Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143831 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lalu M. Guntur Payasan WP
"Era internet of medical things membawa perubahan pada layanan kedokteran di mana perubahan tersebut mengubah cara dokter melaksanakan praktiknya. Salah satu contoh praktik IoMT ialah telesurgery. Beberapa robotic telesurgery sedang dan akan mulai dipasarkan pada waktu mendatang dan Indonesia direncanakan pada 2025 sudah melaksanakan praktik robotic telesurgery. Penelitian ini mengkaji bagaimana transformasi layanan Kesehatan di Indonesia khususnya penggunaan robotic telesurgery dan internet of medical things? Bagaimana malpraktik medik sebelum dan pada era internet of medical things? Bagaimana struktur, kewenangan dan dampak dari robotic telesurgery dari analisis complex medical crime?. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan adanya kecenderungan bahwa kerugian yang dialami oleh pasien akibat penerapan layanan kedokteran IoMT bukan saja diakibatkan oleh kesalahan dokter melainkan adanya dampak dari kompleksitas yang berperan dalam pelaksaan praktik kedokteran bedah jarak jauh yakni telesurgery triangle (manusia, alat dan jaringan) yang tidak terpisahkan dari layanan telesurgery dan/ atau IoMT. Kompleksitas sumber daya yang terlibat pada dalam pelayanan kedokteran IoMT kemudian dapat mempunyai andil masing-masing pada kegagalan/ kerugian yang dialami pasien. Penulis menemukan skema segitiga terbalik yang dinamakan telesurgery crime triangle. Adanya telesurgery crime triangle dapat digunakan untuk mengidentifikasi complex medical crime baik dari segi struktur (urutan pelaku kejahatan), kewenangan (kejahatan) dan dampak (korban dan reaksi sosial) yang timbul akibat pelaksanaan praktik robotic telesurgery dan praktik kedokteran IoMT.

The internet of medical things era brings changes to medical services where these changes change the way doctors carry out their practice. One example of IoMT practice is telesurgery. Several robotic telesurgery are being and will begin to be marketed in the future and Indonesia is planned to carry out robotic telesurgery practices in 2025. This research examines how the transformation of health services in Indonesia, especially the use of robotic telesurgery and the internet of medical things? How was medical malpractice before and during the internet of medical things? What is the structure, authority and impact of robotic telesurgery from complex medical crime analysis? The method used in this study is qualitative. The results showed a tendency that the losses experienced by patients due to the application of IoMT medical services were not only caused by doctors' errors but the impact of complexity that played a role in the implementation of remote surgical practice, namely telesurgery triangle (human, tool and tissue) which is inseparable from telesurgery services and / or IoMT. The complexity of the resources involved in IoMT medical services can then have their own contribution to the failure / loss experienced by patients. The authors invented an inverted triangle scheme called the telesurgery crime triangle. The existence of telesurgery crime triangle can be used to identify complex medical crime both in terms of structure (sequence of offender), authority (crime) and impact (victims and social reactions) arising from the implementation of robotic telesurgery practice and medical practice IoMT."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnilasari Tri Putri
"Berbeda dengan profesi lain, dokter dalam upaya menyembuhkan, mengurangi penderitaan, memperkecil komplikasi buruk dari suatu penyakit, atau menunda kematian seorang pasien, selalu bersinggungan dengan risiko kerugian fisik seperti rasa sakit atau bahkan sampai ke risiko kematian pasien. Sebagai dampak peningkatan wawasan masyarakat dalam hal kebutuhan perlindungan hukum, masyarakat awam menganggap kerugian yang dialami pasien pasca pemberian tindakan medis adalah malpraktek kemudian mengajukan tuntutan ke kepolisian. Di satu sisi, masyarakat melupakan bahwa seorang dokter tidak bisa menjanjikan kesembuhan kepada pasien.
Malpraktek adalah perbuatan medis yang menyimpang dari standar prosedur operasional. Persoalan utama dalam kasus/tuduhan malpraktek adalah bagaimana membuktikan bahwa perbuatan medis tersebut menyimpang dari standarnya. Terlebih lagi, dokter tidak dapat dipersalahkan sekalipun tindakan medisnya mengakibatkan kematian pasien jika tidak melanggar standar tersebut.
Metodologi penulisan yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah deskriptif analitis kualitatif yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap data-data lapangan dan kemudian dielaborasi dengan pendapat para pihak terkait (dokter, jaksa, kepolisian) dan hasil tinjauan pustaka untuk mendapatkan pemecahannya.
Dari penelitian diketahui, tidak semua standar prosedur operasional dalam bentuk tertulis. Padahal untuk membuktikan tuduhan malpraktek diperlukan standar prosedur tertulis yang dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dalam tindakan medis yang diberikan sehingga dapat menjatuhkan sanksi yang tepat dalam proses pertanggungjawaban hukumnya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindakan malpraktek, setiap dokter harus memiliki standar prosedur operasional tertulis untuk semua bidang spesialisasi dan alat hukum harus memiliki kompetensi untuk memahami kaidah-kaidah atau prosedur yang berlaku di bidang kedokteran.

Differ from other profession, a doctor during performing an act or service to their patients Is considered to face the possibility to cause injury or even death to the patient. On the other hand, as well as the necessity of being protected from lawsuit is increasing, commonly that injuries will be called as medical malpractice and will be proceeded to the criminal trial. Whilst, people usually forget that doctor cannot promise any protection from the death.
Medical malpractice is a medical act or omission, which deviate from the accepted standard operational procedure. The main problem in the case of medical malpractice is how to proof that act or omission is deviate from it-accepted standard. Furthermore, doctor cannot be sentence by law though his act causes fatal injury unless it breaking the standard.
A descriptive-qualitative analytic is being applied to analyze the data as it is to be clarified with some professionals such as doctor, prosecutor, and police as well as references in order to obtain the resolution.
From the research, it is discovered that a few standard operational procedure is being documented where others is not. It is known that this documented standard is required to proof whether there is a deviation or not from the medical act or omission that was performed by doctor. Then, it liability can be conducted as well. Finally, doctor must have all standard operational procedure documented in order to prevent malpractice. Whilst, on the other hand, especially the prosecutor and the police shall develop and keep updating their competency to comprehend those medical procedure in order to attain the malpractice case comprehensively."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sujatmiko
"Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah dalam praktek perlindungan hak asasi manusia bagi korban malpraktek kedokteran telah memenuhi rasa keadilan dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam perlindungan hak asasi manusia bagi korban malpraktek kedokteran. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan praktek perlindungan hak asasi manusia bagi korban malpraktek kedokteran belum mencerminkan rasa keadilan. Hal ini terlihat pads penyelesaian kasus-kasus malpraktek kedokteran yang ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan yang menempuh jalur pidana sebagian besar tidak sampai ke pengadilan dan yang menempuh jalur perdata sebagian besar putusan hakim adalah tidak dapat diterima dan ditolak. Temuan ini menunjukkan bahwa korban-korban malpraktek kedokteran belum mendapatkan perlindungan dari negara. Putusan hakim Dalam 2 kasus yang diangkat dalam tesis ini belum mencerminkan rasa keadilan bagi korban. Faktor-faktor penghambat dalam pemenuhan hak asasi bagi korban malpraktek kedokteran adalah faktor hukumnya, aparat penegak hukum dan fasilititas, masyarakat serta budaya hukum. Penelitian ini menyarankan negara melalui aparat penegak hukumnya khususnya polisi dan hakim harus lebih memperhatikan keadilan korbanikeluarga korban dalam penyelesaian kasus-kasus dugaan malpraktek kedokteran. Pemerintah hams mensosialisasikan kepada masyarakat tentang upaya hukum yang dapat ditempuh korbanikeluarga korban malpraktek kedokteran untuk memperoleh keadilan dan peran lembaga swadaya masyarakat seperti Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan hams lebih ditingkatkan untuk memfasilitasi korban-korban malpraktek kedokteran. Perlunya dibuat Undang-Undang Perlindungan Pasien yang mengatur malpraktek kedokteran, aparat penegak hukum harus diberikan pendidikan dan pelatihan ilmu kedokteran dan pemerintah harus membuat sebuah lembaga dokter pembanding yang anggota-anggotanya dari dokter-dokter independen.

The purpose of this research is to find weather the implementation of human rights protection for the victim of medical malpractice has fulfilled the concept of justice and to find out the obstacles at the process. The method use is qualitative approach which consist of case study and deep interview. The results of the research show that the human rights protection for the victim of justice. This condition can be seen from the cases handled by The Agency for Health Law. Most of the cases brought to criminal procedure never been processed to the court and cases brought to private procedure were can not be accepted a nd r ejected. These fact shown that the state has not protected the victim of medical malpractice. The research analyzes two cases settled through the court. The analyze show that judges decisions have not fulfilled the concept of justice for the victims. The obstacles at the human rights fulfillment for the victim of medical malpractice are the regulation, law enforcement official and the facilities, society also the culture. The research makes suggestions for the human rights protection for the victim of the medical malpractice. Law makes especially police and judge in medical malpractice have to give more attention to victim for justice. Government have to make a socialization to society about the step of law can be follow by victim/family of medical malpractice to get justice, besides of non governmental organization on such as The Agency for Health Law have to increasing to facilitate the victim of medical malpractice to get justice, making the law on the protection of patients which regulates the medical malpractice; developing the human resources of the law enforcement official through formal education and training ; and establishing and comparison doctor institution which consists of independent doctors.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Andrianto
"Kajian dan analisis hukum dalam tesis ini bertujuan untuk memahami dan mendalami definisi dan ruang lingkup malpraktik medis, tanggung jawab hukum rumah sakit, dan dampak malpraktik medis bagi bisnis rumah sakit. Semakin meningkatnya tuntutan malpraktik medis terhadap praktik kedokteran ternyata menimbulkan masalah yang besar bagi dokter dan rumah sakit. Pihak dokter dan rumah sakit merasa disudutkan karena jika.timbul akibat yang tidak diinginkan dari tindakan medis, seringkali diidentikkan dengan malpraktik medis. Kata "malpraktik medis" mempunyai konotasi negatip bagi profesi dokter dan bagi bisnis rumah sakit. Sebaliknya pihak pasien merasa hak-haknya tidak dilindungi karena setiap terjadi kasus, rumah sakit maupun dokter seakan-akan saling melempar tanggung jawab.
Tesis ini berusaha menjelaskan mengenai pengertian malpraktik medis. Ternyata, tidak setiap akibat negatip dari tindakan medis dapat digolongkan sebagai malpraktik medis. Untuk membuktikan apakah akibat negatip dari suatu tindakan medis adalah malpraktik medis atau bukan, ada prosedur pembuktiannya. Selain itu tesis ini juga berusaha untuk membahas mengenai tanggung jawab hukum rumah sakit jika terjadi kasus malpraktik medis. Ternyata, rumah sakit bertanggung jawab jika terjadi kelalaian yang dilakukan oleh personalianya selama menjalankan tugas dan kewenangannya. Pada saat ini dikenal Doktrin Central Responsibility (Tanggung Jawab Terpusat). Malpraktik medis juga mempunyai dampak positip bagi dokter dan rumah sakit yaitu akan semakin memacu mereka untuk memperbaiki manajemen kerja dan manajemen resiko (WA)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyanto
"Eksistensi Undang-Undang Nomar 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK, sebagai Undang-Undang yang mengintegrasi dan memperkuat hak-hak konsumen Indonesia, membawa dampak juga terhadap hak-hak konsumen pengguna jasa kesehatan atau pasien. Karena, Undang-Undang ini, pasien semakin sadar akan hak-haknya. Beberapa kasus gugatan maupun tuduhan malpraktek terhadap tenaga kesehatan kerap kita haca dan dengar di media massa. Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa masyarakat sebagai health receivers kini telah menuntut pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki. Dokter gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Bahkan, dokter gigi menempati posisi yang strategis, karena menentukan langsung langkah medic yang dilakukan dalam menyembuhkan problem kesehatan gigi yang diderita oleh pasien. Posisi ini, menyebabkan dokter gigi harus herhati-hati dan penuh pertimbangan dalam menjalankan tugasnya. Karena, salah dalam mengambil tindakan medik, bukan hanya merugikan pasien tetapi jugs merugikan dokter gigi itu sendiri.
Tindakan dokter gigi yang tidak memenuhi standar profesi dan ketentuan hukum kesehatan dapat disebut sehagai tindakan malpraktek. Tanggung jawab dokter gigi terhadap tindakan malpraktek dikategorikan menjadi duo, yaitu tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesi dan tangggung jawab terhadap ketentuan hukum seperti pidana, perdata dan adminstratif, praktek kedokteran dan UUPK. Jasa pelayanan kesehatan merupakan jasa yang memiliki karakteristik. OIeh karena itu, dalam penerapan UUPK, dalam bidang kesehatan harus memperhatikan karakteristik tersebut. Hal ini membawa pengaruh terhadap jasa yang diberikan oleh dokter gigi. Dimana, tidak semua ketentuan yang terdapat dalam UUPK berlaku bagi dokter gigi.

The existence of Act Number 8 Year 1999 on Customer Protection, as an Act which integrates and strengthens customer rights, has consequences on health's customers (patients) as well. Because of this Act, patients get more realize and understand on their rights. Cases on malpractice indictment or accusation of paramedics tend to increase in the media. This fact describes us that people as health receivers have already claimed their rights execution. Dental as one of health people could not be excluded from health service system. Even, Dental has strategic position on health service system because they directly decided each medical steps on handling their patients. This position affects on the carefulness and consider ness of such Dental in accomplishing their duties. The medical failure of handling their patients would not be harmed their patients, but would be harmed their self as well.
Dentals attitude which not carry out as professional standard and health legislation could be known as malpractice. Dental responsibility on this malpractice could be categorized as two things, there are Dentals responsibility on professional matters and Denials responsibility on legal aspects, such as criminal law, commercial law, administration law, Act on Medical Practice, and Act on Customer Protection. Health service is a service which has characteristic; therefore implementation of Customer Protection Act should consider such characteristics. It would be affected on services give by Dental, however, not entirely stipulation on Customer Protection Act could be applied to all Dental."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Camryna Hanna Pertiwi
"Layanan medis gawat darurat memiliki peran penting dalam menyelamatkan nyawa pasien dan mengurangi kematian atau kecacatan. Implementasi Internet of Things (IoT) pada layanan medis gawat darurat diharapkan dapat membantu dokter dan perawat untuk memberikan perawatan yang segera dan akurat. Penelitian ini bertujuan untuk merancang perbaikan pada proses operasional layanan medis gawat darurat yang mengimplementasikan IoT dengan menggunakan metode Rekayasa Proses Bisnis (BPR). Metode Failure Mode dan Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk memprioritaskan modus kegagalan dari setiap proses yang akan direkomendasikan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan IoT. Penelitian ini menemukan 2 modus kegagalan pada proses pra-rumah sakit dan 10 modus kegagalan pada proses rumah sakit yang direkomendasikan untuk dilakukan perbaikan dengan menggunakan IoT. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perbaikan dengan pengurangan waktu sebesar 19% pada proses pra-rumah sakit dan 22% pada proses rumah sakit.

Emergency medical services (EMS) play an important role in saving patients life and reducing death or disability. IoT implementation in EMS is expected to help emergency physicians handle emergency patients to get prompt and accurate treatment. This study aims to design improvements in EMS operational process that implement IoT using Business Process Reengineering (BPR) approach. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) method is used to prioritize failure modes in the process that will be recommended for corrective actions using IoT implementation. This study found 2 failure modes in the pre-hospital process and 10 failure modes in the hospital process that are recommended for improvement using IoT. The results of this study show improvement by reducing process time by 19% in the pre-hospital process and 22% in the hospital process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandil Jelita
"Rumah sakit merupakan institusi yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan. Sebagai suatu institusi, berdasarkan hukum perdata maka rumah sakit mempunyai tanggung jawab atas segala tindakan dari personalianya yang terjadi di rumah sakit. Tanggung jawab terhadap personalia itu meliputi pula tanggung jawab atas malpraktek tenaga kesehatan. Terhadap tanggung ja ab tersebut maka rumah sakit dapat dituntut oleh pasien/keluarganya untuk memberikan ganti rugi atas segala kerugian yang timbul akibat malpraktek tersebut. Tuntutan ganti rugi itu umumnya adalah berupa tuntutan sejumlah uang tertentu. Apabila terhadap tuntutan tersebut pengadilan memberikan putusan yang mewajibkan rumah sakit untuk membayar ganti rugi kepada pasien/keluarganya, maka rumah sakit mau tidak mau harus menjalaninya. Apabila terjadi hal demikian, maka rumah sakit sebagai suatu unit sosio ekonomis tentunya akan sangat rugi, karna hal ini akan menambah pengeluaran bagi rumah sakit. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian tersebut, maka rumah sakit mengasuransikan dirinya. Dengan mangasuransikan diri, maka segala risiko. kerugian tadi beralih dari rumah sakit kepada perusahaan asuransi. Dan karenanya segala hak dan kewajiban rumah sakit, yang berkaitan dengan tuntutan atas malpraktek tadi, beralih kepada perusahaan asuransi. Peralihan hak dan kewajiban rumah sakit tersebut terjadi, apabila rumah sakit mengajukan klaim atas tuntutan malpraktek tenaga kesehatannya kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan asuransi setuju untuk menanggung/menyelesaikan klaim tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S21010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam suatu pelayanan kesehatan, timbul suatu hubungan
hukum antara dokter dan pasien. hubungan ini merupakan
suatu perikatan yang obyeknya berupa pelayanan medis untuk
penyembuhan pasien yang dilakukan oleh dokter yang dikenal
sebagai hubungan terapeutik yang digolongkan kedalam
inspanningsverbintenis yaitu suatu perikatan yang
prestasinya berupa suatu usaha yang sungguh-sungguh dan
usaha keras. Dalam hal tenaga medis melakukan suatu
tindakan yang bertentangan dengan standar profesi maupun
peraturan perundangan yang menimbulkan kerugian pada
pasien, maka tenaga medis tersebut telah melakukan suatu
perbuatan malpraktek. Malpraktek merupakan suatu bentuk
perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata yang pada
umumnya melibatkan banyak pihak seperti dokter, perawat,
rumah sakit dan bahkan pemerintah selaku instansi
penyelenggara pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam
tulisan yang berbentuk case study ini penulis membahas
mengenai perlindungan terhadap pasien di Indonesia
berdasarkan hukum positif yang ada dan bagaimana
pertanggungjawaban pihak yang melakukan malpraktek. Dalam
putusan pengadilan yang dibahas dalam tulisan ini penulis
menemukan bahwa gugatan yang diajukan ke pengadilan
seringkali tidak dapat diterima karena adanya kekurangan
dalam gugatan tersebut yang pada umumnya terkait dengan
tidak lengkapnya para pihak yang digugat, tidak jelasnya
kesalahan para tergugat dan kurang lengkapnya alat bukti
yang dibutuhkan dalam persidangan."
Universitas Indonesia, 2006
S22234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S22040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Medical responsibility lawsuits have become a fact of life in every physician's medical practice. However, there is evidence that physicians are increasingly practicing defensive medicine, ordering more tests than may be necessary and avoiding patients with complicated conditions. Modern medical practice is increasingly complicated by factors beyond the traditional realm of patient care, including novel technologies, loss of physician autonomy, and economic pressures. A continuing and significant issue affecting physicians and the healthcare system is malpractice. In the latter half of the 20th century, there was a major change in the attitude of the public towards the medical profession. People were made aware of the huge advances in medical technology, because health problems have increasingly tended to attract media interest and wide publicity. Medicine is a victim of its own success in this respect, and people are now led to expect the latest techniques and a perfect outcome on every occasion. This burst of technology and hyper-specialization in many fields of medicine means that each malpractice claim is transformed into a scientific challenge, requiring specific preparation in the analysis and judgment of the clinical case in question. The role of legal medicine has become increasingly specific in this judicial setting, often giving rise to erroneous interpretations and hasty scientific verdicts, but guidelines on the methodology of ascertainments and criteria of evaluation are lacking all over the world. The aim of this book is to clarify the steps required for a sequential, in-depth analysis of events and the consequences of medical actions. This can then be used to verify whether, in the presence of damage, health professionals made errors or failed to observe rules of conduct, and which causal values and links to their possible misconduct are involved."
New York: Springer, 2013
344.404.1 MAL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>