Tujuan : Studi ini mencoba membandingkan luaran kejadian kardiovaskular mayor (KKM), mortalitas, rehospitalisasi maupun perbaikan dari fraksi ejeksi pada pasien kardiomiopati iskemik yang akan menjalankan bedah pintas arteri koroner dengan atau tanpa studi viabilitas
Metode : Suatu studi kohort retrospektif dilakukan pada pasien Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Menurun yang diputuskan untuk dilakukan Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) oleh Heart Team Meeting dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Pasien tersebut dikelompokan kedalam grup yang dilakukan studi viabilitas dan grup yang tidak dilakukan studi viabilitas. Dilakukan follow up pada pasien ini dan dilakukan pencatatan luaran seperti kematian, rehospitalisasi dan juga perbaikan dari fraksi ejeksi.
Hasil : Didapatkan adanya 216 pasien yang menjalankan BPAK dengan dilakukan pemeriksaan viabilitas dan 269 pasien yang menjalankan BPAK tanpa dilakukan pemeriksaan viabilitas. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara dilakukannya uji viabilitas dengan luaran KKM, mortalitas maupun rehospitalisasi paska dilakukan prospensity score adjustment. Namun, mereka yang dilakukan uji viabilitas lebih banyak yang mengalami perbaikan fraksi ejeksi dibandingkan dengan mereka yang tidak dilakukan uji viabilitas.
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan dari KKM, kesintasan maupun rehospitalisasi pada pasien yang menjalankan BPAK dengan data viabilitas dibandingkan dengan mereka yang menjalankan BPAK tanpa data viabilitas. Namun, pasien yang menjalankan BPAK dengan data viabilitas lebih mungkin memiliki perbaikan dari fraksi ejeksi
Aim : This study aims to compare the outcome of major adverse cardiovascular events (MACE), mortality, rehospitalization and improvement of ejection fraction in patients with ischemic cardiomyopathy that had coronary artery bypass graft surgery with and without undergoing myocardial viability study.
Methods : A retrospective cohort study were done on patients with heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF) that were decided to do coronary artery bypass graft by heart team meeting of National Cardiovascular Center Harapan Kita. The patients were grouped according to whether they undertook viability study or not. Follow up were done on these patients and outcome such as mortality, rehospitalization and improvement of ejection fraction were recorded.
Results : There are 216 patients that had CABG with viability study and 269 patients that had CABG without viability study. There are no statistically significant differences between those undergoing viability study and outcome of MACE, mortality or rehospitalization after prospensity score adjustment. However, those with viability study are more likely to have improvement of ejection fraction compared to those that do not have viability results.
Conclusion : There are no differences in either MACE, survival or rehospitalization in patients that did CABG procedure with viability data compared to those that do not have the data. However, those that have viability data are more likely to have improvement of ejection fraction."
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan kegiatan yang dilakukan apoteker untuk memastikan terapi obat yang diberikan pasien aman, efektif dan rasional. Tujuan dilakukan kegiatan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan menurunkan risiko terjadinya Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meminimalkan biaya pengobatan serta menghormati pilihan pasien. Dengan dilakukannya kegiatan PTO, diharapkan terapi obat yang diberikan kepada pasien dapat terhindar dari risiko klinik dan meningkatkan efektivitas biaya terapi pada pasien. Beberapa kriteria pasien yang diprioritaskan untuk dilakukannya kegiatan PTO adalah pasien dengan multi penyakit yang menerima polifarmasi serta pasien dengan gangguan fungsi organ seperti hati dan ginjal. Contoh kasus yang perlu dilakukannya PTO adalah pasien Tn. IZN yang didiagnosis utama gagal jantung kongestif dan penyakit ginjal kronis serta diagnosis penyerta hiperplasia prostat yang dirawat inap di Ruang Anggrek RSUD Tarakan. Setelah dilakukannya PTO, ditemukan beberapa masalah terkait obat yang dapat diidentifikasi berdasarkan panduan PCNE dan metode Hepler and Strand yaitu indikasi tanpa terapi, interaksi obat, dosis obat berlebih, dan kesalahan pemilihan obat pada pengobatan yang diterima pasien Tn. IZN. Masalah terkait obat yang muncul dapat direkomendasikan penyelesaian berupa pemberian obat yang sesuai, pemantauan efek terapi obat melalui hasil laboratorium dan gejala yang timbulkan, pemberian jeda konsumsi obat, dan penyeseuiaan dosis sesuai tatalaksana dan kondisi pasien.
"