world. Until now, education regarding reproductive health in Indonesia is still not sufficient. Lack of reproductive health knowledge can contribute to unwanted incidents and child marriage. This study will discuss the relationship between and reproductive health on the incidence of child marriage in Indonesia using the 2017 IDHS data. The results showed that knowledge of reproductive health such as knowledge of the fertile period, knowledge of HIV&AIDS symptoms and methods of contraception had a relationship with child marriage at the fertile age of 15-49 years. in Indonesia after being controlled by education, culture, economic status, area of residence, KRT education, television access, radio access. Other factors related to child marriage are education, traditional culture, economic status, area of residence, education of the head of the household, access to newspapers, access to television, access to radio."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inna Apriantini
"Pernikahan usia dini masih tergolong tinggi di Indonesia. Penurunan angka pernikahan usia dini di Indonesia tergolong lambat.. Pernikahan dini adalah salah satu bentuk dari pelanggaran hak dari anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat factor determinan yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini di Indonesia menggunakan data SDKI 2017. Penelitian ini disusun berdasarkan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017. Sampel ini digunakan untuk mendapatkan gambaran usia kawin pertama pada rentang usia 15-25 tahun dengan status responden menikah pada penelitian. Analisis data yang dilakukan adalah dengan menganalisis data SDKI 2017 dengan Analisa Univariate dan Analisa Bivariate (Potong Lintang). Gambaran persentase pernikahan dini di Indonesia pada Usia 15-25 tahun lebih banyak wanita yang menikah dini yaitu sebanyak 65,1 persen.sedangkan untuk wanita yang tidak menikah dini hanya sebesar 34,9 persen. Factor determinan terjadinya pernikahan dini dari hasil penelitian ini adalah Pendidikan, tempat tinggal, status ekonomi, penggunaan majalah/koran, penggunaan radio, dan penggunaan internet.

Early marriage is still relatively high in Indonesia. The decline in the number of early marriage in Indonesia is relatively slow. Early marriage is one form of violation of the rights of children. This study aims to look at the determinants that cause early marriage in Indonesia using the 2017 IDHS data. This study was compiled based on secondary data from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS). This sample was used to obtain an overview of the age of first marriage in the age range 15-25 years with the status of respondents married in the study. Data analysis was performed by analyzing 2017 IDHS data with Univariate Analysis and Bivariate Analysis (Cross-Cutting). The percentage of early marriages in Indonesia at the age of 15-25 years is more women who marry early, which is as much as 65.1 percent. While for women who are not married early is only 34.9 percent. The determinants of early marriage from the results of this study are education, residence, economic status, magazine / newspaper use, radio use, and internet use."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrahayu Suryaningrum
"Penurunan AKB di Indonesia dihadapkan permasalahan kesenjangan AKB antarkabupaten/kota yang menunjukkan adanya keterkaitan antarwilayah yang berpengaruh. Sebagian besar kematian bayi disebabkan oleh faktor maternal yang dapat dicegah dan diperbaiki selama kehamilan. Usia ibu saat melahirkan merupakan salah satu prediktor terkuat dalam kematian bayi yang sangat erat berkaitan dengan perkawinan usia anak. Dengan mempertimbangkan efek spasial antarkabupaten/kota, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan perkawinan usia anak dengan kematian bayi kabupaten/kota di Indonesia yang dikontrol oleh pengaruh faktor ibu, rumah tangga, dan kesehatan. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dependensi spatial pada AKB kabupaten/kota di Indonesia. Model Regresi Analisis Spatial Durbin menunjukkan bahwa perkawinan usia anak berhubungan positif dan signifikan dengan AKB kabupaten/kota. Selain itu, AKB tidak hanya dipengaruhi oleh variabel penjelas dalam kabupaten/kota tersebut melainkan juga dipengaruhi oleh AKB kabupaten/kota tetangga dan beberapa variabel penjelas kabupaten/kota tetangga. Oleh karena itu, untuk menurunkan AKB suatu wilayah, maka perlu membangun wilayah sekitarnya, membangun akses ke wilayah dengan fasilitas kesehatan yang baik agar pemanfaatan pelayanan kesehatan meningkat dan mengurangi AKB suatu wilayah. Pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi juga sangat penting untuk melakukan sosialisasi dan edukasi pentingnya pendewasaan usia perkawinan. Dengan demikian remaja khususnya perempuan dapat merencanakan pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan dengan matang serta mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik sehingga diharapkan AKB Indonesia semakin menurun.

The decline in IMR in Indonesia is faced with the problem of IMR gaps between districts/cities which indicate that there are interregional linkages that are influential. Most infant deaths are caused by maternal factors that can be prevented and corrected during pregnancy. Maternal age at delivery is one of the strongest predictors of infant mortality, which is closely related to child marriage. By considering the spatial effects between districts/cities, this study aims to study the relationship of child marriage to IMR in Indonesia which is controlled by the influence of maternal, household, and health factors. The results of the analysis show that there are spatial dependencies on IMR in Indonesia. The Analysis Regression Spatial Durbin Model shows that child marriage has a positive and significant relationship with IMR. In addition, IMR is not only influenced by the explanatory variables in the district, but also influenced by IMR in neighboring districts and several explanatory variables in neighboring districts. Therefore, to reduce the IMR in a region, it is necessary to develop the surrounding area, build access to areas with good health facilities so that the utilization of health services increases and reduces the IMR in an area. Utilization of technology, information and communication is also very important to socialize and educate the importance of maturing the age of marriage. In this way, adolescents, especially women, can plan their education, work and marriage carefully and have good reproductive health knowledge so that it is expected that the Indonesian IMR will decrease."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Teresia Karolinda
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsekuensi kawin anak terhadap kemiskinan dan keragaman pengaruh kedua variabel tersebut menurut provinsi. Hal tersebut menarik untuk dilihat mengingat adanya variasi baik tingkat kemiskinan maupun tingkat perkawinan anak antar provinsi di Indonesia. Potensi endogenitas dalam penggunaan kawin anak diatasi dengan menggunakan variabel instrumen lama tahun sekolah, persentase perempuan usia 20-24 tahun yang menikah pada usia anak per provinsi dan kohor kelahiran. Penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2019 dengan unit analisis sebanyak 171.886 individu yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode regresi biprobit (bivariate probit). Hasil analisis menunjukkan bahwa kawin anak merupakan variabel endogen yang dipengaruhi oleh lama tahun sekolah, persentase perempuan usia 20-24 tahun yang menikah pada usia anak di suatu provinsi dan kohor kelahiran. Kawin anak terbukti signifikan memengaruhi peluang perempuan menjadi miskin di seluruh provinsi. Efek kawin anak terhadap meningkatnya peluang miskin ditemukan bervariasi antar provinsi. Peluang jatuh dalam kemiskinan bagi perempuan yang berstatus kawin anak lebih besar pada kohor kelahiran muda dibanding kohor lainnya. Selain itu variabel kontrol seperti jumlah anggota rumah tangga, tempat tinggal di perdesaan, pendidikan suami, status bekerja istri dan status bekerja suami terbukti signifikan memengaruhi kemiskinan.

This study aims to analyze child marriage on poverty and the diversity of the effects of these two variables by province. This is interesting to see given considering the variation in both the poverty rate and child marriage rate between provinces in Indonesia. The potential for endogeneity in the use of child marriage is overcome by using the instrument variables for years of the schooling, percentage of women aged 20-24 years who are married under 18 years old in a province and the birth cohort. This study uses data from National Socio Economic Survey (Susenas) 2019 as many as 171,886 individuals which are then analyzed using the bivariate probit regression method. The results show that child marriage is an endogenous variable that is influenced by years of schooling, percentage of women aged 20-24 years who are married under 18 years old in a province and the birth cohort. Child marriage has been shown to significantly affect women's chances of becoming poor in all provinces. The effect of child marriage on increasing poverty was found to vary between provinces. The probability of falling into poverty for women with child-married status is greater in the young birth cohort than in the other cohorts. In addition, control variables such as number of household members, residence in rural areas, husband's education, wife's working status and husband's working status have been shown to significantly affect poverty. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>